Disusun Oleh
SEPTEMBER
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidyahnya
sehingga Kita dapat menyusun makalah ini dengan baik.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami berpegang teguh pada materi yang kami dapatkan dari
beberapa sumber buku. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
dengan dosen pembimbing Any Widyawati M.pd
Dalam hal ini kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan.
Dengan kerendahan hati dan keterbatasan ilmu, maka kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi tersempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
C. Kesulitan belajar.............................................................................................4
A. Kesimpulan......................................................................................................7
B. Saran.................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada dalam
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.
Dalam proses belajar itu terdapat berbagai tipe tipe belajar serta pembelajaran. Oleh karenanya,
pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manisfestasinya mutlak
diperluhkan oleh para pendidik.kekeliruan atau ketidak lengkapan persepsi mereka terhadap proses
belajar dan hal hal yang berkaitan denganya mungkin akan mengakibatkan kurang mutunya hasil
pembelajaran yang akan dicapai peserta didik.
Pada masa sekarang ini banyak sekali anak-anak mengalami kesulitan dalam belajar. Hal tersebut tidak
hanya dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan kurang saja. Hal tersebut juga dialami oleh siswa-
siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu, siswa yang berkemampuan rata-rata juga mengalami
kesulitan dalam belajar. Sedang yang namanya kesulitan belajar itu merupakan kondisi proses belajar
yang ditandai oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai kesuksesan.
B. Rumusan Masalah
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
Tipe adalah sesuatu yang dibedakan menurut sifat-sifat seperti arah, minat, perhatian, dan
perilaku yang menunjukkan pola-pola kelompok atau jenis-jenis.Selain itu, tipe juga merupakan
suatu khas individu yang dikelompokkan menjadi satu disebabkan mereka memiliki beberapa
sifat-sifat kepribadian.Belajar didefinisikan sebagai usaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berupa tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Belajar juga adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses kegiatan yang menimbulkan kelakuan baru atau merubah kelakuan lama, sehingga
seseorang lebih mampu memecahkan masalah dan menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi
yang dihadapi dalam hidupnya.Sedangkan pengertian tipe-tipe belajar yaitu suatu sifat khas yang
dimiliki setiap individu yang membedakan dengan individu lainnya dalam proses perubahan
tingkah laku sehingga seseorang memiliki kemampuan dalam hidupnya seperti kecakapan
intelektual, pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Karena setiap individu memiliki tipe atau sifat
yang berbeda-beda, maka belajar merupakan suatu kepastian bahwa dalam belajar setiap siswa
tentu memiliki tipe-tipe yang berbeda pula. Misalnya, setiap individu atau siswa berbeda satu
sama lain dalam tingkat kecerdasannya, minat, emosinya, serta pemikiran. Demikian pula dalam
belajarnya, ada yang lamban dan ada yang cepat, ada yang mampu belajar sendiri dan ada pula
yang berkelompok dan sebagainya, sehingga para ahli berpendapat bahwa setiap jenis belajar
merupakan suatu proses belajar tersendiri yang kekhususannya sendiri, yang membedakan dari
jenis belajar lain. Namun, semua jenis belajar itu merupakan suatu proses belajar yang
menunjukkan gejala-gejala yang terdapat pada semua proses belajar.
Setiap siswa memiliki tipe belajar yang berbeda satu sama lainnya. Dengan demikian,
sudah merupakan suatu kepastian bahwa tipe-tipe belajar itu bermacam-macam pula, para ahli
kebanyakan dari psikolog, membagi tipe-tipe belajar itu kedalam berbagai macam tipe :
tipe mendengarkan adalah tipe seorang siswa yang hanya dapat menerima informasi
dengan baik apabila ia mendengarkan secara langsung;
c) Tidak suka membaca dan umum memang bukan pembaca yang baik
karena tidak dapat membaca dengan baik apa yang baru saja dibacanya
2. Tipe penglihatan(visual)
tipe penglihatan adalah tipe seorang siswa yang dalam menerima pelajaran dengan baik
bila ia melihat secara langsung;
d) Tak suka bicara kelompok dan tak suka bicara orang lain. Terlihat pasif
dalam kegiatan diskusi .
g) Dapat duduk dengan tenang ditengah percakapan yang padat dan ramai
tanpa kesulitan
3. Tipe kinestetik
tipe kinestetik adalah tipe seorang siswa yang dapat menerima informasi dengan baik
bila ia melakukan sendiri secara langsung serta
Belajar tipe ini merupakan yang paling mendasar. Jadi, tidak ada persyaratan, belum
merupakan hierarki yang harus dilalui untuk menuju jenjang belajar yang paling tinggi.
