Anda di halaman 1dari 3

Sistem dan Pembiayaan Kesehatan Indonesia

Oleh:
Luluk Mauludyahwati/182011101047/Manajemen PKM 2/ dr. Rony Prasetyo, M.Kes

Pelayanan kesehatan dalam suatu wilayah diselenggarakan berdasarkan kemajuan ilmu, pengetahuan
dan teknologi di bidang medis atau kedokteran guna memenuhi fungsi pelayanan kesehatan yang efektif,
efisien, berkualitas, terjangkau, dan berkesinambungan. Sistem sendiri didefinikan sebagai kumpulan elemen
yang memiliki fungsi yang berbeda-beda, bergerak secara bebas, dan terkendali serta saling berhubungan satu
sama lain untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara
pengelolaan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan dengan berbagai upaya oleh semua komponen
bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Tujuan SKN yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukun, badan usaha,
dan lembaga swasta secara berkelanjutan, sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, terkoordinir, sinergis,
terintegrasi, dan saling sinkron sehingga mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
dengan tetap menjaga kemajuan, kesatuan, dan ketahanan nasional.
Landasan SKN sebagai acuan dalam implementasinya yaitu Landasan Idiil, Landasan
Konstitusional, dan Landasan Operasional. Landasan Idiil SKN yaitu Pancasila. Landasan Konstitusional SKN
yaitu UUD 1945, khususnya Pasal 28 A, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya; Pasal 28 B ayat (2), setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang;
Pasal 28 C ayat (1), setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia; Pasal 28 H ayat (1), setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan ayat (3), setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat; Pasal 34 ayat (2),
Negara mengembangkan sisem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, dan ayat
(3), Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum
yang layak. Landasan Operasional SKN yaitu UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan seluruh ketentuan
peraturan perundangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus taat pada asas yang menjadi landasan setiap program
dan kegiatan pembangunan kesehatan yaitu UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang
Pembangunan Nasional (RJP-N) Tahun 2005-2025. Dalam UU tersebut, dinyatakan bahwa pembangunan
diselenggarakan berdasarkan pada perikemanusiaan (yang dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tenaga kesehatan berbudi luhur, dan memegang
teguh etika profesi), pemberdayaan dan kemandirian (setiap orang bersama pemerintah berperan,
berkewajiban, dan bertanggungjawab dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan,
keluarga, masyarakat, dan lingkungannya), adil dan merata (setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan tanpa membedakan suku, agama, golongan, dan status sosial), pengutamaan
dan manfaat (mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan perorang atau golongan yang
diselenggarakan dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi).
Terwujudnya pembangunan kesehatan tidak hanya menjadi tanggungjawab sektor kesehatan,
melainkan perlu integrasi dari berbagai sektor terkait, misalnya sistem pendidikan nasional, sistem ekonomi
nasional, sistem ketahanan pangan nasional, dan sistem nasional lainnya. Selain itu, peran aktif swasta juga
ikut mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan dengan menggalang kemitraan yang setara, terbuka,
dan saling menguntungkan. Sehingga pelaksanaan pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan
dengan mengikutsertakan seluruh sektor terkait agar dampak pembangunan yang dilakukan tidak merugikan
derajat kesehatan masyarat dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan
kesehatan dasar (primary health care) yang meliputi: 1. Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata,
2. Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak pada rakyat, 3. Kebijakan pembangunan kesehatan, dan 4.
Kepemimpinan. Meskipun Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang mempelopori primary health
care, namun dalam penerapannya sistem kesehatan Indonesia masih memiliki kesenjangan yang tinggi
dibandingkan dengan negara-negara maju.
Menurut Perpres No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, pengelolaan kesehatan
diselenggarakan melalui subsistem SKN sebagai berikut:
a. upaya kesehatan
b. penelitian dan pengembangan kesehatan
c. pembiayaan kesehatan
d. sumberdaya manusia kesehatan
e. sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
f. manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
g. pemberdayaan masyarakat
Dalam artikel ini hanya membahas mengenai pembiayaan kesehatan. Proses pelayanan kesehatan
tidak bisa dipisahkan dengan pembiayaan kesehatan. Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus
disediakan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh
perorangan, kelompok, keluarga dan masyarakat. Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan bentuk dan
cara penyelenggaran berbagai upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan guna
pembangunan kesehatan. Tujuan penyelenggarannya adalah tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang
mencukupi, teralokasikan secara adil dan merata, serta memanfaatkan secara baik. Pembiayaan kesehatan
berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, swasta, organisasi masyarakat dan masyarakat itu sendiri.
Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu berdasar penyedia pelayanan kesehatan (helath
provider) dan pemakai jasa pelayanan (health consumer). Penyedia pelayanan kesehatan dalam hal ini adalah
pemerintah ataupun pihak swasta harus menyediakan dana yang cukup untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan. Pemakai jasa pelayanan dalam hal ini adalah individu yang memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang harus mengeluarkan dana untuk bisa mendapat upaya kesehatan kecuali bagi masyarakat miskin dan tidak
mampu menjadi tanggungjawab pemerintah melalui program bantuan sosial dari pemerintah. Prinsip
pembiayaan kesehatan meliputi kecukupan, efektif dan efisien, adil dan trasnparan.
Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia secara umum terbagi dalam dua sistem, yaitu fee for
service (out of pocket) dan health insurance. Fee for service diartikan sebagai sistem pembayaran yang
berdasarkan pada layanan yang diberikan, dimana pemakai jasa pelayanan berobat lalu membayar kepada
pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dalam hal ini dokter atau rumahsakit. PPK mendapatkan pendapatan atas
pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani semakin banyak pula pendapatan yang diterima.
Kelemahan dari sistem ini adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan untuk
melakukan hubungan agency relationship dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk
pelayanan yang diberikan kepada pasien sehingga imbalan jasa bisa lebih banyak. Health insurance diartikan
sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak asuransi atau pihak ketiga setelah pemakai jasa
pelayanan berobat.
Mulai tahun 2014, pembiayaan kesehatan Indonesia diatur dan diselenggarakan melalui jaminan
pemeliharaan kesehatan dalam mekanisme asuransi sosial sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam UU tersebut, SJSN diselenggarakan berdasarkan asas
kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. SJSN ini bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena
menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun. Dengan
kata lain, untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan SJSN bagi seluruh
rakyat Indonesia. Jenis program jaminan sosial meliputi jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun,
dan kematian.
Dalam mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang
berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian,
akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial
seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk kepentingan peserta sesuai denngan UU RI No. 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan penyelenggara tersebut disebut Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS bertujuan untuk mewujudkan terseleggaranya pemberian
jaminan, terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Ruang lingkup BPJS yaitu BPJS kesehatan yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS
ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan,
peserta jaminan kesehatan meliputi penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan dan bukan PBI jaminan
kesehatan. Peserta PBI yaitu orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, sedangkan peserta
bukan PBI yaitu orang yang tidak tergolong fakir miskin dan tidak tergolong tidak mampu yang terdiri atas
pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah
non pegawai negeri, pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah (pekerja mandiri), bukan pekerja (investor,
pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan) dan anggota kelurganya. Iuran peserta PBI
dibayar oleh pemerintah, iuran pekerja penerima upah dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja, iuran pekerja
bukan penerima upah dan bukan pekerja dibayar oleh yang bersangkutan.

Daftar Pustaka

1. Fakultas Kedokteran Universitas Jember. 2020. Modul Materi Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Jember: Fakultas kedokteran Universitas Jember
2. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2012. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 72 Tahun
2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
3. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2013. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta
4. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Jakarta
5. Kementerian Kesahatan Republik Indonesia. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia N0.
374/MENKES/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No.40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai