Anda di halaman 1dari 5

MANAJEMEN PERPAJAKAN

Manajemen Pajak atas Laba Usaha dan Laba Lainnya

Oleh :

KELOMPOK 2

Quita Amelia Budiana (2007611005)


Wira Yulia Br Lubis (2007611006)
Ayu Putu Monika Maharani Dewi (2007611016)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pengertian Pajak Penghasilan Badan
Pada Pasal 1 dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Pajak Penghasilan merupakan
Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam satu tahun pajak. Sehingga, Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) merupakan pajak yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh suatu badan usaha seperti yang
dimaksud dalam UU KUP.
Subjek Pajak Penghasilan Badan
Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan usaha yang didirikan atau berkedudukan di
Indonesia. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan usaha yang tidak didirikan atau tidak
berkedudukan di Indonesia. Namun badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia, dan/atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di
Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT
di Indonesia.
Objek Pajak Penghasilan Badan
Yang menjadi objek PPh Badan adalah penghasilan. Penghasilan yang dimaksud adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang telah diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Penghasilan tersebut dapat digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak Badan yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak Badan
1. Wajib mendaftarkan diri untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dan
apabila Wajib Pajak Badan melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau ekspor BKP yang terutang PPN berdasarkan UU
PPN 1984, maka Wajib Pajak Badan tersebut wajib dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak (PKP).
2. Wajib untuk menyelenggarakan pembukuan. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 ayat (1) UU
KUP, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
Pembukuan menurut UU nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mendapatkan
data dan informasi keuangan. Informasi keuangan tersebut meliputi keadaan harta,
kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa yang terutang maupun yang tidak terutang PPN, yang
dikenakan PPN dengan tarif 0% dan yang dikenakan PPnBM, serta yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan penghitungan rugi/laba pada saat tahun
pajak berakhir.
3. Wajib melakukan pemotongan dan pemungutan, diantaranya yaitu kewajiban pajak
sendiri (seperti PPh Pasal 25/29), kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak
atas penghasilan orang lain (misalnya: PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26,
dan PPh Final), dan kewajiban memungut PPN dan atau PPnBM (jika ada) yang khusus
berlaku bagi PKP.
Hak Perpajakan bagi Wajib Pajak Badan
1. Wajib Pajak Badan berhak untuk memperoleh pembinaan dan pengarahan dari fiskus.
2. Berhak untuk membetulkan dan memperpanjang waktu penyampaian SPT.
3. Berhak untuk mengajukan keberatan, banding dan gugatan serta peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung (MA).
4. Wajib Pajak Badan juga memiliki hak untuk memperoleh kelebihan atas pembayaran
pajak.
5. Memiliki hak dalam hal wajib pajak dilakukan pemeriksaan.
6. Selain itu, Wajib Pajak Badan berhak untuk mendapat fasilitas perpajakan.
7. Berhak mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak, menunda
penagihan pajak, dan memperoleh imbalan bunga dari keterlambatan pembayaran
kelebihan pajak oleh DJP.
8. Berhak untuk melakukan perkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.
9. Dan berhak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang dikeluarkan sesuai
biaya fiskal.
Penghitungan Pajak Penghasilan Badan
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, maka harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak
yang diperoleh dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal tersebut dilakukan terhadap seluruh
unsur penyusunan laporan laba rugi, serta meliputi pendapatan dan biaya. Rekonsiliasi fiskal
dapat dilakukan terhadap:
1. Wajib Pajak yang memiliki penghasilan final.
2. Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
3. Wajib Pajak telah mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang
penghasilan (sesuai Pasal 9 UU PPh).
4. Wajib Pajak telah mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal)
tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal.
5. Wajib Pajak telah mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan
pendapatan yang telah dikenakan PPh final.

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI


Warga negara Indonesia diberikan kebebasan dalam berusaha selama tidak bertentangan dengan
ketentuan perundang-undangan. Untuk melakukan usaha secara pribadi, maka seseorang tidak
memerlukan tidak memerlukan izin khusus dalam pendiriannya, karena bukan merupakan badan
usaha atau badan hokum. Usaha perorangan ini bisa dijalankan dengan membuat Usaha Dagang
(UD) atau usaha lainnya, tanpa harus memiliki nama usaha. Contoh usaha yang dijalankan pun
bisa beragam dari berdagang, manufaktur skala kecil, jasa, dsb.
Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, usaha perseorangan:
1. Menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi, yaitu pemilik yang
sebenarnya dari usaha tersebut demi keperluan perpajakan.
2. Pengusaha wajib menjalankan pembukuan dalam menjalankan kegiatan usahnya, namun
dalam hal peredaran usaha pengusaha dalam satu tahun pajak tidak melebihi 4,8 miliar,
pengusaha boleh tidak melakukan pembukuan, namun wajib membuat pencatatan. Dalam
menghitung penghasilan neto untuk keperluan perpajakan, pengusaha menggunakan
norma perhitungan penghasilan neto yang diatur dalam pasal 14 UU PPh dan Peraturan
Direktur Jendral Pajak nomor PER-17/PJ/2015
3. Selain boleh dikurangkan dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sesuai dengan
ketentuan UU PPh, pengusaha juga boleh mengurangkan penghasilan netonya dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dihitung berdasarkan keadaan/status
perkawinan Wajib Pajak dan jumlah tanggungannya. Ketentuan mengenai biaya yang
dapat dikurangkan diatur dalam pasal 6 UU PPh, ketentuan mengenai PTKP diatur dalam
Pasal 7 UU PPh.
4. Dalam perhitungan pajak terutang, berlaku tariff pajak progresif, yaitu tariff pajak yang
semakin meningkat seiring besarnya penghasilan kena pajak. Ketentuan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 46/2013, bagi pengusaha yang dalam satu
tahun pajak peredaran usahanya tidak lebih dari 4,8 miliar pengusaha wajib menghitung
pajaknya secara final dengan tarif 1% dari peredaran usaha setiap bulannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://klikpajak.id/blog/pajak-bisnis/pajak-penghasilan-badan-2/
https://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=85&list=&q=&hlm=3

Anda mungkin juga menyukai