Anda di halaman 1dari 23

CORPORATE GOVERNANCE

SAP 11 dan 12
PENGUNGKAPAN DAN TRANSPARANSI SERTA KUALITAS
PELAPORAN KEUANGAN
Kasus Perusahaan Gas Negara Tbk.

Dosen Pengampu: Ayu Aryista Dewi, S.E., M.Acc.

OLEH:

KELOMPOK 10

Putu Eka Jayanti (1506305014/03)


Ni Kadek Jyoti Krishna Maheswari (1506305084/26)
Deviana Sijabat (1506305156/38)

PROGRAM REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas segala rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas paper ini. Dalam paper ini penulis
membahas tentang Pengungkapan dan Transparansi serta Kualitas Pelaporan Keuangan dengan
Kasus Perusahaan Gas Negara Tbk.
Paper ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Corporate Governance.
Kami menyadari bahwa dengan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang telah mendukung proses penyelesaian tugas ini sehingga
membawa hasil yang diharapkan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang sudah membantu kami. Semoga paper ini berguna dan bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari sepenuhnya sebagai manusia biasa, tidak lepas dari kekurangan,
begitu juga dengan paper ini yang masih jauh dari sempurna. Penulis memohon kepada Ibu
dosen khususnya, umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan
dalam paper ini, penulis mengharapkan untuk kritik dan saran yang bersifatnya membangun.

Denpasar, April 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover................................................................................................................................................i

Kata Pengantar..............................................................................................................................ii

Daftar Isi........................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................2

1.2 Tujuan ....................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................................3

2.1 Pengertian Dari Transparansi ................................................................................................3

2.2 Pengungkapan Dalam Laporan Perusahaan .........................................................................3

2.3 Kualitas Laporan Keuangan ..................................................................................................7

2.4 Tujuan Pelaporan Keuangan .................................................................................................7

2.5 Peranan Good Corporate Governance terhadap Kualitas Pelaporan Keuangan dan


Kepercayaan Investor.............................................................................................................8

2.6 Profil Perusahaan PT. Perusahaan Gas Negara......................................................................8

2.7 Kronologi Kasus PT. Perusahaan Gas Negara ......................................................................9

2.8 Pelanggaran - Pelanggaran yang Dilakukan PT. Perusahaan Gas Negara...........................11

2.9 Pelanggaran GCG yang Dilakukan PT Perusahaan Gas Negara.........................................13

2.10 Keterkaitan Kasus dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep431/BL/2012


tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik..........................16

BAB III KESIMPULAN..............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah “pasar modal” dipakai sebagai terjemahan dari istilah “Capital Market”, yang
berarti suatu tempat atau sistem sebagaimana cara dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan dana untuk
kapital suatu perusahaan yang merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual surat efek
yang baru di keluarkan. Dalam pasar modal terjadi transaksi-transaksi saham dari berbagai pihak,
berkumpulnya orang-orang yang melakukan perdagangan. Pada transaksi dalam pasar modal
terdapat hukum yang mengatur di dalamnya. Pasar modal atau bursa efek secara sederhana
adalah tempat di mana bertemunya pembeli dan penjual efek yang terdaftar di bursa itu (listed
stock), pembeli dan penjual datang untuk mengadakan transaksi jual beli efek.
Pembeli dana/modal adalah mereka baik perorangan maupun kelembagaan/badan usaha
yang menyisihkan kelebihan dana/uangnya untuk usaha yang bersifat produktif. Sedangkan
penjual modal/dana adalah perusahaan yang memerlukan dana atau tambahan modal untuk
keperluaan usahanya. Modal/dana atau efek yang diperjualbelikan di pasar modal atau bursa
tersebut pada umumnya berbentuk saham dan obligasi. Di Indonesia juga diperdagangkan
sertifikat dana reksa.
Perdagangan saham dalam bursa efek sering terjadi permasalahan-permasalahan yang
diakibatkan oleh berbagai pihak dengan motivasi atau tujuan tertentu. Misalnya dalam hal
pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan / disclose dipasar modal dan adanya praktek haram
dalam transaksi saham dibursa efek yaitu insider trading. Yang dimaksud dengan insider trading
adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan
(dalam artian luas), perdagangan mana didasarkan atau dimotivasi karena adanya suatu
“informasi orang dalam” (inside information) yang penting dan belum terbuka untuk umum,
dengan perdagangan mana, pihak pedagang insider tersebut mengharapkan akan mendapatkan
keuntungan ekonomi secara pribadi, langsung atau tidak langsung, atau yang merupakan
keuntungan jalan pintas (short swing profit).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas antara lain:

1
1 Apa pengertian dari transparansi ?
2 Bagaimana pengungkapan dalam laporan perusahaan ?
3 Apa pengertian dari kualitas pelaporan keuangan?
4 Apa tujuan dari Pelaporan Keuangan?
5 Bagaimana Peranan Good Corporate Governance terhadap Kualitas Pelaporan Keuangan
dan Kepercayaan Investor?
6 Bagaimana profil PT. Perusahaan Gas Negara ?
7 Bagaimana kronologi kasus PT. Perusahaan Gas Negara ?
8 Apa saja pelanggaran - pelanggaran yang dilakukan PT. Perusahaan Gas Negara ?
9 Bagaimana keterkaitan kasus dengan prinsip V OECD: keterbukaan dan transparansi ?
10 Bagaimana keterkaitan kasus dengan keputusan ketua Bapepam-LK nomor: kep 431/bl/2012
tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari paper ini antara lain:
1 Untuk mengetahui pengertian dari transparansi
2 Untuk mengetahui pengungkapan dalam laporan perusahaan
3 Untuk mengetahui pengertian dari kualitas pelaporan keuangan
4 Untuk mengetahui tujuan dari pelaporan keuangan
5 Untuk mengetahui peranan Good Corporate Governance terhadap Kualitas Pelaporan
Keuangan dan Kepercayaan Investor
6 Untuk mengetahui profil PT. Perusahaan Gas Negara
7 Untuk mengetahui kronologi kasus PT. Perusahaan Gas Negara
8 Untuk mengetahui pelanggaran - pelanggaran yang dilakukan pt. perusahaan gas Negara
9 Untuk mengetahui keterkaitan kasus dengan prinsip v oecd: keterbukaan dan transparansi
10 Untuk mengetahui keterkaitan kasus dengan keputusan ketua bapepam-lk nomor:
kep431/bl/2012 tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transparansi


Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi perusahaan sebagai
ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya mengenai kinerja
perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan, kesempatan investasi, pemerintah,
nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat umum. Dalam tingkatan negara, Bushman,
Piotroski, dan Smith (2004) mengidentifikasikan dua jenis transparansi perusahaan yaitu
transparansi keuangan dan transparansi pemerintah. Transparansi keuangan tingkat negara
disusun berdasarkan intensitas pelaporan perusahaan, waktu pelaporan, jumlah analisis, dan
media penyebarannya.

2.2. Pengungkapan dalam Laporan Perusahaan


Sumber utama tekanan untuk meningkatkan pengungkapan laporan keuangan adalah dari
komunitas keuangan dan investasi. Perusahaan Multinasional dan badan pengaturan standar
Negara dengan pasar modal yang berkembang pesat, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis,
Jerman, dan Jepang, telah memberi perhatian lebih terhadap dorongan dari pihak-pihak tersebut.

Dorongan untuk Pengungkapan Informasi


Perusahaan Multinasional sepanjang menyangkut aturan yang ternyata meningkatkan
persyaratan untuk pengungkapan informasi diputuskan dengan pengaturan badan dan standar
perwakilan pada tingkat pemerintahan dan professional. Cepatnya permintaan informasi untuk
tujuan penanaman modal, perkembangan pasar saham dan pembagian kepemilikan yang
mendunia, dipadukan dengan berkembangnya kekhawatiran terhadap perbedaan standar dan
perlakuan akuntansi dinegara berbeda, telah meningkatkan permintaan terhadap bertambahnya
pengungkapan akuntansi untuk peningkatan kualitas maupun perbandingan laporan Perusahaan
Multinasioal.

3
Pentingnya Pengungkapan Informasi
Meskipun tidak ada keraguan tentang pentingnya pengukuran dari isu-isu akuntansi,
pentingnya informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan dan laporan perusahaan dengan
semakin diakui oleh perusahaan multinasional. Informasi ini memberikan masukan penting bagi
analisis keuangan proses evaluasi kualitas laba dan posisi keuangan, baik saat ini dan masa yang
akan datang. Pada saat yang sama, kebutuhan ini harus ditimbang terhadap kepentingan analis,
investor, dan masyarakat dalam transparansi usaha multinasional. Dengan adanya pengungkapan
informasi, maka perusahaan dapat menyampaikan kebijaksanaan dan informasi mengenai
orientasi perusahaan dimasa yang akan datang.     Diakui secara umum, bahwa biaya dalam
penyediaan informasi tidak boleh melebihi keuntungan yang diperoleh oleh pengguna informasi.
Perlunya perusahaan multinasional dalam memelihara kepercayaan diri usahanya dalam area
sensitif dan untuk menghindari bahaya dalam persaingan, harus dicantumkan dalam akun-akun
perusahaan. Dalam praktiknya, muncul anggapan bahwa semakin spesifik, semakin berorientasi
ke depan dan semakin kuantitatif suatu informasi yang diusulkan untuk diungkapkan, maka
semakin pekalah kinerja perusahaan ke arah pencegahan.
2.2.1 Ruang Lingkup Pengungkapan

Berdasarkan PP Nomor 71 tahun 2010, pengungkapan laporan keuangan yang disusun


pemerintah di Indonesia menggunakan prinsip pengungkapan lengkap, dimana laporan keuangan
harus menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan.
Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan tersebut dapat ditempatkan pada
lembar muka (on the face) laporan keuangan atau pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh
standar dan regulasi, yaitu :

1. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure)

Menurut Murni (2004:193), pengungkapan wajib (mandatory disclosure) adalah


pengungkapan yang diharuskan dalam laporan tahunan menurut peraturan Bapepam.
Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh
peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi

4
perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu
Peraturan No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan
No.VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan
Ketua Bapepam No.Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua
Bapepam No.Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah
melakukan penawaran umum dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui
dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No.SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang
penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk
setiap jenis industri.

2. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)

Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang tidak


diwajibkan oleh Bapepam, dengan kata lain pengungkapan yang melebihi dari yang
diwajibkan. Menurut Alan Levinsohn (2001), pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) dibagi mejadi 5 kategori, yaitu :

a. Data bisnis

Meliputi operasi-operasi dan pengukuran kinerja level atas.

b. Analisis manajemen mengenai data bisnis

Meliputi alasan-alasan perubahan pada operasi perubahan serta mencantumkan data


yang terkait serta dampak trend bisnis pada perusahaan.

c. Forward looking information

Meliputi peluang, resiko dan termasuk rencana-rencana manajemen.

d. Informasi mengenai manajemen dan shareholders

Meliputi informasi mengenai direktur, manajemen, dan pemegang saham.

e. Latar belakang perusahaan

Meliputi tujuan perusahaan dan ruang lingkup perusahaan.

5
Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan
sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen.
Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela
oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Sedangkan dari sumber PSAK
dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan yang
menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan
perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah)
merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka
memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai.

Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh


perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan
perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga
konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:

1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup) yaitu pengungkapan yang disyaratkan oleh


peraturan yang berlaku, dimana angka – angka yang disajikan dapat diinterpretasikan
dengan benar oleh investor.
2. Fair disclosure (pengungkapan wajar) yaitu Pengungkapan wajar secara tidak langsung
merupakan tujuan etisagar memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai
laporandengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial.

3. Full disclosure (pengungkapan penuh) yaitu Pengungkapan penuh menyangkut


kelengkapan penyajian informasi yang digunakan secara relevan. Pengungkapan penuh
memiliki kesan penyajian informasi secara melimpah sehingga beberapa pihak
menganggapnya tidak baik.

Apabila sebuah perusahaan memberikan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan


pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) secara sekaligus, berarti perusahaan tersebut
memberikan pengungkapan secara penuh (full disclosure).

6
2.3 Kualitas Pelaporan Keuangan

Bachtaruddin (2003) menyatakan bahwa karakteristik kualitas utama yang membuat


informasi akuntansi bermanfaat adalah relevance dan reliability. Kedua karakteristik ini disebut
kualitas utama disebabkan informasi harus memiliki dua kualitas ini untuk menjadi bermanfaat.
Relevan berarti bahwa informasi akuntansi berkemampuan untuk membuat perbedaan didalam
satu keputusan. Untuk menjadi relevan, informasi harus dapat memberi ketegasan atau memberi
pengaruh perubahan atas harapan pembuat keputusan. Dapat dipercaya (reliability) berarti bahwa
seorang pengguna dapat menggantungkan atau memiliki keyakinan pada informasi yang
dilaporkan. Informasi akuntansi dipertimbangkan dapat dipercaya jika informasi secara nyata
menyatakan apa yang dimaksud, apa yang diungkapkan dan dapat diuji kebenaranya.

Widi lestari ningtyas dan Utami (2007) menyatakan bahwa manajemen keuangan
mempunyai sejumlah kebijakan dalam keseluruhan kerangka prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Akibatnya manajemen memiliki kemungkinan untuk memanipulasi laba-rugi dan
akun-akun yang lain dalam laporan keuangan, tetapi harus menghasilkan laporan keuangan yang
berkualitas. Dengan adanya Good Corporate Governance, maka diharapkan perusahaan dapat
meyajikan pelaporan keuangan yang berkualitas.

2.4 Tujuan Pelaporan Keuangan

Tujuan pelaporan keuangan adalah untuk keputusan investasi sehingga harus menyajikan
informasi yang berguna, komprehensif dan dapat dipahami oleh mereka yang berpengetahuan
mengenai aktivitas ekonomi. Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi yang dapat
membantu investor, kreditor, calon investor-kreditor potensial serta pemakai lainnya (Rosjidi,
1999:231). Tujuan pelaporan keuangan dibuat untuk diarahkan pada kebutuhan pemakai yang
dapat memahami secara lengkap serangkaian laporan keuangan atau secara alternatif, pada
kebutuhan para ahli yang diminta pemakai yang sederhana untuk memberikan saran-saran pada
mereka (Belkoui, 2000:157). 

Menurut PSAK NO 1 Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan

7
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat
bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan
keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber
daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan
keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:

1. aset;
2. liabilitas;
3. ekuitas;
4. pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
5. kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan
6. arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas
laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan
dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
2.5 Peranan Good Corporate Governance terhadap Kualitas Pelaporan Keuangan dan
Kepercayaan Investor
Pelaporan keuangan yang berkualitas memiliki peranan yang besar, GCG berperan
membantu perusahaan menyajikan pelaporan keuangan yang berkualitas. Dengan melihat
pelaporan keuangan, investor dapat mengambil keputusan untuk berinvestasi atau tidak. GCG
merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola
bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas
perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi
tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya. Selain itu, perhatian yang
diberikan investor terhadap GCG sama besarnya dengan perhatian terhadap kinerja keuangan
perusahaan, karena dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik, maka perusahaan akan
memiliki kinerja keuangan yang baik pula.
2.6 Profil Perusahaan PT. Perusahaan Gas Negara

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) merupakan sebuah perusahaan yang
menjadi penyedia utama gas bumi dan memiliki dua bidang usaha yaitu distribusi atau penjualan
gas bumi dan transmisi atau transportasi gas bumi yang melalui jaringan pipa yang tersebar di
seluruh wilayah usaha. Usaha distribusi meliputi pembelian gas bumi dari pemasok dan

8
penjualan gas bumi melalui jaringan pipa-pipa distribusi ke pelanggan rumah tangga, dan
komersial. Sedangkan usaha transmisi merupakan kegiatan pengangkutan (transportasi) gas bumi
melalui pipa transmisi dari sumber-sumber gas ke pengguna industri.
Perusahaan ini dirintis sejak 1859 ketika masih bernama Firma LJN Enthoven & Co.
Kemudian perusahaan tersebut diberi nama NZ Overzeese Gasen Electriciteit Maatschapij (NZ
OGEM) oleh pemerintah Belanda pada tahun 1863. Pada tahun 1958, pemerintah Indonesia
mengambil alih kepemilikan perusahaan dan mengubah namanya menjadi Penguasa Perusahaan
Peralihan Listrik dan Gas (P3LG). Seiring dengan perkembangan pemerintahan Indonesia, pada
tahun 1961 status perusahaan berubah menjadi BPU-PLN.
Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19/1965, perusahaan
ditetapkan sebagai perusahaan negara dan dikenal sebagai Perusahaan Gas Negara (PGN).
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1984, perseroan tersebut berubah
status hukumnya dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perusahaan Umum (Perum). Setelah itu,
status perusahaan berubah dari Perum menjadi Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh negara
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1994 dan Akta pendirian perusahaan No. 486
tanggal 30 Mei 1996. Seiring dengan perubahan status perseroan yang berubah menjadi
perusahaan terbuka, anggaran dasar perusahaan diubah dengan Akta Notaris No. 5 tanggal 13
November 2003, yang antara lain berisi tentang perubahan struktur permodalan. Pada tanggal 5
Desember 2003, Perseroan memperoleh pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal
untuk melakukan penawaran umum saham perdana kepada masyarakat sebanyak 1.296.296.000
saham, yang terdiri dari 475.309.000 dari divestasi saham Pemerintah Republik Indonesia,
pemegang saham perseroan dan 820.987.000 saham baru. Sejak saat itu, nama resmi perseroan
diganti menjadi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Saham perusahaan telah tercatat di
Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003 dengan kode
transaksi perdagangan ‘PGAS’.

2.7 Kronologi Kasus PT. Perusahaan Gas Negara


Kasus bermula ketika terjadi penurunan harga saham PT. PGN yang signifikan dimana
pada tanggal 8 Januari 2007 harga pembukaan perdagangan Rp.10.850,- per lembar saham, dan
pada harga penutupan perdagangan jatuh ke harga Rp. 7.400,-per lembar sahamnya (31,8 %).
Kemudian pada tanggal 11 Januari 2007 transaksi harga perdagangan dibuka pada Rp. 9.650,-per

9
lembar saham dan pada harga penutupan perdagangan jatuh kembali ke posisi Rp. 7.400,- per
lembar sahamnya atau terjadi lagi penurunan sebesar (23,36 %). Atas penurunan saham yang
tidak wajar tersebut kemudian memicu adanya investigasi oleh pihak pengawas pasar modal.
Kemudian ditemukan indikasi bahwa PT. PGN terlambat menyampaikan informasi yang
material yakni koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari
(paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD. Selain itu, juga dinyatakan bahwa
tertundanya gas in (dalam rangka komersialisasi) yang semula akan dilakukan pada akhir
Desember 2006 tertunda menjadi Maret 2007.
Permasalahan yang terjadi adalah karena informasi yang terlambat diungkap tersebut
ternyata telah diketahui oleh pihak manajemen PT. PGN. Informasi tentang penurunan volume
gas sudah diketahui oleh manajemen PGN sejak tanggal 12 September 2006 serta informasi
tertundanya gas in sejak tanggal 18 Desember 2006. Namun baru diberitahukan pada 11 Januari
2007. Kedua informasi tersebut di atas dikategorikan sebagai informasi yang material dan dapat
mempengaruhi harga saham dibursa efek. Hal tersebut tercermin dari penurunan harga saham
pada tanggal 12 Januari 2007. Atas dugaan adanya transaksi yang tidak wajar maka pihak BEI
memutuskan untuk menangguhkan saham PT. PGN pada tanggal 15 Januari 2007.
Kemudian BEI meminta bantuan BAPEPAM untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
Bapepam pun mulai melakukan penyelidikan terkait dengan penurunan harga saham yang tidak
wajar tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan melalui review atas dokumen-
dokumen dan terhadap jajaran direksi PT. PGN, akuntan publiknya, dan koordinator pelaksana
proyek dan manajer proyek SSWJ. Bapepam-LK memperoleh bukti bahwa PGAS telah
melakukan pelanggaran terhadap Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan Nomor
X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik dan
Bapepam-LK juga melakukan pemeriksaan atas transaksi saham PGAS yang dilakukan oleh
Perusahaan Efek Anggota Bursa. Atas pelanggaran tersebut PT. PGN dikenai sanksi sebesar Rp.
35.000.000,00 atas keterlambatan penyampaian keterbukaan informasi selama 35 hari atas
pelanggaran Pasal 86 Undang-Undang Pasar Modal Jo. Peraturan Bapepam Nomor X.K.1.
tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada publik. Dan juga
memberikan sanksi denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 kepada direksi dan mantan direksi PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang menjabat pada periode Juli 2006 sampai dengan

10
Maret 2007 atas pelanggaran tentang pemberian keterangan yang secara material tidak benar
yang melanggar Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.
Selanjutnya Bapepam kembali melanjutkan pemeriksaan terhadap para jajaran direksi PT.
PGN terkait dengan adanya dugaan kasus Insider Trading. Berdasarkan pemeriksaan tersebut
telah terbukti adanya insider trading yang dilakukan oleh orang dalam PT. PGN yaitu Adil Abas
(mantan direktur pengembangan), Nursubagjo Prijono, WMP Simanjuntak (mantan Direktur
Utama dan sekarang Komisaris), Widyatmiko Bapang (mantan sekretaris perusahaan), Iwan
Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan Thohir Nur Ilhami yang melakukan
transaksi saham pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007. Atas
pelanggaran tersebut para pelaku dikenai sanksi administratif dan denda total sebesar Rp.
2.800.000.000,00.

2.8 Pelanggaran - Pelanggaran yang Dilakukan PT. Perusahaan Gas Negara


Dalam kasus yang berjalan selama hampir setahun ini, ada 3 hal yang dihadapi oleh PT.
PGN mulai dari pelanggaran prinsip keterbukaan hingga insider trading. Beberapa di antaranya
adalah sebagai berikut :

1. Pelanggaran prinsip disclosure terhadap keterlambatan penyampaian laporan kepada


Bapepam dan masyarakat tentang peristiwa material.

Dalam Pasal 86 ayat (2) UU No. 5 tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa
perusahaan publik menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada
masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek selambat-lambatnya
pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut.

Pada kenyataannya PT. Gas Negara terlambat melaporkan fakta atas penundaan proyek
pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan keterbukaan
informasi sebanyak 35 hari. Mengenai informasi penurunan volume gas dan informasi
tertundanya gas in Dikategorikan sebagai fakta material dalam Peraturan Nomor X.K.1.
Sehingga telah jelas, bahwa PT. Gas Negara melanggar pasal 86 ayat (2) UU No. 5/1995 jo.
Peraturan Nomor X.K.1. dengan pelanggaran ini PT. PGN dikenai sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp. 35 juta

11
2. Pelanggaran prinsip disclosure terhadap pemberian keterangan yang secara material
tidak benar.

Ada beberapa hal yang seringkali dilarang dalam hal keterbukaan informasi, di antaranya sebagai
berikut:

a. memberikan informasi yang salah sama sekali


b. memberikan informasi yang setengah benar
c. memberikan informasi yang tidak lengkap
d. sama sekali diam terhadap fakta/informasi material
Keempat hal ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat menimbulkan “misleading” bagi
investor dalam memberikan judgmentnya untuk membeli atau tidak suatu efek. Ketentuan ini
juga diadopsi dalam pasal 93 UU No. 8/1995 tentang pasar modal, yang menyebutkan bahwa
tiap pihak dilarang, dengan cara apapun, memberikan keterangan yang secara material tidak
benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di Bursa Efek.

Dalam kasus ini PT. PGN yakni memberikan keterangan material tidak benar tentang
rencana volume gas yang dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South Sumatera-West Java) .
Fakta itu sudah diketahui atau sewajarnya diketahui oleh direksi, yang kemudian seharusnya
keterangan itu disampaikan kepada publik, namun tidak disampaikan. Sehingga jelas terjadi
bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 93 UU No. 8/1995 dan diancam dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 15 milyar . Oleh karena itu, sudah
sepatutnya dan sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp. 5 miliar kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan Juli 2006 s.d. Maret
2007 yaitu Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, WMP Simanjuntak dan Nursubagjo Prijono.

3. Keterlibatan fiduciary position dalam kasus insider trading tansaksi efek PGAS

Dalam pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang dalam dari
perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi atas
Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud.

Penjelasan Pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong
dalam:

12
1. Komisaris, Direktur, atau pengawas perusahaan terbuka
2. Pemegang saham utama perusahaan terbuka
3. Orang yang karena kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usaha dengan
perusahaan terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dengan kedudukan
disini dimaksudkan sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan. Sementara yang
merupakan “hubungan usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan
usahanya, seperti nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, kreditur dan lain-lain
4. Pihak yang tidak lagi menjadi pihak sebagaimana tersebut belum lewat jangka waktu 6 bulan

Bahwa pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, 9 orang dalam PGAS
melakukan transaksi saham PGAS, baik direksi maupun mantan direksi. Sehingga unsur-unsur di
atas terpenuhi. Sanksi tersebut ditetapkan antara lain dengan mempertimbangkan pola transaksi
dan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam.

2.9 Pelanggaran GCG yang Dilakukan PT Perusahaan Gas Negara

Prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan dasar yang penting dalam


praktik pengelolaan perusahaan di Indonesia. Prinsip tersebut dapat dijadikan pedoman oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia guna meningkatkan performa kerja perusahaan pada setiap
sisinya. Kasus PT Perusahaan Gas Negara melanggar beberapa prinsip GCG sebagai berikut:
1. Prinsip Transparansi
Prinsip transparansi ini terkait dengan penyediaan informasi yang relevan dan material
kepada para pemangku kepentingan. Transparansi diartikan sebagai suatu keterbukaan
dalam melaksanakan kegiatan perusahaan. Prinsip ini dilakukan untuk mendorong
diungkapkannya kondisi perusahaan yang sebenarnya kepada para pihak yang
berkepentingan. Pada kasus ini ditemukan indikasi bahwa PT PGN melanggar prinsip
pengungkapan dan transparansi yaitu PGN menutupi masalah penundaan proyek mereka,
yang mana apabila diungkapkan maka akan menurunkan nilai saham. Pada kenyataan
yang sebenarnya beberapa pemilik saham sudah menjual sahamnya karena sebagian dari
mereka sudah mengetahui masalah tersebut. Orang yang mengetahui hal ini disebut
insider trading. Orang yang mengetahui masalah perusahaan sehingga dia tahu benar
bahwa perusahaan akan mengalami penurunan nilai di masa yang akan datang.
Pengetahuan ini tentunya tidak diketahui seluruh pihak pemegang saham, karena PGN

13
takut kalau sampai masalah ini terdengar kepada pemegang saham lain maka pemegang
saham lain akan ikut menjual sahamnya dan menurunkan nilai pasar PGN.
Pelanggaran atas aturan OECD nomor 5 benar-benar terlihat disini yaitu tidak transparan
pada seluruh pemegang saham. Pertanyaan yang tepat untuk kasus ini adalah dimana
peran komisaris? Atau sebelumnya bagaimana peran audit internal?. Seharusnya dalam
hal seperti ini audit internal harus menjadi whistle-blower dalam penundaan proyek ini.
Proyek ini bukan hanya proyek jutaan rupiah, tapi proyek triliunan rupiah. Berarti PGN
juga melanggar pengungkapan informasi material disini.
2. Prinsip Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip akuntabilitas ini terkait dengan pertanggungjawaban kinerjanya secara transparan
dan wajar. Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, setiap organ perusahaan
harus berdasarkan atas etika bisnis dan pedoman perilaku yang telah disepakati, serta
memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam mengelola
perusahaan. Prinsip ini juga terkait dengan tanggung jawab manajemen melalui
pengawasan yang efektif (Effective oversight) berdasarkan balance of power antara
manajer, pemegang saham, dewan komisaris, dan auditor. Merupakan bentuk
pertanggungjawaban manajemen kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip
ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan (financial statement)
pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat; mengembangkan komite audit dan
risiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris; mengembangkan dan
merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategik
berdasarkan best practices (bukan sekedar audit). Pada kasus ini ditemukan indikasi
bahwa PT PGN melanggar prinsip akuntabilitas yaitu PT. Gas Negara terlambat
melaporkan fakta atas penundaan proyek pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN yang
mana gas-in akan dilakukan pada akhir desember 2006 menjadi maret 2007 serta Press
release yang dikeluarkan oleh PGAS pada tanggal 11 januari 2007 tentang penurunan
volume gas dari 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD. Informasi ini telah diketahui
sejak tanggal 12 September 2006 tentang penurunan volume dan tanggal 18 Desember
2006 tentang tertundanya gas in, dan seharusnya langsung diberitahukan kepada
Bapepam dan masyarakat publik yang bersangkutan. Pihak PT Perusahaan Gas Negara
seharusnya langsung memberitahukan kepada publik pada saat diketahuinya informasi

14
tentang penurunan volume tersebut yaitu tanggal 12 September 2006 dan paling lambat
pada 2 (dua) hari setelah diterimanya informasi tersebut. Sama dengan halnya informasi
tertundanya gas in, seharusnya pihak PT Perusahaan Gas Negara langsung
memberitahukan kepada publik tanggal 18 Desember 2006 atau selambat-lambatnya 2
(dua) hari setelah hari kerja sebagaimana yang telah dicantumkan atau di atur dalam
Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
3. Prinsip Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip responsibilitas ini terkait dengan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan, anggaran dasar, dan peraturan perusahaan serta melaksanakan
tanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Pada kasus ini ditemukan
indikasi bahwa PT Perusahaan Gas Negara melanggar prinsip responsibilitas sebagai
yaitu:
a. PT. Gas Negara melanggar pasal 86 ayat (2) UU No. 5/1995 jo. Peraturan Nomor
X.K.1 disebutkan bahwa perusahaan publik menyampaikan laporan kepada
Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat tentang peristiwa material yang
dapat mempengaruhi harga efek selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2
(kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut. PT. Gas Negara terlambat
melaporkan fakta atas penundaan proyek pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN.
Dalam hal ini keterlambatan pelaporan keterbukaan informasi sebanyak 35 hari.
Dengan pelanggaran ini PT. PGN dikenai sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp. 35 juta

b. Selain itu dalam Pasal 93 UU No. 8/1995 tentang pasar modal, yang menyebutkan
bahwa tiap pihak dilarang, dengan cara apapun, memberikan keterangan yang
secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek
di Bursa Efek. Dalam kasus ini PT. PGN yakni memberikan keterangan material
tidak benar tentang rencana volume gas yang dapat dialirkan melalui proyek
SSWJ (South Sumatera-West Java). Fakta itu sudah diketahui atau sewajarnya
diketahui oleh direksi, yang kemudian seharusnya keterangan itu disampaikan
kepada publik, namun tidak disampaikan. Oleh karena itu, sudah sepatutnya dan
sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp. 5 miliar kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan Juli 2006

15
s.d. Maret 2007 yaitu Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, WMP Simanjuntak
dan Nursubagjo Prijono.

c. Dalam Pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang
dalam dari perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang
melakukan transaksi atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud. Bahwa
pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, 9 orang dalam
PGAS melakukan transaksi saham PGAS, baik direksi maupun mantan direksi.

4. Prinsip Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)


Prinsip kewajaran dan kesetaraan ini terkait dengan kemampuan perusahaan dalam
melaksanakan kegiatannya untuk senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya, bebas dari adanya benturan kepentingan,
dan memastikan tidak adanya kelompok yang dirugikan. Pada kasus ini ditemukan
indikasi bahwa PT Perusahaan Gas Negara melanggar prinsip kewajaran dan
kesetaraan yaitu Berdasarkan pemeriksaan oleh BAPEPAM telah terbukti adanya insider
trading yang dilakukan oleh orang dalam PT. PGN yaitu Adil Abas (mantan direktur
pengembangan), Nursubagjo Prijono, WMP Simanjuntak (mantan Direktur Utama dan
sekarang Komisaris), Widyatmiko Bapang (mantan sekretaris perusahaan), Iwan
Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan Thohir Nur Ilhami yang
melakukan transaksi saham pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari
2007. Atas pelanggaran tersebut para pelaku dikenai sanksi administratif dan denda total
sebesar Rp. 2.800.000.000,00.
2.10 Keterkaitan Kasus dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep431/BL/2012
tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

Pada Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-431/BL/2012 yang mengatur tentang


Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, pada poin nomor 2 tentang
bentuk dan isi laporan tahunan, laporan tahunan wajib memuat uraian yang membahas dan
menganalisis laporan keuangan dan informasi penting lainnya dengan penekanan pada perubahan
material yang terjadi dalam tahun buku, yaitu paling kurang mencakup tinjauan operasi per
segmen operasi sesuai dengan jenis industri Emiten atau Perusahaan Publik, antara lain
mengenai produksi, yang meliputi proses, kapasitas, pendapatan dan perkembangannya serta

16
profitabilitas. Dalam kasus tersebut dapat terlihat PT. PGN telah melakukan pelanggaran
peraturan tersebut dengan sengaja melakukan penahanan informasi material mengenai
perkembangan proyek volume gas dan komersialisai yang berpengaruh terhadap penurunan nilai
sahamnya. Hal ini menyebabkan pihak orang dalam yang telah mengetahui informasi tersebut
melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri yaitu melakukan penjualan sebelum
harga saham tersebut turun atau insider trading padahal aktivitas insider trading merupakan
aktivitas yang sangat dilarang karena akan merugikan pemegang saham yang lain. Oleh karena
itu, atas pelanggaran yang dilakukan PT. PGN berhak dikenai sanksi baik administrasi maupun
denda oleh Bapepam.

17
BAB III

KESIMPULAN

Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi perusahaan sebagai


ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya mengenai kinerja
perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan, kesempatan investasi, pemerintah,
nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat umum.

Sumber utama tekanan untuk meningkatkan pengungkapan laporan keuangan adalah dari
komunitas keuangan dan investasi. Perusahaan Multinasional dan badan pengaturan standar
Negara dengan pasar modal yang berkembang pesat, sepeti Amerika Serikat, Inggris, Prancis,
Jerman, dan Jepang, telah memberi perhatian lebih terhadap dorongan dari pihak – pihak
tersebut.
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) merupakan sebuah perusahaan yang menjadi
penyedia utama gas bumi dan memiliki dua bidang usaha yaitu distribusi atau penjualan gas
bumi dan transmisi atau transportasi gas bumi yang melalui jaringan pipa yang tersebar di
seluruh wilayah usaha. Perusahaan ini dirintis sejak 1859 ketika masih bernama Firma LJN
Enthoven & Co. Kemudian perusahaan tersebut diberi nama NZ Overzeese Gasen Electriciteit
Maatschapij (NZ OGEM) oleh pemerintah Belanda pada tahun 1863.

Kasus bermula ketika terjadi penurunan harga saham PT. PGN yang signifikan dimana
pada tanggal 8 Januari 2007 harga pembukaan perdagangan Rp.10.850,- per lembar saham, dan
pada harga penutupan perdagangan jatuh ke harga Rp. 7.400,-per lembar sahamnya (31,8 %).
Kemudian pada tanggal 11 Januari 2007 transaksi harga perdagangan dibuka pada Rp. 9.650,-per
lembar saham dan pada harga penutupan perdagangan jatuh kembali ke posisi Rp. 7.400,- per
lembar sahamnya atau terjadi lagi penurunan sebesar (23,36 %). Atas penurunan saham yang
tidak wajar tersebut kemudian memicu adanya investigasi oleh pihak pengawas pasar modal

Dalam kasus yang berjalan selama hampir setahun ini, ada 3 hal yang dihadapi oleh PT.
PGN mulai dari pelanggaran prinsip keterbukaan hingga insider trading

18
OECD nomor 5 mengungkapkan transparansi perusahan, bahwa perusahaan harus
terbuka mengenai masalah apapun yang terjadi di perusahaan. Tidak hanya masalah, ekspektasi
yang baik dan buruk pun harus dijelaskan secara terbuka pada pemangku kepentingan
perusahaan. Dalam kasus diatas, PGN menutupi masalah penundaan proyek mereka, yang mana
apabila diungkapkan maka akan menurunkan nilai saham. Pada kenyataan yang sebenarnya
beberapa pemilik saham sudah menjual sahamnya karena sebagian dari mereka sudah
mengetahui masalah tersebut.

Pada Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-431/BL/2012 yang mengatur tentang


Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, pada poin nomor 2 tentang
bentuk dan isi laporan tahunan, laporan tahunan wajib memuat uraian yang membahas dan
menganalisis laporan keuangan dan informasi penting lainnya dengan penekanan pada perubahan
material yang terjadi dalam tahun buku, yaitu paling kurang mencakup tinjauan operasi per
segmen operasi sesuai dengan jenis industri Emiten atau Perusahaan Publik, antara lain
mengenai produksi, yang meliputi proses, kapasitas, pendapatan dan perkembangannya serta
profitabilitas.

19
DAFTAR PUSTAKA

Tjager, I Nyoman dkk. 2003. Corporate Governance. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi


http://fekool.blogspot.co.id/2016/05/corporate-governance-pengungkapan-dan.html
https://mohammadfadlyassagaf.wordpress.com/2017/04/19/pengungkapan-dan-transparansi-
laporan-keuangan/
https://www.academia.edu/9512764/OECD_Principle_Kelima_Pengungkapan_dan_Transparansi
https://finance.detik.com/bursa-valas/871501/kasus-insider-trading-bapepam-denda-9-karyawan-
pgn-
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/156
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16312/dugaan-iinsider-tradingi-saham-pgn-
semakin-jelas

20

Anda mungkin juga menyukai