Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH BENTUK KELOPAK BUNGA UTUH TEH ROSELLA DI DALAM KEMASAN

CELUP TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN DAN VOLUME PENJUALAN TEH


ROSELLA DI UKM NAQ CO FACTORY GRESIK JAWA TIMUR

Dwi Sembe Sigita


Universitas Mayor Jendral Sungkono
Fakultas Manajemen Ekonomi

Abstrak.

Pendahuluan.

Di Indonesia khususnya di wilayah gresik tingkat pengusaha industry rumah itu masih
tergolong kecil terutama produksi hasil pertanian baik biji-bijian, bunga, sayuran dan lain
-lainnya. Pengolahan bunga rosella di gresik sudah dilakukan beberapa pengusaha kecil tetapi
semua masih dalam bentuk serbuk adapun yang dalam bentuk utuh dengan tamapilan kelopak
bunga rosella utuh hanya di lakukan industry rumah NAQ CO FACTORY. Gresik adalah salah
satu kota padat industri di wilayah jawa timur tetapi terbalik dengan jumlah pengusaha home
indutri yang masih sangat minim, ini artinya para pemilik saham perusahaan yang ada di kota
Gresik rata-rata adalah para pendatang. Teh rosela banyak di jadikan menu minuman segar di
café dan warung-warung yang ada di Gresik dengan kisaran harga yang sama dengan minuman
es jeruk. Dengan dilakukan pengemasan bunga rosella ini maka akan mengangkat harga dari
produk itu sendiri.

Rosella sendiri di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1992 dengan nama latinya
hibiscus sabdariffa lin dan dalam kenyataanya di Indonesia sendiri memiliki banyak nama sesuai
dengan daerahnya masing-masing seperti asam kumbang, asam susur, asam paya (kbbi.web.id).
Selain sebagai minuman segar rosella juga memiliki banyak fungsi bagi kesehatan tubuh dan ini
sudah terbukti dari uji lab kesehatan. Pemberian ekstrak kelopak rosela yang mengandung 9,6
miligram anthocyanin setiap hari selama 4 minggu, mampu menurunkan tekanan darah yang
hampir sama dengan pemberian captopril 50 mg/hari. Rosela terstandar tersebut dibuat dari 10
gram kelopak kering dan 0,52 liter air (Herrera-Arellano, 2004).
Dari semua jenis bunga rosella yang di pakai untuk produk teh celup ini adalah yang
brejenis warna ungu dengan kualitas lebih bagus dan harga lebih mahal sedikit dari yang
berwarna merah. Terdapat penurunan tekanan darah sistolik sebesar 11,2 % dan tekanan
diastolik sebesar 10,7% setelah diberi terapi teh rosela selama 12 hari pada 31
penderita hipertensi sedang (Haji Faraji, 1999).

Rosela,[1][2] asam kumbang, asam susur,[3] asam paya atau rosella (Hibiscus sabdariffa)


adalah spesies bunga yang berasal dari benua Afrika. Mulanya bunga yang juga cantik untuk
dijadikan penghias halaman rumah itu diseduh sebagai minuman hangat di musim dingin dan
minuman dingin di musim panas. Di negeri asalnya, Afrika, rosela dijadikan selai atau jeli. Itu
diperoleh dari serat yang terkandung dalam kelopak rosela, sementara di Jamaika, dibuat salad
buah yang dimakan mentah. Adakalanya juga dimakan dengan kacang tumbuk atau direbus
sebagai pengisi kue sesudah dimasak dengan gula. Di Mesir, rosela diminum dingin pada musim
panas dan diminum panas saat musim dingin. Di Sudan, menjadi minuman keseharian dengan
campuran garam, merica, dan tetes tebu. Minuman itu juga menghilangkan efek mabuk dan
mencegah batuk. Tak jarang, rosela juga dimanfaatkan untuk diet, penderita batuk,
atau diabetes gunakan gula rendah kalori seperti gula jagung. Selain itu, bubuk biji bunga rosela
juga dapat dijadikan campuran minuman kopi.

Daftar isi

 1Penamaan
 2Produksi
 3Khasiat
o 3.1Sebagai Terapi Hipertensi
o 3.2Asam Urat dan Kesehatan Ginjal
o 3.3Khasiat Lebih jauh
 4Pengolahan dan Pemanfaatan
o 4.1Teh
o 4.2Selai
o 4.3Sayuran
o 4.4Obat
o 4.5Tepung Non Terigu
 5Fitokimia (senyawa pada tumbuhan)
 6Galeri
 7Penjelasan lebih lanjut
 8Referensi
 9Pranala luar

Penamaan[sunting | sunting sumber]
Artikel ini mengandung karakter Asia
Timur (Hanzi, Kanji, Katakana, Hiragana, Hangeul
, Hanja dan Chu Nom).
Tanpa sokongan karakter multibahasa, Anda mungkin
melihat tanda tanya, kotak, atau lambang selain dari
karakter yang dimaksud.

Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama rosela atau rosella sedangkan di Australia,


rosela ini dikenal sebagai rosella atau buah rosella (rosella fruit). Di belahan dunia lain rosela
dikenal dengan cannabinus hibiscus juga dikenal
sebagai meśta / meshta di India, Tengamora di Assam, Gongura dalam
bahasa Telugu, Pundi di Kannada, LalChatni atau Kutrum di Mithila, Mathipuli di Kerala, dagu
baung di Myanmar, krajeab (กระเจี๊ ยบ) di Thailand, bissap di Senegal, Guinea
Bissau, Mali, Burkina Faso, Ghana, Benin, Niger, Kongo dan Perancis, dah atau dah bleni di
bagian lain dari Mali, wonjo di Gambia, zobo di barat Nigeria, Zoborodo di Nigeria
Utara, Chaye-Torosh di Iran, karkade (‫ )كركديه‬oleh bangsa Arab seperti di Mesir, Arab Saudi,
dan Sudan, omutete di Namibia, sorrel di Karibia dan di Amerika Latin, Flor de
Jamaica di Meksiko, Saril di Panama, rosela, rosella, roselle, asam paya atau asam
susur di Malaysia[3]. Bangsa Cina menyebutnya dengan 洛神花 (Luo Shen Hua).
Di Zambia dalam bahasa ciBemba tanaman disebut lumanda, katolo dalam bahasa kiKaonde,
atau Wusi dalam bahasa chiLunda.

Produksi[sunting | sunting sumber]
Cina dan Thailand merupakan produsen terbesar yang mengendalikan sebagian dari pasokan
dunia[4]. Thailand berani berinvestasi dalam memproduksi rosela dan produk rosela mereka
adalah termasuk ke dalam produk yang berkualitas unggul. Sedangkan produk rosela di China
tampaknya agak kurang unggul, kurang terkontrol, kurang handal dan terpercaya dibandingkan
dengan Thailand[4]. Namun produksi rosela terbaik berasal dari Sudan, tetapi dengan kuantitas
yang masih rendah dan pengolahan produk yang buruk menghambat kualitas sehingga masih
kurang maksimal. Rosela juga diproduksi secara umum
di Meksiko, Mesir, Senegal, Tanzania, Mali dan Jamaika yang juga termasuk dalam pemasok
penting, tetapi akan tetapi produksi tersebut masih dikonsumsi oleh penduduk dalam negeri.[4]
Di anak benua India khususnya di wilayah Delta Sungai Gangga, rosela banyak dibudidayakan
sebagai serat nabati. Rosela oleh masyarakat lokal disebut Meśta di wilayah tersebut
(atau meshta, karakter 'ś' menunjukkan suara sh/sy seperti pada kata she dalam bahasa Inggris
dan syukur dalam bahasa Indonesia). Sebagian besar produksi serat yang dihasilkan dari rosella
dikonsumsi secara lokal. Namun serat (serta stek atau puntung) dari tanaman rosella memiliki
permintaan besar di berbagai serat alami dalam dunia industri.
Rosela atau asam paya[3] merupakan tanaman yang relatif baru dalam dunia industri di Malaysia.
Rosela diperkenalkan pada awal 1990-an dan penanaman komersial pertama kali dipromosikan
pada tahun 1993 oleh Departemen Pertanian di Terengganu. Areal yang ditanami adalah sekitar
12,8 ha (30 hektaree) pada tahun 1993, tetapi dapat terus meningkat menjadi 506 ha pada (1.000
hektaree) pada tahun 2000. Areal yang ditanami sekarang kurang dari 150 ha (400 hektare) per
tahun, di Malaysia umumnya rosela ditanam dengan dua varietas utama. Terengganu adalah
wilayah yang pertama dan dipersiapkan untuk menjadi produsen terbesar di Malaysia, tetapi
produksi rosela sekarang telah menyebar ke wilayah-wilayah lain di Malaysia. Walaupun luas
lahan semakin berkurang selama satu dekade terakhir atau lebih, rosela menjadi semakin dikenal
oleh masyarakat luas sebagai minuman kesehatan yang penting di Malaysia. Untuk sebagian
kecil, rosela juga diolah menjadi acar manis, jeli dan juga selai.

Khasiat[sunting | sunting sumber]
Khasiat rosela antara lain untuk menurunkan asam urat, Hipertensi, Diabetes mellitus,
memperbaiki metabolisme tubuh, melangsingkan Tubuh, menghambat sel kanker,
mencegah sariawan dan panas dalam, menambah vitalitas, meredakan batuk,
mencegah flu, antioksidan, antihipertensi, antikanker, antidepresi, antibiotik, aprodisiak, diuretik
(peluruh kencing), sedatif, tonik, dan menurunkan absorpsi alkohol.
Pemanfaatan kelopak bunga Rosela sudah dikenal dan diteliti baik oleh pakar kesehatan modern
maupun pakar kesehatan tradisional di berbagai negara di dunia. Kelopak bunga tersebut
diketahui mengandung zat-zat penting yang diperlukan oleh tubuh, seperti vitamin C, vitamin A,
protein esensial, kalsium, dan 18 jenis asam amino, termasuk arginina dan legnin yang berperan
dalam proses peremajaan sel tubuh.
Secara tradisional, ekstrak kelopak rosela berkhasiat sebagai antibiotik, aprodisiak
(meningkatkan gairah seksual), diuretik (melancarkan buang air kecil), pelarut, sedativ
(penenang), dan tonik. Sebuah penelitian yang dilakukan ilmuwan Chung San Medical
University di Taiwan, Chau-Jong Wang, konsumsi rosela digunakan sebagai salah satu cara baru
untuk mengurangi risiko penyakit jantung. Flora ini terbukti secara klinis mampu mengurangi
jumlah plak yang menempel pada dinding pembuluh darah. Tidak hanya itu, rosela juga
memiliki potensi untuk mengurangi kadar kolesterol jahat yang disebut LDL dan lemak dalam
tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa rosela juga bermanfaat terhadap penurunan tekanan darah
pada penderita hipertensi (tekanan darah tinggi), membantu program diet bagi penderita
kegemukan (obesitas), melancarkan peredaran darah, menurunkan demam umum, melancarkan
dahak bagi batuk berdahak, dan dapat dimanfaatkan untuk melancarkan buang air besar.
Ditinjau menurut sudut pandang medis modern (kedokteran), mengonsumsi olahan kelopak
bunga rosela secara teratur menunjukkan kesetaraan hasil dengan pengobatan modern
(farmakologis) pada beberapa penyakit berikut ini:
Sebagai Terapi Hipertensi[sunting | sunting sumber]
Pemberian ekstrak kelopak rosela yang mengandung 9,6 miligram anthocyanin setiap hari
selama 4 minggu, mampu menurunkan tekanan darah yang hampir sama dengan
pemberian captopril 50 mg/hari. Rosela terstandar tersebut dibuat dari 10 gram kelopak kering
dan 0,52 liter air (Herrera-Arellano, 2004). Terdapat penurunan tekanan darah sistolik sebesar
11,2 % dan tekanan diastolik sebesar 10,7% setelah diberi terapi teh rosela selama 12 hari pada
31 penderita hipertensi sedang (Haji Faraji, 1999).
Asam Urat dan Kesehatan Ginjal[sunting | sunting sumber]
Tingginya kadar asam urat, kalsium dan natrium dalam darah secara mekanisme normal tubuh
akan dikurangi dengan membuang kelebihan unsur tersebut melalui ginjal. Jika kondisi demikian
dibiarkan berlangsung lama akan memberatkan kerja ginjal sebagai penyaring darah dalam
tubuh. Kondisi ini dapat memicu kesakitan pada ginjal. Dengan mengonsumsi rosela, ditemukan
penurunan kreatinin, asam urat, sitrat, tartrat, kalsium, natrium, dan fosfat dalam urin pada 36
pria yang mengonsumsi jus rosela sebanyak 16-24 g/dl/hari (Kirdpon, 1994).
Khasiat Lebih jauh[sunting | sunting sumber]
Rosela diketahui memiliki kandungan senyawa fenolik yang berfungsi
sebagai antioksidan sebanyak 23,10 mg dalam setiap gram bobot kering kelopak rosela.
Sejumlah antioksidan yang dikandung rosela tersebut memiliki aktivitas 4 kali lebih tinggi
dibanding bubuk kumis kucing. Penelitian yang dilakukan oleh Ir Didah Nur Faridah MSi,
periset Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, menunjukkan bahwa
kandungan antioksidan yang dimiliki oleh kelopak rosela terdiri atas senyawa gossipetin,
antosianin, dan glukosida hibiscin yang mampu memberikan perlindungan terhadap berbagai
penyakit degeneratif (akibat proses penuaan) seperti jantung koroner, kanker, diabetes melitus,
dan katarak.
Peneliti Faculty of Agriculture, Kagoshima University, De-Xing Hou menemukan adanya
kandungan delphinidin 3-sambubioside dan cyanidin 3-sambubioside, antosianin pada rosela
yang ampuh mengatasi kanker darah alias leukeimia. Cara kerjanya adalah dengan menghambat
terjadinya kehilangan membran mitokondrial dan pelepasan sitokrom dari mitokondria ke
sitosol. Jika molekul mengandung elektron seperti guanin DNA terserang, kesalahan
replikasi DNA mudah terjadi. Kerusakan DNA memicu oksidasi LDL, kolesterol, dan lipid yang
berujung pada penyakit ganas seperti kanker dan jantung koroner. Namun, antioksidan yang
dikandung rosela meredam aksi radikal bebas yang menyerang molekul tubuh yang mengandung
elektron. Secara singkat, adanya mekanisme tersebut menjelaskan bagaimana antioksidan yang
terdapat dalam kelopak rosela menghambat pertumbuhan sel kanker dan kejadian penyakit
jantung koroner.
Selain hal-hal yang dikemukakan di atas, rosela juga terbukti dapat menurunkan kadar
trigliserida dan LDL-kolesterol dalam darah. Penelitian terhadap efek kerabat bunga sepatu itu
terhadap kegemukan juga dilakukan oleh Sayago-Ayerdi SG dari Department of Nutrition,
Universidad Complutense de Madrid, Spanyol. Menurut Sayago rosela mengandung 33,9% serat
larut yang membantu meluruhkan lemak. Kendati demikian,kadar keasaman (pH) seduhan rosela
mencapai 3,14 sehingga perlu diwaspadai reaksi lambung untuk pengidap maag, karena
kemungkinan memiliki efek merugikan.

Pengolahan dan Pemanfaatan[sunting | sunting sumber]


Minuman yang terbuat dari bunga rosela
Kesalahan dalam pengolahan dan penyimpanan akan berpengaruh terhadap efektivitas
kandungan zat dalam rosela. Tentu saja hal tersebut mampu menurunkan kemanfaatan terhadap
tubuh dan efek dari mengonsumsi rosela seperti yang kita harapkan tidak muncul. Kerusakan
yang berdampak pada hilangnya manfaat kandungan zat aktif dalam rosela sebenarnya sangat
mudah untuk dikenali. Rosela yang telah hilang kemanfaatannya dikenali melalui warna dari
seduhan kelopak rosela. Tidak adanya warna merah anggur khas rosela dalam seduhannya
menunjukkan antosianin (zat aktif dalam rosela, red.) telah terdegradasi dan khasiatnya pun
sudah tidak ada lagi. Hal ini terjadi pada hasil olahan rosela yang berbentuk sirup dalam botol
kaca bening yang terkena sinar matahari langsung.
Teh[sunting | sunting sumber]
Untuk mendapatkan khasiat terbaik dalam kelopak rosela sebenarnya tidak sulit. Untuk
mendapatkan teh rosela, bunga yang sudah dipetik, dijemur di bawah terik matahari selama 1-2
hari agar memudahkan pemisahan lidah kelopak dengan bijinya. Kemudian cuci air bersih dan
jemur kembali selama 3-5 hari. Remas kelopaknya, jika mudah menjadi bubuk artinya kadar air
telah mencapai 4-5%. Seduh 2-3 g teh rosela dengan air mendidih hingga larut dan air berubah
menjadi kemerahan. Untuk diet, penderita batuk, atau diabetes gunakan gula rendah kalori
seperti gula jagung. Atau setelah dipisahkan dari bijinya, bunga segar rosela yang telah dicuci
dapat langsung diseduh dengan air panas.
Di Afrika, khususnya di Sahel, rosela umumnya digunakan untuk membuat teh manis herbal
yang biasa dijual di jalanan. Bunga-bunga kering dapat ditemukan di pasar-pasar setempat. Teh
Rosella juga cukup mudah dijumpai di Italia, di mana tanaman ini menyebar pada dekade
pertama abad ke-20 sebagai produk khas dari koloni Italia. Di Trinidad dan Tobago di mana
banyak diproduksi bir, di sini memproduksi Shandy Sorrel yaitu minuman teh dikombinasikan
dengan bir.
Di Thailand, Rosella diminum sebagai teh, diyakini juga mengurangi kolesterol. Hal ini juga
dapat dibuat menjadi anggur, rosella biasanya ditemukan dalam teh herbal yang dijual di
pasaran, khususnya teh yang diiklankan sebagai berry-flavored, karena rosella bisa memberikan
warna merah cerah untuk makanan dan minuman.
Selai[sunting | sunting sumber]
Di Afrika, rosela dijadikan selai atau jeli. Itu diperoleh dari serat yang terkandung dalam kelopak
rosela. Rosela juga bisa dibuat salad buah yang dimakan mentah. Dapat juga dikonsumsi dengan
kacang tumbuk atau direbus sebagai pengisi kue sesudah dimasak dengan gula. Kerap bisap-
sebutan rosela di Senegal disuguhkan sebagai minuman tradisional saat natal. Caranya, kelopak
rosela dicampur irisan jahe dan gula lalu ditaruh pada teko tembikar. Setelah itu dididihkan dan
diamkan semalam. Disajikan dengan menambahkan es dan rum, ‘Jus’ itu berasa, beraroma, dan
berwarna mirip minuman anggur.
Sayuran[sunting | sunting sumber]
Dalam masakan Andhra [5], cannabinus Hibiscus atau rosella disebut dengan
nama Gongura yang secara luas digunakan sebagai masakan. Daun rosella diolah dengan cara
dikukus bersama dengan lentil [6] dan dikonsumsi sebagai Dal [7] atau bubur. Masakan tersebut
juga dicampur dengan rempah-rempah dan dibuat menjadi Pacchadi.
Obat[sunting | sunting sumber]
Banyak bagian dari tanaman juga diklaim memiliki nilai herbal dalam hal obat-obatan. Mereka
telah digunakan untuk tujuan pengobatan seperti Meksiko melalui Afrika, dan juga dari India
hingga menyebar ke Thailand. Rosella dikaitkan dengan obat tradisional dan dipercaya bisa
mengobati beberapa penyakit seperti hipertensi dan infeksi saluran kemih.
Tepung Non Terigu[sunting | sunting sumber]
Kelopak Bunga Rosela dapat dijadikan tepung non terigu dengan bantuan sinar matahari selama
4 hari.[butuh rujukan]

Fitokimia (senyawa pada tumbuhan)[sunting | sunting sumber]


Tanaman ini mengandung antosianin, asam protosatekuat, asam askorbat, ekstrak saliks,
[8]
 glikosida cardiac, flavonoid, saponin, alkaloid, sardenoleda,[9] anthocyanins delphinidin-3-O-
sambubioside, cyanidin-3-O-sambubioside,[10] Rosella kering mengandung flavonoid
gossypetin, hibiscetine dan sabdaretine. Pigmen utama yang sebelumnya dilaporkan
sebagai hibiscin telah diidentifikasi sebagai daphniphylline. Sejumlah
kecil myrtillin (delphinidin 3-monoglucoside), Chrysanthenin (cyanidin 3-monoglucoside),
dan delphinidin juga terdapat pada tanaman ini.

Galeri[sunting | sunting sumber]

Rosella Trengganu yang popular ditanam di tanah Melayu.


 

Dua varietas rosella yang biasa ditanam di tanah Melayu.


 

Rosella kering yang biasa dipakai untuk minuman.


 

Manisan yang terbuat dari rosella.


 

Variasi warna dari bunga rosella (suatu spesies tetraploid).


 

Struktur bunga rosella.


 

Pemisahan biji dari bunga rosella dengan menggunakan alat


sederhana.
 


Beberapa jenis rosella yang dikembangkan melalui UKM.

Penjelasan lebih lanjut[sunting | sunting sumber]

 Chau, J. W.; Jin, M. W.; Wea, L. L.; Chia, Y. C.; Fen, P. C.;
Tsui, H. T. (2000). "Protective effect of Hibiscus anthocyanins
against tert-butyl hydroperoxide-induced hepatic toxicity in
rats". Food and Chemical Toxicology. 38 (5): 411–
416. doi:10.1016/S0278-6915(00)00011-9. PMID 10762726.
 Mohamad, O., Mohd. Nazir, B., Abdul Rahman, M. and Herman,
S. (2002). Roselle: A new crop in Malaysia. Buletin PGM Dec
2002, p. 12-13.
 Mohamad, O., Mohd. Nazir, B., Azhar, M., Gandhi, R.,
Shamsudin, S., Arbayana, A., Mohammad Feroz, K., Liew, S. K.,
Sam, C. W., Nooreliza, C. E. and Herman, S. (2002). Roselle
improvement through conventional and mutation breeding. Proc.
Intern. Nuclear Conf. 2002, 15-18 Oct 2002, Kuala Lumpur. 19
pp.
 Mohamad, O., Ramadan, G., Herman, S., Halimaton Saadiah, O.,
Noor Baiti, A. A., Ahmad Bachtiar, B., Aminah, A., Mamot, S.,
and Jalifah, A. L. (2008). A promising mutant line for roselle
industry in Malaysia. FAO Plant Breeding News, Edition 195.
Available
at http://www.fao.org/ag/AGp/agpc/doc/services/pbn/pbn-
195.htm
 Pau, L. T.; Salmah, Y.; Suhaila, M. (2002). "Antioxidative
properties of roselle (Hibiscus sabdariffa L.) in linoleic acid
model system". Nutrition & Food Science. 32 (1): 17–
20. doi:10.1108/00346650210413951.
 Vaidya, K. R. (2000). "Natural cross-pollination in
roselle, Hibiscus sabdariffa L. (Malvaceae)". Genetics and
Molecular Biology. 23 (3): 667–669.

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanaman ini


disebut dengan ROSELA.
2. ^ "Arti kata rosela - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Online". kbbi.web.id. Diakses tanggal 2019-07-31.
3. ^ a b c rosela dalam perbincangan bahasa Melayu,
pencarian google, diakses 2011-11-17
4. ^ a b c "Home | Inpho | Food and Agriculture Organization of
the United Nations". www.fao.org. Diakses tanggal 2019-07-
31.
5. ^ Salah satu masakan tradisional di India
6. ^ Salah satu tanaman di Asia Selatan.
7. ^ Sejenis bubur di India dan sekitarnya.
8. ^ (Inggris) "Phytochemical, pharmacological and
toxicological aspects of Hibiscus sabdariffa L.: a
review". Department of Veterinary Medicine, Al-Gaseem
University; Ali BH, Al Wabel N, Blunden G. Diakses
tanggal 2010-12-10.
9. ^ (Inggris) "Cytotoxicity and antibacterial activity of
Methanolic extract of Hibiscus
sabdariffa" (PDF). Department of Biochemistry, Federal
University of Technology; Olaleye, Mary Tolulope. Diakses
tanggal 2010-12-10.
10. ^ (Inggris) "Inhibition of angiotensin convertin enzyme
(ACE) activity by the anthocyanins delphinidin- and
cyanidin-3-O-sambubiosides from Hibiscus
sabdariffa". Centro de Investigaciones Químicas,
Universidad Autónoma del Estado de Morelos; Ojeda D,
Jiménez-Ferrer E, Zamilpa A, Herrera-Arellano A,
Tortoriello J, Alvarez L. Diakses tanggal 2010-12-10.

Anda mungkin juga menyukai