Pembelajaran sinyal dapat diartikan sebagai pola penguasaan pola kerja paksa (tidak
sengaja dan tidak disadari interaksi). Dalam kaitannya dengan reaksi emosional. Kondisi
yang diperlukan untuk saat ini tipe belajar ini diberikan stimulus (sinyal) oleh serempak dan
perangsang-perangsang tertentu secara berulang kali. Belajar sinyal. Ini mirip dengan
pengkondisian menurut Pavlov yang timbul setelah mengalami pengalaman tertentu.
Respons yang timbul secara umum dan emosional yang timbul karena tidak sengaja dan tidak
dapat dikuasai. Contohnya adalah seorang guru yang memberikan referensi kepada muridnya
yang gaduh dengan bahasa tubuh yang diangkat kemudian diturunkan.
Jika tipe di atas digolongkan dalam jenis kondisi klasik, maka belajar 2 ini termasuk
ke dalam instrumen pembelajaran atau belajar dengan coba -coba (coba-coba). Proses
belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang Terkait dengan ini. Kondisi yang
diperlukan untuk melanjutkannya tipe ini adalah faktor informasi. Waktu antara stimulus
pertama dan berikutnya sangat penting. Contohnya adalah seorang guru memberikan
pertanyaan atau pertanyaan tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya.
Anggota guru bertanya kemudian menjawab murid.
Contohnya adalah membahas tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses dan
penyelesaian untuk mencapai pertemuan. Chaining Terjadi Bila terbentuk Hubungan ANTARA
beberapa SR, sebab Yang Terjadi Segera Penghasilan kena pajak Yang Satu Lagi. Jadi
berdasarkan hubungan conntiguity).
4) Tipe belajar Asosiasi Verbal (Asosiasi Verbal)
Tipe ini merupakan pembelajaran yang menghubungkan suatu kata dengan suatu objek
yang terdiri dari benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang
tepat. Contohnya adalah Membuat langkah kerja dari suatu praktik dengan bntuan alat atau objek
tertentu. Membuat prosedur dari praktik kayu.
Baik chaining maupun asosiasi verbal, yang kedua jenis belajar ini, menghubungkan satuan
ikatan SR yang satu dengan yang lain. Bentuk verbal asosiasi yang paling sederhana adalah jika
diperlihatkan itu, ia harus dapat mengatur untuk menentukan apa yang termasuk dan tidak
termasuk konsep itu. Proses belajar konsep menghabiskan waktu dan berlangsung berangsur-
angsur. suatu bentuk geometris, dan si anak dapat mengatakan "bujur sangkar", atau mengatakan
"itu bola saya", jika melihat bolanya. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk geometris
agar dapat mengenal `bujur sangkar 'sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal' bola ',`
saya', dan 'itu'. Hubungan itu terbentuk, bila tidak ada yang ada dalam urutan tertentu, yang
diambil satu lagi (conntiguity).
5) Tipe belajar Pembelajaran Diskriminasi (Belajar Diskriminasi)
Diskriminasi pembelajaran atau belajar membedakan. Tipe peserta ini mengikuti seleksi
dan menguji di antara perangsang atau sejumlah stimulus yang diterima, kemudian memilih
pola-pola respons yang dianggap paling sesuai. Kondisi Utama berlangsung Proses belajar
Penyanyi Adalah Anak didik Sudah mempunyai Pola Aturan melakukan chaining Dan asosiasi
Serta Pengalaman (Pola SR)
Pembelajaran konsep adalah belajar pengertian. Dengan mengacu pada ciri-ciri dari
sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia menciptakan suatu pengertian atau konsep. Syarat
utama yang diperlukan adalah menguasai kemahiran transisi dan proses kognitif sebelumnya.
Belajar konsep dapat dilakukan karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi
internal tentang dunia berdekatan dengan menggunakan bahasa. Manusia dapat dilakukan tanpa
batas berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia dapat
menggolongkan dunia melalui konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan
sebagainya. la dapat menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, seperti ayah, ibu,
paman, saudara, dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini,
kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, disampaikan dalam bentuk
yang abstrak. Misalnya kita dapat menyuruh peserta didik dengan perintah: “Ambilkan botol
yang di tengah! ” Untuk membahas suatu konsep, peserta didik harus membahas tentang
beberapa stimulus. Untuk
Belajar aturan belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada tingkat ini peserta
didik belajar diselenggarakan kombinasi konsep dengan menggunakan kaidah-kaidah logika
formal (induktif, dedukatif, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga
peserta didik dapat menemukan konklusi yang dapat diakses melalui “aturan“: prinsip , dalil,
aturan, hukum, kaidah, dan sebagainya.
Pemecahan masalah adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini para peserta
didik belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan tanggapan terhadap rangsangan
yang membahas atau memecahkan masalah, yang menggunakan berbagai kaidah yang telah
dikuasainya. Belajar memecahkan masalah yang sedang berlangsung sebagai berikut: Individu
yang dapat mengatasi masalah jika ia dihadapkan pada masalah dan keraguan Contohnya adalah
seorang guru memberikan masalah atau tantangan kepada siswa-siswanya untuk memancing otak
mereka mencari jawaban atau menggunakan masalah tersebut
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana anak didik tidak dapat belajar tentang masalah,
karena menyangkut tantangan, kesulitan atau kesulitan dalam belajar.
Setiap anak didik datang ke sekolah agar menjadi orang berilmu pengetahuan, sebagaian besar
waktu yang tersedia harus digunakan oleh anak untuk belajar, tidak mesti di sekolah, di rumah
pun harus ada waktu yang disediakan untuk keperluan belajar. Namun, terhindar dari kesulitan
dan kesulitan yang dialami anak didik tertentu. Meningkatkan kesulitan dalam belajar. Pada
tingkat tertentu memang ada anak yang bisa mengatasi kesulitan belajarnya, karena anak didik
belum mampu mengatasi kesulitan belajarnya, maka bantuan guru atau orang lain sangat
dibutuhkan oleh anak didik. Langkah-langkah dalam memecahkan masalah sebagai berikut :
Mengajukan hipotesis;
proses pembelajaran dengan baik dan hasilnya sesuai apa yang sudah dicantumkan dalam
rencana pembelajaran.
Disamping kedelapan tipe belajar di atas, ada pula tipe belajar lainnya yaitu
bertipe belajar kelompok dan bertipe belajar sendiri. Siswa tergolong bertipe
belajar sendiri, apabila ia mengulangi kembali apa yang telah ia pelajari di sekolah
setelah tiba di rumah atau di ruangan khusus yang jauh dari tempat-tempat keributan. Sedangkan
siswa yang
belajar kelompok akan lebih berhasil bila dibantu dengan suasana berkelompok dengan
sejumlah teman-temannya.
Dengan cara berkelompok, siswa juga dapat tolong-menolong seperti yang pandai
menolong yang kurang pandai, yang kurang bersemangat dapat dibantu oleh temannya yang lain.
C. Kesulita Belajar
Menurut Sunarta (dalam Budi, 2015) kesulitan belajar adalah kesulitan yang dialami
peserta didik dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan
perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang diperoleh sebagaimana
teman-teman kelasnya.
Menurut Haryanto (2010) kesulitan belajar adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan
remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan
kemampuan akademik yang seharusnya dicapai.
Kesulitan dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang sukar. Sedangkan belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bias
menjadi bias. Berdasarkan dua pengertian ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
adalah gangguan yang dialami seseorang terhadap proses belajar karena beberapa faktor yang
mempengaruhinya sehingga berakibat pada prestasi belajarnya. Kesulitan belajar juga dapat
diartikan sebagai keadaan di mana seseorang mengalami kesukaran dalam proses perubahan
tingkah laku yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bias menjadi bias. Kesulitan belajar juga
dapat ditandai ketika seseorang tidak dapat belajar sebagai mana semestinya, sulitnya seseorang
memahami materi pelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar terdiri dari dua macam yaitu:
1. Faktor internal adalah faktor kesulitan belajar yang berasal dari dalam diri siswa itu
sendiri. Faktor internal siswa meliputi gangguan atau ketidakmampuan psiko-fisik siswa,
yakni:
a. Yang bersifat kognitif (rana cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa.
Kognitif sangat mempengaruhi dalam proses belajar siswa. Seseorang yang
mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan mudah dalam memahami suatu
materi pelajaran. Sebaliknya, seseorang yang cenderung mempunyai tingkat
intelegensi yang rendah akan sedikit mengalami kesulitan untuk memahami
materi yang dipelajari.
b. Yang bersifat afektif (rana rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
Emosi dan sikap merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada
proses belajar siswa. Emosi berkaitan dengan kesadaran dan motifasi siswa dalam
mengikuti belajar. Jika kesadaran dan motifasi seseorang untuk belajar besar
maka siswa akan dapat dengan mudah mengikuti proses pembelajaran.
c. Yang bersifat psikomotor (rana karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
Jika alat-alat indera penglihatan dan pendengaran tidak berfungsi dengan
baik maka seseorang akan mengalami kesulitan selama proses pembelajaran
Selain itu, akan dibahas secara lebih jelas tentang faktor yang mempengaruhi
kesulitan belajar, yaitu dari kondisi fisiologo seseorang dan psikologinya.
1) Fisiologi
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. Seorang
anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan
secara fisik. Sehingga proses menerima pelajaran, memahami
pelajar tidak sempurna. Jika indera penglihatan, indera
pendengaran juga tidak berfungsi dengan baik, maka selama
proses belajar juga akan mengalami kesulitan. Karena selama
proses pembelajaran indera penglihatan dan pendengaran sudah
pasti sangat banyak difungsikan ketika belajar.
2) Psikologis
Faktor psikologi adalah perilaku yang berkenaan dengan kondisi
rohani seseorang. Sebagaiman kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu
yang termasuk dalam faktor psikologis ini adalah inteligensi yang
dimiliki oleh anak. Selain intelegensi, faktor psikologis yang dapat
menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah
bakat, minat, motifasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga
tipe anak dalam belajar.
2. Faktor eksternal adalah faktor kesulitan belajar yang berasal dari luar diri siswa.
Adapun faktor-faktor eksternalnya adalah sebagai berikut:
a. Sosial
Faktor sosial merupakan faktor yang disebabkan ketika seseorang berinteraksi
dengan seseorang lainnya. Faktor sosial tersebut bisa berasal dari orang tua,
teman, sahabat, guru, tetangga, serta orang-orang yang biasa kita ajak interaksi
dikehidupan sehari-hari kita.jika terdapat masalah ketika berinteraksi dengan
orang-orang tersebut, maka hal yang dapat mengganggu proses belajar kita karena
kita terfikir akan hal tersebut sehingga akan mengakibatkan kita mengalami
kesulitan belajar. Contohnya, jika seorang anak yang kedua orang tuanya akan
berpisah sehingga ketika di rumah kedua orang tuanya sering bertengkar dan hal
tersebut akan membuat si anak takut dan terfikirkan akan hal tersebut sehingga
oroses belajar anak tersebut dapat terganggu
b. Non-sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah
kesulitan belajar adalah perangkat infrastruktur di sekolah misalnya kondisi
gedung sekolah, RPP, silabus, kurikulum, alat belajar, dan sebagainya. Jika faktor
non-sosial tersebut tidak mendukung proses pembelajaran, maka siswa akan
mengalami kesulitan belajar.
Selain faktor-faktor umum diatas, terdapat juga faktor khusus yang menjadi faktor
kesuitan belajar seseorang, yaitu sindrom. Sindrom merupakan contoh dari
kesulitan belajar learning diabilities yaitu ketidakmampuan belajar siswa.
Sindrom yang berarti satuan gejala yang
muncul sebagai indicator adanya keabnormalan psikis (Reber, 1998) yang menimbulkan
kesulitan belajar itu. Beberapa sindrom tersebut yaitu:
Learning disabilities mengacu pada gejala dimana siswa tidak memiliki kemampuan
untuk belajar, sehinggah hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. Siswa yang
mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari
berbagai gejala.
Contoh: seseorang yang menderita sindrom-sindrom yaitu:
a. Disleksia (dyslexia), yakni ketidak mampuan membaca.
b. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidak mampuan belajar menulis.
c. Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Vallet (dalam Yulinda, 2010) terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada
anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar,
bukan kesulitan belajar khusus.
1. Suatu kegagalan yang berulang-ulang dan didapati semua itu membentuk pola kegagalan
sehingga berakibat hilangnya pengharapan untuk berhasil dan akhirnya tidak ada lagi
semangat untuk berusaha.
2. Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dalam proses belajar. Terdapat cacat
fisik maka orang tersebut akan kesulitan dalam proses belajar. Selain itu, jika indera
penglihatan dan pendengaran seseorang tidak berfungsi dengan baik, hal itu juga akan
menghambat proses belajar.
3. Kelainan motivasional kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya,
tidak ada reinforcement. Hal tersebut akan mengakibatkan motivasi seseorang akan
hilang sehingga minat belajarnya pun akan pudar bahwa siswa dapat berpindah pada
kegiatan lain yang mungkin dapat pada kegiatan kearah negative.
4. Kecemasan yang samar-samar atau ketakutan pada kegagalan berulang yang telah terjadi
sehingga membuuat siswa mengalami kegelisahan dalam dirinya yang akan
mengakibatkan ia melamun
5. Perilaku berubah-ubah, artinya tidak konsisten dengan dengan hasil belajarnya. Rapor
hasil belajar yang mengalami fluktuasi yang berarti semangat, motivasi, minat siswa
dalam belajar juga masih cenderung naik turun. Hal inilah yang merupakan kesulitan
sebenarnya yang dialami siswa artinya dia tidak bisa menstabilkan motivasinya dalam
belajar.
6. Penilaian yang keliru terhadap siswa dengan data tidak lengkap merupakan kesulitan juga
bagi siswa, dengan diberikannya label yang tidak sesuai dengan dirinya, siswa akan ikut
terarus dalam pelabelan tersebut sehingga dalam proses belajar ia mengalami kesulitan.
7. Pendidikan dan pola suh yang didapat tidak memadai seperti mutu, pengalaman,
pengetahuan, sikap yang tidak dapat disesuaikan dengan system pendidikan yang
diterapkan.
Beberapa perilaku yang merupakan akibat gejala kesulitan belajar, antara lain:
a. Menunjukan hasil belajar yang rendah di bawah potensi yang dimilikinya.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal
dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
d. Menujukan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura dusta dan sebagainya.
e. Menunjukan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung, mudah
tersinggung, pemarah atau kurang tidak gembira dalam menghadapi situasi
tertentu.
E.Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
Secara garis besar, lankah-langkah yang perlu dilewati dalam kerangka upaya
mengatas kesulitan belajar anak didik, dapat dilakukan melalui 6 (gulungan)
yaitu:
1. Pengumpulan Data
Kunjungan rumah.
Daftar pribadi.
2. Mengolah Data
Data yang telah terkumpul tidak akan ada jika tidak diolah dengan cermat.
Langkah yang dapat diambil dalam rangka Memproses data adalah sebagai
berikut:
a) Identifikasi kasus.
d) Menarik kesimpulan.
3. Diagnosis
Diagnosis merupakan keputusan (keputusan) tentang hasil dari pengolahan
data. Diagnosis dapat terdiri dari hal-hal sebagai berikut:
4. Prognosis
5. Evaluasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola belajar peserta didik adalah modal bagai seorang guru untuk menentukan
strategi pembelajaran. Robert M. Gagne (1979) membedakan pola-pola belajar peserta
didik ke dalam delapan tipe, yang terdiri dari Signal Learning (Belajar Isyarat), Stimulus-
Respons Learning (Belajar Stimulus-respon), Chaining (Rantai atau Rangkaian), Verbal
Association (Asosiasi Verbal), Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi), Concept
Learning (Belajar Konsep), Rule Learning (Belajar Aturan), Problem Solving
(Pemecahan Masalah).
Belajar dapat menentukan suatu perubahan tingkah laku yang relatif diselesaikan
sebagai reaksi yang melibatkan percakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau
pemahaman yang terkait dengan stimulus yang terdiri dari latihan atau pengalaman yang
berulang-ulang.
B. Saran
Kesulitan siswa dalam belajar merupakan hal yang sering ditemui oleh para
pendidik, terutama guru. Dalam hal ini pendidik di sekolah dan orang tua di rumah
dituntut untuk memahami jenis masalah yang dipahami oleh siswa atau anak. Dengan
mempertimbangkan jenis masalah, diharapkan pendidik mampu memberikan solusi
penanggulangan yang sesuai dengan masalah yang diajukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar: Edisi Revisi,(Jakarta: Rineka Cipta,
2008).
Slameto, dkk. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1995)
http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JII/article/download/612/515
https://eprints.uny.ac.id/9124/3/bab%202%20-04513241025.pdf
http://www.pendidikanekonomi.com/2015/04/pengertian-kesulitan-belajar-dan-faktor.html?m=1