Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH (KMB)

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE

Dosen : Ns. SILVIA NORA ANGGREINI,M.Kep


Disusun Oleh :

NORMA YULIASTUTI
NIM 19030055

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES PEKANBARU MEDICAL CENTER
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Stroke merupakan tanda-tanda klinik yang berkembang cepat yang diakibatkan
oleh adanya gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskuler
Stroke merupakan gangguan peredaran darah di otak. Stroke juga dikenal
dengan cerebro-vascular accident dan Brain Attack. Stroke berarti pukulan (to strike)
yang tejadi secara mendadak dan menyerang otak. Gangguan peredaran darah di otak
dapat berupa iskemia yaitu aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian daerah di
otak. Sedangkan gangguan peredaran darah lainnya adalah terjadinya perdarahan di
daerah otak karena dinding pembuluh darah yang robek (Lumbantobing, S.M., 2015)
Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke otak
mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control
gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak berfungsi atau mengalami kerusakan
(American Heart Association [AHA], 2015)

2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2016) stroke biasanya disebabkan oleh beberapa
kejadian, yaitu :
1. Trombosis
Trombosis merupakan bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arterosklerosis merupakan penyebab utama dari terjadinya trombosis, yang
menjadi penyebab utama dari terjadinya stroke. Secara umum, trombosis tidak
terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
paresthesia pada setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa
jam atau hari.
2. Embolisme Serebral
Embolisme serebral merupakan bekuan darah atau material lain yang dibawa
menuju ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolis biasanya menyumbat arteri
serebral bagian tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral
3. Iskemia
Iskemia merupakan penurunan aliran darah yang menuju ke otak. Iskemia
terutama karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. hemoragi Serebral
HS merupakan pecahnya pembuluh darah serebral dan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak. Dengan adanya kejadian tersebut maka
pada pasien akan mengalami penurunan kesadaran dan dapat menjadi stupor
atau tidak responsif.
Dari kejadian yang di jabarkan diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke
otak,yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen fungsi otak dalam
gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi.
Selain keempat penyebab dari stroke, terdapat fator lain yang juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke. Menurut American Hearth Association (AHA,2015)
terdapat dua faktor resiko yang dapat menyebabkan terkena stroke, yaitu :
1. Faktor yang dapat di ubah
Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas (kegemukan), hipertensi,
hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan,
dan pola hidup yang tidak sehat (AHA, 2015)
2. Faktor resiko yang tidak dapat di ubah.
Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor genetik dan ras, usia, jenis kelamin, dan
riwayat stroke sebelumnya (AHA, 2015).
Stroke dapat terjadi pada semua rentang usia namun semakin
bertambahnya usia semakin tinggi pula resiko terkena stroke, hal ini sejalan
dengan hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas) tahun 2013 yang
menyatakan bahwa usia diatas 50 tahun risiko stroke menjadi berlipat ganda
pada setiap pertambahan usia.

3. Manifestasi Klinis
1. Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada daerah yang terkena
(pembuluh darah yang tersumbat), area yang perfusinya tidak adekuat dan
jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan sisa gejala karena
fungsi otak tidak akan bisa membaik sepenuhnya, karena otak memiliki sifat
irreversible (Muttaqin, 2015)
2. Kelumpuhan pada salah satu bagian tubuh (hemisparesis atau hemisplagia)
3. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Polsy”
4. Tonus otot lemah atau kaku
5. Kurang peka terhadap rangsang
6. Gangguan lapang pandang ”Homonimus Hemanopsia”
7. Gangguan bahasa (Disatria : kesulitan dalam membentuk kata :ashafia atau
disfasia : bicara defeksif/kehilangan bicara )
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental.

Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke :


a. Daerah media serebri
 Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
 Hemianopsi homanin kontralateral
 Afasia bila mengenai hemisfer dominan
 Apraksia bila mengenai hemisfer non dominan.
b. Daerah karotis interna
Serupa bila mengenai serebri media

c. Daerah Serebri anterior


 Hemiplagi ( dan hemianestesi ) kontralteral terutama di tungkai.
 Incontinencia urinae
 Afasia atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena.

d. Daerah posterior
 Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai daerah makula
karena daerah ini juga mendapatkan dari serebri media.
 Nyeri talamik spontan.
 Hemibalisme
 Alkesi bila mengenai hemisfer dominan.

e. Daerah vertebrobasiler
 Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat viral di batang otak
 Hemiplegi alternans atau tetraplagi
 kelumpuhan pseudobulbar (disarti, disfagi, emosi labil)

4. Patofisiologi
Oksigen sangatlah penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang terjadi pada
stroke, otak akan mengalami perubahan metabolik, kerusakan permanen dan kematian
sel yang terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Pembuluh yang paling sering terkena adalah
arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher .
Adanya gangguan pada peredaran darah di otak dapat mengakibatkan cedera pada
otak melalui beberapa mekanisme, yaitu
a) Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menyebabkan
penyempitan sehingga aliran darah tidak adekuat tidak adekuat yang selanjutnya
akan terjadi iskemik
b) Pecahnya dinding pembuluh darah yang menyebabkan hemoragi.
c) Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
d) Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang interstitial
jaringan otak
e) Penyempitan pembuluh darah di otak mula-mula menyebabkan perubahan pada
aliran darah dan setelah terjadi stenosis cukup hebat serta melampaui batas krisis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Obtruksi suatu pembuluh
darah arteri di otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak
normal sekitarnya masih mempunyai peredaran darah yang baik berusaha
membantu suplai darah melalui jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang
terjadi pada kortek akibat oklusi pembuluh darah awalnya adalah gelapnya
warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan
arteriola (Muttaqin, 2015)
5. Pathway stroke
Faktor-faktor risiko
stroke

Artero sklerosis, Katup jantung rusak, infark Aneurisma, malformasi


hiperkoagulasi, artesis miokard, fibrilasi, endokarditis arteriovenolus

Thrombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah oleh Perdarahan intraserebral


bekuan darah, lemak dan udara
Pembuluh darah oklusi Perembesan darah ke dalam parenkim otak
Emboli serebral
Iskemik jaringan otak Penekanan jaringan otak
Edema dan kongesti jaringan sekitar Stroke
Infark motak, edema, dan herniasi otak

Infark serebral Kehilangan control Risiko peningkatan TIK Kerusakan terjadi pada Disfungsi bahasa
otot volunter lobus frontal kapasitas, dan komunikasi
Penurunan Herniasi falks serebri dan memori atau fungsi
perfusi jaringan Hemiplagia dan ke foramen magnum intelektual kortikal Disatria,
serebral hemiparesis disafasia/afasia,
Kompresi batang otak Kerusakan fungsi kognitif, apraksia
Kerusakan mobilitas fisik dan efek psikologis
Kerusakan
Depresi saraf Lapang perhatian terbats, komunikasi
Koma
kardiovaskular, dan kesulitan dalam pemahaman, verbal
pernapasan lupa dan kurang motivasi, frustasi
dan labilitas emosional,
Kelemahan Kegagalan kardiovaskular bermusuhan, dendam, kurang
Intake nutrisi
fisik umum dan pernapasan kerjasama, dan penurunan gairah
tidak adekuat
seksual
Kematian
Perubahan Ketidakmamam Penurunan
Perubahan
pemenuhan puan Koping individu gairah
proses pikir
nutrisi perawatan diri tidak efektif

Kemampuan batuk Disfungsi kandung


Penurunan Disfungsi Gangguan Cemas
menurun, kurang kemih dan saluran
tingkat persepsi visual, psikologis
mobilitas fisik, produksi pencernaan
kesadaran spasial dan
secret meningkat
kehilangan Perubahan peran
sensorik keluarga
Risiko Risiko bersihan jalan Gangguan eleminasi
tingi napas tidak efektif uri dan alvi
Perubahan persepsi sensorik

Penekanan jaringan Risiko tinggi kerusakan


Sumber: Mutaqqin
setempat integritas kulit
6. Komplikasi
Klien dengan stroke akan mengalami beberapa komplikasi, yaitu sebagai berikut :
a) Bekuan Darah (Trombosis)
Bekuan darah mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunn cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan
embolisme pada paru, yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satuarteri yang
mengalirkan darah ke paru
b) Dekubitus
Bagian tubuh yang paling sering mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki, punggung, dan tumit. Bila memar ini tidak di rawat dengan baik maka
akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
c) Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan baik, hal ini menyebabkan
menumpuknya cairan di paru-paru maka akan terjadi pneumonia.
d) Atrofi dan kekakuan sendi
Hal ini dapat terjadi karena klien dengan stroke kurang gerak dan imobilisasi
e) Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada klien stroke dan menyebabkan reaksi
emosional dan fisik yang tidak di inginkan karena terjadi perubahan dan
kehilangan fungsi tubuh.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) sebagai berikut :
1) Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan
otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid ; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa
darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang
2) Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a) Stroke Iskemik Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30˚ , kepala
dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam, mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodnamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan nafas, beri
oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian
dicari penyeba harus dikoreksibnya jika kandung keih penuh dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
b) Stroke Non Hemoragik Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di
ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan
hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.
c) Stroke embolik dapat diterapi dengan antikoagulan
d) Stroke Hemoragik diobati dengan penekanan pada penghentian perdarahan dan
pencegahan kekambuhan mungkin diperlukan tindakan bedah.
e) Semua stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan rangsangan eksternal
untuk mengurangi kebutuhan oksigen serebrum, dapat dilakukan dengan
tindakan menurunkan tekanan dan edema intrakranium.
f) Stroke dapat juga diterapi melalui diet dan pola hidup yang baik.
g) Mempertahankan saluran nafas agar tetap paten.
h) Mengendalikan tekanan berdasaran kondisi pasien.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Proses keperawatan terdiri dari 5 (lima) tahap, yaitu yang pertama tahap
pengkajian. Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan,
yang bertujuan untuk menggali atau mendapatkan data utama tentang kesehatan pasien
baik fisik, psikologis maupun emosional (Debora, 2016).
Sebagai sumber informasi dapat digunakan yaitu pasien, keluarga, anak,
saudara, teman, petugas kesehatan lainnya. Tahap pengkajian meliputi 4 kegiatan yaitu :
1) Pengumpulan Data
Data yang berhubungan dengan kasus Stroke adalah :
1) Biodata
a. Identitas klien : nama, jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan alamat.
b. Identitas penanggung : nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan alamat serta hubungan keluarga.
2) Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran
3) Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke non hemoragik sering kali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar
4) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
6) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas 43 mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan
fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
a) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma
b) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg)
c) B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
d) B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.
e) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi.
f) B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di alaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (PPNI, 2016)
Berdasarkan buku standar diagnosis keperawatan Indonesia (SDKI) diagnosa
yang kemungkinan dapat muncul pada Stroke adalah
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan penurunan kerja ventrikel
kiri
2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
3. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral
bicara
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018)
Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi
dan diukur meliputi kondisi, prilaku, atau dari persepsi pasien, sebagai respon terhadap
intervensi (PPNI, 2018)

1. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan penurunan kerja


ventrikel kiri
Tujuan : Perfusi serebral meningkat
Kriteria Hasil :
- Tingkat kesadaran meningkat
- Tekanan intracranial,sakit kepala, gelisah, kecemasan, agitasi menurun
- Tekanan darah membaik, reflek saraf membaaik
Intervensi :
MENEJEMEN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL (I.
06198)
Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan
metabolisme, edema serebral)
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
menurun)
3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
8. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10.Monitor status pernapasan
11.Monitor intake dan output cairan
12.Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari maneuver Valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient


Tujuan : Status Nutrisi membaik
Kriteria Hasil :
- Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
- Kekuatan otot pengunyah meningkat
- Kekuatan otot menelan meningkat
Intervensi :
Manajemen Nutrisi :
Obsevasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Monitor asupan makanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygien sebelum makan, jika perlu
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
5. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
- Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi

3. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.


Tujuan : Mobilitas Fisik meningkat
Kriteria Hasil :
- Pergerakan ekstermitas dan otot meningkat
- Nyeri, kecemasan, kaku sendi, gerakan terbatas menurun
Intervensi :
Dukungan Ambulasi (1.06171)
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)

4. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan


sentral bicara
Tujuan : Komunikasi Verbal meningkat
Kriteria Hasil :
- Kemampuan bicara, mendengar, kesesuaian ekspresi wajah/tubuh
meningkat
- Respon prilaku dan pemahaman komunikasi membaik
Intervensi :
Promosi Komunikasi Defisit Bicara
Observasi:
1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara
2. Monitor proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berkaitan dengan
bicara (misalnya: memori, pendengaran, dan bahasa)
3. Monitor frustasi, marah, frustasi, atau hal lain yang mengganggu bicara
4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komuernikasi
Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi alternative (misalnya: menulis, mata
berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isayarat tangan,
dan komputer)
2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (misalnya: berdiri di depan
pasien, den pergarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan dan sambil menghindari
terlakan, gunakan komunikasi tertulis, dia meminta bantuan keluarga
untuk memahami ucapan pasien)
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Anjurkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis,
yang berhubungan dengan kemampuan berbicara
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). 2015. Heart Disease and Stroke Statistics – At-a-
Glance [Artikel]. Diakses pada 03 juli 2020 dari
http://www.heart.org/idc/groups/ahamahpublic/@wcm/@sop/@smd/documents/
downloadable/ucm_470704.pdf

Debora, O. (2016). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika

Lumbantobing, S.M., (2015), Stroke Bencana Peredaran Darah, Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.

Muttaqin, A. (2015). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi Dan Indikator


Diagnostic. Ed 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Ed 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi Dan Tindakan


Keperawatan, Ed I, Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai