Anda di halaman 1dari 2

Lukman Talayansa

K1A118003

1. Bagaimana jika pasien asma atau ppok terinfeksi corona?


Yang terpenting harus diketahui adalah pasien dengan asma harus tetap dalam keadaan gejala tetap
terkontrol.
- Berkomunikasi dengan pasien, keluarga dan pengasuh mereka, dan mendukung kesejahteraan
mental mereka, penandatanganan ke badan amal untuk membantu mengurangi kecemasan dan
ketakutan yang mungkin mereka miliki tentang COVID-19
- Ketahuilah bahwa asma yang parah didefinisikan oleh European Respiratory Society dan American
Thoracic Society sebagai asma yang memerlukan pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi dosis
tinggi plus pengontrol kedua (dan/ atau kortikosteroid sistemik) untuk mencegahnya menjadi
'tidak terkontrol', atau yang tetap 'tidak terkontrol' 'terlepas dari terapi ini
- Beri tahu semua pasien, atau orang tua atau wali mereka, untuk terus menggunakan obat-obatan
rutin mereka sesuai dengan rencana tindakan asma yang dipersonalisasi. Ini termasuk orang-
orang dengan COVID-19, atau diduga memilikinya. Ini karena penting agar mereka memastikan
asma mereka stabil. Pastikan rencana tindakan mereka terbaru.
- Minimalkan kontak tatap muka
- Jika pasien memiliki janji tatap muka, pada hari janji temu pertama kali mereka melalui telepon
untuk memastikan mereka tidak mengalami gejala COVID-19.
- Minta pasien untuk menghadiri janji temu dengan tidak lebih dari 1 anggota keluarga atau
pengasuh, atau sendirian jika mereka bisa, untuk mengurangi risiko tertular atau menyebarkan
infeksi. Jika pasien adalah seorang anak, tanyakan bahwa hanya 1 orang dewasa yang menemani
mereka.
- Minimalkan waktu di ruang tunggu
- Ketika pasien dengan COVID-19 yang diketahui atau diduga telah diidentifikasi, ikuti pedoman
yang sesuai.

Sumber: “COVID-19 rapid guideline: severe asthma” yang di published pada 3 april 2020 oleh NICE
(National Institute for Health and Care Excellence) (https://www.nice.org.uk/guidance/ng166) dan
COVID-19 AND ASTHMA: WHAT NEED TO KNOW (http://aaaa.org)
2. Bagaimana tata laksana, jika :

a. Pasien dengan penyakit ringan, tidak memerlukan intervensi rumah sakit, tetapi isolasi diperlukan
untuk mencegah penularan virus lebih luas, sesusai strategi dan sumber daya nasional. Pasien dengan
penyakit ringan diberikan antipiretik untuk demam dan diberikan edukasi apabila terdapat gejala-gejala
yang memberat dan untuk asma ataupun ppok yang telah dideritanya tetap harus dalam keadaan
terkontrol.

b. Pasien dengan penyakit berat, diberikan terapi oksigen dan dimonitoring. Pasien dewasa yang
menunjukkan tanda-tanda darurat (pernapasan terhalang atau apnea, gawat pernapasan, sianosis
sentral, renjatan, koma, atau kejang) perlu menerima tatalaksana saluran pernapasan dan terapi oksigen
untuk mencapai SpO2 ≥ 94%. Mulai berikan terapi oksigen 5 L/menit dan atur titrasi untuk mencapai
target SpO2 ≥ 93% selama resusitasi; atau gunakan sungkup tutup muka dengan kantong reservoir
(dengan tingkat 10-15 L/min) jika pasien dalam kondisi kritis. Setelah pasien stabil, targetnya adalah >
90% SpO2 pada pasien dewasa tidak hamil dan ≥ 92-95% pada pasien hamil. Pasien anak dengan tanda-
tanda darurat (pernapasan terhalang atau apnea, gawat pernapasan, sianosis sentral, renjatan, koma,
atau kejang) perlu menerima tatalaksana saluran pernapasan dan terapi oksigen untuk mencapai SpO2 ≥
94%; jika tidak menunjukkan tanda-tanda darurat, target SpO2 adalah ≥ 90% (25). Disarankan
menggunakan prong hidung (nasal prong) atau kanula hidung untuk pasien anak yang masih kecil karena
lebih dapat diterima.

Sumber : Panduan Sementara Tatalaksana klinis infeksi saluran pernapasan akut berat (SARI) suspek
penyakit COVID-19 WHO, 13 Maret 2020

Anda mungkin juga menyukai