Oleh :
KELOMPOK 2
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pengertian Pajak Penghasilan Badan
Pada Pasal 1 dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Pajak Penghasilan merupakan
Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam satu tahun pajak. Sehingga, Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) merupakan pajak yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh suatu badan usaha seperti yang
dimaksud dalam UU KUP.
Subjek Pajak Penghasilan Badan
Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan usaha yang didirikan atau berkedudukan di
Indonesia. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan usaha yang tidak didirikan atau tidak
berkedudukan di Indonesia. Namun badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia, dan/atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di
Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT
di Indonesia.
Objek Pajak Penghasilan Badan
Yang menjadi objek PPh Badan adalah penghasilan. Penghasilan yang dimaksud adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang telah diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Penghasilan tersebut dapat digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak Badan yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak Badan
1. Wajib mendaftarkan diri untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dan
apabila Wajib Pajak Badan melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau ekspor BKP yang terutang PPN berdasarkan UU
PPN 1984, maka Wajib Pajak Badan tersebut wajib dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak (PKP).
2. Wajib untuk menyelenggarakan pembukuan. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 ayat (1) UU
KUP, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
Pembukuan menurut UU nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mendapatkan
data dan informasi keuangan. Informasi keuangan tersebut meliputi keadaan harta,
kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa yang terutang maupun yang tidak terutang PPN, yang
dikenakan PPN dengan tarif 0% dan yang dikenakan PPnBM, serta yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan penghitungan rugi/laba pada saat tahun
pajak berakhir.
3. Wajib melakukan pemotongan dan pemungutan, diantaranya yaitu kewajiban pajak
sendiri (seperti PPh Pasal 25/29), kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak
atas penghasilan orang lain (misalnya: PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26,
dan PPh Final), dan kewajiban memungut PPN dan atau PPnBM (jika ada) yang khusus
berlaku bagi PKP.
Hak Perpajakan bagi Wajib Pajak Badan
1. Wajib Pajak Badan berhak untuk memperoleh pembinaan dan pengarahan dari fiskus.
2. Berhak untuk membetulkan dan memperpanjang waktu penyampaian SPT.
3. Berhak untuk mengajukan keberatan, banding dan gugatan serta peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung (MA).
4. Wajib Pajak Badan juga memiliki hak untuk memperoleh kelebihan atas pembayaran
pajak.
5. Memiliki hak dalam hal wajib pajak dilakukan pemeriksaan.
6. Selain itu, Wajib Pajak Badan berhak untuk mendapat fasilitas perpajakan.
7. Berhak mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak, menunda
penagihan pajak, dan memperoleh imbalan bunga dari keterlambatan pembayaran
kelebihan pajak oleh DJP.
8. Berhak untuk melakukan perkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.
9. Dan berhak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang dikeluarkan sesuai
biaya fiskal.
Penghitungan Pajak Penghasilan Badan
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, maka harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak
yang diperoleh dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal tersebut dilakukan terhadap seluruh
unsur penyusunan laporan laba rugi, serta meliputi pendapatan dan biaya. Rekonsiliasi fiskal
dapat dilakukan terhadap:
1. Wajib Pajak yang memiliki penghasilan final.
2. Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
3. Wajib Pajak telah mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang
penghasilan (sesuai Pasal 9 UU PPh).
4. Wajib Pajak telah mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal)
tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal.
5. Wajib Pajak telah mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan
pendapatan yang telah dikenakan PPh final.