Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH FARMAKOLOGI

ANTHELMINTIK

Dosen : Putu Rika Veryanti, M.Farm-Klin., Apt.

Disusun Oleh :

Nailatut Surayya W. H. 15330131

Nurannisa Hasibuan 15330151

M. Irhas 15330159

Pindha Kurnia Jati 16330001

Shandy Azizah 16330011

Tika Larasati 16330013

Kelompok 3

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan pembelajaran.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, dalam rangka penyelesaian makalah
yang berjudul Anthelmintik.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 8 Juni 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cacingan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di


Indonesia. Prevalensi penyakit cacingan berkisar 60%-90% tergantung lokasi
higienis, sanitasi peribadi dan lingkungan penderita. Tingginya prevalensi ini
disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia. Lokasi
yang tidak higienis dan sanitasi yang rendah menjadi lingkungan yang baik untuk
perkembangan cacing. Beberapa daerah di Indonesia terutama di daerah pedalaman
belum semua mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, kasus infeksi cacing
yang kronik banyak ditemukan di daerah pedalaman yang secara latar belakang
pengetahuan kesehatan dan pendidikan rendah.

Infeksi cacing ini Apabila dicermati lebih lanjut pengaruhnya bisa sangat
mengganggu, terutama pada anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, infeksi
ringannya, dapat mengakibatkan anemia dengan berbagai manifestasi kilinis, baik
yang terlihat secara nyata maupun yang tidak terlihat. Kasus infeksi yang sedang
sampai berat bisa mengakhibatkan adanya gangguan penyerapan pada usus dan
gangguan beberapa fungsi organ dalam. Gangguan yan ditimbulkan mulai dari yang
ringan tanpa gejala hingga sampai yang berat bahkan sampai mengancam jiwa.
Secara umum gangguan nutrisi atau anmeia dapat terjadi pada penderita. Hal ini
secara tidak langsung akan mengakibatkan gangguan kecerdasan pada anak. Karena
itu, cacingan masih menjadi masalah kesehatan mendasar di negeri ini.

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan suatu upaya bersama dan juga
kesadaran dalam menanggulangi penyakit ini. Salah satunya dengan Penggunaan
antihelmintik atau obat anti cacing yang merupakan salah satu upaya
penanggulangan infeksi cacingan. Sebagian besar antihelmintik efektif terhadap satu
macam jenis cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum
menggunakan obat tertentu. pemberian antihelmintik haruslah mengikut indikasi-
indikasi tertentu. Untuk mengobati cacingan, banyak obat anti cacing diberikan yang
bertujuan untuk mengeluarkan cacing segera bersama tinja hanya dalam dosis sekali
minum. Obat anti-cacing yang dipilih harus diperhatikan benar karena tidak
semuanya cocok pada anak maupun orang dewasa. Pemberian obat anti cacing tanpa
dasar justru akan merugikan penderita yang mana akan memperberat kerja hati.
Diagnosis harus dilakukan dengan menemukan telur/larva dalam tinja, urin, sputum
dan darah atau keluarnya cacing dewasa melalui anus,mulut atau lainnya. Maka dari
itu penggunaan antihelmintik sangat diperlukan dalam memberantas dan mengurangi
cacing dalam organ atau jaringan tubuh.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian cacingan?

2. Apa saja jenis-jenis cacing dan bagaimana cara penularannya?

3. Bagaimana gejala-gejala jika manusia mengalami cacingan?

4. Bagaimana cara pencegahan agar terhindar dari penyakit cacingan?

5. Apa saja macam-macam obat anthelmintik?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini diharapkan dapat :

1. Memahami dan mengerti apa yang dimaksud dengan penyakit cacingan.

2. Mengetahui jenis-jenis cacing yang menyebabkan cacingan.

3. Mengetahui gejala-gejala pada manusia jika mengidap penyakit cacingan.

4. Mengetahui cara pencegahan untuk menghindari penyakit cacingan.

5. Macam-macam obat anthelmintik beserta indikasinya


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam
infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh
inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh) dan
mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Pada kasus cacingan, maka cacing tersebut
dapat melemahkan tubuh inangnya dan menyebabkan gangguan kesehatan.

Cacingan biasanya terjadi karena kurangnya kesadaran akan kebersihan baik terhadap
diri sendiri ataupun terhadap lingkungannya. Cacingan dapat menular melalui
larva/telur yang tertelan & masuk ke dalam tubuh. Cacing merupakan hewan tidak
bertulang yang berbentuk lonjong & panjang yang berawal dari telur/larva hingga
berubah menjadi bentuk cacing dewasa. Cacing dapat menginfeksi bagian tubuh manapun
yang ditinggalinya seperti pada kulit, otot, paru-paru, ataupun usus/saluran
pencernaan. penyakit ini bisa menurunkan tingkat kesehatan. Di antaranya,
menyebabkan anemia, IQ menurun, lemas tak bergairah, ngantuk, malas beraktivitas
serta berat badan rendah.

2.2 Jenis–Jenis Cacing

Cacing mempunyai tubuh yang simetrik bilateral dan tersusun banyak sel
(multiseluler). Parasit cacing yang penting bagi manusia terdiri dari dua golongan
besar yaitu filum Plathyhelminthes dan filum Nemathelminthes. Plathyhelminthes
terdiri dari dua kelas, yaitu Cestoda dan Trematoda, sedangkan kelas Nematoda
merupakan kelas yang penting dalam filum Nemathelminthes.

Plathyhelminthes mempunyai bentuk tubuh yang pipih seperti daun


(Trematoda) atau berbentuk pita dengan banyak segmen (Cestoda). Sedangkan filum
Nemathelminthes mempunyai bentuk tubuh yang silindris memanjang, tidak terbagi
dalam segmen-segmen.
Cestoda termasuk cacing hermafrodit, maka alat kelamin jantan maupun
betina terdapat bersama-sama dalam tubuh seekor cacing dewasa. Setiap segmen
tubuh cacing memiliki alat reprosuksi yang sempurna. Trematoda umumnya juga
bersifat hermafrodit (biseksual), kecuali Schistosoma, yang terpisah atas jantan dan
betina (uniseksual). Nematoda mempunyai sistem reproduksi uniseksual (diecious).
Cacing Nematoda ada yang vivipara (melahirkan larva) ada yang ovipar (bertelur)
atau ovovivipar (larva keluar dari telur segera sesudah berada di luar tubuh
induknya).Berikut ini adalah klasifikasi cacing dan penyakit yang dapat disebabkan
oleh cacing :
Tabel 2.1 Klasifikasi cacing dan penyakit yang dapat disebabkan oleh cacing.

Cacing pada manusia pun ada banyak jenisnya. Adapun Nematoda usus yang
ada pada manusia diantaranya :

1. Ascaris lumbricoides

2. Trichuris trichiura (cacing cambuk)

3. Hook worm (cacing tambang)

- Ancylostoma duodenale

- Necator americanus

4. Strongyloides stercorali s 

5. Toxocara canis & Toxocara cati

6. Oxyuris vermicularis (cacing kremi)

7. Trichinella spiralis

1. Caci n g Gelang (Ascaris lumbricoides)

Cacing Ascaris lumbricoides merupakan cacing yang paling sering


menginfeksi manusia. Cacing ini berwarna Merah muda atau putih. Besarnya sekitar
20-30 cm dan mampu bertelur 200.000 telur per-harinya. Cacing dewasa hidup di
dalam usus manusia bagian atas, (Usus kecil) dan akan melepaskan telurnya di dalam
kotoran manusia. Infeksi pada manusia terjadi melalui jalan makanan yang tercemar
oleh kotoran yang mengandung telur cacing. Cara Penularannya, Telur cacing masuk
melalui mulut dan Menetas di usus kecil menjadi larva, Larva ini akan menembus
dinding usus kemudian masuk ke aliran darah yang akhirnya sampai ke paru paru
yang selanjutnya akan dibatukan keluar dan ditelan kembali ke usus. Kemudian akan
menjadi dewasa di usus. Cacing gelang dapat mengisap 0,14 gr karbohidrat setiap hari.
Penyakit yang timbul dari infeksi ini antara lain anemia, obstruksi saluran empedu,
radang pankreas dan usus buntu.

Gambar 1. Cara penularan Cacing Gelang.

2. Cacing Cambuk (Tricuris trichiura)

Cacing cambuk tampak berwarna merah muda atau abu-abu dan bentuknya seperti
cambuk. Besarnya sekitar 3–5 cm. Cacing betinanya bisa bertelur 5 ribu-10 ribu butir
per-hari. Biasanya infeksi cacing ini menyerang pada usus besar. Dia menghisap
darah dan hidup di dalam usus besar. Infeksinya sering menimbulkan perlukaan pada
usus, karena kepala cacing dimasukkan ke dalam permukaan usus penderita. Cacing
ini juga menghisap sari makanan yang dimakan oleh penderita.
Cara penularannya, telur cacing tertelan bersama dengan air atau makanan, kemudian
menetas di usus kecil dan tinggal di usus besar ,selanjutnya telur cacing akan keluar
melalui kotoran dan jika telur ini menetas, telur ini akan hidup sampai dewasa di dalam
usus halus. Gejala yang timbul pada penderita cacing cambuk antara lain nyeri
abdomen, diare dan usus buntu. Cara pencegahan sebenarnya cukup dengan yaitu
menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan terutama dalam penyajian makanan.
Dalam membeli makanan, harus memastikan bahwa penjual makanan
memperhatikan aspek kebersihan dalam mengolah makanan.

Gambar 2. Siklus penularan Cacing Cambuk.

3. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

Cacing tambang adalah cacing yang paling ganas, karena ia menghisap darah.
Paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
Cacing ini berwarna Merah dan besarnya sekitar 8–13 mm. Cacing betinanya bisa
bertelur 15 ribu-20 ribu butir per-hari. Cacing dewasa bertahan hidup 2-10 tahun.
Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan
dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Penularannya cepat, karena larva
cacing tambang sanggup menembus kulit kaki yang selajutnya akan terbawa oleh
pembuluh darah ke dalam usus.

Cacing tambang ini menimbulkan perlukaan pada permukaan usus, sehingga


perdarahan dapat terjadi secara lebih berat. Perdarahan yang lebih berat ini
disebabkan karena mulut (stoma) cacing menancap pada permukaan usus. Bahkan
satu ekor cacing saja dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005¬0,34 cc
sehari. Mengingat itu semua, maka infeksi cacing tambang merupakan penyebab
anemia yang paling sering ditemukan pada anak-anak, sehingga dapat mempengaruhi
daya tubuhnya dan menurunkan prestasi belajar.

Gambar 3. Siklus Penularan Cacing Tambang.

4. Cacing Kremi (Enterobius Vermicularis)

Cacing yang sering menyerang anak kecil adalah Enterobius vermikularis.


Cacing ini hidup di bagian akhir dari usus halus, di dekat usus besar. Cacing ini kecil
sekali, yang betina panjangnya 8-10mm, yang jantan ± 5mm dengan ekor bengkok.
Telurnya banyak, sampai 10.000. Bentuk telur panjang, sedikit cekung. Besarnya 20-
45 mikron. Cacing ini mirip kelapa parut, kecil-kecil dan berwarna putih. Awalnya,
cacing ini akan bersarang di usus besar. Saat dewasa, cacing kremi betina akan
pindah ke anus untuk bertelur. Telur-telur ini yang menimbulkan rasa gatal. Bila
balita menggaruk anus yang gatal, telur akan pecah dan larva masuk ke dalam dubur.
Saat digaruk, telur-telur ini bersembunyi di jari dan kuku, sebagian lagi menempel di
sprei, bantal atau pakaian. Lewat kontak langsung, telur cacing menular ke orang
lain.
Gambar 4. Siklus penularan cacing kremi.

2.3 Gejala Penyakit Cacingan

a. Gejala Umum

Perut buncit, badan kurus, rambut seperti rambut jagung, lemas dan cepat
lelah, muka pucat, serta mata belekan. sakit perut, diare berulang dan kembung.

b. Gejala Khusus

1. Cacing Gelang

Sering kembung, mual, dan muntah-muntah. Kehilangan nafsu makan


dibarengi diare, akibat ketidakberesan di saluran pencernaan. Pada kasus yang berat,
penderita mengalami kekurangan gizi. Cacing gelang yang jumlahnya banyak, akan
menggumpal dan berbentuk seperti bola, sehingga menyebabkan terjadinya sumbatan
di saluran pencernaan.

2. Cacing Cambuk

Dapat menimbulkan peradangan di sekitar tempat hidup si cacing, misalnya


di membrane usus besar. Pada kondisi ringan, gejala tidak terlalu tampak. Tapi bila
sudah parah dapat mengakibatkan diare berkepanjangan. Jika dibiarkan akan
mengakibatkan pendarahan usus dan anemia. Peradangan bisa menimbulkan
gangguan perut yang hebat, yang menyebabkan mual, muntah, dan perut kembung.
3. Cacing Tambang

Cacing tambang menetas di luar tubuh manusia, larvanya masuk kedalam


tubuh melalui kulit. Cacing tambang yang hidup menempel di usus halus menghisap
darah si penderita. Gejala yang biasa muncul adalah lesu, pucat, dan anemia berat.

4. Cacing Kremi

Telur cacing ini masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu bersarang di usus
besar. Setelah dewasa, cacing berpindah ke anus. Dalam jumlah banyak, cacing ini
bisa menimbulkan gatal-gatal di malam hari. Tidak heran bila si kecil nampak rewel
akibat gatal-gatal yang tidak dapat ditahan. Olesi daerah anusnya dengan baby oil
dan pisahkan semua peralatan yang bisa menjadi media penyebar, seperti handuk,
celana, pakaian.

2.4 Obat Antelmintik Yang Lazim Digunakan

a. Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda

Nematoda adalah Cacing ini berukuran kecil (mm) sampai satu meter atau
lebih, telur mikroskopis. Contoh anggota nematoda yang parasit pada manusia yakni
cacing kremi, cacing pita dan cacing gelang.

1. Piperazin

Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard (1949).


Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A.
lumbricoides dan E. Vermicularis. Piperazin juga terdapat sebagai heksahidrat yang
mengandung 44% basa. Piperazin dalam bentuk garam sebagai garam sitrat, kalsium
edetat dan tartrat. Garam-garam ini bersifat stabil non higroskopis, pemeriannya
berupa kristal putih yang sangat larut dalam air, larutannnya bersifat sedikit asam.
Piperazin diabsorpsi melalui saluran cerna, dan diekskresi melalui urine.
a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis

Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin


sehinggga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus.
Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan pencahar
untuk mengeluarkan cacing itu. Cacing yang telah terkena obat dapat menjadi normal
kembali bila ditaruh dalam larutan garam faal pada suhu 37°C. Diduga cara kerja
piperazin pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas membran sel terhadap
ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat, sehingga
menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis. Pada
suatu studi yang dilakukan terhadap sukarelawan yang diberi piperazin ternyata
dalam urin dan lambungnya ditemukan suatu derivat nitrosamine yakni N-
monistrosopiperazine dan arti klinis dari penemuan ini belum diketahui.

b. Farmakokinetik

Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, sangat baik. Sebagian obat yang
diserap mengalami metabolisme, sisanya diekskresi melalui urin. Menurut Rogers
(1958), tidak ada perbedaan yang berarti antara garam sitrat, fosfat dan adipat dalam
kecepatan ekskresinya melalui urin. Tetapi ditemukan variasi yang besar pada
kecepatan ekskresi antar individu. Yang diekskresi lewat urin sebanyak 20% dan
dalam bentuk utuh. Obat yang diekskresi lewat urin ini berlangsung selama 24 jam.

c. Efek nonterapi dan kontraindikasi

Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi umumnya
tidak menyebabkan efek samping, kecuali terkadang nausea, vomitus, diare, dan
alergi. Pemberian secara intravena menyebabkan penurunan tekanan darah selintas.
Dosis letal menyebabkan konvulsi dan depresi pernapasan. Pada takar lajak atau
pada akumulasi obat karena gangguan faal ginjal dapat terjadi inkoordinasi otot, atau
kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara, bingung yang akan hilang setelah
pengobatan dihentikan. Piperazin dapat memperkuat efek kejang pada penderita
epilepsi. Karena itu piperazin tidak boleh diberikan pada penderita epilepsi dan
gangguan hati dan ginjal. Pemberian obat ini pada penderita malnutrisi dan anemia
berat, perlu mendapatkan pengawasan ekstra. Karena piperazin menghasilkan
nitrosamin, penggunaannya untuk wanita hamil hanya kalau benar- benar perlu atau
kalau tak tersedia obat alternatif. Piperazin bersifat teratogenic.

d. Sediaan dan posologi

Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500 mg/ml,
sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa pada
askariasis adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak 75 mg/kgBB (maksimum 3,5
g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari berturut-turut. Untuk cacing kremi
(enterobiasis) dosis dewasa dan anak adalah 65 mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali
sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya diulangi sesudah 1-2 minggu. Berikut sediaan
piperazin :

Gambar 5. Bentuk sediaan dan struktur kimia Piperazin

2. Pirantel Pamoat

Obat ini efektif untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang.
Mekanisme kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan
frekuensi imfuls, menghambat enzim kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik,
ekskresi sebagian besar bersama tinja, <15% lewat urine. Pirantel pamoat sangat
efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing tambang, tetapi tidak efektif terhadap
trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan penerusan impuls
neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh
oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama
tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera mati Resorpsinya dari usus ringan
kira–kira 50% diekskresikan dalam keadaan utuh bersamaan dengan tinja dan lebih
kurang 7% dikeluarkan melalui urin. Efek sampingnya cukup ringan yaitu berupa
mual, muntah, gangguan saluran cerna dan kadang sakit kepala.

Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.Dosis


biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg/kgBB. Walaupun demikian,
dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau
tablet (125 mg /tablet). Bagi orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya,
membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4
tablet pirantel (125 mg) sekali minum.Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di
Indonesia bermacam-macam, ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-lain.
Untuk dosis terhadap cacing kremi dan cacing gelang sekaligus 2-3 tablet dari 250
mg, anak-anak ½ 2 tablet sesuai usia (10mg/kg). Berikut sediaan Pirantel Pamoat :

Gambar 6. Bentuk dan struktur kimia Pirantel Pamoat.

3. Mebendazol

Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya. Obat ini
tidak larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan
terbuka Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap cacing Toxocara
canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina. Trichuris vulpis, Uncinaria stenocephala,
Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia hydatigena, Echinococcus
granulosus dan aeniaformis hydatigena. Senyawa ini merupakan turunan
benzimidazol, obat ini berefek pada hambatan pemasukan glukosa ke dalam cacing
secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen dalam cacing. Mebendazol
juga dapat menyebabkan kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi
asetilkolinesterase cacing.

a. Farmakokinetika

Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian oral
absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang
disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic
metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin hanya sekitar 2% dari dosis dalam
bentuk yang utuh dan metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu 48 jam.
Absorbsi mebendazol akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak.

b. Efek Nonterapi dan Kontraindikasi

Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena


absorbsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia
maupun malnutrisi. Efek samping yang kadang-kadang timbul berupa diare, sakit
perut ringan yang bersifat sementara, sakit kepala, pusing, reaksi alergi, alopesia, dan
depresi sumsum tulang. Dari studi toksikologi obat ini memiliki batas keamanan
yang lebar. Tetapi pemberian dosis tunggal sebesar 10 mg/kg BB pada tikus hamil
memperlihatkan efek embriotoksik dan teratogenik . berikut sediaan mebendazol :
c. Interaksi

1. Antiepileptics

Fenitoin atau karbamazepin telah dilaporkan dapat menurunkan


konsentrasi plasma-mebendazol pada pasien yang menerima dosis tinggi
untuk mengobati echinococcosis, mungkin sebagai akibat dari induksi enzim.

2. Histamin H2-antagonis

Konsentrasi plasma mebendazol dapat meningkat ketika diberikan


bersama dengan enzim inhibitor yaitu simetidin.

d. Penggunaan Klinis

Mebendazol dapat digunakan dalam mengobati :

1 Capillariasis

Mebendazole dengan dosis 200 mg dikonsumsi dua kali sehari selama


20 hari dapat digunakan untuk mengobati capillariasis.

2 Echinococcosis

Mebendazole telah digunakan dalam pengobatan echinococcosis


tetapi albendazole lebih disukai. Biasaya dosis mebendazole untuk mengobati
cystic echinococcosis yaitu 40- 50 mg/kg setiap hari selama least 3- 6 bulan.

3 Toxocariasis.

Mebendazole telah digunakan dalam pengobatan toxocariasis dan efek


samping yang ditimbulkan oleh mebendazole memiliki kejadian yang lebih
rendah dari tiabendazole dan dengan dietilkarbamazin.

4 Strongyloidiasis

Mebendazole telah digunakan untuk pengobatan dari strongyloidiasis


tetapi perlu diberikan untuk jangka waktu yang lebih lama dari albendazole
untuk mengontrol auto- infeksi, sehingga albendazole lebih disukai.
4. Tiabendazol

Tiabendazol adalah suatu benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif


terhadap strongilodiasis yang disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing benang),
larva migrans pada kulit (atau erupsi menjalar) dan tahap awal trikinosis (disebabkan
Trichinella spinalis). Obat ini menganggu agregasi mikrotubular. Meskipun hampir
tidak larut dalam air, obat ini mudah diabsorbsi pada pemberian per oral. Obat
dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine. Efek samping yang dijumpai
ialah pusing, tidak mau makan, mual dan muntah. Terrdapat beberapa laporan
tentang gejala SSP. kasus lain yang terjadi eritema multiforme dan sindrom Stevens
Johnson yang dilaporkan akibat tiabendazol, yang dapat menyebabkan kematian.
Berikut sediaan tiabendazol :

Gambar 8. Bentuk sediaan dan struktur Tiabendendazole.

5. Invermektin

Invermektin adalah obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta


sungai) disebabkan Onchocerca volvulus dan terbukti pula efektif untuk scabies.

a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis

Ivermektin bekerja pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat) parasit.


Aliran klorida dipacu keluar dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan paralisis
cacing. Obat diberikan oral. Tidak menembus sawar darah otak dan tidak
memberikan efek farmakologik. Namun, tidak boleh diberikan pada pasien
meningitis karena sawar tak darah lebih permiabel dan terjadi pengaruh SSP.
Ivermektin juga tidak boleh untuk orang hamil. Tidak boleh untuk pasien yang
menggunakan benzodiasepin atau barbiturate dan obat yang bekerja pada reseptor
GABA. Pembunuhan mikrofilia dapat menyebabkan reaksi seperti ’’Mozatti’’
(demam, sakit kepala, pusing, somnolen, hipotensi dan sebagainya). Berikut sediaan
Ivermektin :

Gambar 9. Bentuk sediaan dan struktur kimia Ivermectin.

b. Farmakokinetik

Ivermektin diabsorpsi setelah dosis oral, dengan puncak konsentrasi plasma


yang diperoleh setelah sekitar 4 jam. Ivermektin terikat dengan protein plasma
sekitar 93% dan memiliki waktu paruh eliminasi sekitar 12 jam. Ivermektin
mengalami metabolisme dan diekskresikan sebagian besar sebagai metabolit selama
sekitar 2 minggu, terutama di feses, dengan kurang dari 1% diekskresikan melalui
urin dan kurang dari 2% melalui ASI.

c. Penggunaan Klinis
Ivermektin dapat digunakan dalam mengobati :

1. Cutaneous larva migrans.

Ivermektin menjadi efektif dalam pengobatan cutaneous larva migrans


dengan dosis oral 200 mikrogram / kg setiap hari selama 1 2 hari telah
direkomendasikan.

2 Onchocerciasis.

Ivermektin mempunyai efek microfilaricidal terhadap Onchocerca


volvulus dan obat utama yang digunakan dalam mengendalikan
onchocerciasis. Sebuah dosis tunggal cepatmenghilangkan mikrofilaria dari
kulit, dengan efek maksimum setelah 1 sampai 2 bulan, dan secara bertahap
menghilangkan mereka dari kornea dan ruang anterior mata. Ivermektin
memiliki sedikit efek pada cacing dewasa tetapi dapat menekan pelepasan
mikrofilaria dari cacing dewasa. Dalam pengobatan onchocerciasis, dosis oral
tunggal Ivermektin3 sampai 12 mg, berdasarkan sekitar dari 150 mikrogram /
kg untuk pasien dengan berat lebih dari 15 kg dan lebih dari 5 tahun,
diberikan setahun sekali atau setiap 6 bulan.

3 Strongyloidiasis

Ivermektin 200 mikrogram/kg dengan dosis tunggal, atau harian pada


dua hari berturut-turut, digunakan untuk pengobatan dari strongyloidiasis.

6. Albendazole

Albendazole adalah antelmintik oral berspektrum luas, yang merupakan obat


pilihan dan telah diakui di Amerika Serikat untuk pengobatan penyakit hydatid dan
cysticercosis. Obat ini juga merupakan obat utama untuk pengobatan infeksi
Pinworm, Ascariasis, Trichuriasis, Strongyloidiasis, dan infeksi-infeksi yang
disebabkan oleh kedua spesies cacing tambang (hookworm).

a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis


Albendazole dan metabolitnya, Albendazole Sulfoxide, diperkirakan bekerja
dengan jalan menghambat sintesis mikrotubulus dalam nematoda, dan dengan
demikian mengurangi ambilan glukosa secara irreversibel. Akibatnya, parasit-parasit
usus dilumpuhkan atau mati perlahan-lahan. Pembersihan mereka dari saluran cerna
belum dapat menyeluruh hingga beberapa hari setelah pengobatan. Obat ini juga
memiliki efek larvicid (membunuh larva) pada penyakit hydatid, cysticercosis,
ascariasis, dan infeksi cacing tambang serta efek ovocid (membunuh telur) pada
ascariasis, ancylostomiasis, dan trichuriasis. Albendazole tidak mempunyai efek
farmakologis pada manusia. Obat ini (yang bersifat teratogenik dan embriotoksik
pada beberapa spesies hewan) tidak diketahui tingkat keamanannya pada wanita
hamil. Albendazol kontra indikasi terhadap ibu hamil.

b. Farmakokinetik

Absorpsi albendazol kurang baik pada saluran pencernaan namun absorpsi


dapat meningkat dengan adanya makanan berlemak. Albendazol secara cepat
mengalami first-pass metabolism. Metabolit albendazol sulfoksida memiliki aktivitas
antelmintik dan waktu paruh sekitar 8,5 jam. Berikatan dengan protein plasma
sebesar 70%. Albendazol sulfoxid dieliminasikan di empedu dan hanya sedikit yang
dieksresikan melalui urin.

c. Interaksi

1. Albendazol - Anthelmintik

Konsentrasi plasma albendazol sulfoksida dapat meningkat apabila


erinteraksi dengan praziquantel.

2. Albendazol – Kortikosteroid

Konsentrasi plasma dari metabolit aktif albendazol yaitu albendazol


sulfoksida dapat meningkat sebanyak 50% apabila berinteraksi dengan
dexamethasone.

3. Histamin H2-antagonis
Konsentrasi albendazol sulfoksida ditemukan meningkat di dalam
empedu dan cairan kista hydatid (pada penyakit hydatid) saat albendazole
diberikan dengan simetidin, yang dapat meningkatkan efektivitas dalam
pengobatan echinococcosis.

d. Penggunaan Klinis

Albendazole diberikan pada saat perut kosong untuk penanganan parasit-


parasit intraluminal. Namun untuk penanganan terhadap parasit- parasit jaringan,
obat ini harus diberikan bersama dengan makanan berlemak. Digunakan Untuk
infeksi-infeksi pinworm, ancylostomiasis, dan ascariasis ringan, necatoriasis, atau
trichuriasis, pengobatan untuk orang dewasa dan anak-anak di atas usia 2 tahun
adalah dosis tunggal 400 mg secara oral. Untuk infeksi pinworm, dosis harus diulang
dalam dua minggu. Tindakan ini menghasilkan tercapainya angka kesembuhan 100%
dalam infeksi pinworm dan angka kesembuhan tinggi untuk infeksi- infeksi lain, atau
pengurangan besar terhadap jumlah telur bagi yang tidak tersembuhkan. Untuk
mencapai angka kesembuhan tinggi dalam ascariasis atau untuk mengurangi jumlah
cacing secara memuaskan untuk meringankan necatoriasis atau trichuriasis berat,
ulangi pemberian 400 mg/hari dalam 2-3 hari. Beikut gambar albendazol :

Gambar 10. Bentuk sediaan dan struktur kimia albendazole

Albendazol dapat digunakan dalam mengobati :

1. Ascariasis
Albendazole digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan mebendazol
dalam pengobatan ascariasis. Kedua obat tersebut sama-sama sangat efektif dengan
tingkat kesembuhan yang lebih besar dari 98% dilaporkan dalam satu study
albendazol.

2. Capillariasis

Albendazole dengan dosis 400 mg setiap hari selama 10 hari telah disarankan
sebagai alternatif menggantikan mebendazole untuk pengobatan capillariasis.

3. Loiasis

Albendazole telah diteliti untuk mengurangi mikro filariasis pada pasien


terinfeksi Loa loa.

4. Mikrosporidiosis

Albendazol telah dicoba dalam pengobatan dari infeksi protozoa


mikrosporidiosis pada pasien AIDS. Albendazol juga telah digunakan secara empiris
dalam pengobatan terkait infeksi dan komplikasi HIV.

5. Echinococcosis

Dalam pengobatan echinococcosis, albendazole diberikan secara oral dengan


makanan dalam dosis 400 mg dua kali sehari selama 28 hari untuk pasien dengan
berat lebih dari 60 kg. Dosis 15 mg / kg sehari dalam dua dosis terbagi (untuk
maksimal total dosis harian 800 mg) digunakan untuk pasien dengan berat kurang
dari 60 kg.

7. Tribendimidine ( L-type Levamisole dan Pirantel)

Tribendimidine termasuk obat antelmintik baru yang dinamakan adalah L-


type (levamisole dan Pirantel) dimana bekerja pada reseptor agonis asetilkolin
nikotinik. Dalam penelitian dinyatakan bahwa tribendimidine aman dan memiliki
aktivitas klinik yang baik terhadap Ascaris dan hookworm. Tribendimidine tidak
dapat digunakan sebagai antelmintik dimana pasien telah resisten terhadap levamisol
atau pirantel dengan mekanisme aksi yang sama. Namun, pribendimidine dapat
produktif untuk digunakan dimana pasien resisten terhadap benzimidazole.
Tribendimidine dapat dikombinasi dengan antelmintik yang lain.

Gambar 11. Bentuk sediaan dan stuktur kimia tribendimidine.

b. Obat Untuk Pengobatan Trematoda

Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan


yang diinfeksi. Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.

1. Prazikuantel

Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel. Obat ini merupakan


obat pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda
seperti sistisercosis. Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium meningkat
menyebabkan parasite mengalami kontraktur dan paralisis. Prazikuantel mudah
diabsorbsi pada pemberian oral dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal. Kadar
yang tinggi dapat dijumpai dalam empedu. Obat dimetabolisme secara oksidatif
dengan sempurna, meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif
dan dikeluarkan melalui urin dan empedu.

Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak mau
makan dan gangguan pencernaan. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil
atau menyusui. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme telah
dilaporkan jika diberikan bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin,
simetidin yang dikenal menghambat isozim sitokrom P-450, menyebabkan
peningkatan kadar prazikuantel. Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati
sistiserkosis mata karena penghancuran organisme dalam mata dapat merusak mata.

Gambar 12. Bentuk sediaan dan struktur kimia Prazikuantel

c. Obat Untuk Pengobatan Cestoda

Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus
pejamu. Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus
selama siklusnya.

1. Niklosamid

Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada
umumnya.

a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis

Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite terhadap ADP


yang menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh skoleks dan
segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya. Laksan diberikan sebelum pemberian
niklosamid oral. Ini berguna untuk membersihkan usus dari segmen-segmen cacing
yang mati agar tidak terjadi digesti dan pelepasan telur yang dapat menjadi
sistiserkosisi. Alcohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid diberikan.
Berikut adalah struktur kimia niklasamid :
Gambar 13. Struktur kimia Niklosamid

b. Farmakokinetik

Niklosamida tidak signifikan diabsorpsi pada saluran pencernaan.

c. Penggunaan Klinis

Niklosamida adalah obat cacing yang aktif terhadap kebanyakan cacing pita,
termasuk cacing pita daging sapi (Taenia saginata), cacing pita babi (T. solium),
cacing pita ikan (Diphyllobothrium latum) dan cacing pita anjing (Dipylidium
caninum). Niklosamid juga dapat diberikan untuk infeksi dengan cacing pita kerdil,
Hymenolepis nana.

Niklosamida diberikan dalam bentuk tablet, yang harus dikunyah secara


menyeluruh sebelum menelan dengan air. Untuk infeksi dengan cacing pita babi 2-g
dosis tunggal diberikan setelah sarapan ringan. Niklosamida tidak aktif terhadap
bentuk larva (cysticerci), pencahar diberikan sekitar 2 jam setelah dosis untuk
mengeluarkan cacing yang terbunuh dan meminimalkan kemungkinan migrasi telur
T. solium ke dalam perut. Antiemetik juga dapat diberikan sebelum pengobatan.
Untuk infeksi cacing pita daging sapi atau ikan dosis 2-g dari niklosamida dapat
dibagi, dengan 1 g diminum setelah sarapan dan 1 g satu jam kemudian. Pada infeksi
cacing pita kerdil dosis awal 2 g diberikan pada hari pertama diikuti oleh 1 g setiap
hari selama 6 hari. Anak-anak berusia 2 sampai 6 tahun diberikan setengah dosis di
atas dan yang di bawah usia 2 tahun diberikan seperempat dosis di atas.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Adapun simpulan dari makalah ini Antara lain :

Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam infeksi
yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh inangnya dengan
cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh) dan mengambil nutrisi daritubuh
inangnya.

Jenis-jenis cacing yang dapat menginfeksi adalah :

- Cacing Gelang: (Ascaris lumbricoides)

- Cacing Cambuk: (Tricuris trichiura)

- Cacing Tambang: (Necator Americanus Dan Ancylostoma Duodenale)

- Cacing Kremi: (Enterobius vermicularis)

Gejala umum jika terinfeksi cacing adalah timbulnya rasa mual, lemas, hilangnya nafsu makan,
rasa sakit di bagian perut, diare, dan turunnya berat badan karena penyerapan nutrisi yang
tidak mencukupi dari makanan. Pada infeksi yang lebih lanjut apabila cacing sudah berpindah
tempat dari usus ke organ lain, sehingga menimbulkan kerusakan organ & jaringan, dapat
timbul gejala demam, adanya benjolan di organ/jaringan tersebut, dapat timbul reaksi alergi
terhadap larva cacing, infeksi bakteri, kejang atau gejala gangguan syaraf apabila organ otak sudah
terkena.

Obat-obat penyakit cacing diantaranya Mebendazol, Tiabendazol, Albendazol,


Piperazin, Dietilkarbamazin, Pirantel, Oksantel, Levamisol, Praziquantel, Ivermektin.
DAFTAR PUSTAKA

Desser SS . Dientamoeba Fragilis. London : School Of Hygiene and Tropical Medicine ;


2007.

Kasim F, Yulia T, Kosasih. ISO Indonesia volume 44. Jakarta : Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia ; 2009.

Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta : EGC ;1989.

Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi VIII. Jakarta: Salemba Medika ; 2002.

Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya
Medika ; 2001.

Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto ; 2011.

Sweetman SC. Martindale : The Complete Drug Reference. Thirty Sixth Edition.

London : The Pharmaceutical Press ; 2009.

Tjay TH, Rahardja K. Obat – Obat Penting. Jakarta : Elex Media Komputindo ; 2002.

Anda mungkin juga menyukai