“ MIOMA UTERI “
DISUSUN OLEH :
151810383013
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
I. DEFINISI
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot
polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagenioma. Mioma uteri berbatas tegas, tidak
berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat
berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot
rahimnya yang dominan. Beberapa istilah untuk mioma uteri antara lain fibromioma,
miofibroma, leiomiofibroma, fibroleiomioma, fibroma dan fibroid.
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi
wanita. Kejadian mioma uteri sebesar 20 - 40% pada wanita yang berusia lebih dari
35 tahun dan sering menimbulkan gejala klinis berupa menorrhagia dan dismenora.
Selain itu mioma juga dapat menimbulkan kompresi pada traktus urinarius, sehingga
dapat menimbulkan gangguan berkemih maupun tidak dapat menahan berkemih.
II. ETIOLOGI
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu insiator dan
promotor. Faktor - faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum
diketahui dengan pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik
dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth
factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan
tumor.
Tidak didapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma,
namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri
dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari
miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium.
Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda
namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti.
Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation
apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma:
A. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan
ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi
ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus
menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen di miometrium normal
berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus
menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut tertekan selama kehamilan.
B. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang
siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural
dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua
cara yaitu mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan
jumlah reseptor estrogen pada mioma.
C. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode
ini memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon
pertumbuhan dan estrogen.
Mioma uteri sebenarnya berasal dari sebuah sel miosit progenitor tunggal. Mutasi
primer yang menginisiasi pembentukan tumor masih belum diketahui, namun 40%
dari mioma uteri ini teridentifikasi mengalami defek kariotipe, seperti di kromosom 6,
7, 12 dan 14.
Selain itu, mioma uteri adalah tumor yang sensitif terhadap estrogen dan
progesteron. Oleh sebab itu, ia tumbuh selama tahun-tahun reproduksi, dan setelah
menopause tumor ini mengecil dan insidennya juga lebih rendah. Mioma uteri ini
membentuk lingkungan yang hiperestrogen, dimana estrogen diperlukan untuk
pertumbuhannya. Perbedaannya dengan sel miosit normal antara lain: Pertama,
mioma uteri ini memiliki densitas reseptor estrogen yang lebih hebat sehingga ikatan
estradiol juga akan lebih besar. Kedua, tumor ini mengonversikan sedikit estrogen
menjadi estrone yang lemah. Dan yang ketiga, mioma uteri memiliki kadar sitokrom
P450 aromatase yang lebih tinggi dibandingkan miosit normal. Sitokrom ini
mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen. Dengan kata lain, apa saja kondisi
yang berhubungan dengan peningkatan produksi estrogen, maka ia akan mendorong
pertumbuhan mioma uteri.
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja
mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dar
ipenelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% gejala
perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita
dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter,
dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri (14%), keluhan
obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-
10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus
spontan dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
repository.usu.ac.id
https://sandurezu.wordpress.com/2013/08/29/mioma-uteri-leiomyoma/
https://eprints.uns.ac.id
www.google.com