Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN

BIOLOGI MARITIM

Dosen Pengampu :

Dr. Abdu Mas’ud, S.Pd., M.Pd

HENI FADLAN

(03101811007)

V/B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

SEPTEMBER

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan merupakan tempat berinteraksi antar makhluk hidup dengan tempat tinggal
baik berupa abiotik maupun biotik. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan
lingkungan hidupnya disebut dengan Ekologi. Oleh karena itu Permasalahan lingkungan
merupakan permasalahan Ekologi. Komponen utama dalam ekologi adalah ekosistem, ekosistem
merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi, karena ekosistem meliputi makhluk hidup
dengan lingkungan organisme (komunitas biotik) dan lingkungan abiotik, masing-masing akan
mempengaruhi sifat-sifat lainnya dan keduanya perlu untuk memelihara kehidupan sehingga
terjadi keseimbangan, keselarasan dan keserasian alam di bumi ini. Dalam hal ini fungsi utama
ekosistem di bumi penekanannya adalah pada hubungan ketergantungan dan hubungan sebab
akibat, yang merupakan serangkaian komponen-komponen untuk membentuk satuan-satuan
fungsional.3Kesatuan komponen tersebut memicu kepada kualitas lingkungan yang seimbang
dan selaras pada kesehatan lingkungan.

Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang


ketentuan umum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 1 no 13
menyatakan bahwa Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan
hidup.4Berdasarkan undang-undang tersebut lingkungan hidup menjadi suatu tatanan
yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan pola kehidupan antar makhluk hidup,
baik manusia, tumbuhan, hewan dan organisme yang menjadi kebutuhan potensial manusia.

Di dalam suatu lingkungan hidup tertentu kondisi lingkungan dan sumberdaya


berada dalam suatu kombinasi tertentu yang sesuai dengan jenis-jenis yang tinggal di
lingkungan tersebut. Kombinasi faktor-faktor lingkungan itu terbentuk karena faktor yang
saling mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya. Faktor pendukung dalam
keseimbangan ekosistem yang mempengaruhi kondisi makhluk hidup sekitar adalah faktor
abiotik.
Samudera sering digambarkan sebagai badan air asin yang kontinyu, mengelilingi benua
atau continent. Masing-masing samudera mempunyai wilayah yang lebih dangkal, yang berbeda
dengan wilayah di sekitarnya secara fisik, kimiawi maupun biologis. Masing-masing wilayah
bagian ini disebut sea atau laut. Ahli-ahli geografi membuat definisi, laut (sea) ialah: pemisahan
wilayah samudera menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, masing-masing, sebagian atau
seluruhnya dipisahkan oleh daratan. Berdasarkan definisi ini, paling tidak teridentifikasi terdapat
50 laut (seas) di dunia – Laut Arafura, Laut Flores, Laut Jawa atau Laut Timor ialah ekspresi dari
penjelasan istilah laut sebagai bagian dari samudera.

Jenis elemen/ion Total % pada garam (berdasarkan berat) Chlorin (Cl-) 55,04
Sodium (Na+) 30,61 Magnesium (Mg2+) 3,69 Sulfur (SO42-) 7,68 Calcium (Ca2+)
1,16 Potassium (K+) 1,10 Bikarbonat (HCO3-) 0,41 Bromin (Br-) 0,19 .

B. Tujuan Penulisan Makalah

Dari latar belakang diatas maka tujuannya adalah untuk mengetahui factor-faktor
lingkungan laut

C. Kegunaan Penulisan Makalah


Kegunaan dari penulisan makalah ini adalah kami dapat mengetahui dan memahami tentang
factor-faktor lingkungan laut diantaranya;
a. Faktor fisika lingkungan laut
b. Factor kimia lingkungan laut
c. Factor biologi lingkungan laut
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor Fisika Lingkungan Laut


a. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di
lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari
organisme-organisme tersebut. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak
proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya
juga mempengaruhi biota secara keseluruhan (Hutabarat dan Evans, 1986). Suhu yang terdapat
di air laut sering kali berfluktuasi. Perubahan suhu disebabkan oleh berbagai macam faktor
diantaranya yaitu intensitas cahaya matahari yang diterima, kedalaman air dan letak ketinggian
dari permukaan laut. Hal tersebut didukung oleh Hutabarat dan Evans (1986) yang menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari
permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman
air, sirkulasi udara, dan penutupan awan. Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman.
Semakin dalam suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya
intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Suhu mengalami perubahan secara perlahan-
lahan dari daerah pantai menuju laut lepas.

Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena daratan lebih mudah
menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah suhu bila suhu lingkungan
tidak berubah. Di daerah lepas pantai suhunya rendah dan stabil. Lapisan permukaan hingga
kedalaman 200 meter cenderung hangat, hal ini dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap
oleh permukaan. Sedangkan pada kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara mendadak yang
membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu
air laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2 – 4 0C (Sahala Hutabarat,1986). Suhu
secara tidak langsung juga mempengaruhi kehidupan flora dan fauna laut, komposisi kimia air
laut, sirkulasi massa air, dan cepat rambat gelombang akustik. Naiknya suhu air akan
menimbulkan akibat seperti menurunkan jumlah oksigen terlarut di dalam air, meningkatkan
kecepatan reaksi kimia, mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya, dan apabila batas
suhu yang mematikan terlampaui maka ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati
(Kristanto, 2002).

b. Kecerahan/Kekeruhan

Tingkat kecerahan/kekeruhan yang berbeda pada laut selain disebabkan oleh penetrasi
cahaya yang masuk juga diakibatkan oleh tanaman yang hidup di dasarnya seperti alga yang
terdapat pada laut merah, dan endapan atau sedimen yang terbawa didalam air. Seperti warna
coklat yang merupakan endapan yang terbawa aliran air sehingga membuat warnanya nampak
keruh. Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air karena sifat air laut
yang mengandung sejumlah besar partikel dalam suspensi yang sering di sebut dengan
kekeruhan. Sedangkan pada perairan estuari yang kekeruhannya tinggi, produktivitasnya
perairannya akan rendah. Hal ini mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis karena
penetrasi cahaya matahari terhalang oleh partikel-partikel yang disebabkan oleh kekeruhan
tersebut. Terganggunya proses fotosintesis menyebabkan fungsi utama fitoplankton sebagai
produsen primer, pangkal rantai makanan dan fundamen yang mendukung kehidupan seluruh
biota di estuari menjadi terganggu, sehingga kehidupan seluruh biota juga akan terancam (Nontji,
1993).

Intesitas cahaya mempengaruhi pola sebaran organisme. Ada sebagian organisme yang
menyukai cahaya dengan intesitas cahaya yang besar, namun ada juga organisme yang lebih
menyukai cahaya yang redup. Pada bagian bawah laut, cahaya matahari mempunyai pengaruh
besar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk fotosintesis tumbuh-tumbuhan
air dan fitoplankton. Air laut berwarna karena proses alami, baik yang berasal dari proses
biologis maupun non-biologis. Produk dari proses biologis dapat berupa humus, gambut dan
lain-lain, sedangkan produk dari proses non-biologis dapat berupa senyawa-senyawa kimia yang
mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn, dan lain-lain. Selain itu perubahan warna air laut dapat pula
disebabkan oleh kegiatan manusia yang menghasilkan limbah berwarna. Air laut dengan tingkat
warna tertentu/dapat mengurangi proses fotosintesa serta dapat menganggu kehidupan biota
akuatik terutama fitoplankton dan beberapa jenis bentos.
c. Kecepatan Arus

Arus mempunyai pengaruh positip maupun negatip terhadap kehidupan biota perairan.
Arus dapat mengakibatkan menurunnya jumlah jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di
daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan
dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur-lumpuran sehingga mengakibatkan
kekeruhan air dan mematikan hewan air. Kekeruhan yang diakibatkan juga bisa mengurangi
penetrasi sinar matahari dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus
bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan
pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk jenis algae yang kekurangan zat-zat kimia dan CO2
dapat dipenuhi dengan adanya sirkulasi air. Sedangkan bagi hewan air, CO2 dan produk-produk
sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi
penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan
terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan.
Mereka mempunyai kesempatan menghindari persaingan makanan dengan induk-induknya
terutama yang hidup menempel seperti teritip (Belanus sp.). Arus sangat penting sebagai faktor
pembatas terutama pada aliran air. Di samping itu juga arus di dalam aliran air dapat menentukan
distribusi gas vital, garam dan organisme plankton (Anwar, 1984).

