Anda di halaman 1dari 1

DAMPAK DALAM PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN RUANG JIKA RUU

CIPTA KERJA DISAHKAN

RUU cipta kerja menggunakan sistem omnibus law yang merupakan upaya
penyederhanaan peraturan yang selama ini berbelit dan tumpang tindih. Diharapkan dengan
ini aturan dapat ramah dengan investor. Pemerintah menggunakan perspektif jalan pintas
untuk malakukan percepatan pembangunan. Menganggap jika investor masuk maka akan
berdiri perusahaan-perusahaan yang menyerap banyak tenaga kerja. Faktanya dalam masa
pandemi, pekerjaan yang tidak bertahan dalam kondisi krisis ini dari industri kapitalis, tapi
yang mampu survive adalah lapangan kerja yang menyakut dengan aspek dasar manusia
contohnya sektor pangan.

Undang-undang ini dinilai dapat melenggangkan para pengusaha untuk mempekerjakan


buruh dengan semaunya. Sekarang dengan kondisi peraturan yang dapat melindungi
pekerja pun, di lapangan banyak pelanggaran yang terjadi dan tidak tersentuh oleh hukum.
Ada beberapa pasal yang dapat merugikan pekerja yaitu pasal 88C tantang upah
minimum, penghapusan pasal di UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 pasal 59
tentang pekerja kontrak dan penghapusan izin atau cuti khusus.

Penyusunan UU Cipta Kerja ini melibatkan menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil. Hal ini berimbas pula dengan kebijakan
tata ruang yang akan diambil pemerintah. perencanaan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan mungkin akan dikesampingkan dahulu untuk melancarkan proses pembangunan
dan usaha.

Terkait perizinan berusaha dalam RUU ini, salah satu yang menjadi perhatian adalah UU
No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama
mengenai Amdal dalam izin lingkungan untuk kegiatan usaha.
Ada beberapa kritik catatan yang mengatakan bahwa amdal memang sering menjadi pusat
korupsi di bidang sumber daya alam. Besaran nilai gratifikasi berpengaruh pada seberapa
cepat izin usaha dikelurakan. Maka seluruh kewenangan bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup akan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat bukan lagi
dipegang oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota. Baik dalam tahap perizinan,
pemberian keputusan kelayakan lingkungan, izin pengelolaan limbah, pengawasan, serta
pemberian sanksi.

Kembali pada visi misi lembaga eksekutif yang berlaku saat ini yaitu mengedepankan
pembangunan dan infrastrukur. Maka isu lingkungan akan menjadi faktor penghambat dan
seperti yang kita tahu hal-hal yang menghambat program pemerintah cepat atau lambat
akan sekuat tenaga dimusnahkan. Peraturan yang tidak berpihak pada lingkungan akan
disegerakan. Padahal lingkungan adalah sumber kehidupan dan penghidupan manusia. Jika
tergerus maka yang kena dampaknya bukan hanya spesies homo sapiens tapi mahluk lain
yang tanpa pamrih menjadi penyokong suplai kehidpan manusia yaitu hewan dan
tumbuhan. Tapi dengan angkuhnya mencoba mengeksploitasi alam atas nama
kesejahteraan dan pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai