Anda di halaman 1dari 14

STEREOTIP TERHADAP PEREMPUAN DALAM NOVEL-NOVEL KARYA

ABIDAH EL KHALIEQY: TINJAUAN SASTRA FEMINIS

Yenny Puspita
Universitas PGRI Palembang
yenny_puspitaa@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman


yang mendalam mengenai peran perempuan di masyarakat, khususnya stereotip
perempuan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora karya Abidah
El Khalieqy. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Sumber
data primer dalam penelitian ini adalah novel-novel karya Abidah El Khalieqy di
antaranya: Perempuan Berkalung Sorban (2001) dan Geni Jora (2004). Teknik
pengumpulan data adalah berupa penelusuran dokumen. Dalam hal ini, wujud
kesadaran dan aliran pemikiran feminis yang terdapat dalam teks-teks sastra
Indonesia dipahami maknanya menggunakan kajian feminisme. Prosedur analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis).
Kata kunci: pelabelan negatif, perempuan, feminisme

Abstract: This study aims to obtain an overview and deep understanding of the role of
women in society, especially the stereotypes of women in the novel Perempuan
Berkalung Sorban and Geni Jora by Abidah El Khalieqy. This study uses a descriptive
qualitative approach. Primary data sources in this study are novels by Abidah El
Khalieqy including: Women Berkalung Sorban (2001) and Geni Jora (2004). Data
collection techniques are in the form of document searches. In this case, the form of
awareness and flow of feminist thought contained in Indonesian literary texts is
understood to mean the use of feminism studies. The data analysis procedure used in
this study is content analysis.
Keywords: negative labeling, women, feminism

29
Stereotip terhadap Perempuan dalam Novel-novel Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sastra
Feminis

PENDAHULUAN kemanusiaan yang lebih mendalam dan


Karya sastra adalah sebuah usaha disajikan secara jelas.
merekam isi jiwa sastrawannya. Rekam Sebuah karya sastra dapat
jejak ini menggunakan alat bahasa. dipandang sebagai potret kehidupan
Sastra adalah bentuk rekaman dengan manusia. Di dalamnya pengarang
bahasa yang disampaikan kepada orang mengetengahkan model kehidupan
lain. Sastra adalah komunikasi sehingga para tokoh dan kondisi sosial yang
bentuk rekaman atau karya sastra yang antara lain mencakup struktur sosial,
harus dapat dikomunikasikan kepada hubungan sosial, pertentangan sosial,
orang lain. Hal ini dengan alasan, dapat hubungan kekeluargaan, dominasi
saja seseorang membuat karya sastra, kelompok yang kuat terhadap yang
namun kalau karya tersebut tidak lemah, dan sisi-sisi kehidupan sosial
dapat dipahami, dikomunikasikan lainnya seperti layaknya kehidupan
kepada orang lain, dan hanya nyata. Dengan demikian, menghayati
dimengerti oleh sastrawannya maka dan memahami karya sastra sama
karya demikian sulit disebut sebagai halnya dengan menghayati dan
karya sastra (Sumardjo dan Saini, memahami manusia dan kehidupannya
1994:6-7). Sumber penciptaan karya dalam segala segi yang pada hakikatnya
sastra, selain wawasan yang luas dapat dikaji oleh disiplin-disiplin ilmu
tentang masalah politik, ekonomi, yang berhubungan dengan manusia
sosial, dan sebagainya, adalah (ilmu humaniora atau ilmu sosial).
kenyataan hidup sehari-hari yang Sebagai bahan bacaan, novel
terjadi di tengah masyarakat. mampu menghibur pembaca dan
Kenyataan itu kemudian diberi visi, menyeretnya untuk menyelami suatu
diubah sesuai imajinasi sehingga dunia kehidupan yang belum atau tidak
yang tertulis dalam karya sastra pernah dialaminya. Novel sebagai salah
bukanlah dunia kenyataan yang satu media dalam perjuangan ideologi
sesungguhnya (Wardani, 2009:2). di tingkat kebudayaan dapat dijadikan
Karya sastra memiliki tujuan sebuah dasar signifikan untuk
akhir yang sama, yaitu sebagai memahami feminisme. Novel
motivator ke arah aksi sosial yang lebih diciptakan dengan berbagai tujuan
bermakna, sebagai pencari nilai-nilai tentang eksistensi wanita dalam
kebenaran yang dapat mengangkat dan berbagai konteks kultural serta dengan
memperbaiki situasi dan kondisi alam berbagai sudut pandang wanita dan
semesta (Ratna, 2003:35- 36). Karya dunianya.
sastra jelas dikonstruksikan secara Pendekatan feminisme dalam
imajinatif, tetapi kerangka kajian sastra sering dikenal dengan
imajinatifnya tak bisa dipahami di luar kritik sastra feminisme. Feminis
kerangka empirisnya. Karya sastra menurut Nyoman Kutha Ratna
merupakan salah satu alternatif dalam (2005:226) berasal dari kata femme
rangka pembangunan kepribadian dan yang berarti perempuan. Sugihastuti
budaya masyarakat yang berkaitan erat dan Suharto (2005:18) berpendapat
dengan latar belakang struktural bahwa feminisme adalah gerakan
sebuah masyarakat (Kuntowijoyo, persamaan antara laki-laki dan
1987:15). Salah satu genre karya sastra perempuan di segala bidang baik
adalah novel. Novel merupakan karya politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan
fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kegiatan terorganisasi yang
mempertahankan hak-hak serta

30
Yenny Puspita
Ksatra: Jurnal Kajian Bahasa dan Sastra, Vol. 1, No. 1 (2019) 29-42

kepentingan perempuan. Feminisme dengan novel-novel yang lain, novel


juga menurut Sugihastuti merupakan Perempuan Berkalung Sorban dan novel
kesadaran akan penindasan dan Geni Jora lebih gencar dalam
pemerasan terhadap perempuan dalam menyuarakan dan menuangkan ide-ide
masyarakat, baik di tempat kerja dan feminis yang dilukiskan pada tokoh-
rumah tangga. tokoh yang dominan adalah
Kaum perempuan sesungguhnya perempuan.
terbelenggu dalam perspektif laki-laki Novel yang dipilih merupakan
karena gerakan dan perjuangan kaum novel yang berlatar belakang
perempuan dalam sektor publik itu kebudayaan lokal Indonesia dalam
sesungguhnya masih beroperasi dalam masyarakat modern yang menyajikan
lingkungan sistem, struktur, dan sebuah gagasan baru tentang
peraturan dunia pria. Ketidakadilan ini rekonstruksi budaya dan sosial yang
memposisikan perempuan untuk melahirkan pandangan, sikap, dan
mencari, menyesuaikan bagaimana gagasan baru mengenai persoalan
agar sederajat dengan kaum pria, kemanusiaan. Wanita tidak lagi
muncul di Indonesia dengan istilah digambarkan sebagai kaum kelas dua,
emansipasi perempuan untuk melainkan sebagai sosok yang
memperoleh kesetaraan antara independen dan sejajar kedudukannya
perempuan dan laki–laki memperoleh dengan pria.
pendidikan sampai tingkat tertinggi.
Dalam dunia sastra ketimpangan ini KAJIAN TEORI
menyebabkan munculnya gerakan Feminis, secara etimologis berasal
feminis, yaitu perbedaan gender dari kata femme (woman), berarti
sesungguhnya tidaklah menjadi perempuan (tunggal) yang berjuang
masalah sepanjang tidak melahirkan untuk memperjuangkan hak-hak kaum
ketidakadilan gender. perempuan (jamak), sebagai kelas
Penelitian ini difokuskan pada sosial. Dalam pengertian yang lebih
teks novel yang dibatasi pada masalah luas, feminis adalah gerakan kaum
feminisme dalam novel-novel wanita untuk menolak segala sesuatu
Perempuan Berkalung Sorban (2001) yang dimarginalisasikan,
dan novel Geni Jora (2004) karya disubordinasikan, dan direndahkan
Abidah El Khalieqy. Lebih khusus, oleh kebudayaan dominan, baik dalam
penelitian ini mengkaji steriotip bidang politik dan ekonomi maupun
perempuan dalam kedua novel karya kehidupan sosial pada umumnya
Abidah El Khalieqy yang ditinjau dari (Ratna, 2011:184). Sue Thornham
perspektif feminis. Novel-novel dalam buku Teori Feminis dan Cultural
tersebut menampilkan tokoh-tokoh Studies (2000: 38) bahwa menurut
perempuan yang menarik, kompleks, Woolf, perempuan berada di dalam dan
dan penuh dinamika sehingga layak di luar semua struktur simbolik yang
untuk diteliti. Karya-karya Abidah El membentuk identitas. Perempuan
Khalieqy pada dua novel ini dinilai berada di luar bangsa karena ia sendiri
telah berhasil membuka tabir tradisi tidak dapat mengajukan klaim atas
dunia pesantren, budaya lokal yang identitas nasional. Ia berada di luar
mengakar, dan budaya Arab, sekaligus kelas karena tidak memiliki penanda
menawarkan paradigma baru yang kelas. Dalam pengertian material,
lebih substansial untuk menempatkan perempuan terkungkung dalam ranah
idealisme perempuan dalam pribadi, dieksklusikan darii kekuasaan
pandangan Islam. Dibandingkan

31
Stereotip terhadap Perempuan dalam Novel-novel Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sastra
Feminis

sosial, namun kekuasaan ideologisnya Manifestasi ketidakadilan gender


jauh lebih besar. terjadi dalam berbagai bentuk, baik
Feminisme merupakan kajian dalam bidang ekonomi, politik, sosial,
sosial yang melibatkan kelompok- dan budaya.
kelompok perempuan yang tertindas, Alhasil kita selalu terkungkung
utamanya tertindas oleh budaya oleh tradisi ‘gender’, bahkan sejak
partiarkhi. Feminisme berupa gerakan masih kecil, ‘gender’ hadir ditengah-
kaum perempuan untuk memperoleh tengah perselisihan (Sugihastuti dan
otonomi atau kebebasan untuk Septiawan, 2007: 3-5). Kelamin
menentukan dirinya sendiri. Berupa merupakan penggolongan biologis yang
gerakan emansipasi perempuan, yaitu didasarkan pada sifat reproduksi
proses pelepasan diri dan kedudukan potensial. Kelamin berlainan dengan
sosial ekonomi yang rendah, yang gender yang merupakan elaborasi
mengekang untuk maju. Feminisme sosial dari sifat biologis’. Mengapa
bukan merupakan upaya seorang anak perempuan cenderung
pemberontakan terhadap laki-laki, lebih suka bermain di rumah saja dan
bukan upaya melawan pranata sosial, laki-laki bermain di luar rumah dan
budaya seperti perkawinan, rumah lebih pemberani dari perempuan
tangga, maupun bidang publik. Kaum adalah hasil dari ideologi gender.
perempuan pada intinya tidak mau Karena sejak kecil lingkungan sekitar
dinomorduakan, tidak mau kita seperti keluarga dan kerabat
dimarginalkan. mengajarkan budaya tentang
Istilah feminin sering diberikan bagaimana bertingkah laku sebagai
kepada sosok perempuan karena sifat perempuan dan bagaimana bertingkah
lembut, pasif, penyayang, emosional laku sebagai laki-laki sehingga ketika
dan menyukai anak-anak merupakan patokan-patokan perilaku itu di langgar
sifat alamiah yang seharusnya dimiliki maka akan muncul kata seperti tabu
oleh seorang perempuan yang dan tidak pantas. Seperti misalnya
dipandang sebagai sosok yang tidak dalam suatu rumah tangga, apabila
lebih unggul dari laki-laki. Sifat lembut, jabatan Istri lebih menjanjikan dari
pasif, penyayang, emosional, dan sifat pada suami, sehingga penghasilannya
lainnya bukan merupakan bawaan pun lebih tinggi dari pendapatan suami,
hereditas dari jenis kelamin laki-laki bisa saja suatu saat istri tersebut tidak
dan perempuan melainkan sifat yang boleh bekerja lagi karena hal itu
dilekatkan oleh masyarakat yang dianggap tidak pantas.
beragam budaya. Sifat-sifat yang Perbedaan gender ini juga telah
dilekatkan dapat berbeda dalam satu melahirkan budaya patriarkat.
budaya dengan budaya lain, di satu Patriarkat diartikan sebagai kekuasaan
tempat dengan tempat lain, di satu yang dimiliki oleh ayah atau laki-laki.
kelas dengan kelas lain, maupun dari Konstruksi sosial kekuasaan laki-laki
waktu ke waktu, sesuka masyarakat dalam keluarga berkaitan dengan
melekatkan sifat tersebut untuk seluruh penguasaan anggota keluarga,
perempuan maupun laki-laki (Fakih, sumber ekonomi, pengambil
2003:8). Perbedaan gender tidak akan keputusan, pembuat peraturan dan
menjadi masalah sepanjang tidak lainnya. Dapat dikatakan, patriarkat
melahirkan ketidakadilan gender. Akan adalah sebuah sistem yang meletakkan
tetapi, yang terjadi perbedaan gender kedudukan laki-laki lebih tinggi
telah melahirkan ketidakadilan gender daripada perempuan. Sistem ini pada
terutama kepada perempuan. akhirnya menjadi sebuah ideologi

32
Yenny Puspita
Ksatra: Jurnal Kajian Bahasa dan Sastra, Vol. 1, No. 1 (2019) 29-42

dalam masyarakat bahwa perempuan feminisme berkembang dari masa ke


adalah milik laki-laki sehingga setiap masa seiring dengan munculnya
gerak langkah perempuan tidak boleh berbagai aliran feminisme.
melebihi yang memilikinya. Hal ini Sugihastuti dan Suharto
membuat segala nilai sosial yang ada (2010:18) mengatakan bahwa
harus disesuaikan menurut pandangan feminisme adalah gerakan persamaan
dan kepentingan laki-laki. Sistem antara laki-laki dan perempuan di
seperti inilah yang membuat segala bidang, baik politik, ekonomi,
perempuan dirugikan baik dalam pendidikan, sosial maupun kegiatan
politik, ekonomi, maupun budaya. terorganisasi yang mempertahankan
Anak laki-laki bermain dengan hak-hak serta kepentingan perempuan.
anak laki-laki dan begitu pula dengan Feminisme adalah kesadaran akan
anak perempuan. Pola bermain seperti penindasan dan pemerasan terhadap
ini tentu tidak asing dimata perempuan dalam masyarakat, baik di
masyarakat, dan sudah menjadi hal tempat kerja dan rumah tangga.
yang lumrah. Beberapa anak terlihat Selanjutnya, feminisme berbeda
lebih sering melewatkan waktu dengan dengan emansipasi perempuan,
teman sebaya pada salah satu fase Sugihastuti dan Septiawan (2007:95)
perkembangan mereka. Fakta menjelaskan bahwa emansipasi lebih
membuktikan; bagaimanapun menekankan pada partisipasi
membaurnya pola bermain seorang perempuan dalam pembangunan tanpa
anak, tetap ada tendensi padanya untuk mempersoalkan hak serta kepentingan
mencari atau memaksa kawan yang mereka yang dinilai tidak adil,
sejenis. sedangkan feminisme memandang
Ketidakadilan gender perempuan memiliki aktivitas dan
termanifestasikan dalam beberapa inisiatif sendiri untuk memperjuangkan
bentuk antara lain penomorduaan hak dan kepentingan dalam berbagai
(subordinasi), pelabelan (stereotipe), gerakan.
beban ganda (double burden), Dalam perkembangannya,
peminggiran (marginalisasi), dan ketidakadilan yang menimpa
kekerasan (violence). Perbedaan gender perempuan melebur dalam karya
yang melahirkan ketidakadilan gender sastra karena dominasi budaya
tersebut akhirnya memunculkan patriarki pulalah produksi dan
gerakan feminisme. penerimaan karya sastra berada
Gender dan seksualitas adalah ditangan kaum pria. Kebanyakan karya
salah satu konsep utama feminisme, sastra ditulis dan juga dikritik oleh
namun tidak ada kesepakatan tentang kaum laki-laki (Hellwig, 2003:10-11).
bagaimana mendefinisikan atau Dalam dunia sastra yang penuh dengan
menteorikan hubungan antara imajinasi karakter tokoh laki-laki
keduanya. Gerakan feminisme muncul digambarkan sebagai seseorang yang
di Amerika pada tahun 1960-an dan memiliki ciri-ciri kepahlawanan dan
kemudian menyebar ke seluruh dunia. tentu saja, penggambaran perempuan
Feminisme adalah teori tentang sesuai pula dengan imajinasi mereka.
persamaan antara laki-laki dan Tokoh perempuan dapat menjadi
perempuan di bidang politik, ekonomi, pahlawan (heroine) apabila sesuai
dan sosial. Feminisme merupakan dengan konsep-konsep yang telah
sebuah kegiatan organisasi yang ditentukan kaum laki-laki.
memperjuangkan hak-hak serta Sepaham dengan pandangan
kepentingan perempuan. Konsep sebelumnya, Goefe (dalam Sugihastuti

33
Stereotip terhadap Perempuan dalam Novel-novel Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sastra
Feminis

dan Suharto, 2010:18) menganggap filsafat, dan kesusasteraan semuanya


feminisme adalah teori tentang mengelu-elukan kebajikan laki-laki.
persamaan hak antara laki-laki dan Perempuan merupakan makhluk yang
perempuan di segala bidang. Suatu sangat ganjil, monster yang aneh,
kegiatan terorganisasi yang dipuja sekaligus dicela. Tentu saja
memperjuangkan hak-hak serta perempuan harus menjalani berbagai
kepentingan perempuan. Hal ini kontradiksi wacana seperti demikian
disebabkan perempuan selalu (Thornham, 2000:39). Bertambahnya
mengalami ketimpangan gender selama kesadaran terhadap masalah keadilan
ini. Feminisme berupaya menggali gender telah memunculkan lebih
identitas perempuan yang selama ini banyak hukum-hukum gender. Hukum
tertutupi hegemoni patriarkat. gender tradisional menjadi semakin
Identitas diperlukan sebagai dasar tidak diterima oleh masyarakat
pergerakan memperjuangkan modern. Jumlah kaum perempuan yang
kesamaan hak dan membongkar akar menentang hukum keluarga tradisional
dari segala ketertindasan perempuan. yang dianggap mengandung bias
Tujuan feminis adalah mengakhiri gender semakin meningkat.
dominasi laki-laki dengan cara Dalam pemikiran Madsen
menghancurkan struktur budaya, (2000:67), kritik sastra feminis
segala hukum dan aturan-aturan yang merupakan salah satu ragam kritik
menempatkan perempuan sebagai sastra (kajian sastra) yang
korban yang tidak tampak dan tidak mendasarkan pada pemikiran
berharga. Hal ini diterima perempuan feminisme yang menginginkan adanya
sebagai marginalisasi, subordinasi, keadilan dalam memandang eksistensi
stereotipe, dan kekerasan. perempuan, baik sebagai penulis
Feminisme merupakan kajian maupun dalam karya sastra-karya
sosial yang melibatkan kelompok- sastranya. Lahirnya kritik sastra
kelompok perempuan yang tertindas, feminis tidak dapat dipisahkan dari
utamanya oleh budaya patriaki. gerakan feminisme yang pada awalnya
Feminisme berupa gerakan perempuan muncul di Amerika Serikat pada tahun
untuk memperoleh otonomi atau 1700-an.
kebebesan untuk menentukan dirinya Kritik sastra feminis yang
sendiri. Bukan berarti feminisme diartikan dengan reading as women,
merupakan gerakan pemberontakan berpandangan bahwa kritik ini tidak
terhadap laki-laki, bukan upaya mencari metodologi atau model
melawan pranata sosial, tetapi konseptual tunggal, tetapi sebaliknya
perempuan hanya menginginkan bersifat pluralis, baik dalam teori
haknya untuk diperhatikan. Feminisme maupun praktiknya. Untuk itu, kritik ini
merupakan pendekatan yang menolak menggunakan kebebasan dalam
ketidakadilan dari masyarakat metodologi maupun pendekatannya,
patriarkal, yang dipicu kesadaran disesuaikan dengan tujuan dari
bahwa hak kaum wanita itu berbeda penelitian.
dengan laki-laki karena fisiknya lemah. Lebih lanjut, kritik sastra feminis
Perbedaan tersebut seharusnya tidak pada umumnya jika dikaitkan dengan
dengan sendirinya atau secara alamiah aspek-aspek kemasyarakatan
membedakan posisinya di dalam membicarakan tradisi sastra oleh kaum
masyarakat. perempuan, pengalaman perempuan di
Dalam masyarakat patriarki dalamnya, dan kemungkinan adanya
murni wacana tentang sejarah, sains,

34
Yenny Puspita
Ksatra: Jurnal Kajian Bahasa dan Sastra, Vol. 1, No. 1 (2019) 29-42

penulisan khas perempuan (Ratna, pendiriannya. Apa yang dipikirkan,


2012:192). dikatakan, dan dilakukan tokoh
Dari pengertian di depan, dapat perempuan banyak memberikan
disimpulkan kritik sastra feminisme keterangan tentang tokoh itu sendiri
adalah sebuah kajian suatu karya sastra ataupun pemikiran yang hendak
yang mengarah pada satu masalah disampaikan oleh Abidah El Khalieqy
yaitu perempuan. Kajian wanita yang lewat novel-novel yang ditulisnya.
dikaitkan dengan kesusastraan atau Teori feminis digunakan untuk
kajian sastra boleh dikatakan memberikan kerangka pemahaman
mempunyai dua fokus. berbagai aspek yang berkaitan dengan
Pertama, terdapat sejumlah karya penggambaran perempuan dalam teks-
tertentu, yaitu kanon yang sudah teks novel yang dikaji. Cara
diterima dan dipelajari dari generasi ke pengambilan data dalam dua cara, yaitu
generasi secara tradisional. Kedua, teknik pengumpulan data bersifat
terdapat seperangkat teori tentang interaktif dan noninteraktif. Prosedur
karya itu sendiri, tentang apa sastra itu, analisis data yang digunakan dalam
bagaimana mengadakan pendekatan penelitian ini adalah analisis isi
terhadap karya sastra, dan tentang (content analysis). Analisis isi tidak
watak serta pengalaman manusia yang memiliki pengertian yang tetap selalu
ditulis dan dijelaskan dalam karya berubah dari waktu ke waktu
sastra. sehubungan dengan berkembangnya
Para pengkritik sastra feminis teknik dan aplikasi alat tergantung
memiliki tujuan penting dari kritik dengan masalah yang dihadapi dan
sastra feminis, yaitu ingin membantu material yang digunakan. Unit analisis
agar pembaca dapat memahami, dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: unit
mendeskripsikan, menafsirkan serta sampel (sampling units), unit
menilai karya-karya yang ditulis oleh pencatatan (recording units), dan unit
pengarang (Djajanegara, 2000:27). Jadi, konteks (context units).
wacana-wacana feminis telah
mengubah pendekatan-pendekatan HASIL DAN PEMBAHASAN
kepada semua literatur, dan bahwa Stereotip merupakan pelabelan
integrasi suara perempuan telah atau penandaan terhadap suatu
berkembang. Meskipun tampaknya kelompok tertentu. Pelabelan negatif
hingga kini kritik sastra feminis belum (stereotip) terhadap jenis kelamin
membuat perubahan sebanyak yang tertentu dan akibat dari stereotip itu
dibutuhkan. Perkembangan berikutnya, terjadi diskriminasi serta ketidakadilan
kritik sastra feminis juga memberikan lainya. Akibat dari stereotip ini
perhatian terhadap perempuan sebagai biasanya timbul diskriminasi dan
penulis. berbagai ketidakadilan. Salah satu
bentuk stereotip ini adalah yang
METODE bersumber dari pandangan gender.
Penelitian ini menggunakan Banyak sekali bentuk stereotip yang
pendekatan kualitatif deskriptif. Dalam terjadi di masyarakat yang dilekatkan
hal ini peneliti mendeskripsikan kepada umumnya kaum perempuan
secara sistematis, faktual, dan akurat sehingga berakibat menyulitkan,
mengenai fakta-fakta dan hubungan membatasi, memiskinkan, dan
kausal fenomena yang diteliti. Data merugikan kaum perempuan.
yang diperoleh dalam penelitian ini Dalam novel Perempuan
melalui penjelasan, ucapan tokoh atau Berkalung Sorban, pelabelan negatif

35
Stereotip terhadap Perempuan dalam Novel-novel Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sastra
Feminis

yang bersumber dari pandangan saja terlambat sedetik saja dia bisa
gender di antaranya pelabelan bahwa mati.
perempuan merupakan kaum yang Memalukan! Kau ini sudah besar
bodoh, sedangkan kepintaran dan masih bodoh juga, hehh!” Tasbih
kecerdasan hanya milik laki-laki. bapak bergerak lamban,
“Kita jaring betinanya!”, teriak mengenai kepalaku. (Perempuan
Rizal, kakakku. Berkalung Sorban, hal. 6)
“Dia mau bertelur, jangan
diganggu!,” sergahku. “Justru di Pelabelan bahwa Annisa adalah
saat bertelur dia tak berdaya. perempuan yang bodoh tidak hanya
Kesempatan kita menangkapnya.” diberikan oleh Rizal, tetapi tokoh
Aku merenung sejenak. Kalau aku Bapak pun mengungkapkan hal yang
tak bisa menemukan jawabannya, sama. Annisa mendapat label bodoh
dia pasti akan mengejekku. dari Bapak karena ia telah belajar naik
Mencibirku sebagai anak kuda yang sebenarnya tidak pantas
perempuan yang bodoh. dilakukan oleh perempuan. Ketika
(Perempuan Berkalung Sorban, Annisa berkeras untuk bisa naik kuda,
hal. 2) seolah Bapak turut menyalahkan Ibu
seolah tidak pernah memberikan
Dari kutipan di atas, tokoh nasihat agar perempuan tidak naik
perempuan mendapatkan pelabelan kuda. Naik kuda hanya pantas
negatif, yaitu bodoh dari laki-laki. dilakukan oleh laki-laki. Oleh sebab
Annisa yang tidak dapat menjawab Annisa anak perempuan, menurut
pertanyaan perbedaan mengenai katak Bapak, tidak pantas, pencilakan, apalagi
betina yang sedang bertelur di sampai keluyuran mengelilingi ladang,
blumbang dengan perenang yang sampai ke blumbang segala. Hal itu
melahirkan bayi di kolam. Pertanyaan sungguh memalukan.
yang diajukan oleh Rizal dan apabila “Dia yang mengajak, Pak,” Rizal
Annisa tidak bisa mencari jawaban atas mencari alasan dengan menunjuk
pertanyaan tersebut pasti ia akan mukaku.
mengejek dan mencibirnya sebagai “Tetapi kamu mau. Salah sendiri,”
anak perempuan yang bodoh. aku tak mau kalah.
“Kamu lama sekali! Kalau saja “O…jadi rupanya kamu yang
terlambat sedetik, aku bisa mati. punya inisiatif bocah wedhok.
Bodoh!” Kamu yang ngajari kakakmu jadi
“Eh, sudah ditolong, bukannya penyelam seperti ini ya? Kamu
terima kasih, malah maki-maki” yang membujuk kakakmu
“Tetapi janji ya, nggak bilang mengembara?” (Perempuan
sama Bapak. Janji?” (Perempuan Berkalung Sorban, hal. 6)
Berkalung Sorban, hal. 19)
Selain mendapat label bodoh,
Pelabelan bodoh terhadap Annisa sebagai kaum perempuan juga
perempuan selanjutnya adalah sewaktu mendapatkan label sebagai sumber
Annisa tidak segera menolong Rizal kesalahan. Apapun yang dilakukan oleh
yang terpeleset ke dalam blumbang. perempuan selalu salah dalam
Annisa dianggap bodoh karena terlalu pandangan laki-laki. Seperti halnya
lama dalam memberi pertolongan ketika Annisa pergi ke blumbang
kepada Rizal. Menurut Rizal, Annisa bersama Rizal. Rizal menyalahkan
lama sekali untuk menolongnya, kalau Annisa karena telah mengajaknya

36
Yenny Puspita
Ksatra: Jurnal Kajian Bahasa dan Sastra, Vol. 1, No. 1 (2019) 29-42

sehingga menyebabkan ia tercebur di suaminya. Annisa berpandangan bahwa


kolam. Begitu pun Bapak, bapak turut menjadi perempuan adalah suatu
mempersalahkan Annisa karena yang kesialan. Hal itu bukan tanpa alasan. Ia
mempunyai inisiatif dan mengajari menganggap bahwa perempuan
kakaknya, Rizal menjadi penyelam. mendapatkan perbedaan perlakuan,
Stereotip terhadap perempuan larangan-larangan, batasan dan
dalam persepsi agama pun turut keterbatasan, bahkan dalam tafsiran
diungkapkan dalam novel ini. Sebagai kitab-kitab yang ia simak ketika
contoh, tubuh perempuan yang mirip pengajian di pondoknya.
manusia itu sebenarnya adalah Anggapan negatif terhadap
kalangan aurat, sesuatu yang harus perempuan juga dialami tokoh Annisa
ditutup dan dijaga. Selain itu, pelabelan ketika pulang ke rumah orang tuanya
negatif bahwa perempuan itu bagai tanpa diantar atau didampingi oleh
godaan juga sebagai sarang fitnah. Jika suaminya, Samsudin. Dalam pandangan
perempuan keluar rumah, tujuh puluh ibu, tidak baik bagi perempuan
setan menderap berbaris bersuami, tidak boleh pergi keluar
menyertainya. rumah sendiri tanpa muhrim. Pelabelan
Dan tubuh perempuan yang mirip negatif bagi perempuan yang
manusia itu, sebenarnya adalah bersumber dari sudut pandang agama.
kalangan aurat, sesuatu yang Dalam pandangan umum bahwa setiap
harus ditutup dengan karung perempuan ketika bepergian harus
seperti beras di gudang Bulog. dengan muhrimnya.
Kadang juga,terlihat seperti “Kau ini perempuan bersuami,
guling yang berjalan. Sebab aurat, bagaimana bisa pergi keluar
ia harus ditutup dan dijaga dari rumah sendiri tanpa muhrim?!..”
mata-mata perampok dan pencuri (Perempuan Berkalung Sorban,
yang berkeliaran di rimba raya. hal. 145)
(Perempuan Berkalung Sorban,
hal. 45) Masih dalam pelabelan negatif
terhadap perempuan dalam pandangan
Pelabelan negatif terhadap perempuan lain, Annisa mendapatkan
perempuan banyak diungkap melalui label ‘anak mursal’ dari ibunya. Annisa
tafsir kitab atau hadist yang memiliki disebut sebagai anak mursal oleh Ibu
kesan mendeskriditkan kaum karena dianggap tidak menghormati
perempuan. Annisa merasa ngeri dan berkata sembarangan mengenai
dengan keanehan pelajaran dari kitab suaminya, Samsudin.
yang baru dikenal dari Ustadz Ali di “Subhanallah! Kau benar bahwa
pondoknya tersebut. Ia ngeri kini kau telah berubah, Nisa. Kau
memikirkan menjadi seorang istri dari benar-benar telah menjadi anak
seorang laki-laki pada saatnya kelak. mursal kini. Inikah yang kau
Perempuan yang melawan, dapat setelah sekian buku kau
memandang laki-laki yang bukan kunyah-kunyah dengan bangga
suaminya, meminta cerai, mengeraskan itu?” Ibu berang. (Perempuan
suara, tidak mau menghilangkan Berkalung Sorban, hal. 160)
kesempitan suaminya, niscaya akan
dihukum yang seberat-beratnya. Kalau Menurut Ibu, Annisa telah
manusia boleh bersujud kepada berubah dan menjadi anak mursal
manusia, niscaya manusia tersebut setelah sekian buku dan ilmu yang
adalah istri yang bersujud kepada dikunyah-kunyah dengan bangga itu.

37
Stereotip terhadap Perempuan dalam Novel-novel Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sastra
Feminis

Annisa menuntut persamaan hak untuk ini kaum perempuan menjadi objek
menentukan nasibnya sendiri karena yang tidak bisa berrtindak dan berpikir
sudah dewasa yang tidak harus didikte secara merdeka. Oleh karena itu, kaum
oleh orang tua, terutama bapaknya. Ia perempuan selalu dinomor duakan dan
sudah bukan kanak-kanak lagi yang perempuan selalu berada pada posisi
selalu dinomorduakan dan menjadi yang tidak menguntungkan, salah
budak di masa remaja. Kini, Annisa satunya kekalahan. Akibatnya
hadir sebagaimana yang ia inginkan. menjadikan gambaran bagi etnis Jawa
Stereotip terhadap perempuan bahwa seorang perempuan dilabelkan
yang dialami tokoh Annisa selanjutnya sebagai sosok yang harus mengalah.
adalah ketika Ia berstatus janda, stigma Dari atas kursinya, nenekku mulai
negatif terhadap janda yang menimpa ceramah. Bahwa perempuan
dirinya. Annisa adalah seorang janda harus selalu mau mengalah. Jika
dan status itulah yang membuat pikiran perempuan tidak mau mengalah,
orang macam-macam dalam menilai, dunia ini akan jungkir balik
sedikit saja lengah, orang akan berebut berantakan seperti pecahan kaca.
menggunjingkannya. Sebab, tidak ada laki-laki yang
“... Ingatlah, bahwa kini kau mau mengalah. Laki-laki selalu
adalah seorang janda, Nisa. Dan ingin menang dan menguasi
statusmu itulah yang membuat kemenangan. Oleh karena itu,
pikiran orang macam-macam perempuan harus siap mengalah
dalam menilaimu. Sedikit kau (menggunakan awalan “me”)
lengah, mereka akan berebut (Geni Jora, hal. 81)
menggunjingkanmu.”
(Perempuan Berkalung Sorban, Pada kutipan di atas
hal. 194) menunjukkan sikap Nenek yang masih
kolot dengan budaya patriarkinya. Ia
Perempuan yang berstatus janda adalah orang yang telah melabelkan
menerima risiko yang dapat membuat Kejora, sebagai perempuan yang harus
pikiran orang macam-macam dalam mengalah. Menurut nenek sebagai
menilainya. Sedikit saja lengah, orang- seorang perempuan itu harus mau
orang akan berebut menggunjingkan. mengalah, sebab laki-laki adalah sosok
Menurut pandangan kelahiran yang tidak mau mengalah, selalu ingin
perempuan itu sendiri adalah sebuah menang, dan menguasai kemenangan.
risiko. Sudah menjadi risiko bagi Maka dari itu, perempuan harus siap
perempuan sebagai objek kesalahan mengalah karena dalam relasi laki-laki
dan keburukan yang banyak cobaan dan perempuan harus ada pihak yang
dan godaan. Perempuan dalam mau mengalah, sebab jika tidak ada
pandangan Nisa, kalau perempuan yang mengalah dunia akan jungkir
tidak melakukan apa-apa, tidak berbuat balik. Stereotip yang diberikan kepada
kesalahan, tidak harus ada risiko para perempuan seperti ini muncul
apapun. karena adanya keyakinan masyarakat
bahwa laki-laki adalah pencari nafkah
Beralih ke novel Geni Jora, Kejora (bread winer) sementara perempuan
merupakan keluarga dari kaum adalah pekerja tambahan yang
patriakhis. Di dalam masyarakat tugasnya bekerja di ranah domestik.
patriakhis seperti di Jawa, kehidupan Keyakinan ini sudah menjadi tradisi
kaum perempuan ditentukan oleh sehingga menyebabkan ketimpangan
kaum laki-laki. Pada masyarakat jenis terhadap kaum perempuan.

38
Yenny Puspita
Ksatra: Jurnal Kajian Bahasa dan Sastra, Vol. 1, No. 1 (2019) 29-42

Perempuan diberi lebel negatif, jika “Pengkhianat? Jika perempuan


terlibat dalam urusan di luar konteks mengekspresikan kemerdekaanya
domestik karena telah dianggap disebut pengkhianat, lalu apa
menyalahi aturan. julukan bagi laki-laki yang
Ketika Benazir Bhutto menjadi bertindak serupa? Apa mereka
Perdana Menteri Pakistan, semua disebut penjahat?’ (Geni Jora, hal.
orang yang memonopoli hak 237)
untuk berbicara atas nama Islam,
dan terutama Nawaz Syarif, sang Kutipan di atas menunjukkan
pemimpin oposisi dari partai adanya stereotip terhadap Kejora, ia
Islamic Democration Alliance, mendapatkan label negatif sebagai
berteriak menghujat, ‘Sungguh sosok penghianat. Padahal tindakan
mengerikan! Belum pernah yang Kejora lakukan adalah berupaya
sebuah negara muslim diperintah untuk mengekpresikan
oleh seorang perempuan!’ dengan kemerdekaanya. Menurut Kejora
mengutip hadis, mereka tindakan tersebut tidak adil bagi
mengutuk peristiwa ini sebagai dirinya sebagai perempuan,
yang melanggar hukum alam.” perempuan ketiika melakukan ekspresi
(Geni Jora, hal. 29) kemerdekaan dilabelkan sebagai
penghianat. Namun, laki-laki yang
Kutipan di atas, menunjukkan melakukan tindakan yang serupa tidak
bahwa Benazir Bhuto seorang diberi label penjahat.
perempuan yang berpartisipasi ke Pelabelan negatif yang bersumber
ranah publik sebagai perdana menteri dari pandangan gender di antaranya
di Pakistan. Akan tetapi, apa yang telah pelabelan bahwa perempuan
dilakukan oleh Benazir Bhuto telah merupakan kaum yang bodoh,
dianggap sebagai tindakan yang sedangkan kepintaran dan kecerdasan
menyalahi aturan sehingga ia dihujat hanya milik laki-laki.
dan dikutuk. Tidak hanya itu, ia diberi “Kamu pasti nyontek,” kata
stempel sebagai seorang yang telah Prahara, adik laki-laki.
melanggar hukum alam. Anggapan “Seluruh kampung tahu, kamulah
seperti itu, menunjukkan adanya ahlinya nyontek,” jawabku. (Geni
batasan gerak bagi kaum perempuan. Jora, hal. 81)
Perempuan tidak layak berkecimpung
di ranah publik apalagi tampil menjadi Kutipan di atas memberi
seorang pemimpin. Perempuan gambaran bahwa Kejora diberi label
dianggap sebagai sosok yang harus negatif oleh Prahara, adiknya. Prahara
bekerja di ranah domestik saja tidak percaya dengan apa yang mampu
sehingga jika berpartisipasi di luar dicapai oleh Kejora. Keberhasilan
konteks itu dianggap menyalahi kodrat. Kejora mendapatkan nilai baik dan
Berdasarkan anggapan yang seperti ranking pertama di kelas dianggap dari
itulah maka perempuan selalu ditindas hasil mencontek. Selanjutnya, label
dan dipinggirkan. Sosok Kejora negatif diberikan kepada Kejora karena
bukanlah sosok yang ingin kalah dan salah mencintai laki-laki, yaitu Zakky,
ditindas, ia adalah sosok yang ingin yang dikenal playboy.
merdeka dan setara, tetapi apa yang Mungkin ia akan menyalahkanku,
telah dilakukanya dianggap menyalahi mengataiku sebagai pihak yang
aturan. bodoh dan dungu. Kenapa pula
mencintai playboy bulukan

39
Stereotip terhadap Perempuan dalam Novel-novel Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sastra
Feminis

macam Zakky ini? Memangnya mengagungkan dominasi partriarki.


tidak ada laki-laki lain? (Geni Jora, Hal itu ditandai dengan ia berpoligami,
hal. 206) memberi batasan kepada keluarganya
seperti layaknya hareem sehingga
Kejora menganggap Zakky terlarang bagi kehidupan di luar
sebagai pemburu gadis yang lihai rumah. Ayah Kejora memperlakukan
seperti halnya Prahara yang juga perempuan, terutama istri mudanya
pandai berburu dalam arti sebenarnya, yang juga ibu kandung Kejora sangat
berburu hewan buruan di medan tidak adil. Kejora dan kakaknya, Lola
perburuan. Tidak hanya perempuan pun mendapat ketidakadilan itu. Kejora
dengan pelabelan negatif, laki-laki pun dan Lola mendapat label pembuat
pemburu perempuan-perempuan juga heboh dan perusak nama baik keluarga.
label yang tidak baik. Lelaki baik “Bangun dalam sepertiga malam
menurut Kejora adalah yang setia pada itu sangat bagus, tetapi bukan
satu perempuan dan menghormatinya untuk sensasi. Bangun malam
serta menjaga perasaannya. adalah qiyamullail, tahajjud!
Selanjutnya, stereotip terhadap tafakkur! tadarrus! bukan
perempuan lainnya adalah pelabelan keluyuran membikin berita
bahwa perempuan bodoh seperti orang heboh, mengganggu para
tidak berpendidikan yang dilontarkan tetangga, mengganggu saudara-
oleh Paman Hasan kepada Lola dan saudaranya yang tengah nyenyak
Kejora. tidur. Itu namanya merusak
“Pada saatnya nanti, kau akan malam. Sekaligus merusak nama
tahu siapa Ali Baidawi. Dan saat baik Ayah. Paham?” (Geni Jora,
itu, seperti perempuan- hal. 96)
perempuan yang lain, kau tak
akan sudi berbicara dengannya, Stereotip terhadap perempuan
apalagi di pinggir jalan macam yang lain adalah anggapan bahwa
orang gak berpendidikan saja.” perempuan merupakan parasit dalam
(Geni Jora, hal. 109) rumah tangga, perempuan/istri selalu
menjadi parasit bagi suaminya.
Perempuan dalam kutipan di atas Perempuan yang lemah dari sisi
dianggap selalu berpandangan sempit, ekonomi dianggap parasit bagi laki-laki.
bodoh, ditepis oleh Kejora. Kutipan Perempuan yang tidak diberikan
yang terjadi ketika terjadi perdebatan kesempatan untuk bekerja atau
antara Kejora dengan Pamannya. mencari nafkah seperti halnya laki-laki
Selanjutnya, Kejora mengancam bahwa dan hanya menerima pemberian dari
dirinya akan lebih berpendidikan suami.
dibanding pamannya, lebih luas “Apa seorang istri selalu menjadi
wawasannya, jauh dari pemikiran parasit bagi suaminya? Bukankah
sempit, pencemburu, dan penuh jika ia telah menjadi seorang ibu,
kebencian seperti Pamannya membenci perempuan adalah klorofil bagi
Ali Baidawi yang mampu mencuri hati kehidupan anak-anaknya?” (Geni
Lola dan Kejora. Jora, hal. 87)
Pelabelan negatif terhadap
perempuan lainnya adalah perempuan Pelabelan negatif terhadap
sebagai pembuat heboh dan perusak perempuan selanjutnya adalah
nama baik keluarga oleh ayahnya. Ayah perempuan hidup sebagai benalu; istri
Kejora merupakan tipikal laki-laki yang selalu menjadi parasit bagi suaminya

40
Yenny Puspita
Ksatra: Jurnal Kajian Bahasa dan Sastra, Vol. 1, No. 1 (2019) 29-42

ditentang oleh Kejora. Kejora memiliki Fakih, Mansour. (2003). Analisis Gender
asumsi bahwa seorang perempuan dan Transformasi Sosial.
adalah sumber kehidupan bagi anak- Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
anaknya, anak-anak dari suaminya Hellwig, Tineke. (2003). In The Shadow
yang dilahirkan melalui rahim Of Change. Jakarta Selatan:
perempuan. Perempuan yang Desantara.
mengandung, melahirkan, menyusui;
untuk kemudian membesarkan dan Kuntowijoyo. (1987). Budaya dan
mendidik bersama-sama dengan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara
suaminya. Wacana.
Madsen, Deborah L. (2000). Feminist
SIMPULAN Theory and Literary Practice.
Berdasarkan analisis yang London-Sterling-Virginia: Pluto
dilakukan terhadap novel Perempuan Press.
Berkalung Sorban dan Geni Jora karya
Abidah El Khalieqy, dapat disimpulkan Ratna, Nyoman Kutha. (2003).
bahwa: pelabelan negatif yang Paradigma Sosiologi Sastra.
bersumber dari pandangan gender di Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
antaranya pelabelan bahwa perempuan Ratna, Nyoman Kutha. (2005). Sastra
merupakan kaum yang bodoh, dan Cultural Studies: Representasi
pelabelan bodoh, sebagai sumber Fiksi dan Fakta. Yogyakarta:
kesalahan, dan tak tahu sopan santun. Pustaka Pelajar.
Pelabelan negatif terhadap perempuan
Ratna, Nyoman Kutha. (2012). Teori,
lainnya adalah perempuan sebagai
Metode, dan Teknik Penelitian
pembuat heboh dan perusak nama baik
Sastra. Yogyakarta: Pustaka
keluarga oleh ayahnya. Stereotip
Pelajar.
terhadap perempuan yang lain adalah
anggapan bahwa perempuan Ratna, Nyoman Kutha. (2012).
merupakan parasit dalam rumah Teori,Metode, dan Teknik
tangga, perempuan/istri selalu menjadi Penelitian Sastra. Yogyakarta:
parasit bagi suaminya. Wujud stereotip Pustaka Pelajar.
atau pelabelan negatif yang bersumber Sugihastuti & Septiawan, Itsna Hadi.
dari pandangan gender yang (2007). Gender dan Inferioritas
ditemukan dalam penelitian ini di Perempuan. Yogyakarta: Pustaka
antaranya pelabelan bahwa perempuan Pelajar.
merupakan kaum yang bodoh,
pelabelan bodoh, sebagai sumber Sugihastuti & Suharto. (2010). Kritik
kesalahan, dan tak tahu sopan santun. Sastra Feminis: Teori dan Aplikasi.
Kata kunci: pelabelan negatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
perempuan, feminisme Sugihastuti dan Suharto. (2005) Kritik
Sastra Feminis; Teori dan
DAFTAR PUSTAKA Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka
Djajanegara, Soenarjati. (2000). Kritik Pelajar.
Sastra Feminis: Sebuah Pengantar.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Sumardjo, Jakob, dan Saini K. M. (1988).
Utama. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:
Gramedia.

41
Stereotip terhadap Perempuan dalam Novel-novel Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sastra
Feminis

Thornham, Sue. (2000). Teori Feminis Wardani, Nugraheni Eko. (2009).


dan Cultural Studies. Yogyakarta: Makna Totalitas dalam Karya
Jalasutra. sastra. Surakarta: LPP UNS dan
UNS Press.

42

Anda mungkin juga menyukai