PSIKOLOGI ABNORMAL
Tentang
Gangguan Makan
KELOMPOK 3:
Dosen Pengampu:
2020
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini.
Makalah ini disusun dalam rangka untuk tugas kelompok pada program studi
Psikologi Abnormal. Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat diselesaikan karena
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada dosen pengampu dan teman- teman semuanya. Kiranya makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Penulis mohon maaf apabila didalam makalah ini terdapat kekeliruan baik secara
teknis maupun isinya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Gangguan Makan................................................................................................................. 2
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalammakalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan jenis dari gangguan makan?
2. Apa penyebab gangguan makan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gangguan Makan
Gangguan makan dikenal dengan sebagai eating disorder. Kalau tidak diobati
dengan serius, maka gangguan makan dapat menyebabkan kematian. Gangguan makan
ini sering terjadi pada remaja karena remaja ini termasuk kelompok yang rentan pada
gangguan ini. Karena remaja berusaha untuk bias diterima kelompoknya dan cenderung
menjadi korban model yang menuntut seseorang langsing atau kurus. Banyak remaja
yang sangat memperhatikan dan selalu khawatir tentang bagaimana bentuk tubuh
mereka akibat perubahan fisik dan tekanan sosial. Kekhawatiran ini berkembang
menjadi obsesi yang bias mengakibatkan gangguan makan, misalnya anoreksia nervosa
dan bulimia nervosa yang menyebabkan perubahan berat badan yang bermakna,
menganggu kehidupan sehari-hari. Gangguan makan selalu melibatkan perasaan dan
pikiran negatif mengenai berat badan, sehingga menganggu aktivitasnya sehari-hari.
Ketakutan kelebihan akan kenaikan berat badan mendorong mereka memiliki
pandangan menyimpang mengenai bentuk dan ukuran badan. Mereka berusaha menjaga
berat badan dengan membatasi asupan makanan dengan diet, puasa atau olahraga yang
berlebihan.
Gangguan makan ialah kondisi kompleks yang diakibatkan dari kombinasi
antara perilaku, biologis, psikologis, interpersonal dan faktor sosial. Secara umum
penyebab dari gangguan makan adalah perilaku negatif dan pola ketidakteraturan
makan. Sebenarnya gangguan makan bukan hanya karena melalui pemikiran tentang
makanan dan berat badan, namun lebih dari itu, yakni ketidakteraturan control perasaan
dan emosi terhadap makanan. Bagi sebagian orang, berdiet, tak makan, atau
memuntahkan adalah cara untuk mengatasi emosi yang menyakitkan dalam
mengendalikan hidupnya. Namun kenyataannya kondisi ini bukan menjadi solusi
terhadap masalahnya, namun merusak kesehatan fisik, emosi dan psikososial (Herri&
Marti, 2011).
Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder, 4th Edition (DSM-IV)
mengklasifikasikan ada tiga jenis gangguan makan yaitu anorexia nervosa (AN),
bulimia nervosa (BN), dan binge eating disorder (BED).
1. Anorexia nervosa (AN)
Anorexia nervosa (AN) adalah gangguan pola makan dengan cara membuat
2
3
makan yang lebih besar pada perempuan adalah karena standar budaya masyarakat
Barat menguatkan keinginan untuk menjadi kurus pada perempuan. Selain itu nilai –
nilai sosiokultural mendorong objektivitasi tubuh perempuan. Resiko gangguan
makan terjadi pada kelompok yang sangat peduli terhadap berat badan, misalnya
para model, penari, dan pesenam sangat tinggi.
b. Berbagai Studi Lintas Budaya
Gangguan makan tampaknya lebih banyak terjadi dalam masyarakat industri
seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, dan Eropa dibandingkan pada
masyarakat nonindustri. Selain itu, seiring dengan berbagai masyarakat yang
mengalami perubahan sosial yang berkaitan dengan pengadopsian berbagai praktik
budaya Barat, insiden gangguan makan tampak mengalami peningkatan. Variasi
anatarberbagai budaya dalam prevalensi gangguan makan tetap merupakan suatu
pendapat dan kadang kontroversial. Contohnya, suatu gangguan yang mirip dengan
anoreksia nervosa yang terjadi pada beberapa negara nonindustri di Asia. Gangguan
ini ditandai dengan tubuh yang kurus, menolak makanan dan amenorea, namun tidak
disertai rasa takut menjadi gemuk. Hal ini berkaitan dengan peran individu dalam
hubungan dengan keluarga dan masyarakat mengenai berbagai studi lintas budaya
terhadap gangguan makan.
b. Perbedaan Etnik
Berbagai studi yang lebih mutakhir menyatakan lebih banyak terjadi gangguan
makan dan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh yang lebih besar dikalangan
perempuan kulit putih dibandingkan dengan perempuan Afrika Amerika. Kelompok
etnis bukan merupakan satu – satunya variabel penting dalam berbagai perbedaan
tersebut. Kelas sosial juga merupakan hal penting. Penekanan pada kelangsingan
tubuh dan diet saat ini telah mulai menyebar keluar kalangan kulit putih kelas
menengah atas hingga ke kalangan perempuan dari berbagai kelas sosial yang lebih
rendah dan prevalensi patologi gangguan makan telah meningkat diberbagai
kalangan.
3. Pandangan Psikodinamika
Teori psikodinamika banyak yang menjelaskan tentang gangguan makan salah
satu penyebab utamanya yaitu hubungan orang tua dan anak yang terganggu dan
sepakat bahwa beberapa karakteristik kepribadian menjadi penting. Berbagai teori
7
4. Karakteristik Keluarga
Hubungan yang bermasalah dalam keluarga (Miller, 2012) tampaknya
memang menjadi karakter keluarga beberapa pasien gangguan makan, dengan salah
satu karakteristik yang paling sering terlihat adalah rendahnya dukungan. Meski
demikian, karakteristik keluarga tersebut dapat disebabkan oleh gangguan makan
dan tidak selalu merupakan penyebab. Beberapa karakteristik yang sama juga
ditemukan dalam keluarga dengan tipe psikopatologi lain, termasuk depresi dan
gangguan kepribadian. Dengan demikian, pola keluarga tersebut tidak hanya spesifik
dalam patologi gangguan makan tetapi juga dapat merupakan hal umum dalam
keluarga yang salah satu anggotanya menderita psikopatologi secara umum.
Untuk memahami lebih baik peran dari fungsi keluarga, maka perlu untuk
mulai mempelajari keluarga secara langsung dengan metode observasional daripada
melalui laporan diri sendiri. Dalam salah satu dari sedikit studi observasional yang
dilakukan sejauh ini, para orang tua dari anak-anak dengan gangguan makan tidak
tampak sangat berbeda dengan orang tua dalam kelompok control. Meski demikian,
para orang tua anak-anak dengan gangguan makan memang kurang meiliki beberapa
keterampilan komunikasi, seperti kemampuan untuk meminta klarifikasi atas
pernyataan yang tidak. Studi observasional semacam ini, dipasangkan dengan data
mengenai karakteristik keluarga yang teramati, akan membantu menentukan apakah
karakteristik keluarga yang actual atau yang teramati berkaitan dengan gangguan
makan.
5. Penyiksaan Anak dan Gangguan Makan
Beberapa studi mengindikasikan bahwa penuturan diri tentang pelecehan
seksual di masa kanak-kanak lebih tinggi dari normal di antara pasien dengan
gangguan makan, terutama yang menderita bulimia nervosa.
8
Beberapa data mengindikasikan bahwa laporan tentang pelecehan dapat diciptakan
dalam proses terapi, perlu dicatat bahwa angka pelecehan yang tinggi ditemukan
pada individu yang menderita gangguan makan yang belum pernah mendapatkan
penanganan serta pada mereka yang pernah.
Penelitian juga menemukan angka pelecehan fisik di masa kanak-kanak yang
lebih tinggi di kalangan pasien gangguan makan. Data ini menunjukkan bahwa
berbagai studi di masa mendatang seharusnya memfokuskan pada pengalaman
pelecehan yang lebih luas. Terlebih lagi, telah disampaikan bahwa terjadi atau
tidaknya pelecehan merupakan variable yang bersifat terlalu umum. Pelecehan yang
terjadi pada usia yang sangat awal, melibatkan unsur paksaan, dan dilakukan oleh
anggota keluarga dapat memiliki hubungan yang lebih kuat dengan gangguan makan
dibanding jenis pelecehan lainnya.
6. Pandangan Kognitif-Perilaku
a. Anoreksia Nervosa
Rasa takut terhadap kegemukan dan gangguan citra tubuh dihipotesiskan
sebagai factor-factor yang memotivasi yang menjadikan kondisi melaparkan diri
sendiri dan penurunan berat badan sebagai penguat yang penuh daya. Perilaku untuk
mencapai atau mempertahankan tubuh kurus diperkuat secara negatif dengan
berkurangnya kecemasan akan menjadi gemuk. Terlebih lagi, diet dan penurunan
berat badan dapat diperkuat secara positif dengan perasaan memiliki menguasai atau
control diri yang ditimbulkannya.
Faktor penting lain yang menghasilkan dorongan kuat untuk langsing dan citra
tubuh yang terganggu adalah kritik dari teman-teman sebaya dan orang tua tentang
kelebihan berat badan yang. Obesitas dalam pengukuran pertama berhubungan
dengan olok-olok yang diucapkan oleh teman-teman sebaya dan dalam pengukuran
kedua berhubungan dengan simtom-simtom gangguan makan.
Makan berlebihan sering kali terjadi bila diet gagal. Sehingga bila
kekambuhan terjadi dalam diet ketat yang dilakukan penderita anoreksia nervosa,
kekambuhan tersebut kemungkinan akan meningkat menjadi makan berlebihan.
Pasien dengan anoreksia yang tidak mengalami episode makan berlebihan dan
pengurasan mungkin memiliki preokupasi yang lebih mendalam
9
dengan bertambahnya berat badan dan ketakutan akan hal itu (Schlundt & Johnson,
1990) atau dapat lebih mampu melakukan pengendalian diri.
b. Bulimia Nervosa
Penderita bulimia nervosa juga dianggap memiliki kekhawatiran berlebihan
dengan penambahan berat badan dan penampilan tubuh; mereka menilai diri mereka
menilai diri mereka terutama berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh mereka.
Mereka cenderung memfokuskan pada berat badan dan bentuk tubuh, seraya
berharap bahwa usaha mereka dalam bidang ini akan membuat mereka secara umum
merasa lebih baik. Mereka mencoba mengikuti pola makan terbatas yang sangat
kaku, dengan aturan ketat mengenai jumlah asupan makanan, jenis makanan yang
dimakan, dan kapan harus makan. Aturan tersebut akhirnya dilanggar, dan
pelanggaran tersebut meningkat menjadi makan berlebihan. Setelah makan
berlebihan, timbul perasaan jijik dan rasa takut menjadi gemuk, sehingga memicu
tindakan kompensatori seperti muntah.
Skala Pembatasan, yaitu suatu kuisioner yang mengukur tentang diet dan
makan berlebihan, untuk melakukan penelitian laboratorium terhadap orang-orang
yang menjalani diet dan memiliki sikap menyimpang tentang makan. Berbagai studi
tersebut secara umum dilakukan menggunakan berbagai tes uji cita rasa. Salah satu
studi semacam itu digambarkan sebagai pengukuran terhadap efek temperature pada
cita rasa. Untuk mencapai suatu kondisi “dingin”, pertama-tama beberapa peserta
meminum 15 ons susu coklat kocok (disebut sebagai asupan awal oleh para peneliti)
dan kemudian diberi tiga mangkuk es krim untuk merasakan dan merating rasanya.
Para peserta diberi tahu bahwa setelah mereka menyelesaikan pemberian rating,
mereka boleh memakan es krim sebanyak yang diinginkan. Variable tergantung
adalah banyaknya es krim yang dimakan.
Ditemukan beberapa kondisi lain yang semakin meningkatkan banyaknya
asupan makanan pada orang-orang yang melakukan pembatasan makanan setelah
asupan awal, yang perlu dicatat adalah beragam mood negatif, seperti kecemasan
dan depresi. Meningkatnya konsumsi makanan pada orang-orang yang membatasi
asupan makanannya terutama terjadi ketika citra dirimereka terancam, dan jika
mereka memiliki harga diri rendah. Bila orang-orang yang membatasi asupan
makanannya mendapatkan umpan balik yang salah bahwa mereka memiliki berat
badan tinggi, mereka merespons dengan peningkatan emosi negatif dan peningkatan
konsumsi makanan .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah “anorexia’’ berarti hilangnya selera makan, dan “nervosa” mengidentifikasikan
bahwa hilangnya selera makan tersebut memiliki sebab emosional. Jadi anorexia nervosa
adalah suatu keadaan dimana hilangnya selera makan pada diri seseorang yang dipengaruhi
oleh faktor emosional.Pada pasien anorexia keadaan melaparkan diri dan penggunaan obat
pencahar yang berlebihan dapat menyebabkan turunnya tekanan darah, melambatnya denyut
jantung, gangguan pada ginjal dan sistem pencernaan, kulit menjadi kering, kuku mudah
patah, kadar hormone berubah, dan dapat terjadi anemia ringan.
Bulimia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “lapar seperti sapi jantan”. Gangguan
ini mencakup episode konsumsi sejumlah besar makanan secara cepat, diikuti dengan
perilaku kompensatori seperti muntah, puasa, atau olahraga berlebihan.Efek samping pada
pasien bulimia terjadi karena seringnya pengurasan yang dapat menyebabkan beburangan
potassium. Penggunaan obat pencahar secara berlebihan dapat menyababkan diare dan
perubahan elektrolit dalam tubuh sehingga menyebabkan denyut jantung menjadi tidak
teratur.
Pada kasus Tina Toon, keluarga sangat berperan dalam menangani kesembuhannya.
Keluarga Tina menyadari bahwa ini masalah bersama dan ahirnya saling bahu membahu
berusaha menyelesaikan masalah, dengan cara membantu Tina menghilangkan kebiasaan
makannya yang salah. Seperti yang telah dijelaskan p[ada materi diatas, bahwa salah satu
penanganan paling efektif dalam bullimia nervosa dan anoreksia adalah memperbaiki sistem
keluarga.
Selain itu terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
gangguan makan, baik itu anoreksia maupun bullimia. Gangguan makan yang dialami
seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis, dan faktor sosiokultural. Selain itu, pola
keluarga dalam menyelesaikan suatu konflik internal juga memengaruhi seorang individu
terkena gangguan makan
Cara menangani gangguan makan, salahsatunya dengan menggunakan obat obatan,
atau menggunakan penanganan secara kognitif dan psikologis. Menurut penilaian,
penanganan yang dilakukan akan menjadi lebih efektif jika melibatkan ketiga penanganan
tersebut. Karena apabila seorang individu yang mengalami gangguan makan diberi obat saja
10
tanpa ada penanganan lain, orang tersebut akan merasa ketergantungan terhadap obat,
dan bila obat tersebut habis, maka gangguanya akan kambuh kembali.
B. Saran
Makalah ini dapat bermanfaat bagi para orangtua, agar lebih memerhatikan kondisi
anaknya. Ketika remaja, anak, teruitama perempuan sanga terpengaruh oleh lingkungan
sekitar.Kondisi Psikis anak saat remaja sangat tidak stabil, sehingga sedikit kritikan terhadap
bentuk tubuhnya, akan membuatnya merasa down. Ia akan berusaha dengan berbagai cara
untuk membuat tubuhnya memilki berat badan ideal, dan mempertahankan tubuhnya agar
terus kurus. Disinilah orangtua dan keluarga memilki andil besar. Kelarga harus bahu
membahu mengembalikan rasa percaya diri anak, agar anak tidak merasa depresi karena
bentuk tubuhnya yang menurutnya tidak ideal. Makalh ini diharapkan dapat membantu
orangtua dan teman-teman dijurusan psikologi untuk lebih memahami fenomena gangguan
makan, yaitu anreksia dan bullimia.
11
DAFTAR KEPUSTAKAAN