Anda di halaman 1dari 31

PEMICU III

METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS DAN INFRARED DALAM


ANALISIS FITONUTRISI YANG TERKANDUNG DALAM SPIRULINA SP.

Dibuat Oleh:
Kelompok 4

Farhan Nabil Prasetya 1806148422 Teknik Kimia Regular


Mochamad Rafly Maulana 1806182441 Teknik Kimia Pararel
Muhammad Fadlan Rasyid 1806182340 Teknik Kimia Pararel
Patresia Suryawinata N. 1806199556 Teknik Kimia Regular
Salsabila Putri Wahyudin 1806182454 Teknik Kimia Pararel
Shidiq Trianto 1906435643 Teknik Kimia Ekstensi

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kehendak-
Nya makalah Program Based Learning (PBL) pemicu II yang berjudul “Metode
Spektrofotometri UV-Vis dan Infrared Dalam Analisis Fitonutrisi yang Terkandung
Dalam Spirulina Sp.” dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui dan memelajari konsep spektrofotometri UV-Vis dan IR
baik prinsip, metode analisis, bagian-bagian, dan evaluasi dari penggunaan
spektrofotonetriini, serta untuk memenuhi tugas penulisan makalah pemicu II mata
kuliah kimia anaitik.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Dianursanti S.T., M.T. dan
Ibu Cindy Dianita S.T., M.Eng., selaku dosen pengampu yang telah memberikan
arahan, bimbingan, kepercayaan, dan kesempatan kepada kami dalam menyusun
makalah pemicu II, serta terimakasih kami ucapkan kepada sesama rekan mahasiswa
dan pihak terkait atas dukungan dan bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh
dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan
pengetahuan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
positif dalam mengembangkan makalah ini menjadi lebih baik dan berguna bagi kami
dan pembaca serta menjadi acuan kami dalam membuat makalah yang lebih baik di
masa yang akan datang. Kami berharap laporan yang sederhana ini dapat menambah
wawasan kami dan pembaca mengenai ruang lingkup metode analisis
spektrofotometer UV-Vis dan IR ini.

Depok, 18 November 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1: PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Pembelajaran 1
1.3 Struktur Penulisan 1
BAB 2: PEMBAHASAN 3
2.1 Topik 1: Identifikasi dan Pengujian Kadar Fitonutrisi dalam Mkroalga
Spirullina Platensis 3
BAB 3: PENUTUP 25
3.1 Kesimpulan 25
3.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 28
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama dua dekade terakhir usaha koperasi pigmen-pigmen sebagai suplemen
nutrisi tidak hanya terbatas dari tumbuhan tingkat tinggi, namun juga mikroalga.
Chlorella, Spirulina sp., dan Dunaliella adalah beberapa contoh sumber pigmen yang
diikutivatikan secara konvensional untuk diaplikasikan menjadi suplemen kesehatan.
Spirulina sp. adalah alga hijau-biru yang berbentuk spiral yang memiliki kandungan
gizi yang cukup lengkap dan berpotensi sebagai senyawa antikanker yang efektif.
Kandungan pigmen pada Spirulina sp. akan berbeda antara satu habitat dengan
habitat lainnya. Variasi perbedaan tergantung dari tempat tumbuh dan lingkungan
sebagai konsekuensi dalam dalam proses adaptasi. Pigmen yang paling dominan
adalah fikosianin, klorofil a, dan karoten.
Kultivasi Spirulina sebagai upaya agen antikanker merupakan salah satu
perkembangan teknologi yang perlu dipertimbangkan dan dilanjutkan. Besarnya
konsentrasi fitonutrien pada Spirulina sp. dapat diketahui melalui metoda analisis
spektroskopi infra merah (IR) dan UV-Vis, di mana kandungan gugus fungsi
fitonutrien dalam Spirulina dapat diteliti lebih lanjut menggunakan spektroskopi IR
(analisis kualitatif) dan besarnya konsentrasi kandungan fitonutrien dalam Spirulina
dapat diteliti menggunakan spektroskopi UV-Vis (analisis kuantitatif).

1.2 Tujuan Pembelajaran


Adapun tujuan pembelajaran dari materi ini, yaitu:
1. Mengetahui potensi yang dimiliki oleh mikroalga Spirulina Platensis sebagai
zat anti kanker.
2. Mengetahui perbedaan antara analisis dengan metoda spektrofotometri IR dan
spektrofotometri UV-Vis.
3. Memahami keunggulan dan kekurangan masing-masing metoda, biak
spektrofotometri IR dan spektrofotometri UV-Vis
4. Memahami prinsip penentuan konsentrasi fitonutrisi pada Spirulina Platensis.

1.3 Struktur Penulisan


Dalam laporan ini, kami akan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada pemicu yang
diberikan dengan cara menerapkan informasi-informasi yang telah kami peroleh

1
dengan struktur pembahasan sebagai berikut:
1. PEMICU 3 – TOPIK 1: Tugas 1
a. Potensi pemanfaatan mikroalga Spirulina Platensis sebagai zat anti
kanker.
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membiakkan Spirulina
Platensis.
c. Alasan digunakan metoda Spektofotometri IR untuk mengidentifikasi
kandungan dalam Spirulina.
d. Keunggulan dan kekurangan metode Spektrofotometri IR dan
Spektrofotometri UV-Vis.
e. Cara melakukan analisis kuantitatif dan kualitatif suatu senyawa
dengan menggunakan metoda Spektrofotometri IR.
f. Alasan mengapa kadar kandungan pada spirulina harus dideteksi
menggunakan Spektroskopi UV-VIS.
g. Tahapan proses dalam menentukan kadar konsentrasi senyawa
fitonutrisi dalam spirulina menggunakan Spektroskopi UV-VIS.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Topik 1: Identifikasi dan Pengujian Kadar Fitonutrisi dalam Mkroalga


Spirullina Platensis

Tugas 1
1. Apa yang dapat anda ceritakan tentang potensi pemanfaatan Mikroalga
Spirulina sebagai senyawa antikanker?
Jawaban
Spirulina adalah sianobakteri atau mikroalga hijau biru. Biomassa
Spirulina mengandung komponen kimia di antaranya protein 55-70%, lipid 4-
6%, karbohidrat 17-25%, asam lemak tidak jenuh majemuk seperti asam
linoleat (LA) dan γ-linoenat (GLA). Spirulina juga mengandung vitamin di
antaranya asam nikotinat, riboflavin, thiamin, sianokobalamin, mineral, asam
amino dan bahan aktif lainnya seperti karotenoid, pigmen klorofil, dan
fikosianin (Suharyanto, dkk. 2014).
Pirenantyo dan Leenawaty (2008), mengemukaan bahwa fitonurisi
adalah elemen nutrisi yang memberikan buah, sayuran ataupun tumbuhan
warna, aroma, dan rasa yang khas. Banyak fitonutrisi telah menunjukkan
khasiatnya untuk menonaktifkan proses mutsenyawaik dan karsinogenik serta
memperlambat proses kanker dengan cara membatasi pengiriman pesan
berkembangnya perubahan sel yang sehat ke sel yang terinfeksi. Spirulina
merupakan gangang hijau bebentuk spiral yang mengandung fitonutrisi yang
lengkap. Pigmen yang terkandung dalam Spirulina merupakan antioksidan
kuat dan igmen yang terkandung dalam Spirulina merupakan antioksidan kuat
dan beberapa laporan mencatat turunan klorofil a juga berpotensi sebagai
antimutagen, induktor apoptosis, dan fotosensitizer untuk PDT (Fotodinamika
Terapi Kanker.
Karena pigmen dalam Spirulina merupakan antioksidan kuat maka
pigmen digunakan sebagai antikanker. Pigmen yang dominan pada ekstrak
Spirulina adalah fikosianin, klorofil a, dan karotenoid. Jika 100 gram bubuk
Spirulina dianalisis maka kandungan pigmen-pimennya adalah sebagai
berikut.
Tabel 1. Pigmen pada Bubuk Spirulina
Pigmen Mg.100g-1
Fikosianin 14000
Klorofil a 1000
Karotenoid 370
Sumber: Belay, 1997
Fikosianin merupakan pigmen utama Spirulina berwarna biru.
Fikosianin ini merupakan antioksidan kuat yang mudah larut dalam air dan
berpotensi untuk memecah radikal bebas dan menghambat oksidasi lemak
mikrosomal oleh peroksida. Studi klinis terhadap pasien yang mengkonsumsi
secara oral air panas ekstrak Spirulina yang banyak mengadung fikosianin
meningkatkan produksi interferon dan NK sitoksisitas (pembunuh sel kanker).
Penelitian pada tahun 2000 juga membuktikan bahwa pigmen ini dapat
menghambat pertumbuhan sel leukemia K562 pada manusia. Fikosianin juga
meredam senyawa racun anorganik Peroksinitrit (ONOO-) yang dapat
menonaktifkan sel-sel target dan dapat mempercepat kerusakan pada DNA
dengan oksidasi (Pirenantyo, dan Leenawaty. 2008).
Klorofil a dan tutunannya telah diketahui memiliki efek antikanker
kurang lebih sejak 70 tahun yang lalu. Klorofil dan klorofilin (Sodium
Chopper Chlorophyllin) dapat mencegah inisiasi kanker kolon (Pirenantyo,
dan Leenawaty. 2008). Klorofil dapat mencegah sitoksik yang disebabkan
oleh penginduksian sel darah merah. Lain halnya dengan penelitian Carter,
dkk. (2004), sel kanker kolon HCT116 yang mendapat perlakuan klorofilin
ternyata membuat ekspresi gen e-Cadherin meningkat. Peningkatan ekpresi
gen ini memfasilitasi arus B-cantenin keluar dari nukleus dan ke dalam
membran plasma yang kemungkinan merusak sel kanker via Hakai pathway.
Klorofilin juga mengurangi kadar aflatoxin pada urin secara drastis.
Peningkatan kadar aflatoxin ini berkaitan dengan peningkatan resiko kanker
liver.
Senyawa turunan klorofil a digunakan sebagai fotosensitizer (obat
yang aktif oleh cahaya yang menyerap gelombang pada panjang gelombang
tertentu) menyebabkan molekul tersebut tereksitasi melalui mekanisme
Reactive Oxygen Species yang sitotoksik. Setelah tereksitasi ke tingkatan lebih
tinggi (singlet), fotosensitizer menuju tingkatan triplet dan memindahkan ekses
energinya ke oksigen sehingga oksigen akan terkesitasi dari keadaan triplet
(stabil) ke keadaan singlet (sangat reaktif) yang siap bereaksi dengan
biomolekul kaya
Gambar 1. Mekanisme Fotosensitizer
elektron seperti lemak yang tidak tersaturasi, asam amino, dan DNA. Sebagai
akibatnya, mekanisme ini menghancurkan sel kanker ataupun sel tumor
(Pirenantyo, dan Leenawaty. 2008).
Pigmen yang bermanfaat selanjutnya yaitu karotenoid merupakan
pigmen oranye yang mempunyai kandungan tertinggi yaitu β-karoten yang
ternyata mampu menstimulasi aktivitas beberapa enzim antioksidan. Jika
campuran β-karoten, astaxantin, dan α-tokoferol pada konsentrasi 200 sampai
400 ppm dapat meningkatkan level LDH (laktat dehidrogenase) dan GST
(Guathine S-transferse), dengan meningkatnya LDH dan GST memberikan
kontribusi dalam efek antikarsinogenik dan secara signifikan dapat menekan
pertumbuhan Ehrlich Ascites Carcinoma Cells (EACC) (Pirenantyo, dan
Leenawaty. 2008). Kandungan dan komposisi karotenoid dari ekstrak
Spirulina palntensis tiap gramnya dalah sebagai berikut:
Tabel 2. Kandungan Karotenoid pada Spirulina Plantensis
Pigmen µg.g-1
β-karoten 49,61
Astaxantin 6,61
Lutein 0,06
Zeaxantin 1,25
Kriptoxantin 1,41
Total Karotenoid 4,75
Sumber: Hanaa, dkk., 2003
Senyawa lain selain pigmen yang terkandung dalam Spirulina adalah
flavonoid. Flavanoid termasuk ke dalam senyawa polifenol, metabolit
sekunder
dari tanaman dan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Flavonoid
mengandung kuersetin yang berasal dari subkelas flavonol. Kuersetin,
genistein atau flavopiridol dapat dijadikan sebagai bahan untuk obat kanker
(Ravishankar, dkk. 2013). Mekanisme flavonoid sebagai antikanker menurut
Ren, dkk. (2003) yaitu penghambatan aktivitas DNA topoisomerase I/II,
penurunan ekspresi gen Bcl-2 dan Bcl-xl serta aktivasi endonuklease.
Senyawa berikutnya adalah Steroid yang dapat digunakan sebagai agen
antikanker karena memiliki enzim penghambat diantaranya aromatase dan
sulfatase inhibitor untuk kanker payudara (Salvador, dkk. 2012). Zakaria, dkk.
(2011) menyatakan mekanisme kerja senyawa ini adalah merusak
permeabilitas membran mitokondria pada sel atau menyebabkan sel
mengalami nekrosis atau kematian. Yildrim dan Kutlu (2015) menyatakan
senyawa saponin secara struktural memiliki satu atau lebih gugus glikosida
hidrofilik dan dapat terlibat dalam replikasi DNA serta mencegah poliferasi
sel kanker.

2. Hal-hal penting apa saja yang perlu diperhatikan dalam membiakkan


Spirulina Plantensis?
Jawaban
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membiakkan Spirulina Plantensis
adalah sebahai berikut:
a) Nilai keasaman pH merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan alga
hijau biru. Kebanyakan alga hijau biru tumbuh baik pada pH netral dan
lebih mentolerir kondisi basa dari pada kondisi asam karena alga itu
maupun memanfaatkan karbon dioksida dengan efisien walau tersedia pada
konsentrasi yang sangat rendah. Spirulina sp mampu menggunakan ion
bikarbonat sebagai sumber karbon untuk fotosintesis. pH diatas 10,5 atau
kurang dari 7 akan menghambat pertumbuhan spirulina sp ketidaksesuaian
pH akan mengakibatkan lisis dan dapat mengubah bentuk pertumbuhan
pigmen (Hariyanti, 2008).
b) Suhu dan salintas adalah faktor yang penting bagi penyebaran dan tingkah
laku alga hijau biru. Kebanyakan alga hijau biru bersifat eury thermal dan
eury haline, sehingga pengaruh ke dua faktor tersebut pada alga hijau biru
relatif lebih kecil dibanding pengaruhnya pada alga jenis lain. Dari hasil
pengamatan di peroleh suhu kamar di dalam ruang budi daya adalah 31° C.
Syang optimal bagi pertumbuhan Spirulina sp yaitu antara 20°C-30°C.
Sedangkan salinitas yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina sp adalah
berkisar antara 15-20%. Salinitas berpengaruh terhadap orgasme air dalam
mempertahankan tekanan osmotiknya. Kebanyakan alga memperlihatkan
terjadinya hambatan proses fotosintesis setelah dipindahkan pada medium
dengan salinitas yang lebih tinggi atau tekanan osmotic yang lebih tinggi.
Dengan adanya salinitas air medium yang sesuai dengan suhu yang optimal
maka pertumbuhan spirulina sp dapat berlaju dengan baik (Hariyanti,
2008).
c) Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan S. platensis terdiri dari
makronutrien (C, H, N, P, K, S, Mg, dan Ca) dan mikronutrien (Fe, Cu,
Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn, dan Si). Nitrogen sering menjadi faktor pembatas
pertumbuhan mikroalga. Menurut Viena (2014), mikroalga dapat tumbuh
dengan baik pada kondisi dimana terdapat sumber nitrogen. Peningkatan
biomassa mikroalga bertambah seiring dengan penambahan konsentrasi
nitrat
d) Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
dalam budidaya mikroalga, karena cahaya merupakan bagian yang sangat
penting dalam pigmen fotosintetik yang menyediakan energi bagi
kehidupan mikroalga. Kekurangan cahaya dapat mengakibatkan proses
fotosintesis tidak berlangsung normal sehingga akan mempengaruhi
pertumbuhan S. platensis (Ekawati, 2005).

Dari senior anda didapatkan informasi bahwa salah satu pengujian identifikasi
senyawa/kandungan fitonutrisi dilakukan menggunakan spektroskopi IR. Namun
untuk pengujian kadar kandungannya, mereka memilih menggunakan spektroskopi
UV-Vis.

3. Mengapa metoda Spektroskopi IR dapat digunakan untuk mengidentifikasi


kandungan fitonutrisi dalam mikroalga Spirulina? (Jelaskan juga prinsip kerja
Instrumentasinya)
Jawab
Spektroskopi Inframerah adalah suatu metode analisis instrumentasi
pada senyawa kimia dengan mempertimbangkan interaksi antara energi
cahaya dan materi, dimana energi yang dipancarkan berasal dari radiasi
inframerah dengan panjang gelombang yang lebih panjang dari cahaya
tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang mikro. Spektrofotometri
IR adalah salah satu teknik analisis yang penting karena dapat mempelajari
berbagai jenis sampel, baik identifikasi senyawa organik maupun.
Spektrofotometer Infra merah dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu
senyawa melalui fungsi parameter kualitatifnya. Yang menjadi parameter
kualitatif pada spektrofotometer IR adalah bilangan gelombang yang muncul
akibat adanya serapan oleh gugus
fungsi yang khas dari suatu senyawa. Dengan begitu, spektrofotometri IR
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan atau gugus fungsi
fitonutrisi spirulina, yang dimana memiliki gugus fungsi C=O, C-H, O-H, dan
lain sebagainya, sehingga dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri IR
ini.
Radiasi inframerah yang melewati senyawa ada yang diserap (absorb)
dan diteruskan(transmitansikan). Atom-atom di dalam suatu molekul tidak
diam melainkan bervibrasi atau berosilasi bila molekul menyerap radiasi IR.
Tipe ikatan dalam molekul yang berlainan menyerap radiasi IR pada panjang
gelombang dengan karakteristik tertentu. Hampir semua senyawa
dapatmenyerap radiasi IR kecuali yang berinti sama, misalnya O2, N2, dan
lain- lain.Absorbansi radiasi IR sesuai dengan tingkat energi vibrasi dan rotasi
pada ikatan kovalen yang mengalami perubahan momen dipol dalam
suatumolekul. Vibrasi molekul hanya akan terjadi bila suatu molekul terdiri
dari duaatom atau lebih. Untuk dapat menyerap radiasi IR (aktif IR), vibrasi
suatumolekul harus menghasilkan perubahan momen dipol. Molekul yang
tidak mempunyai momen dipol (μ = 0) atau selama bervibrasi ikatannya tidak
menghasilkan perubahan momen dipol, maka rotasi ataupun vibrasi
molekulnya tidak menyerap radiasi IR (tidak aktif IR). Suatu ikatan dalam
suatu molekuldapat menyerap energi lebih dari satu bilangan gelombang,
disebabkan olehs ebagian perubahan dalam momen ikatan pada saat energi
diserap. Dengan demikian, prinsip dasar spektrofotometer IR adalah interaksi
energi IR terhadapmateri yang menyebabkan terjadinya transisi diantara
tingkat vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi.
Terdapat dua jenis vibrasi pada senyawa ketika menyerap radiasi sinar
inframerah:
A. Vibrasi Ulur/regangan
Vibrasi ulur adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang sumbui
katan antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat bertambah atau
berkurang. Vibrasi ulur meliputi:
 Ulur Simetris, yaitu unit struktur bergerak bersamaan dan searah
dalam satu bidang datar.
 Ulur asimetris, yaitu unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah
tetapi masih dalam satu bidang datar.
Gambar 2. Vibrasi Ulur Simetris dan Asimetris
(Sumber : DL. Pavia, 2001: 16)
B. Vibrasi Tekuk/bengkok
Vibrasi tekuk adalah dalah pergerakan atom yang menyebabkan
perubahansudut ikatan antara dua ikatan atau pergerakan dari sekelompok
atomterhadap atom lainnya. Vibrasi tekuk meliputi:
 Scissoring (vibrasi gunting), unit struktur bergerak mengayun simetri
dan masih dalam bidang datar.
 Rocking (vibrasi goyang), unit struktur bergerak mengayun asimetri
tetapi masih dalam bidang datar.
 Wagging (vibrasi kibasan), unit struktur bergerak mengibas keluar
dari bidang datar,
 Twisting (vibrasi pelintir), unit struktur berputar mengelilingi ikatan
yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di luar
bidang datar.

Gambar 3. Vibrasi bending: rocking, scisoring,


wagging, twisting. (sumber: DL. Pavia, 2001:
16)
Gambar 4. Prinsip Kerja pada Spektrometer IF Disfertif
Sumber : Ilmukimia.org

Prinsip kerja pada spektrofotometer IR dapat dijabarkan sebagai:


 Radiasi dari sumber radiasi IR dipecah oleh pencacah sinar menjadi
dua bagian yang sama dengan arah yang saling tegak lurus.
 Kemudian kedua radiasi tersebut dipantulkan kembali ke dua cermin
sehingga bertemu kembali di pencacah sinar untuk saling berinteraksi.
 Dari sini sinar dipancarkan ke cuplikan yang dapat menyerap energi,
setelah itu terjadilah transisi diantara tingkat energi vibrasi dasar dan
tingkat vibrasi tereksitasi berupa berkas radiasi IR yang ditangkap
oleh detektor,
 Kemudian signal yang dihasilkan dari detektor direkam sebagai
spektrum IR yang berbentuk puncak-puncak absorpsi berupa grafik.
Sebagian sinar dari pencacahakan dibalikan ke sumber gerak. Maju
mundur cermin akan menyebabkan sinarmencapai ke detektor
berfluktuasi.

4. Apakah keunggulan dan kekurangan teknik analisis IR ini?


Jawab
Keunggulan teknik analisis menggunakan spektrofotometri IR:
a. Teknik analisis bersifat universal
Spektrofotometri IR dapat menganalisis berbagai macam sampel,
seperti padatan, cairan, gas, semipadatan, bubuk, dan polimer.
b. Banyak memberikan informasi penting yang membantu analisis
Dengan spektrofotometri IR, kita dapat mengetahui puncak
gelombang, intensitas gelombang, lebar, dan bentuk gelombang yang
merupakan informasi penting yang akan membantu analisis sampel.
c. Teknik analisis relatif cepat dan mudah
Proses analisis dimulai dari penyiapan sampel, pemindaian sampel,
hingga data yang diinginkan keluar hanya membutuhkan waktu kurang
dari 5 menit.
d. Memiliki sensitivitas tinggi
Spektrofotometri IR dapat menganalisis sampel dengan material
berukuran kecil yang berukuran 5 nanogram.
e. Harganya relatif murah
Semua peralatan yang dibutuhkan dalam analisis dapat dibeli dengan
harga kurang dari $20.000. Harga tersebut relatif murah jika
dibandingkan dengan metode lainnya yang harganya melebihi
$20.000.
f. Dapat digunakan dalam analisis kualitatif secara efisien
Spektrofotometri IR dapat mendeteksi gugus fungsional berdasarkan
daerah serapan. Setelah mengetahui gugus fungsional, kita dapat
mengindentifikasi senyawa tersebut.
g. Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas
dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari)
untuk senyawa tersebut.
Kekurangan teknik analisis menggunakan spektrofotometri IR:
a. Tidak dapat menganalisis atom atau ion monoatomic
Atom atau ion monoatomik tidak memiliki spektrum inframerah,
sehingga transmisinya tidak akan muncul dalam grafik spektrum
inframerah. Hal ini dikarenakan tidak adanya ikatan antar atom atau
antar ion monoatomik.
b. Tidak dapat menganalisis molekul diatomik homonuclear
Molekul diatomik homonuklear tidak memiliki spektrum inframerah
karena bentuk simetri dari molekul. Contohnya adalah molekul N2 dan
O2.
c. Sulit menganalisis senyawa campuran
Spektrofotometri IR bekerja dengan baik saat menganalisis senyawa
murni. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemurnian pada senyawa
campuran agar dapat dianalisis dengan spektrofotometri IR.
d. Sulit untuk menganalisis suatu larutan aqueous.
e. Metode spektrofotometri kurang efektif dalam analisis kuantitatif.

5. Bagaimana anda melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa


dengan menggunakan metoda spektrometri infra merah? (Berikan contoh
spektrum IR salah satu senyawa yang terkandung dalam fitonutrisi dari
Spirulina, dan jelaskan puncak-puncak serapan mana yang menjadi
karakteristiknya)
Jawab
Analisa kualitatif spektroskopi IR bertujuan untuk menentukan
struktur senyawa organik atau gugus yang terkandung dalam senyawa melalui
interpretasi tabel korelasi IR. Penandaan serapan mudah pada bilangan
gelombang di atas 1500 cm-1. Sedangkan daerah bilangan di bawah 1500 cm-
1
merupakan daerah sidik jari yang serapannya sangat kompleks, sehingga
sulit dilakukan penandaan gugus fungsional. (Kristianingrum, 2013)
Satuan frekuensi yang digunakan pada garis horizontal (sumbu x)
dinyatakan dalam bilangan gelombang, yaitu banyaknya gelombang dalam
tiap satuan panjang. (Dachriyanus, 2004) Parameter dari analisa kualitatif
spektroskopi IR merupakan bilangan gelombang akibat serapan gugus fungsi
yang khas dari senyawa. Analisis dilakukan dengan membandingkan pita
absorbsi menggunakan tabel korelasi dan spektrum senyawa pembanding
yang sudah diketahui.

Gambar 5. Analisis Kualitatif Spektroskopi IR (Modul Spektroskopi IPB,


2019)
Gambar 6. Korelasi dan Spektrum Senyawa Pembanding (Dachriyanus,
2004)

Gambar 7. Korelasi Spektrum dengan Gugus Senyawa sebagai Pembanding


(Kristianingrum, 2013)
Tabel 3. Korelasi Wavenumber dengan Jenis Ikatan Senyawa
(Dachriyanus, 2004)
Bilangan Gelombang (v, cm-
Jenis Ikatan
1
)
3750-3000 Regang O-H, N-H
Regang –CH3, -CH2, C-H, C-H
3000-2700
aldehid
2400-2100 Regang -C≡C, C≡N
Regang C=O (asam, aldehid,
1900-1650
keton, amida, ester, anhidrida)
Regang C=C (aromatik dan
1675-1500
alifatik), C=N
1475-1300 C-H bending
1000-650 C=C-H, Ar-H bending

Gambar 8. Kurva IR Senyawa propan-2-ol (Dachriyanus, 2004)


Wilayah fingerprint pada analisis kualitatif merupakan wilayah yang
semua getaran tekukannya terlihat dalam spektroskopi, sehingga memudahkan
untuk mengidentifikasi senyawa yang tidak diketahui. Pada Gambar (Kurva
IR propan-2-ol), daerah fingerprint terdapat pada daerah wavenumber 1500-
500 cm-1. Dengan melihat pola serapan fingerprint, kita dapat mengetahui
struktur senyawa kimia. Senyawa dengan gugus yang sama tetap memiliki
pola serapan berbeda di daerah fingerprint dengan senyawa lainnya. Ini
dikarenakan tidak ada dua molekul yang mempunyai spektrum IR sama,
meliputi jumlah puncak, intensitas, dan frekuensi tiap puncaknya.
(Kristianingrum, 2013).
Sedangkan analisa kuantitatif menggunakan hukum Lambert-Beer
untuk mencari konsentrasi senyawa dengan cara membandingkan area standar
dengan area sampel, yaitu pita panjang gelombang sampel, menggunakan data
spektroskopi.
Gambar 9. Analisis Kuantitatif Spektroskopi IR (Modul Spektroskopi IPB,
2019)
Analisis kuantitatif bertujuan untuk menentukan konsentrasi analit
dalam sampel. Tinggi puncak atau luas puncak spectrum IR berhubungan
dengan konsentrasi larutan. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa
intensitas (absorbansi) puncak IR berhubungan dengan konsentrasi larutannya.
(Kristianingrum, 2013)
Kita dapat mencari konsentrasi analit dengan membuat plot hubungan
konsentrasi analit dengan absorbansinya. Analisis kuantitatif dapat digunakan
untuk mencari kadar komponen tunggal maupun multi komponen (satu sampel
menganalisis lebih dari satu komponen analit). Hukum Lambert-Beer juga
menyatakan bahwa jika seberkas sinar melewati suatu larutan, sebagian dari
sinar akan diserap oleh larutan dan sebagian lagi akan diteruskan.
(Dachriyanus, 2004). Untuk melakukan analisis kuantitatif, kita perlu
melakukan beberapa tahap:
1. Mencari atau melakukan analisis kuantitatif spektra IR standar.
2. Mencari atau melakukan analisis kuantitatif spektra IR analit (larutan
sampel yang dicari konsentrasinya).
3. Mengkalibrasi absorbansi frekuensi tertentu terhadap konsentrasi, dengan:
a. mengukur A pada λ tertentu dari larutan yang konsentrasinya
diketahui
b. mengukur A pada λ tertentu dari larutan sampel (analit) pada
kondisi sama
c. mengintrapolasikan A pada λ larutan standard analit pada kurva
kalibrasi
4. Melakukan regresi linear untuk mendapatkan persamaan garis
5. Menghitung konsentrasi larutan analit melalui persamaan garis, dimana
gradien / kemiringan (slope) merupakan 𝜖λ × b, A sebagai y, C sebagai x,
dan a didapat dari metode regresi linear menghasilkan persamaan garis y
= mx + a
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa setiap unit panjang zat
menyerap sinar yang melewatinya.
dP = -k.P. dP . . . (1)
dimana P merupakan intensitas sinar yang diteruskan dan Po merupakan
intensitas sinar datang. Hasil modifikasi oleh Beer menghasilkan Hukum
Lambert Beer:
𝑃
log
𝑃𝑜 = 𝜖λ∙𝑏 ∙ 𝐶...........(2)
dimana C merupakan konsentrasi larutan [mol/lt], 𝜖λ merupakan absorpivitas
molar pada panjang gelombang λ, b merupakan tebal kuvet. Absorpivitas
molar (𝜖λ) bergantung panjang gelombang yang digunakan.
𝑃
𝑙𝑜𝑔 𝑃
Po berbanding langsung dengan konsentrasi. 𝑙𝑜𝑔 dapat diplot
Po
terhadap C menurut Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh garis lurus
dengan slope atau kemiringan (𝜖λ × b). Karena analisis dilakukan melalui alat
𝑃 𝑃
optic, maka dikenal besaran trasmisi, 𝑇 = dan absorbansi A = 𝑙𝑜𝑔 .
Po Po
Sehingga, kita akan mendapat persamaan Lambert Beer:
A = 𝜖λ∙𝑏 ∙ 𝐶...........(3)
Salah satu senyawa yang terkandung dalam fitonutrisi dari Spirulina
merupakan senyawa Fikosianin C33H40N4O6. Senyawa tersebut memiliki kurva
spektrum IR sebagai berikut:

Gambar 10. Kurva Spektrum IR Senyawa Fikosianin (Anis, 2017)


Gambar 11. Korelasi Bilangan Gelombang dengan Gugus Pembanding (Anis,
2017)
Dengan melihat tabel dan grafik dari senyawa fikosianin, kita
mendapat data puncak serapan dalam grafik yang ditandai dengan lingkaran
merah sebagai berikut:
 3410: gugus N-H sekunder akibat gugus amina, diperkuat 1242,16: C-N
dari fikosianin dan asam amino.
 567,07: gugus N-H
 3600 – 3000 regangan O-H overlapping regang N-H: gugus asam
karboksilat
 Serapan O-H melandai ke dalam daerah serapan karbon hidrogen alifatik
 1085,92: gugus asam karboksilat regangan O-H
 613,36: ulur C-O asam karboksilat:
 Puncak 2962,66 & 2937,59: regang C-H alifatik
 1653: regang C=O yang puncaknya tajam dan sangat karakteristik
 1406,11: C-H alkana.
Melalui data tersebut, kita dapat membentuk struktur kimia senyawa,
menghasilkan:

Gambar 12. Struktur Senyawa Fikosianin berdasarkan Data Kurva Spektrum


IR (Anis, 2017)
6. Dapatkah anda menjelaskan, mengapa senior anda memilih menggunakan
spektroskopi UV-Vis untuk menetukan kadar kandungan senyawa
fitonutrisinya? (jelaskan juga prinsip kerja instrumennya). Apakah hal ini
tidak bisa dilakukan dengan menggunakan spektroskopi IR?
Jawab
Secara harfiah, fitonutrisi berasal dari Bahasa Inggris yaitu
phytonutrient yang berarti nutrisi yang terdapat dalam tanaman. Nutrisi
tersebut dapat dianalisis atau dideteksi melalui percobaan yang menggunakan
spektroskopi UV-Vis dan spektroskopi IR. Hanya saja, keduanya memiliki
kemampuan analisis yang berbeda dalam menentukan kadar kandungan
senyawa baik analisis kuantitatif maupun kualitatif.
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota Teknik analisis
spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik)
ultraviolet dekat (nm) dan sinar tampak (nm) dengan memakai instrumen
spektrometer. Prinsip kerja dari spektrofotometri UV-Vis, suatu sumber
cahaya; dipancarkan melalui monokromator. Monokromator menguraikan
sinar yang masuk dari sumber cahaya tersebut menjadi pita-pita panjang
gelombang yang diinginkan untuk pengukuran suatu zat tertentu, yang
menunjukkan bahwa setiap gugus kromofor mempunyai panjang gelombang
maksimum yang berbeda. Dari monokromator tadi cahaya/energi radiasi
diteruskan dan diserap oleh suatu larutan yang akan diperiksa di dalam kuvet.
Kemudian jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan menghasilkan sinyal
elektrik pada detektor, yang mana sinyal elektrik ini sebanding dengan cahaya
yang diserap oleh larutan tersebut. Besarnya sinyal elektrik yang dialirkan ke
pencatat dapat dilihat sebagai angka.

Gambar 13. Prinsip kerja Spektrofotometri UV-Vis


Sumber: wocono.co
Spektrofotometri menggunakan berdasarkan hukum Lambert-Beer.
Hukum tersebut menyatakan bahwa radiasi cahaya tampak, Ultra-violet, dan
cahaya-cahaya lain yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan
merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan.
Rumusnya dapat dituliskan sebagai berikut:
𝐴 = ∈ 𝑏𝐶 … . (3)
Di mana A adalah nilai absorbandi. b adalah tebal kuvet. C adalah nilai
atau kadar konsentrasi senyawa. Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa
nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi. Nilai absorbansi ini
akan bergantung pada kadar zat yang terkandung di dalamnya, semakin
banyak zat molekul kadar zat yang terkandung di dalamnya, maka semakin
banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang
tertentu. (Ejournal.unp.ac.id, 2013)
Spektrofotometri UV-Vis umumnya digunakan untuk analisis
kuantitatif dalam penetuan kadar konsentrasi atau kandungan senyawa
tertentu. Hal ini dikarenakan kemampuannya dalam menganalisa begitu
banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel
apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa. Spektrofotometri UV-
Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar saat analisis. Selain itu,
data yang dihasilkan berupa absorbansi sangat cepat dan akurat.
Spektrofotometri IR (Infra Red) adalah suatu metode mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah
Panjang gelombang 0,75 – 1000 mikro meter. Pada umumnya,
spektrofotometri ini juga dapat digunakan dalam analisis kuantitatif dan
analisis kualitatif. Hanya saja, spektrofotometri ini biasanya digunakan untuk
analisis kualitatif untuk menentukan struktur molekul dan menentukan
kemurnian zat. Pada analisis kuantitatif, spektrofotometri menghasilkan grafik
yang menunjukkan pola pita kompleks dan bertumuk sehingga sulit untuk
dianalisis. Selain itu, spektrofotometri IR tidak bekerja dengan baik apabila
digunakan untuk menganalisis senyawa yang kompleks. Jika senyawa
kompleks, maka harus dilakukan pemurnian terlebih dahulu.
Fitonutrisi yang digunakan oleh praktikan merupakan senyawa
kompleks sehingga tidak sesuai jika menggunakan spektrofotometri IR untuk
menganalisis kadar kandungannya. Dalam percobaan yang dilakukan
bertujuan menentukan kadar kandungan senyawa fitonutrisi yang lebih tepat
jika menggunakan metode analisis kuantitatif. Oleh karena itu, hal-hal tersebut
yang menjadi alasan praktikan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
7. Bagaimana pula anda menjelaskan keunggulan dan kekurangan teknik analisis
spektroskopi UV-Vis ini?
Jawab
Keunggulan teknik analisis menggunakan spektroskopi UV-Vis:
a. Dapat menganalisis sampel dengan konsentrasi yang sangat kecil.
b. Penggunaannya bersifat luas.
Metode ini dapat digunakan untuk senyawa organik, anorganik, dan
biokimia yang diserap di daerah ultraviolet atau daerah tampak.
c. Dapat menganalisis senyawa organik secara analisis kuantitatif
berdasarkan Hukum Lambert-Beer.
d. Ketelitiannya baik.
Kesalahan relatif pada konsentrasi yang ditemui dengan metode ini
berkisar pada nilai 1-5%.
e. Panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi.
f. Memiliki kemampuan analisis yang cepat dan mudah digunakan.
g. Memiliki tingkat sensitivitas tinggi.
Batas deteksi untuk mengabsorbsi berada pada jarak 10-4 sampai 10-5 m
bahkan dapat diperpanjang menjadi 10-6 sampai 10-7 m dengan
prosedur yang pasti.

Kekurangan teknik analisis menggunakan spektroskopi UV-Vis:


a. Absorbsi dipengaruhi oleh pH larutan, suhu dan adanya zat
pengganggu dan kebersihan dari kuvet.
b. Tidak semua objek dapat dianalisis menggunakan metode ini.
Pemakaian hanya pada gugus fungsional yang mengandung elektron
valensi dengan energi eksitasi rendah.
c. Cahaya menyimpang yang disebabkan oleh desain peralatan yang
salah dapat menurunkan rentang linearitas instrument dan mengurangi
daya serap zat.
d. Memiliki panjang gelombang yang terbatas.
e. Komponen elektronik dalam spektroskopi atau sumber sampel dapat
menghasilkan bising yang dapat mengurangi akurasi pengukuran dan
sensitivitas peralatan.
f. Memiliki panjang gelombang yang terbatas.
Hanya dapat dipakai pada daerah ultraviolet yang panjang gelombang
lebih dari 185 nm.
g. Sinar yang dipakai pada metode ini harus bersifat monokromatis.
8. Bagaimana tahapan proses yang dilakukan untuk menentukan
kadar/konsentrasi senyawa fitonutrisi dalam Spirulina dengan menggunakan
spektroskopi UV-Vis? Berikan suatu contoh pengolahan data spektroskopi
UV- Vis untuk menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam cuplikan.
Jawab
Dalam analisis kuantitatif konsentrasi, sebagai contoh salah satu pigmen
dalam Spirulina platensis, yaitu karoten dengan menggunakan spektroskopi
UV-Vis, terdapat beberapa tahap yang perlu dilakukan. Dalam jawaban kali
ini, penulis mengambil contoh pengolahan data pada penelitian oleh Yulianti,
Hasnah Natsir, dan Abdul Wahid Wahab, 2014, yang dilakukan dengan
modifikasi menyesuaikan dengan penentuan kadar fitonutrsi dalam Spirulina.
1. Preparasi Standar
Tahap preparasi standar meliputi pembuatan larutan induk dan pembuatan
deret standar.
a. Pembuatan Larutan Induk
Pembuatan larutan induk β-karoten 1000 ppm dilakukan dengan cara
ditimbang dengan teliti 0,05 gram β- karoten lalu dilarutkan dengan 1
ml petroleum eter:aseton (1:1) kemudian dimasukkan ke dalam labu
ukur 50 mL dan diimpitkan dengan petroleum eter:aseton (10:1)
hingga tanda batas. Selanjutnya dibuat larutan induk β-karoten 100
ppm.
b. Pembuatan Deret Standar
Pembuatan deret standar β-karoten 20 ppm; 40 ppm; 60 ppm; dan 80
ppm dilakukan dengan cara larutan β-karoten 100 ppm dipipet masing-
masing secara berturut-turut sebanyak 1 mL, 2 mL, 3 mL, dan 4 mL
lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian larutan
ditambahkan petroleum eter:aseton (10:1) hingga volume 5 mL.
Setelah itu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang maksimum.
c. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, spektrum UV-Vis senyawa β-


karoten memiliki panjang gelombang maksimum yang diperoleh
adalah 448,5 nm. Dan diperoleh data absorbansi sebagai berikut.
Tabel 4. Hasil Analisa spektrofotometri UV-Vis
Konsentrasi (ppm) Absorbansi

20 0.331

40 0.446

60 0.576

80 0.713

100 0.855

d. Pembuatan Kurva Standar


Kemudian data diolah dan diplot dalam kurva standar, dimana sumbu y
merepresentasikan nilai absorbansi dan sumbu x merepresentasikan
konsentrasi larutan standar.

Kurva Kalibrasi Standar Karoten


0,9
0,8
0,7
0,6
0,5y = 0,0066x + 0,1897
Absorbansi

0,4R² = 0,9984
0,3
0,2
0,1
0

02040 60 80 100 120


Konsentrasi (ppm)

Persamaan kurva baku yang diperoleh adalah y = 0.0066x + 0.1897


untuk kemudian digunakan dalam mencari kadar/konsentrasi sampel.
2. Pengadan Sampel Biomass Kering dan Ekstrasksi Karoten
Tahap preparasi meliputi tahap pengadaan sampel biomassa kering
Spirulina platensis dan proses ekstraksi karoten. Sebanyak 6000 mg bubuk
biomassa kering Spirulina platensis terlebih dahulu direndam dalam 200
ml
aquades lalu dilarutkan hingga homogen dengan menggunakan vortex
selama 1 menit. Kemudian dibuat menjadi tiga perlakuan metode ekstraksi
yang berbeda, yaitu P1 : Maserasi selama 2 jam dalam Waterbath
bergoyang bersuhu 26oC, P2 : Freezing 24 jam pada suhu -4 oC, dan P3 :
Ultrasound- Assisted Extraction (UAE) selama 15 menit. Masing-masing
perlakuan diberi tiga pengulangan. Untuk perlakuan dengan freezing,
setelah dibekukan selanjutnya dilakukan pencairan pada suhu ruang
(thawing) selama 15 menit. Kemudian setelah itu disentrifugasi selama 30
menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk semua perlakuan. Berdasarkan
jumlah yield yang dihasilkan, metode ekstraksi terbaik untuk mendapatkan
karoten dari biomassa kering Spirulina platensis yaitu metode pembekuan
atau freezing.
3. Preparasi Sampel
Memasukkan sampel ekstrak beta karoten sebanyak 1500 mg ke dalam
labu takar 50 ml dan menambahkan pelarut petroleum eter hingga batas
tera dan dihomogenkan. Lalu mengencerkan larutan tersebut sebanyak 200
kali (5x4).
a. Pengenceran 50 kali
Mengencerkan larutan sampel sebanyak 2 ml ke dalam labu takar 100
ml dan menambahkan petroleum eter hingga batas tera dan
dihomogenkan.
b. Pengenceran 4 kali
Mengencerkan larutan dari pengenceran sebelumnya sebanyak 25 ml,
lalu memasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan menambahkan
petroleum eter hingga batas tera serta dihomogenkan.
4. Pengujian Larutan Sampel untuk Menentukan Absorbansinya
Tahap ini terdiri atas pengujian larutan blanko dan pengujian sampel yang
telah dilakukan pengenceran sebelumnya.
a. Uji Larutan Blanko

Larutan blanko adalah larutan yang larutan yang berisi selain


komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.
Biasanya larutan blanko merupakan pelarut yang digunakan dalam
sampel. Pengujian larutan blanko dimaksudkan sebagai faktor
pengoreksi karena absorbsi panjang gelombang oleh pelarut.
b. Uji Larutan Sampel
Larutan sampel kemudian dimasukkan ke dalam alat spektroskopi UV-
Vis untuk diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum (448,5 nm). Misalnya, nilai absorbansi larutan sampel
karoten yang diperoleh adalah 0,665.
5. Perhitungan Kadar Konsentrasi Karoten dalam Sampel
Setelah mendapat nilai absorbansi dari sampel, maka disubstitusikan ke
dalam persaman kurva standar untuk mendapatkan konsentrasinya (x).
𝑦 = 0,0066x + 0,1897 … (4)
y − 0,1897
x= … (5)
0,0066
0,665 − 0,1897
x=
0,0066
x = 72,015 𝑝𝑝𝑚
Karena sebelumnya dilakukan pengenceran sebanyak 200 kali, maka
untuk mendapatkan konsentrasi karoten dalam sampel yang sebenarnya
(p) adalah:
𝑝 = 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 … (6)
𝑝 = 200 × 72,015
𝑝 = 14.403 𝑝𝑝𝑚
Setelah mengetahui konsentrasi karoten dalam sampel yang sebenarnya,
dilakukan perhitungan konsentrasi sampel terlebih dahulu
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = … (7)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
1500 𝑚𝑔
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =
0,05 𝐿
= 30.000 𝑝𝑝𝑚
Menentukan kadar karoten dalam sampel, dengan:
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 100% … (8)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
14.403 𝑝𝑝𝑚
= × 100%
30.000 𝑝𝑝𝑚
= 48,01 %
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Spirulina plantenis yang telah diekstrak dapat dikonsumsi baik secara oral
maupun oles yang bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan dan mematikan
sel kanker.
2. Perkembangan Spirulina plantensis pada media kultur perlu memerhatikan
kandungan mikronutrein, makronutrein, dan vitaminnya di mana dipengaruhi
oleh faktor-faktor antara lain, derajat keasaman, suhu, salinitas, unsur hara,
mikronutrien, dan intensitas cahaya.
3. Metode spektrofotometri IR dapat digunakan untuk analisis kualitatif yaitu
menentukan struktur senyawa (gugus) sedangkan analisis kuantitatif menentukan
konsentrasi senyawa dengan menggunakan Hukum Lambert-Beer.
4. Metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk analisis kuantitatif di mana
dilakukan untuk menentukan kadar konsentrasi suatu senyawa dalam hal ini
kadar fitonutrien pada Spirulina melalui berbagai tahapan-tahapan untuk
mendapatkan presisi serta melalui kurva kalibrasi yang telah dibuat sebagai
acuan dasar.

3.2 Saran
1. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan mengenai efek samping dan efek ketika
penggunaan berlebih (over dosis) dari ekstrak Spirulina plantenis.
2. Dalam penggunaan metode spektrofotometri perlu dilakukan rangakian uji
dalam penentuan suatu kadar konsentrasi untuk mendapatkan hasil yang
presisi.
DAFTAR PUSTAKA

Anis, A. (2107). Potensi Biomassa, Pigmen Fikosianin, Dan Eksopolisakarida Dari


Spirulina platensis sebagai Inhibitor αGlukosidase. [online] Available at:
https://www.academia.edu/23816071/POTENSI_SPIRULINA. [Accessed 12
Nov. 2019]
Becker EW. (1994). Microalgae Biotechnology and Microbiology. England:
Cambridge University Press.
Belay, A. (1997). Mass Culture of Spirulina outdoor- The eathrise farms experience.
New York: Taylor & Francis; 131-158.
Cook, Maria. Advantages and Disadvantages of a UV-Vis Spectrometer. (2018).
[online] Available at: https://sciencing.com/difference-between-spectrometer-
spectro photometer-8577067.html. [Accessed 18 November 2019].
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Padang: LPTIK Universitas Andalas.
Day R.A. dan A.L. Underwood. (1986). Analisis Kimia kuantitatif (terjemahan),
Jakarta: Erlangga.
Dianawati, N. dan Sugiarso, R.D. (2015). Penentuan Kadar Besi Selama Fase
Pematangan Padi Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Jurnal Sains Dan
Seni ITS, Vol. 4, No.2, pp. 2337-3520.
Dukomalamo, I., Sangi, M. and Rorong, J. (2015). Analisis Senyawa Toksik Tepung
Pelepah Batang Aren (Arenga pinnata) dengan Spektroskopi UV-Vis dan
Inframerah. Jurnal MIPA, 4(2), p.54.
Ejournal.unp.ac.id. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar
Flavonoid untukBerbagai Jenis Daun Tanaman Oba. [online] Available at:
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/fis/article/viewFile/756/513
[Accessed 18 Nov. 2019].
Ekawati, A. W. (2005). Diktat Kuliah Budidaya Pakan Alami. Fakultas Perikanan
Universitas Brawijaya. Malang, hlm 3-48.
Hanaa, H., dkk. (2003). Spirulina Species as Source of Carotenoids and β-Tocopherol
and Its Anticarcinoma Factors. Biotechnology; Vol 2 Number 3:222-240.
Hariyanti, P. (2008). Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina sp dalam Skala Laboratoris.
UNDIP. BIOMA, ISSN: 1410-8801.
Harvey, David. Infrared Interpretation. (2019). [online] Available at:
https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Physical_and_Theoretical_Chemistry_T
extbook_Maps/Supplemental_Modules_(Physical_and_Theoretical_Chemistry)/
Spectroscopy/Vibrational_Spectroscopy/Infrared_Spectroscopy/Infrared%3A_Int
erpretation. [Accessed 18 November 2019].
Kristianingrum, S. (2013). Spektroskopi Infra Merah. [online] Available at:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131872520/pendidikan/Handout-INSTRUMEN-
IRSusi.pdf. [Accessed 12 Nov. 2019].
Skoog, D., West, D., Holler, F. and Crouch, S. (2014). Skoog and West's
fundamentals of analytical chemistry. 9th ed. Andover: Cengage Learning.
Smith, B. (1988). Infrared Spectral Interpretation: A Systematic Approach. Boca
Raton: CRC Press.
Suharyanto, Tri-panji, Permatasari S, Syamsu K. (2014). Produksi Spirulina platensis
dalam Fotobioreaktor Kontinyu menggunakan Media Limbah Cair Pabrik Kelapa
Sawit. Menara Perkebunan. 82(1): 1-9.
Pirenantyo, P., dan L. Limantara. (2008). Pigmen Spirulina sebagai Anti Kanker.
Malang. Universitas Satya Wacana.
Rahmawati, et al. (2017). Ekstraksi fikosianin dari Spirulina plantesis untuk
biopigmen dan antioksidan. Jurnal Pertanian 8(1): 36-45.
Ravishankar D, rajora AK, Greco F, Osborn HMI. 2013. Flavonoids as prospective
compounds for anti-cancer therapy. The International Journal of Biochemistry
and Cell Biology. 30:1-11.
Ren W, Qiao Z, Wang H, Zhu L, Zhang L. (2003). Flavonoids: promising anticancer
agents. Medicinal Research Reviews. 23(4): 519-534.
Viena, V. (2014). Kultivasi Mikroalga Hijau pada Sumber Nitrogen Berbeda Untuk
Ekstraksi Lipida. Jurnal Puriffikasi, 14(2): 99 – 105.
Wardani, L.A. (2012). Validasi Metode Analisis dan Penelitian Kadar Vitamin C pada
Minuman Buah Kemasan dengan Spektrofotometri UV-Visible. Skrpsi:
Universitas Indonesia.
Yildirim I, Kutlu T. (2015). Anticancer agents: saponin and tannin. Journal of
Biological Chemistry. 9(6):332-340.
Yulianti, Hasnah Natsir, dan Abdul Wahid Wahab. (2014). Analysis of β-carotene in
petroleum ether extract moringa (Moringa oleifera Lam.) leaves from coastal area
and highland area with the potential as antioxidant. Skripsi: Jurusan Kimia
Murni, Universitas Hasanuddin.
Zakaria ZA, Mohamed AM, Jamil NS, Rofiee MS, Somchit MN, Zuraini A, Arifah
AK, Sulaiman MR. (2011). In vitro cytotoxic and antioxidant properties of the
aqueous, chloroform and methanol extracts of Dicranopteris linearis leaves.
African Journal of Biotechnology. 10(2): 273-282.

Anda mungkin juga menyukai