Anda di halaman 1dari 7

Kelas A3, Kelompok 3

Anggota Kelompok : 1. Desti Bella K.W : 17130310119


2. Ita Wahyuni : 17130310118
3. Riski Prasetyo : 17130310140

HAL-HAL YANG DILARANG


DALAM PERKAWINAN DAN POLIGAMI
A. Hal-hal yang Dilarang Dalam Perkawinan
Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan larangan dalam perkawinan ialah
larangan untuk kawin atara seorang pria dengan seorang wanita, sedangkan menurut syara
larangan tersebut dibagi dua yaitu halangan abadi (haram ta’bid) dan halangan sementara (haram
gairu ta’bid). Wanita yang terlarang untuk dikawini disebut mahram.

1. Mahram Ta’bid adalah orang-orang yang selamanya haram dikawin. Larangan tersebut
terdapat 3 yaitu :
a. Nasab (keturunan)
Wanita-wanita yang haram dinikahi karena pertalian nasab adalah :1) ibu kandung,
perempuan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan garis keatas yaitu ibu, nenek (baik
dari pihak ayah maupun ibu dan seterusnya), 2) anak perempuan kandung, wanita yang
mempunyai hubungan darah dalam garis lurus kebawah yakni anak perempuan, cucu perempuan,
aik dari anak laki-lai maupun perempuan dan seterusnya, 3) saudara perempuan, baik seayah
seibu, seayah saja atau seibu saja, 4) bibi adalah saudara perempuan ayah atau ibu baik saudara
sekandung ayah atau ibu dan seterusnya, 5) kemenakan (keponakan) perempuan yaitu anak
perempuan saudara laki-laki atau perempuan dan seterusnya.
b. Persusuan (radha’ah)
Menurut pandangan para ulama, bahwa larangan kawin karena hubungan sesusuan adalah
sampainya air susu wanita ke dalam perut anak yang belum mencapai usia dua tahun . Wanita
atau laki-laki yang mempunyai mahram dari jalur susu mempunyai keistimewaan dan kekebalan
hokum sebagaimana mahram yang terbentuk dari jalur nasab, yaitu antara laki-laki dan wanita
yang terikat dalam mahram rada’ tidak boleh saling mengawini. Hubungan sesusuan yang
dharamkan adalah : 1) ibu susuan, yaitu ibu yang menyusui, maksudnya seorang wanita yang
pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu sehingga
haram melakukan perkawinan.2) nenek susuan, yaitu ibu dari yang pernah menyusui atau ibu
dari suami yang menyusui itu, suami dari ibu yang menyusui itu dipandang seperti ayah bagi
anak susuan sehingga haram melakukan perkawinan.3) bibi susuan yakni ibu susuan atau
saudara perempuan suami dari ibu susuan. 4) kemenakan susuan, anak perempuan saudara ibu
susuan. 5) saudara susuan perempuan, saudara seayah kandung maupun seibu.
c. Wanita yang haram dinikahi karena hubungan musaharah atau perkawinan kerabat semenda
keharaman ini disebutkan dalam surat al-nisa ayat 23. Jika diperinci 1) mertua
perempuan, nenek perempuan istri dan seterusnya baik dari garis ibu atau ayah. 2) anak tiri,
dengan syarat kalau telah terjadi hubungan kelamin dengan ibu anak tersebut. 3) menantu, yakni
istri anak, istri cucu dan seterusnya kebawah.

Selain bentuk larangan di atas, juga terdapat larangan dalam perkawinan yaitu
sebagai berikut :

a. Zina (perzinaan)
Kawin dengan pezina, baik antara laki-laki baik-baik dengan perempuan pelacur atau
perempuan baik-baik dengan laki-laki pezina, tidak dihalalkan kecuali setelah masing-
masing mengatakan bertaubat.
b. Sumpah li’an
Li’an yaitu perceraian yang terjadi karena tuduh menuduh antara suami istri tentang zina
dimana suami mengatakan bahwa istrinya berzina dan anak yang dalam kandungannya
terjadi karena zina, sedangkan istrinya menolak tuduhan tersebut dan keduanya tetap
berpegang pada pendiriannya, dimana suami menguatkan tuduhannya sedangkan istri
menguatkan bantahannya.
2. Haram Gairu Ta’bid
Maksudnya adalah orang yang haram dikawin untuk masa tertentu (selama masih ada hal-
hal yang mengharamkannya) dan saat hal yang menjadi penghalang sudah tidak ada, maka halal
untuk dikawini. Berikut ini wanita-wanita yang haram dinikahi tidak untuk selamanya
(sementara) :
a. Halangan bilangan
Yaitu mengawini wanita lebih dari empat. Apabila ada orang yang baru masuk islam,
mempunyai istri lebih dari empat orang, maka harus memilih empat orang diantara mereka untuk
dijadikan istri tetapnya. Jika diantara istri-istri ada yang bersaudara (kakak adik) maka harus
menceraikan salah satunya, demikian menurut pendapat Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam
Hanbali.
b. Halangan mengumpulkan
Yaitu dua orang perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang laki-laki dalam
waktu bersamaan. Maksudnya nereka haram dimadu dalam waktu yang bersamaan. Apabila
mengawini mereka berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita kemudian
wanita tersebut meninggal atau dicerai maka laki-laki itu boleh mengawini adik atau kakak
perempuan dari wanita yang telah meninggal dunia tersebut.
c. Halangan kafir
Yaitu wanita musyrik haram dinikahi. Maksud wanita musyrik ialah yang menyembah
selain allah. Tidak halal bagi seorang muslim dan tidak sah pernikahannya atas orang kafir dan
orang murtad karena ia telah keluar pada aqidah dan petunjuk yang benar. KHI juga menjelaskan
dengan tegas bahwa seorang laki-laki muslim dilarang menikah dengan wanita non muslim.
d. Halangan iddah
Yaitu wanita yang sedang dalam iddah baik iddah cerai maupun iddah ditinggal mati.
e. Halangan perceraian tiga kali
Yaitu wanita yang ditalak tiga haram kawin lagi dengan bekas suaminya, kecuali kalau
sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan badan sertas dicerai oleh suami
terakhir itu dan telah habis masa iddahnya.
f. Halangan peristrian
Yaitu wanita yang terikat perkawinan dengan laki-laki lain (wanita yang terpelihara atau
wanita yang memiliki suami), maka haram dinikahi. Kecuali jika wanita tersebut sudah
menjadi janda atau sudah habis masa iddahnya maka boleh untuk dinikahi.
B. Poligami
1.      Pengertian Poligami
Kata poligami terdiri dari dua suku kata, poli dan gami. Poli berarti banyak dan gami
berarti istri. Secara terminologi, berarti poligami adalah seorang laki-laki yang memiliki banyak
istri.Poligami berarti ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa lebih
dari satu istri dalam waktu yang bersamaan, bukan saat ijab qabul melainkan  dalam menjalani
hidup berkeluarga, sedangkan monogami berarti perkawinan yang hanya membolehkan suami
mempunyai satu istri pada jangka waktu tertentu.
‫ ِدلُوا‬AAْ‫ث َو ُربَا َع ۖ فَإِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل تَع‬
َ ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثن َٰى َوثُاَل‬
َ َ‫ فِي ْاليَتَا َم ٰى فَا ْن ِكحُوا َما ط‬A‫َوإِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل تُ ْق ِسطُوا‬
َ ِ‫ت أَ ْي َمانُ ُك ْم ۚ ٰ َذل‬
A‫ك أَ ْدن َٰى أَاَّل تَعُولُوا‬ ْ ‫فَ َوا ِح َدةً أَوْ َما َملَ َك‬

Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.

Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(Q.S. An-Nisa:3)

Perkawinan asalnya adalah seorang suami untuk seorang istri, sedangkan poligami bukan
asal dan bukan pokok, tetapi keluarbiasaan atau ketidakwajaran yang dapat dilakukan karena
kondisi darurat. Maksud dari darurat adalah adanya alasan-alasan logis yang secara normatif
dapat dibenarkan. Dalam syariat islam poligami disebabkan oleh beberapa hal yang wajar, yaitu:

a) Terhalangnya reproduksi generatif, misalnya kemandulan.


b)Istri tidak berfungsi sebagai istri.
c) Suami yang hiperseksual sehingga membutuhkan penyaluran yang lebih dari seorang istri.
d)Jumlah perempuan yang melebihi laki-laki.
e) Istri yang menyuruh kepada suaminya untuk poligami.

2.      Prosedur Poligami.


Prosedur poligami menurut Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1974
menyebutkan bahwa apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia
wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan. Hal ini diatur lebih lanjut
dalam Pasal 56, 57, dan 58 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut:
Pasal 56 KHI
a. Suami yang hendak ber isteri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan
Agama.
b. Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara
sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
c. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari
Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57 KHI
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari
seorang apabil
a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Isteri tidak dapa tmelahirkan keturunan.
Kalau Pengadilan Agama sudah menerima permohonan izin poligami, kemudian
memeriksa berdasarkan Pasal 57 KHI :
a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi.
b. Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan maupun tulisan, apabila
persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan
sidang pengadilan.
c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-
anak, dengan memperlihatkan:
1) Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara
tempat bekerja, atau
2) Surat keterangan pajak penghasilan, atau
3) Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan.
Pasal 58 KHI
a. Selain syarat utama yang disebut dalam pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin dari
pengadilan agama, harus pula ditentukan syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yaitu
1) Adanya persetujuan Isteri.
2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan
anak-anak mereka.
3) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf B Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau
dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, peretujuan ini dipertegas
dengan persetujuan lisan isteri pada sidang di Pengadilan Agama.
4) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf A tidak diperlukan bagi seorang suami
apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak
dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-
isterinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat
penilaian Hakim.
Pasal 59 KHI
Dalam hal ini isteri tidak mau memberikan persetujuan dan permohonan izin untuk
beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat
(2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan
mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama dan terhadap penetapan
ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.
3.      Hikmah Poligami.
Mengenai hikmah diizinkannya poligami (dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku
adil) antara lain, adalah sebagai berikut :
a. Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan istri yang mandul
b. Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri
c. Untuk menyelamatkan suami yang hypersex dari perbuatan zina dan kerusakan akhlak
yang lain
d. Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal dan yang jumlah
wanitanya lebih banyak daripada kaum lelakinya.
4.      Hikmah dilarang nikah lebih dari empat orang.
Sesuai dengan dasar poligami yang terkandung dalam surat An-Nisa’ ayat 3. Maksud
berlaku adil di sini ialah perlakuan yang adil dalam meladeni misteri seperti pakaian, tempat,
giliran, dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Dan Islam memperbolehkan poligami dengan
syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan
Rasulullah SAW. Oleh karena itu, ayat ini membatasi poligami sampai 4 (empat) orang saja.
Dan demikian juga disebutkan dalam surat An-Nisa` ayat 129, Allah SWT berfirman:
ْ ُ‫ ْل ُم َعلَّقَ ِة َواِ ْن ت‬A‫ اَ ْن تَ ْع ِد لُوْ ا بَ ْينَ النِّ َسآ ِء َولَوْ َح َرصْ تُ ْم فَالَ تَ ِم ْيلُوْ ا ُك َّل ْال َمي ِْل فَتَ َذ رُوْ هَا َكا‬A‫َولَ ْن تَ ْستَ ِط ْيعُوْ آ‬
‫لِحُوْ ا‬A ‫ص‬ .e

.‫َوتَتَّقُوْ ا فَاِ َّن هَّللا َ َكانَ َغفُوْ رًا َّر ِح ْي ًما‬


Artinya:  Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-
katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Anda mungkin juga menyukai