Anda di halaman 1dari 9

PATOFISIOLOGI

DEGENERASI DAN NEKROSIS SEL


DOSEN PENGAMPU: YUNI KURNIAWATY, S. KEP., M. SI., NERS

OLEH:

ARNOLDUS HERO SAPUTRA (201701003)


BERTYLA IRENE DA SILVA (201701005)
KATARINA ATIKA ROSARI (201701015)
KIKI EGA SUSILO (201701016)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK
ST. VINCENTIUS A PAULO SURABAYA
2018
DEGENERATIF DAN NEKROSIS SEL

Degenerasi Dan Infiltrasi

Degenerasi merupakan tipe kerusakan sel yang nonletal (tidak membawa


kematian) dan umumnya terjadi di dalam sitoplasma serta tidak memengaruhi
nukleus. Perubahan degeneratif cenderung melibatkan sitoplasma sel. Biasanya
degeneresi mengenai organ dengan sel-sel yang aktif sehinga metabolik seperti
hati, jantung, ginjal,dan di sebabkan oleh permasalahan berikut ini.

1. Peningkatan jumlah air didalam sel atau pembengkakan selurel


2. Inflamasi lemak
3. Atrofi
4. Autofagositosis
5. Perubahan pigmen
6. Kalsifikasi
7. Infiltrasi hialin
8. Hipertrofi
9. Displasia
10. Hiperplasia

Saat perubahan dalam sel bisa dikenali, maka perawat kesehatan yang
tepat dapat memperlambat proses degenerasi dan mencegah kematian sel.
Mikroskop elektron dapat membantu mengenali perubahan seluler dan dengan
demikian diagnosis penyakit bisa dikerjakan sebelum pasien mengeluhkan
gejalanya hanya sayangnya, banyak perubahan sel terjadi tampak dapat dikenali
meskipun pemeriksaan dengan mikroskop telah dilakukan. Pernyataan ini
membuat deteksi dini penyakit tidak mungkin dilakukan, contoh berubahan
degeneratif yang reversibel adalah dipasia serviks. Contoh perubahan degeneratif
yang irevesible meliputi penyakit huntington dan amiotrofik lateral sklerosis.

Infiltrasi di awali gangguan sistemik (perubahan metabolisme)


menghasilkan metabolit berlebih yang menimbulkan jejas pada sel tersebut.
Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang sifatnya sitemik dan kemudian mengenai
sel-sel yang semula sehat akibat adanya metabolit-metabolit yang menumpuk
dalam jumlah berlebihan. Karena itu perubahan yang awal adalah ditemukannya
metabolit-metabolit di dalam sel. Benda-benda ini kemudian merusak struktur sel.

Jadi degenerasi terjadi akibat jejas sel, kemduain baru timbul perubahan
metabolisme, sedangkan infiltrasi mencerminakn adanya perubahan metabolisme
yang diikuti oleh jejas seluler. Degenerasi dan infiltrasi dapat terjadi akibat
gangguan yang bersifat biokimiawi atau biomekuler.

Bentuk Perubahan Degenerasi Sel

1. Pembengkakan keruh (cloudy swelling) atau pembengakakan selular.

Penimbunan air di dalam yang terkena cedera menyebabkan


hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel.

Gambaran makroskopis: sel-sel memiliki gambaran setengah


matang dan sel-sel yang terkena secara mikroskopis sitoplasmanya terlihat
granular. Bila air tertimbun dalam sitoplasma, organel sitoplasma
menyerap air ini dan terjadi pembengakakan mitokondria, pembesaran
retikulum endoplasma, dll.

2. Perubahan hidrofik.

Perubahan vakuolar sebagian organel sitoplasma, seperti retikulum


endoplasma dapat diubah menjadi kantong-kantong yang berisi air.

3. Perbahan berlemak/steatosis/infiltrasi lemak.

Penimbunan lipid intraselular di dalam sel-sel yang terkena,


biiasanya terjadi pada ginjal, otot jantung, dan khususnya hati.

Secara mikroskopis: sitoplasma dari sel-sel yang terkena tampak


bervakuola dengan cara yang sama pada perubahan hidrofilik tetapi isi
vakuola bukan air tetapi lipid.
Secara makroskopis: pembengkakan jaringan, penambahna berat
badan pada organ-organ yang terkena dan sering terlihat silinder berwarna
kekuningan yang jelas pada jaringan akibat adanya kandungan lipid.

Kematian sel

Seperti halnya penyakit, kematian sel dapat disebabkan oleh faktor-faktor


intriksisk yang membatasi rentang usia sel atau oleh faktor-faktor ekstrinsik
(eksternal) yang turut menyebabkan kerusakan dan penuaan sel. Kalau terdapat
stresor yang berat atau yang berkepanjangan, sel tidak lagi mampu beradaptasi
dan kematian sel akan terjadi

Kematian sel atau nekrosis dapat bermanifestasi dengan berbagai cara menurut
jaringan atau organ yang terkena.

a. Apoptosis merupakan kematian sel yang sudah diprogram secara genetik.


Apoptosis merupakan penyebab pergantian sel yang terjadi secara terus-
menerus didalam lapisan keratin luar pada kulit dan lensa mata
b. Nekrosis likuefaksi terjadi ketika enzim lisis (lyticenzyme) mencairkan
sel-sel yang nekrotin. Tipe nekrosis ini sering ditemukan didalam otak
yang dapat mengandung enzim-enzim lisis.
c. Nekrsis kaseosa, sel-sel yang nekrotik akan terurai tetapi masih ada
bagian-bagian sel yan masih tidak tercena selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun. Tipe jaringan nekrotik diberinama kaseosa karena sifatnya
yang rapuh seperti keju ( kaseus ). Nekrosis kaseosa juga terjadi pada
tubrekulosis paru.
d. Nekrosis lemak, enzim-enzim yang bernama lipase memecah trigiselrida
intrasel menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini akan berikatan
dengan ion natrium, magnesium, atau kalsium sehinga terbentuk sabun.
Jaringan yanng mengalami nekrosis lemak akan berwarna opaq dan putih
seperti kapur
e. Nekrosis koagulatif umumnya terjadi ketika pasokan darah pada organ
apapun (kecuali otak) terganggu tipe nekrosis ini secara khas mengenai
ginjal, jantung dan kelenjar ardenal. Aktifitas enzim lisis (lisosom)
didalam sel akan dihambat sehinga sel-sel yang nekrotik tetep
mempertahankan bentuknya, paling tidak untuk sementara waktu.
f. Nekrosis gangrenosa suatu bentuk nerosis koagulatif yang secara khas
terjadi karena kekurangan aliran darah diperburuk dengan komplikasi
invasi dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Tipe nikrosis ini umum
nya terjadi pada tungkai bawah sebagai akhibat ateroskrosis atau pada
traktus GI. Gangret dapat dijumpai dalam salah satu dari ke-tiga bentuk ini
: kering, lembab ( basah), atas gas.

Nekrosis Sel

Nekrotik adalah sebuah sel, sekelompok sel, atau jaringan pada pejamu
yang hidup diketahui mati.

Nekrosis merupakan kematian sel lokal, suatu titik di mana sel tidak lagi
dapat mengompensasi dan tidak dapat melanjutkan metabolisme. Nekrosis
disebabkan oleh pengaruh buruk pada sebuah sel cukup hebat atau terus
berlangsung cukup lama. Nekrosis dapat terjadi secara langsung atau dapat
mengikuti generasi sel.

Gambaran Morfologis Nekrosis

A. Perubahan awal: Pada awal nekrosis, morfologi sel masih normal.


Diperlukan waktu 1-3 jam setelah nekrosis agar perubahan nekrosis dapat
tampak dengan mikroskop elektron, sesangkan dengan mikroskop cahaya
diperlukan paling sedikit 6-8 jam. Misalnya, apabila seseorang menderita
serangan jantung (nekrosis miokardium yang disebabkan oleh oklusi arteri
koroner) dan meninggal setelah beberapa menit, autopsi tidak akan
memperlihatkan tanda nekrosis secara struktural. Tetapi apabila kematian
terjadi 2 hari setelah serangan jantung, perubahan-perubahan karena
nekrosis akan tampak nyata.
B. Perubahan pada inti sel: Perubahan pada inti sel adalah bukti yang
terbaik untuk nekrosis sel. Kromatin sel yang mati menggumpal menjadi
untaian-untaian kasar dan inti sel menjadi massa yang mengkerut,
memadat, dan menjadi sangat basofilik (warna biru tua dengan pengecatan
hematoksilin). Proses ini disebut piknosis. Inti piknotik kemudian pecah
menjadi banyak partikel basofilik kecil-kecil (karioreksis) atau mengalami
lisis karena kerja deokisiribonuklease (kariolisis). Pada nekrosis yang
berlangsung cepat, nukleus mengalami lisis tanpa melalui tahapan
piknotik.
C. Perubahan sitoplasma: Sekitar 6 jam setelah sel mengalami nekrosis,
sitoplasma menjadi homogen dan sangat asidofilik (berwarna merah muda
dengan pengecatan asam seperti eosin). Gambaran ini merupakan
perubahan yang pertama kali terdeteksi dengan mikroskop cahaya dan
terjadi karena denaturasi protein-protein dalam sitoplasma dan hilangnya
ribosom. RNA ribosom adalah yang memberi warna basofilik pada
sitoplasma normal. Apabila terdapat organel khusus, seperti miofibril di
dalam sel miokardium, organel-organel tersebut hilang lebih cepat.
Pe,bengkakan mitokondria dan kerusakan membran organel akan
menyebabkan vakuolisasi di dalam sitoplasma. Akhirnya pencernaan sel
secara enzimatik oleh enzim-enzi, yang dilepaskan oleh lisosom sel itu
sendiri, menyebabkan lisis (autolisis).
D. Perubahan biokimiawi: Influs ion kalsium ke dalam sel sangat erat
berhubungan dengan cedera yang ireversibel dan merupakan gambaran
perubahan morfologi pada nekrosis sel. Pada sel noral, konsentrasi
kalsium intrasel adalah sekitar 0,001 kali kadar di dalam cairan ekstrasel.
Gradien ini dipertahankan oleh membran sel, yang secara aktif
mentransport ion kalsium keluar sel. Pada sistem-sistem sel eksperimental
yang cedera selnya di induksi oleh iskemia dan berbagai jenis agen toksik,
akumulasi kalsium intrasel hanya terjadi apabila sel rusak ireversibel.
Kalsium mengaktivasi endonuklease (menhidrolisis DNA), fosfolipase
(merusak membran), dan protease (mencerna kerangka sel).
Perkembangan Jaringan Nekrotik

Jika daerah mengalami nekrosis, kejadian ini biasanya mencetuskan


respon peradangan dari jaringan yang berdekatan. Akibat respon peradangan ini,
jaringan yang mati akhirnya hancur dan hilang, memberi jalan bagi proses
perbaikan yang mengganti daerah nekrotik dengan sel-sel yang berdegenerasi
demikian yang hilang atau pada beberapa keadaan dengan jaringan parut

Jika jaringan parut di permukaan tubuh (misal sepanjang lapisan cerna)


maka jaringan tersebut dapat terkelupas, menimbulkan celah pada permukaan
kontinuitas permukaan dan terjadi ulkus.

Jika daerah nekrotik tidak dihancurkan atau dibuang maka daerah tersebut
sering diselubungi oleh jaringan fibrosa dan akhirnya akan terisi dengan garam-
garam kalsium yang diendapkan dari sirkulasi darah di daerah nekrosis melalui
proses kalsifikasi pada daerah nekrosis menjadi sekeras batu.

Gangren

Istilah “gangren” secara luas digunakan untuk menunjuk suatu kondisi


klinis yang memperlihatkan nekrosis jaringan yang ekstensif dengan komplikasi
infeksi bakteri sekunder dalam berbagai derajat.

Ganggren adalah nekrosis koagulatif, biasanya oleh berkurangnya suplai


darah, disertai pertumbuhan bakteri sporofit berlebihan. Gangren terjadi di daerah
nekrotik yang terpajan bakteri hidup. Keadaan ini sering terjadi pada ekstremitas
atau pada segmen usus yang menjadi nekrotik.

1. Gangreng kering: Gangren kering paling sering terjadi pada ekstremitas


akibat nekrosis koagulatif iskemik pada jaringan karena obstruksi arteri.
Daerah nekrotik tampak hitam, kering, kisut, serta berbatas tegas dengan
jaringan sekitarnya yang sehat. Infeksi bakteri sekunder biasanya tidak
bermakna.
2. Gangren basah: Gangren basah terjadi akibat infeksi bakteri berat yang
menumpangi nekrosis. Gangren ini terjadi pada ekstremitas, juga organ
dalam seperti usus. Peradangan akut dan pertumbuhan bakteri penginvasi
menyebabkan area nekrotik membengkak dan hitam kemerahan, dengan
likuefaksi luas jaringan mati. Gangren basah adalah peradangan nekrotik
yang menyebar, tidak terbatas tegas dari jaringan sehat di tepinya sehingga
sulit ditangani dengan pembedahan. Fermentasi bakteri menghasilkan bau
busuk yang khas. Jenis bakteri penyebabnya bermacam-macam
bergantung daerah yang terkena. Angka mortalitas tinggi.
3. Gangren gas: Gangren gas adalah infeksi luka yang disebabkan oleh
Clostridium perfrigens serta spesies klostridium lain. Yang khas adalah
nekrosis ekstensif jaringan dan produksi gas karena fermentasi bakteri.
Gambaran makroskopik menyerupai gangren basah dengan tambahan ada
gas pada jaringan. Pada pemeriksaan klinis, seringkali teraba krepitasi
(suara “krek” saat palpasi pada permukaan lesi). Dan dari pemeriksaan
radiologis tampak gas pada jaringan lunak. Angka mortalitasnya juga
tinggi.
DAFTAR ISI

Price, SA. (2002). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:


EGC

Chandrasoma, Parakrama dan Clive R. Taylor. (2005). Ringkasan Patologi


Anatomi. Jakarta: EGC

Kowalak, Jennifer P dan William Mayer Brenna Welsh. (2012). Buku Ajar
Patofisiologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai