ANTHELMINTIK
Disusun Oleh :
M. Irhas 15330159
Kelompok 3
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan pembelajaran.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, dalam rangka penyelesaian makalah
yang berjudul Anthelmintik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi cacing ini Apabila dicermati lebih lanjut pengaruhnya bisa sangat
mengganggu, terutama pada anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, infeksi
ringannya, dapat mengakibatkan anemia dengan berbagai manifestasi kilinis, baik
yang terlihat secara nyata maupun yang tidak terlihat. Kasus infeksi yang sedang
sampai berat bisa mengakhibatkan adanya gangguan penyerapan pada usus dan
gangguan beberapa fungsi organ dalam. Gangguan yan ditimbulkan mulai dari yang
ringan tanpa gejala hingga sampai yang berat bahkan sampai mengancam jiwa.
Secara umum gangguan nutrisi atau anmeia dapat terjadi pada penderita. Hal ini
secara tidak langsung akan mengakibatkan gangguan kecerdasan pada anak. Karena
itu, cacingan masih menjadi masalah kesehatan mendasar di negeri ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan suatu upaya bersama dan juga
kesadaran dalam menanggulangi penyakit ini. Salah satunya dengan Penggunaan
antihelmintik atau obat anti cacing yang merupakan salah satu upaya
penanggulangan infeksi cacingan. Sebagian besar antihelmintik efektif terhadap satu
macam jenis cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum
menggunakan obat tertentu. pemberian antihelmintik haruslah mengikut indikasi-
indikasi tertentu. Untuk mengobati cacingan, banyak obat anti cacing diberikan yang
bertujuan untuk mengeluarkan cacing segera bersama tinja hanya dalam dosis sekali
minum. Obat anti-cacing yang dipilih harus diperhatikan benar karena tidak
semuanya cocok pada anak maupun orang dewasa. Pemberian obat anti cacing tanpa
dasar justru akan merugikan penderita yang mana akan memperberat kerja hati.
Diagnosis harus dilakukan dengan menemukan telur/larva dalam tinja, urin, sputum
dan darah atau keluarnya cacing dewasa melalui anus,mulut atau lainnya. Maka dari
itu penggunaan antihelmintik sangat diperlukan dalam memberantas dan mengurangi
cacing dalam organ atau jaringan tubuh.
Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam
infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh
inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh) dan
mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Pada kasus cacingan, maka cacing tersebut
dapat melemahkan tubuh inangnya dan menyebabkan gangguan kesehatan.
Cacingan biasanya terjadi karena kurangnya kesadaran akan kebersihan baik terhadap
diri sendiri ataupun terhadap lingkungannya. Cacingan dapat menular melalui
larva/telur yang tertelan & masuk ke dalam tubuh. Cacing merupakan hewan tidak
bertulang yang berbentuk lonjong & panjang yang berawal dari telur/larva hingga
berubah menjadi bentuk cacing dewasa. Cacing dapat menginfeksi bagian tubuh manapun
yang ditinggalinya seperti pada kulit, otot, paru-paru, ataupun usus/saluran
pencernaan. penyakit ini bisa menurunkan tingkat kesehatan. Di antaranya,
menyebabkan anemia, IQ menurun, lemas tak bergairah, ngantuk, malas beraktivitas
serta berat badan rendah.
Cacing mempunyai tubuh yang simetrik bilateral dan tersusun banyak sel
(multiseluler). Parasit cacing yang penting bagi manusia terdiri dari dua golongan
besar yaitu filum Plathyhelminthes dan filum Nemathelminthes. Plathyhelminthes
terdiri dari dua kelas, yaitu Cestoda dan Trematoda, sedangkan kelas Nematoda
merupakan kelas yang penting dalam filum Nemathelminthes.
Cacing pada manusia pun ada banyak jenisnya. Adapun Nematoda usus yang
ada pada manusia diantaranya :
1. Ascaris lumbricoides
- Ancylostoma duodenale
- Necator americanus
4. Strongyloides stercorali s
7. Trichinella spiralis
Cacing cambuk tampak berwarna merah muda atau abu-abu dan bentuknya seperti
cambuk. Besarnya sekitar 3–5 cm. Cacing betinanya bisa bertelur 5 ribu-10 ribu butir
per-hari. Biasanya infeksi cacing ini menyerang pada usus besar. Dia menghisap
darah dan hidup di dalam usus besar. Infeksinya sering menimbulkan perlukaan pada
usus, karena kepala cacing dimasukkan ke dalam permukaan usus penderita. Cacing
ini juga menghisap sari makanan yang dimakan oleh penderita.
Cara penularannya, telur cacing tertelan bersama dengan air atau makanan, kemudian
menetas di usus kecil dan tinggal di usus besar ,selanjutnya telur cacing akan keluar
melalui kotoran dan jika telur ini menetas, telur ini akan hidup sampai dewasa di dalam
usus halus. Gejala yang timbul pada penderita cacing cambuk antara lain nyeri
abdomen, diare dan usus buntu. Cara pencegahan sebenarnya cukup dengan yaitu
menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan terutama dalam penyajian makanan.
Dalam membeli makanan, harus memastikan bahwa penjual makanan
memperhatikan aspek kebersihan dalam mengolah makanan.
Cacing tambang adalah cacing yang paling ganas, karena ia menghisap darah.
Paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
Cacing ini berwarna Merah dan besarnya sekitar 8–13 mm. Cacing betinanya bisa
bertelur 15 ribu-20 ribu butir per-hari. Cacing dewasa bertahan hidup 2-10 tahun.
Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan
dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Penularannya cepat, karena larva
cacing tambang sanggup menembus kulit kaki yang selajutnya akan terbawa oleh
pembuluh darah ke dalam usus.
a. Gejala Umum
Perut buncit, badan kurus, rambut seperti rambut jagung, lemas dan cepat
lelah, muka pucat, serta mata belekan. sakit perut, diare berulang dan kembung.
b. Gejala Khusus
1. Cacing Gelang
2. Cacing Cambuk
4. Cacing Kremi
Telur cacing ini masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu bersarang di usus
besar. Setelah dewasa, cacing berpindah ke anus. Dalam jumlah banyak, cacing ini
bisa menimbulkan gatal-gatal di malam hari. Tidak heran bila si kecil nampak rewel
akibat gatal-gatal yang tidak dapat ditahan. Olesi daerah anusnya dengan baby oil
dan pisahkan semua peralatan yang bisa menjadi media penyebar, seperti handuk,
celana, pakaian.
Nematoda adalah Cacing ini berukuran kecil (mm) sampai satu meter atau
lebih, telur mikroskopis. Contoh anggota nematoda yang parasit pada manusia yakni
cacing kremi, cacing pita dan cacing gelang.
1. Piperazin
b. Farmakokinetik
Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, sangat baik. Sebagian obat yang
diserap mengalami metabolisme, sisanya diekskresi melalui urin. Menurut Rogers
(1958), tidak ada perbedaan yang berarti antara garam sitrat, fosfat dan adipat dalam
kecepatan ekskresinya melalui urin. Tetapi ditemukan variasi yang besar pada
kecepatan ekskresi antar individu. Yang diekskresi lewat urin sebanyak 20% dan
dalam bentuk utuh. Obat yang diekskresi lewat urin ini berlangsung selama 24 jam.
Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi umumnya
tidak menyebabkan efek samping, kecuali terkadang nausea, vomitus, diare, dan
alergi. Pemberian secara intravena menyebabkan penurunan tekanan darah selintas.
Dosis letal menyebabkan konvulsi dan depresi pernapasan. Pada takar lajak atau
pada akumulasi obat karena gangguan faal ginjal dapat terjadi inkoordinasi otot, atau
kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara, bingung yang akan hilang setelah
pengobatan dihentikan. Piperazin dapat memperkuat efek kejang pada penderita
epilepsi. Karena itu piperazin tidak boleh diberikan pada penderita epilepsi dan
gangguan hati dan ginjal. Pemberian obat ini pada penderita malnutrisi dan anemia
berat, perlu mendapatkan pengawasan ekstra. Karena piperazin menghasilkan
nitrosamin, penggunaannya untuk wanita hamil hanya kalau benar- benar perlu atau
kalau tak tersedia obat alternatif. Piperazin bersifat teratogenic.
Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500 mg/ml,
sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa pada
askariasis adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak 75 mg/kgBB (maksimum 3,5
g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari berturut-turut. Untuk cacing kremi
(enterobiasis) dosis dewasa dan anak adalah 65 mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali
sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya diulangi sesudah 1-2 minggu. Berikut sediaan
piperazin :
2. Pirantel Pamoat
Obat ini efektif untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang.
Mekanisme kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan
frekuensi imfuls, menghambat enzim kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik,
ekskresi sebagian besar bersama tinja, <15% lewat urine. Pirantel pamoat sangat
efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing tambang, tetapi tidak efektif terhadap
trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan penerusan impuls
neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh
oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama
tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera mati Resorpsinya dari usus ringan
kira–kira 50% diekskresikan dalam keadaan utuh bersamaan dengan tinja dan lebih
kurang 7% dikeluarkan melalui urin. Efek sampingnya cukup ringan yaitu berupa
mual, muntah, gangguan saluran cerna dan kadang sakit kepala.
3. Mebendazol
Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya. Obat ini
tidak larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan
terbuka Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap cacing Toxocara
canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina. Trichuris vulpis, Uncinaria stenocephala,
Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia hydatigena, Echinococcus
granulosus dan aeniaformis hydatigena. Senyawa ini merupakan turunan
benzimidazol, obat ini berefek pada hambatan pemasukan glukosa ke dalam cacing
secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen dalam cacing. Mebendazol
juga dapat menyebabkan kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi
asetilkolinesterase cacing.
a. Farmakokinetika
Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian oral
absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang
disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic
metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin hanya sekitar 2% dari dosis dalam
bentuk yang utuh dan metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu 48 jam.
Absorbsi mebendazol akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak.
1. Antiepileptics
2. Histamin H2-antagonis
d. Penggunaan Klinis
1 Capillariasis
2 Echinococcosis
3 Toxocariasis.
4 Strongyloidiasis
5. Invermektin
b. Farmakokinetik
c. Penggunaan Klinis
Ivermektin dapat digunakan dalam mengobati :
2 Onchocerciasis.
3 Strongyloidiasis
6. Albendazole
b. Farmakokinetik
c. Interaksi
1. Albendazol - Anthelmintik
2. Albendazol – Kortikosteroid
3. Histamin H2-antagonis
Konsentrasi albendazol sulfoksida ditemukan meningkat di dalam
empedu dan cairan kista hydatid (pada penyakit hydatid) saat albendazole
diberikan dengan simetidin, yang dapat meningkatkan efektivitas dalam
pengobatan echinococcosis.
d. Penggunaan Klinis
1. Ascariasis
Albendazole digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan mebendazol
dalam pengobatan ascariasis. Kedua obat tersebut sama-sama sangat efektif dengan
tingkat kesembuhan yang lebih besar dari 98% dilaporkan dalam satu study
albendazol.
2. Capillariasis
Albendazole dengan dosis 400 mg setiap hari selama 10 hari telah disarankan
sebagai alternatif menggantikan mebendazole untuk pengobatan capillariasis.
3. Loiasis
4. Mikrosporidiosis
5. Echinococcosis
1. Prazikuantel
Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak mau
makan dan gangguan pencernaan. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil
atau menyusui. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme telah
dilaporkan jika diberikan bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin,
simetidin yang dikenal menghambat isozim sitokrom P-450, menyebabkan
peningkatan kadar prazikuantel. Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati
sistiserkosis mata karena penghancuran organisme dalam mata dapat merusak mata.
Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus
pejamu. Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus
selama siklusnya.
1. Niklosamid
Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada
umumnya.
b. Farmakokinetik
c. Penggunaan Klinis
Niklosamida adalah obat cacing yang aktif terhadap kebanyakan cacing pita,
termasuk cacing pita daging sapi (Taenia saginata), cacing pita babi (T. solium),
cacing pita ikan (Diphyllobothrium latum) dan cacing pita anjing (Dipylidium
caninum). Niklosamid juga dapat diberikan untuk infeksi dengan cacing pita kerdil,
Hymenolepis nana.
PENUTUP
Kesimpulan
Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam infeksi
yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh inangnya dengan
cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh) dan mengambil nutrisi daritubuh
inangnya.
Gejala umum jika terinfeksi cacing adalah timbulnya rasa mual, lemas, hilangnya nafsu makan,
rasa sakit di bagian perut, diare, dan turunnya berat badan karena penyerapan nutrisi yang
tidak mencukupi dari makanan. Pada infeksi yang lebih lanjut apabila cacing sudah berpindah
tempat dari usus ke organ lain, sehingga menimbulkan kerusakan organ & jaringan, dapat
timbul gejala demam, adanya benjolan di organ/jaringan tersebut, dapat timbul reaksi alergi
terhadap larva cacing, infeksi bakteri, kejang atau gejala gangguan syaraf apabila organ otak sudah
terkena.
Kasim F, Yulia T, Kosasih. ISO Indonesia volume 44. Jakarta : Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia ; 2009.
Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta : EGC ;1989.
Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi VIII. Jakarta: Salemba Medika ; 2002.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya
Medika ; 2001.
Sweetman SC. Martindale : The Complete Drug Reference. Thirty Sixth Edition.
Tjay TH, Rahardja K. Obat – Obat Penting. Jakarta : Elex Media Komputindo ; 2002.