Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar negara merupakan mempunyai peranan penting bagi
bangsa Indonesia. Pancasila sebagai paradigma juga berada pada posisi
pembangunan nasional yang meliputi segenap bidang kehidupan,
seperti politik,ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, juga di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum dan hak asasi manusia. Maka dari
itu kita harus mengenal Pancasila sebagai paradigma bangsa Indonesia.

1.2.RUMUSAN MASALAH
a. Adanya kekurangan pemahaman tentang pengertian pancasila dan paradigma.
b. Adanya kekurangan pemahaman tentang Gerakan Reformasi.
c. Adanya penyimpangan-penyimpangan dimasyarakat terhadap dasar nilai-nilai
yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
d. Adanya hal-hal yang mempelopori Gerakan Reformasi.

1.3.TUJUAN
a. Memahami apa yang dimaksud dengan mikroba patogen.
b. Memahami pengertian paradigma.
c. Memahami pengertian Reformasi.
d. Memahami Pancasila sebagai paradigma reformasi.
e. Memahami syarat-syarat Gerakan Reformasi.

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pancasila


Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri
dari dua kata dari bahasa Sansekerta yaitupañca berarti lima dan śīla berarti
prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama
penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

              Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi


kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama,
bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
1. Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun
golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak
mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.         
2. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh
segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul
kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
3. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan
tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk
mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
4. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di
kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan
kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk
mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan
perorangan;

2
5. Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan
yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

           
2.2.   Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma yakni asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi yang
bersifat umum (sumber nilai), sehingga sebagai sumber hukum, metode yang
dalam penerapan ilmu pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut.
Ilmu pengetahuan sifatnya dinamis, karena banyaknya hasil-hasil penelitian
manusia, sehingga kemungkinan dapat ditemukan kelemahan dan kesalahan pada
teori yang telah ada.Jika demikian ilmuwan/peneliti akan kemabali pada asumsi-
asumsi dasar dan teoritis, sehingga ilmu pengetahuan harus mengkaji kembali
pada dasar ontologis dari ilmu itu sendiri.

Istilah ilmiah berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia,


diantaranya: politik, hukum, ekonomi, budaya. Istilah paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian yaitu sumber nilai,
kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, serta arah dan tujuan.

2.3.  Pengertian Reformasi
Kata reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar
kata reform, sedangkan secara harfiah reformasi mempunyai pengertian suatu
gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang telah
menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang dicita-citakan oleh rakyat.

Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat :


1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-
penyimpangan.

3
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka
struktural tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara
Indonesia.
3. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara
demokrasi, bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, sebagaimana yang
terkandung pada pasal 1 ayat 2.
4. Reformasi dilkukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang
lebih baik, perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada
suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang
berkebutuhan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan
bangsa.

2.4.   Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi


Pancasila sebagai paradigma reformasi adalah dimana apabila terjadi suatu
perubahan kedepannya maka asumsi-asumsi dasar atau nilai-nilai yang
mendukung perubahan tersebut haruslah selalu berlandaskan pada pancasila.

Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali


kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang
bermatabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat
yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral
kemanusiaan dan beradab.

Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang


sangat memilukan dan menelan banyak korban jiwa dari anak-anak bangsa
sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian
ketenteraman serta kesejahteraan.

Namun demikian di balik berbagai macam keterpurukan bangsa Indonesia


tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang memilikinya yaitu nilai-nilai
yang terakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai

4
Pancasila. Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam system
Negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan
bangsa dan negara Indonesia.

Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan


tatanan kebenaraan kearah sumber nilai yang merupakan Platform kehidupan
bersama bangsa Indonesia, yangselama ini diselewengkan demi kekuasaan
sekelompok orang baik pada masa orde lama maupun orde baru. Oleh karena itu
proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus
memiliki platform dan sumber nilai yang jelas merupakan arah, tujuan, serta cita-
cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering


diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan
terhadap sumbernya itu sendiri. Oleh karena itu justru sebaliknya reformasi itu
harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa
Indonesia Nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma Reformasi Total
tesebut.

2.5.    Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Dalam Berbagai Bidang


1.        Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, seruan dan tuntutan rakyat terhadap
pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi
yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan
perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Agenda yang
lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling mendesak adalah
reformasi bidang hukum.
Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei
1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu sub system yang mengalami
kerusakan parah selama Orde Baru adalah bidang hukum. Produk hukum baik
materi maupun penegakkannya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai
kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan. Sub-sistem hukum nampaknya tidak

5
mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan yang berlaku hanya
bersifat imperative bagi penyelenggara pemerintahan.

2.        Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik


        Landasan sumber nilai system politik Indonesia dalam pembukaan
UUD’45 alenia IV, jika dikaitkan dengan alenia II, dasar politik ini menunjukkan
bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat Indonesia. Namun dalam
kenyataannya nilai demokrasi ini pada masa Orla dan Orba tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya.

      Reformasi politik pada dasarnya berkenaan dengan masalah kekuasaan


yang memang diperlukan oleh negara maupun untuk menunaikan dua tugas pokok
yaitu memberikan kesejahteraan dan menjamin keamanan bagi seluruh warganya.
Reformasi politik terkait dengan reformasi dalam bidang-bidang kehidupan
lainnya, seperti bidang hukum, ekonomi, sosial budaya serta hakamnas. Misalnya,
dalam bidang hukum, segala kegiatan politik harus sesuai dengan kaidah hukum,
oleh karena itu hukum harus dibangun secara sistematik dan terencana sehingga
tidak ada kekosongan hukum dalam bidang apapun. Jangan sampai ada UU tetapi
tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita alami selama ini.

3.        Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi


       Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orba bersifat birokratik otoritarian.
Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada
pertumbuhan dan mengabaikan prinsip kesejahteraan bersama yang kenyataannya
hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang. Maka dari itu perlu
dilakukan langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi
yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kasus
Latar Belakang Tragedi Trisakti berawal dari latar belakang orde
baru secara ekonomi, tepatnya sejak kondisi ekonomi Indonesia yang goyah pada
tahun 1998. Kondisi ekonomi memburuk sebagai imbas dari krisis keuangan yang
dialami Asia sejak 1997 – 1999. Ketika itu banyak mahasiswa melakukan
demonstrasi besar – besaran ke Gedung Nusantara, termasuk mahasiswa
Universitas Trisakti. Demonstrasi dimulai dari Yogyakarta tepatnya sebelum
Sidang Umum MPR 1998. Menjelang sidang umum, demonstrasi semakin meluas
hingga ke beberapa kota termasuk di Jakarta hingga bulan Mei 1998. Insiden
besar yang terjadi pertama kali adalah pada 2 Mei 1998 di depan kampus IKIP
Rawamangun, ketika para mahasiswa dihadang oleh Brimob dan insiden di Bogor
karena mahasiswa bentrok dengan aparat.
Aksi mahasiswa semakin terbuka dan berani sejak Soeharto dilantik kembali
menjadi Presiden untuk ketujuh kalinya pada Sidang Umum MPR yang
diselenggarakan pada 10 Maret 1998. Sebelum sidang, aksi – aksi mahasiswa
masih terbatas di dalam kampus. Setelah sidang dimulai, aksi mahasiswa mulai
meluas hingga ke luar kampus. Pada tanggal 5 Maret 1998 di sela – sela waktu
sidang diadakan pertemuan dengan Fraksi ABRI yang diikuti oleh sekitar 20
orang mahasiswa Universitas Indonesia untuk menyuarakan penolakan akan
laporan pertanggung jawaban Soeharto, namun tidak ada tanggapan yang berarti.
Kedekatan posisi kampus yang strategis dengan kompleks gedung MPR/DPR,
membuat Universitas Trisakti digunakan sebagai titik berkumpul mahasiswa yang
berasal dari berbagai kampus berbeda.

Aksi pada tanggal 12 Mei 1998 dimulai pada pukul 11.00 WIB dan diikuti
sekitar 6000 mahasiswa yang berkumpul di pelataran parkir kampus A Trisakti.
Semula akan ada agenda orasi dari Jenderal Besar AH. Nasution, tetapi beliau
tidak jadi datang. Acara kemudian diisi oleh orasi dari para guru besar, dosen dan
mahasiswa lainnya. Sekitar pukul 13.00 WIB para peserta aksi mulai keluar

7
kampus hingga ke jalan S. Parman. Tujuan mereka dalam latar belakang tragedi
Trisakti adalah untuk melakukan long march menuju gedung MPR/DPR di
Senayan dengan menempatkan para mahasiswi berada di barisan depan sambil
membagikan bunga mawar kepada para petugas polisi yang menghadang peserta
aksi.

Negosiasi antara pimpinan mahasiswa, alumni, dan Dekan Fakultas Hukum


Trisakti Adi Andojo dengan Komandan Kodim Jakarta Barat Letkol (Inf) A.
Amril kemudian menghasilkan kesepakatan bahwa aksi damai hanya akan
dilakukan sampai depan Kantor Walikota Jakarta Barat atau sekitar 300 meter dari
pintu utama kampus Trisakti. Aksi kemudian dilanjutkan dengan mimbar bebas
untuk menuntut reformasi dan Sidang Istimewa MPR dan berjalan damai hingga
pukul 17.00 tanpa ketegangan yang berarti. Sebagian peserta bahkan sudah ada
yang mulai bergerak masuk ke dalam kampus Trisakti.

3.2 Analisis Kasus


Pada pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah
jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD
1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua
untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat.
Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa pemerintahan Orde
Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat
dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan
kolusi. 

Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh


pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola
pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara
diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.

Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat mencolok terlihat pada bidang


ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke
pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah

8
terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola
pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasalah
dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah
yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan
berita-berita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang halaman, walaupun yang
memberitakan itu pers daerah.

Demonstrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah


pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada
tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di
Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah
menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti
yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin
Royan.

Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan


kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang
tidak demokratis dan tidak merakyat.

Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar


Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana
kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan
para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka
memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan
reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat
demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18
Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri.

Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama,


tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang

9
pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan
Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.

Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan


perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998
Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden
Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden
Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh
Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana
Negara.

10
BAB IV
PENUTUP

4.1.    Kesimpulan
Kesimpulannya adalah pancasila berperan penting bagi kehidupan
barbangsa dan bernegara, dimana harus didasari oleh kehidupan tatanan Negara
seperti politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.

4.2.    Kritik/Saran
Kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tunjukan
pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan
dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya
kita merupakan  mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi
manusia masihlah belum  maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas.
Maka, dari detik ini, kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar
menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita. Dimanapun, dan pada
siapapun.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://indridjanarko.dosen.narotama.ac.id/files/2011/05/Modul-Pancasila-7-
Pancasila-Sebagai-Paradigma-Reformasi.pdf
http://research.amikom.ac.id/index.php/DMI/article/download/6384/3813
http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-paradigma-
pembangunan/
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.
Komalasari, Kokom.2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.

12

Anda mungkin juga menyukai