Anda di halaman 1dari 10

PERILAKU INDIVIDU DALAM MENGHADAPI COVID-19

MATA KULIAH PERILAKU ORGANISASI

DISUSUN OLEH :

ANNISA ALMAGFIRAH

E011181023

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kami

panjatkan segala puji syukur atas segala hidayah, rahmat, serta nikmat-Nya kepada kami,

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah Perilaku Individu dalam Menghadapi COVID-19 pada mata kuliah Perilaku

Organisasi ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai

sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Kami berharap semoga makalah

ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca dan bisa

mempraktekannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Terlepas dari itu, kami menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan baik dari segi

kalimat maupun dari tata bahasanya. Oleh sebab itu, kami menerima segala kritik dan saran

dengan tangan terbuka dari pembaca sekaligus agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat

maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 09 Mei 2020

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku dalam individu merupakan suatu hal yang mendasar bagi seseorang dalam

melakukan segala sesuatu. Adapun perilaku ialah tindakan atau aktivitas dari manusia itu

sendiri yang mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara ,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.

Pada umumnya setiap individu memiliki suatu kebutuhan hidup, mulai dari yang

sederhana (kebutuhan primer) sampai kebutuhan yang lebih atau luas (kebutuhan tersier).

Karena untuk memenuhi kebutuhannya, setiap individu memerlukan suatu tempat untuk

memenuhi kebutuhannya. Maka dari itu, manusia memerlukan organisasi untuk pemenuhan

kebutuhan hidupnya. Baik itu organisasi di bidang pendidikan, hobi, pekerjaan, dan lain-lain.

Dalam perilaku organisasi dijelaskan bagaimana perbedaan kebutuhan antar individu,

karakter-karakter setiap individu, dan komunikasi antar individu yang berpengaruh dalam

pencapaian tujuan itu.

Saat ini hampir seluruh Negara yang ada di bumi sedang mengalami pandemic yang

sangat luar biasa. Setiap manusia pernah mengalami yang namanya sakit. Penyakit yang

diderita oleh setiap makhluk berbeda satu dan yang lainnya. Sakit merupakan suatu keadaan

dimana tubuh tidak berada pada kondisi normal yang disebabkan oleh beberapa faktor dari

dalam maupun luar tubuh. Berdasarkan karakteristiknya penyakit dapat digolongkan menjadi

2 yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular mendapatkan

perhatian yang lebih dari pemerintah dibanding dengan penyakit tidak menular. Penyakit
menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit yang dapat

ditularkan melalui media tertentu. Penyakit menular sering juga disebut penyakit infeksi

karena penyakit ini diderita melalui infeksi virus, bakteri, atau parasit yang ditularkan

melalui berbagai macam media seperti udara, jarum suntik, transfusi darah, tempat makan

atau minum, dan lain sebagainya (Vatimatunnimah, 2013). Penyakit menular merupakan

hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Penyakit menular maupun

gangguan kesehatan pada manusia, tidak terlepas dari peran faktor lingkungan. Hubungan

interaktif antara manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki

potensi bahaya penyakit, juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit.

Adapun dalam pandemic saat ini yaitu penyebaran Covid-19 yang berawal dari kota

Wuhan, China. Dalam hal ini pemerintah Indonesia bahkan seluruh Negara sangat serius

menghadapi dan mengatasi virus ini. Berbagai prosedur dari pemerintah untuk mencegah

Covid-19 sudah di sosialisasikan kepada masyarakat. Tapi kembali lagi dengan masing-

masing individu bagaimana perilaku mereka saat menghadapi virus ini, karena setiap orang

dalam berperilaku tidak sama satu dengan yang lain.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang kami angkat ialah

Bagaimana Perilaku Individu dalam Menghadapi COVID-19


BAB II

PEMBAHASAN

A. Coronavirus Disease (Covid-19)

Penyakit coronavirus (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus

jenis baru yang belum perhan teridentifikasi pada manusia. Virus ini menyebabkan penyakit

saluran pernapasan (seperti flu) dengan gejala seperti batuk, demam, dan pada kasus yang

lebih serius, pneumonia. Anda dapat mencegahnya dengan mencuci tangan secara rutin dan

menghindari menyentuh wajah.

Penyebaran utama coronavirus baru ini adalah melalui kontak dengan orang yang

terinfeksi saat mereka batuk atau bersin, atau melalui kontak dengan tetesan air liur atau

cairan/ lendir hidung orang yang terinfeksi.

Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia

yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7

Januari 2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut

sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus disease, Covid-19). Pada tanggal 11 Maret 2020

WHO telah menetapkan virus corona sebagai pandemi global.Penambahan jumlah kasus

Covid-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran ke luar wilayah Wuhan dan

negara lain. Sampai dengan 04 Mei 2020, secara global dilaporkan 3.595.662 kasus

konfimasi di 215 negara dengan kematian 247.652 jiwa.

Presiden Joko Widodo mengumumkan secara resmi kasus pertama Covid-19 di

Indonesia di Istana Negara tanggal 2 Maret 2020. Dua warga negara Indonesia yang positif

Covid-19 tersebut mengadakan kontak dengan warga negara Jepang yang datang ke

Indonesia. Pada 11 Maret 2020, untuk pertama kalinya warga negara Indonesia meninggal
akibat Covid-19. Korban yang meninggal di Solo adalah seorang laki-laki berusia 59 tahun,

diketahui sebelumnya menghadiri seminar di kota Bogor, Jawa Barat, 25-28 Februari 2020.

Di minggu yang sama, pasien 01 dan 03 dinyatakan sembuh. Kedua pasien yang resmi

dinyatakan sembuh dan boleh meninggalkan rumah sakit pada 13 Maret 2020 itu adalah

kesembuhan pertama kali pengidap Covid-19 di Indonesia. Pasien 02 yang berusia lanjut,

yakni 64 tahun, juga berhasil mengatasi Covid-19.

Dua bulan lebih sesudah masuknya Covid-19 ke Indonesia, untuk pertama kalinya

tercatat angka kesembuhan pengidap covid-19 lebih besar dari jumlah penduduk yang

meninggal karena virus tersebut. Tanggal 07 Mei 2020, data Gugus Tugas Percepatan

Penanganan Covid-19 menunjukkan 2.317 pasien yang sembuh, sedangkan jumlah pasien

meninggal 895 orang. Namun, data kesembuhan pasien Covid-19 yang melampaui angka

pasien meninggal bukanlah tanda bahwa wabah virus ini akan segera teratasi di Indonesia.

Sejauh ini, angka kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Dua bulan lebih sejak

dinyatakan resmi, jumlah kasus pengidap Covid-19 di Indonesia tercatat per tanggal 7 Mei

2020 mencapai 12.438 kasus.

Kebanyakan orang (sekitar 80%) pulih dari penyakit tanpa perlu perawatan di rumah

sakit. Sekitar 1 dari 5 orang yang mendapat COVID-19 sakit parah dan mengalami kesulitan

bernapas. Orang yang lebih tua, dan mereka yang memiliki masalah medis mendasar seperti

tekanan darah tinggi, masalah jantung dan paru-paru, diabetes, atau kanker, memiliki risiko

lebih tinggi terkena penyakit serius. Namun, siapa pun dapat terkenaCOVID-19. Orang-

orang dari segala usia yang mengalami demam dan / atau batuk yang berhubungan dengan

kesulitan bernafas / sesak nafas, nyeri / tekanan dada, kehilangan kemampuan berbicara atau

bergerak harus segera mencari perhatian medis. Jika memungkinkan, disarankan untuk
memanggil penyedia layanan kesehatan atau fasilitas terlebih dahulu, sehingga pasien dapat

diarahkan ke klinik yang tepat.

B. Perilaku Individu dalam Menghadapi Covid-19

Dalam kasus pandemic ini setiap orang harus mencegah dengan mengikuti ketentuan

yang telah pemerintah sosialisasikan. Banyak cara agar kita tahu bagaimana cara mencegah

dan menghadapi Covid-19 ini baik melalui berita, sosial media, maupun dari orang sekitar.

Masing-masing orang mempunyai perilaku dalam dirinya yang berbeda-beda dalam

menyikapi pandemic ini. Mulai dari hal yang biasa seperti menjaga kebersihan diri dan

lingkungan hingga hal yang tidak biasa seperti memakai masker jika keluar rumah,

melakukan physical distancing, hingga kita diperintahkan untuk tetap berada di rumah saja

jika tidak ada keperluan. Melihat begitu banyak kasus yang terdeteksi per-hari bahkan sudah

mencapai jutaan jiwa dari seluruh dunia.

“Cemas dan stress itu merupakan kekhawatiran yang muncul karena aktivitas

amigdala otak (otak emosi) membajak fungsi otak depan (logika kritis),” jelas Psikolog anak,

remaja, dan keluarga Efnie Indrianie, M.Psi dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Maranatha, Bandung. Efnie menambahkan bahwa bagian amigdala otak akan aktif apabila

seseorang mendengar sebuah informasi tidak lengkap atau mungkin informasinya keliru.

Aktivitas otak seperti ini terjadi secara otomatis.

Oleh karena itu, untuk membuat kita menjadi tenang, kita disarankan untuk mencari

informasi selengkap mungkin dari sumber yang valid. Hindari mendengar dan membaca info

yang keliru. Jika informasi valid sudah diperoleh dengan lengkap maka fungsi otak depan

(berpikir logis dan kritis) akan menjadi akti. Upayakan mempunyai teman sebagai bentuk

mental support pada diri sendiri.


Dalam keadaan seperti ini motivasi dari orang-orang terdekat sangat penting guna

menghilangkan rasa cemas, stress, dan terutama panik. Hal seperti itulah yang membuat

sesorang menjadi tidak bisa berpikir jernih.

Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Jawa Tengah semenjak membuka layanan

pada Senin, 23 Maret Senin lalu, sampai dengan Sabtu (28/3) telah melayani konseling

sejumlah 288 orang. Hampir semua mengutarakan ketakutan dan was-was mengenai

penyebaran wabah virus corona yang sampai saat ini masih menjadi pandemi dunia. Pada

Maret 2020, masyarakat tiba-tiba dihadapkan pada perubahan dalam segala sisi. Dari

kebijakan pemerintah yang berdampak pada pendidikan, pekerjaan, hingga ibadah agama dan

pola sosial. Hal ini membawa perubahan perilaku; siap tidak siap harus rela untuk berubah.

Perubahan ini yang membuat banyak orang shock dan kaget, ibarat tubuh yang jatuh dari

sepeda motor, walau tidak mengalami luka namun menimbulkan trauma dan ketakutan.

Resistensi pasti ada. Tidak semua orang siap dengan perubahan, apalagi mengubah

diri sendiri. Tidak mudah mengubah kebiasaan yang biasanya nongkrong, tiba-tiba diminta di

rumah saja. Yang biasanya meeting dan menguasai "panggung" tiba-tiba disuruh work from

home. Mau piknik pada weekend tempatnya tutup semua. Mau ke kafe takut diusir polisi.

Kuliah mendadak banyak tugas. Mau keluar diminta jaga jarak, tidak berdekatan, apalagi

bersentuhan dan di mana-mana sudah harus menyemprot disinfektan.

Menghadapi penularan penyakit atau virus Covid-19 ini benteng pertahanan diri

sudah tidak mungkin bersifat individu. Untuk itu negara hadir membuat kebijakan.

Diharuskan semua individu melakukan perubahan yang sama. Sebab, jika satu orang

melakukan kesalahan, maka berakibat buruk bagi sekelompok besar orang. Layaknya
menghadapi musuh, gerakan rakyat harus kompak, kapan bertahan kapan menyerang.

Namun, lagi-lagi ego muncul bukan karena menghadapi virus ini, bukan karena musuh

bersama, tapi menghadapi perubahan itu sendiri, menyikapi aturan dan anjuran.
DAFTAR PUSTAKA

https://osf.io/qjwk4

https://www.lampost.co/berita-cara-tepat-menghadapi-wabah-covid-19.html

https://news.detik.com/kolom/d-4967974/pertahanan-diri-menghadapi-covid-19

Anda mungkin juga menyukai