d. Gelombang

Secara ekologis gelombang paling penting di daerah pasang surut (perairan dangkal). Di
bagian laut agak dalam pengaruhnya menurun, dan di perairan oseanik ia mempengaruhi
pertukaran udara. Gelombang ditimbulkan oleh angin, pasang-surut dan kadang-kadang oleh
gempa bumi dan gunung meletus (dinamakan tsunami). Gelombang mempunyai sifat
penghancur. Biota yang hidup di daerah pasang surut harus mempunyai daya tahan terhadap
pukulan gelombang. Gelombang dengan mudah menjebol alga-alga dari substratanya. Diduga,
gelombang juga mengubah bentuk karang-karang pembentuk terumbu. Gelombang mencampur
gas atmosfir ke dalam permukaan air sehingga memulai proses pertukaran gas.
e. Pasang Surut (Pasut) Air Laut

Pengaruh pasang surut yang paling jelas terhadap organisme dan komunitas daerah litoral
yang menyebabkan terkena udara terbuka secara periodik dengan kisaran parameter fisik cukup
besar. Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang paling penting karena pada saat itulah
organisme laut akan berada dalam kisaran suhu terbesar dan memungkinkan mengalami
kekeringan (kehilangan air). Semakin lama terkena udara, semakin besar kehilangan air diluar
batas kemampuan dan semakin kecil kesempatan untuk mencari makan dan mengakibatkan
kekurangan energi. Pasang surut air laut juga mempengaruhi kadar garam yang ada di perairan
tersebut serta partikel-partikel suspensi lainnya.

B. Faktor Kimia Lingkungan Laut

a. Salinitas

mempengaruhi Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan jasad-jasad hidup akuatik
melalui pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik. Jenis-jenis biota air
ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang berat jenisnya
mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis yang hidup di dasar laut (bentos)
mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya. Salinitas dapat
menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Umumnya, kandungan garam dalam sel-sel biota laut
cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Jika sel-sel tersebut berada
di lingkungan dengan salinitas yang berbeda maka suatu mekanisme osmoregulasi diperlukan
untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dan lingkungannya. Pada kebanyakan biota
air, penurunan salinitas biasanya bersamaan dengan penurunan salinitas dalam sel. Suatu
mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah ada penurunan salinitas yang nyata. Kemampuan
untuk menghadapi fluktuasi yang berasal dari salinitas terdapat pada kelompok-kelompok
binatang beraneka ragam dari protozoa sampai ikan. Biota estuarina biasanya mempunyai
toleransi terhadap variasi salinitas yang besar (eury-halin) contohnya seperti ikan bandeng.
Salinitas yang tak sesuai dapat menggagalkan pembiakan dan menghambat pertumbuhan biota
air.
b. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses
pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteria maupun beberapa binatang dapat hidup tanpa
oksigen (anaerobik) sama sekali, lainnya dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya sebentar
tetapi memerlukan penyediaan oksigen yang berlimpah setiap kali. Kebanyakan dapat hidup
dalam keadaan kandungan oksigen yang rendah sesekali tapi tak dapat hidup tanpa oksigen sama
sekali. Sumber oksigen terlarut dari perairan adalah dari udara di atasnya, proses fotosintese dan
glycogen dari binatang itu sendiri. Air yang tidak mengandung oksigen terlarut jarang terdapat
disamudera. Oksigen dihasilkan oleh proses fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan air dan
fitoplankton dan diperlukan untuk pernafasan bagi biota air. Menurunnya kadar oksigen terlarut
dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan
kemampuan biota tersebut untuk hidup normal dalam lingkungannya. Kadar oksigen terlarut di
perairan Indonesia berkisar antara 4,5 dan 7.0 ppm.

c. Derajat Keasaman (pH)

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah
perubahan pH. Perubahan pH yang sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk
terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan
kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia
umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat berakibat buruk
terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung
adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer.
Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya
penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.

d. Unsur Hara (Nutrien)

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, fitoplankton membutuhkan banyak unsur


nutrien. Menurut Michael (1985), fosfat dan nitrogen merupakan unsur hara makro yang
dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai nutrien sehingga dapat menjadi faktor pembatas bagi
pertumbuhan fitoplankton di perairan. Umumnya kekurangan fosfat dalam laut akan
mempengaruhi proses fotosintesa dan pertumbuhan yang sama besarnya. Adapun nitrat yang
dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesuburan perairan laut. Perairan oligotropik
memiliki kandungan nitrat 0 - 0,1 mg/liter, perairan mesotropik sebesar 0,1 - 0,5 mg/liter dan
perairan eutropik 0,5 - 5 mg/liter (Wetzel, 1982).

C. Faktor Biologi Lingkungan Laut

Keberadaan masing-masing organisme dalam lingkungan laut dapat memberikan


informasi kualitas lingkungan di mana biota tersebut hidup. Semakin beraneka jenis biota dan
jumlah yang banyak ditemukan dalam perairan dapat mengindikasikan bahwa kualitas
lingkungan tersebut masih baik. Peranan dan kedudukan masing-masing organisme di laut
digambarkan dalam piramida makanan di laut. Dasar piramida ditempati oleh organisme
produser atau organisme autotrop yang mampu merubah bahan anorganik menjadi bahan organik
dengan memanfaatkan energi matahari. Energi matahari dimanfaatkan oleh organisme autotroph
untuk membentuk bahan organik yang akan dimanfaatkan oleh organisme herbivora.

Fitoplankton merupakan organisme autotroph utama dalam kehidupan di laut. Melalui


proses fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu menjadi sumber energi bagi seluruh
biota laut lewat mekanisme rantai makanan. Walaupun memiliki ukuran yang kecil namun
memiliki jumlah yang tinggi sehingga mampu menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut.
Di samping menjadi makanan utama ikan, tumpukan bangkai plankton di laut dangkal juga
merupakan bahan dasar bagi terbentuknya mineral-mineral laut. Lain halnya dengan bentos dan
nekton, dimana organisme-organisme ini merupakan hewan heterotrof yang tidak dapat
memproduksi makanan sendiri sehingga membutuhkan kehadiran organisme lain dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun keberadaan benthos dan nekton di lingkungan laut dapat
mengontrol kualitas perairan (mencegah terjadinya blooming algae) Benthos merupakan hewan
air laut yang hidupnya di dasar laut seperti jenis kekerangan. Tubuh bentos banyak mengandung
mineral kapur.

Batu-batu karang yang biasa kita lihat di pantai merupakan sisa-sisa rumah atau kerangka
benthos. Sedangkan nekton merupakan hewan air yang aktif bergerak dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-harinya seperti jenis ikan dan ampibi laut. Satu lagi organisme yang sangat
berperan dalam pembemtukan ekosistem lautan yaitu organisme pengurai (dekomposer) seperti
jenis bakteri dan jamur. Peranan mereka sangat vital dalam mengatur ekosistem di lautan, karena
dengan kehadirannya, bahan-bahan organik dan anorganik dilautan dapat diuraikan menjadi
unsur-unsur hara (nutrien) yang dapat dimanfaatkan oleh organisme autotrof (fitoplankton) untuk
melakukan proses fotosintesis.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan faktor-faktor lingkungan laut terdiri atas
faktor fisika, kimia, dan biologi lingkungan laut. Faktor fisika meliputi temperatur atau sahu
perairan laut, kecerahan/kekeruhan (tingkat penetrasi cahaya), kecepatan arus, gelombang dan
daerah pasang surut air laut. Kemudian faktor kimia meliputi salinitas, oksigen terlarut (DO),
derajat keasaman (pH), dan beberapa unsur hara (nutrien). Sedangkan faktor biologi meliputi
produsen (fitoplankton dan ganggang laut lainnya), konsumen (zooplankton, benthos, dan
nekton) dan dekomposer (bakteri dan jamur). Masing-masing faktor tersebut memiliki
keterkaitan hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk
suatu lingkungan perairan laut (ekosistem lautan).

B. Saran

Seperti yang kita ketahui bahwa negara Indonesia sangalah luas untuk itu mari kita
memanfaatkan dengan sebaik-baiknnya dan menjaga wilayah marim Indonesia agar tidak
tercemar, untuk itu perlu adanya kesadaran dari kita sebagai warga indonesia untuk bekerja
sama menjaga lingkungan dan melestarikan biota.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Biologi at. Jilid 3 (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm 271

Dzaki Ramli, Ekologi, (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1989), hlm 241

Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan (Jakarta: Djambatan, 2004),
hlm 22

Zoer’aini Djamal Irwan, Prinsip-Prinsip Ekologi Dan Organisasi Ekosistem, Komunitas, Dan
Lingkungan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm 35-36

Anda mungkin juga menyukai