Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PSIKOLOGI KERJASAMA ANTAR BUDAYA


Tentang

Interpersonal & Intergroup Relation

Kelompok 10

Aldo Anandari Saputra 183030600


Attika Ratu Perdana 1830306006
Muhammad Yusuf 1830306029

Dosen Pengampu
Fiona Ivella Harsyaf. S.Psi,M.Psi.,Psikolog

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) BATUSANGKAR 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang diajukan untuk
memenuhi nilai mata kuliah Psikologi Kerjasama Antar Budaya. Shalawat serta salam
semoga dilimpah curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW .

Tujuan pertama penulis membuat makalah ini ialah untuk memenuhi nilai dalam mata
kuliah Psikologi Kerjasama Antar Budaya. Serta yang kedua untuk menyampaikan hal-hal
terkait Interpersonal & Intergroup Relation.

Tidak lupa juga penulis haturkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Allah
SWT, karena-Nya dapat menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik. Selain itu, kepada
dosen Psikologi Kerjasama Antar Budaya penulis juga menghaturkan banyak rasa terima
kasih karena telah membimbing dalam pembuatan makalah ini. Disisi lain, juga kepada orang
tua penulis yang turut serta memberi dukungan agar dapat mencapai sesuatu yang terbaik
dalam pembuatan makalah ini. Dan tidak lupa kepada rekan-rekan mahasiswa yang turut
memberikan atensinya dalam pembuatan makalah ini.

Harapan penulis dalam pembuatan makalah ini, agar dapat menjadi satu acuan yang
dapat memberikan wawasan baru kepada pembaca tentang materi yang penulis sajikan. Serta
tak lupa dihaturkan maaf bila terdapat penulisan ataupun kata-kata yang kurang berkenan.
Kritik dan saran sangat kita harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

Solok, 21 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Cultural and Impression Formation 2
1. Culture and Face Recognition 2
2. Impression Formation 2
3. Culture and Attractiveness 2
B. Sex, Marriage Across Cultures dan Budaya dengan Pernikahan Interkultural 2
1. Culture and Mate Selection (Budaya dan Seleksi Pasangan) 2
2. Culture and Love (Budaya dan Cinta) 3
3. Culture and Sex (Budaya dan Sex) 3
4. Culture and Marriage (Budaya dan Pernikahan) 4
5. Intercultural Marriage (Pernikahan Interkultural) 4
C. Budaya dan Intergroup Relation 4
1. Ingroups and Outgroups 4
2. Ethnocentrism and Prejudice 5
3. Stereotypes 5
4. Discrimination 5
D. Intergroup dan Outgroup Relation 6
BAB III PENUTUP 8
A. Kesimpulan 8
B. Saran 8
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses psikologis yang penting untuk menciptakan ikatan sosial adalah
kemampuan untuk mengenali wajah orang lain Persepsi seseorang juga mengacu pada
proses pembentukan kesan pada penampilan orang lain khususnya daya tarik fisik,
mempengaruhi penilaian kepribadian Walaupun efek dari daya tarik dan penampilan
fisik dari pembentukan kesan positif sudah didokumentasikan dengan baik dalam
literatur psikologi, namun kebudayaan-kebudayaan berbeda dalam mengartikan dan
mendefinisikan daya tarik.

Lalu hal lain apakah yang membentuk ikatan sosial seseorang dalam psikologi
lintas budaya? Hal ini lah yang akan dikupas satu per satu dalam karya ilmiah ini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah yang dimaksud dengan cultural and impression formation?
b. Apakah yang dimaksud dengan sex, marriage across cultures dan budaya dengan
pernikahan interkultural?
c. Bagaimanakah budaya dan intergroup relation?
d. Bagaimana intergroup dan outgroup relation?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:
a. Agar mengetahui pengertian cultural and impression formation
b. Agar mengetahui definisi sex, marriage across cultures dan budaya dengan
pernikahan interkultural
c. Agar mengetahui jabaran mengenai budaya dan intergroup relation
d. Agar mengetahui intergroup dan outgroup relation

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Cultural and Impression Formation


Orang-orang dari semua budaya [ CITATION Mat08 \l 1057 ] memiliki
kebutuhan universal untuk membentuk ikatan berarti dengan orang lain, memiliki
hubungan akrab, dan termasuk dalam kelompok sosial

1. Culture and Face Recognition

Proses psikologis yang penting untuk menciptakan ikatan sosial adalah


kemampuan untuk mengenali wajah orang lain. Penelitian menunjukkan adanya bias
yang sama dalam kemampuan mengenali wajah.

2. Impression Formation

Persepsi seseorang mengacu pada proses pembentukan kesan pada penampilan


orang lain khususnya daya tarik fisik, mempengaruhi penilaian kepribadian. Orang
yang menarik dinilai lebih kompeten dan pandai. Penilaian daya tarik berkorelasi
dengan kompetensi sosial, penyesuaian diri, potensi dan kompetensi intelektual,
keterampilan sosial, kesehatan mental, dominansi,intelegensi, dan kehangatan seksual.

3. Culture and Attractiveness

Walaupun efek dari daya tarik dan penampilan fisik dari pembentukan kesan
positif sudah didokumentasikan dengan baik dalam literatur psikologi, namun
kebudayaan-kebudayaan berbeda dalam mengartikan dan mendefinisikan daya tarik.

B. Sex, Marriage Across Cultures dan Budaya dengan Pernikahan


Interkultural
1. Culture and Mate Selection (Budaya dan Seleksi Pasangan)

Menurut Buss (1989) dalam [ CITATION Mat081 \l 1057 ] preferensi dalam


menyeleksi pasangan bersifat universal (karena adanya perbedaan tekanan seleksi

2
evolusioner pada laki-laki dan perempuan). Preferensi pada perempuan : prospek
keuangan, kerajinan, ambisi dan usia yang lebih tua. Jika pada perempuan di 36 dari
37 budaya menilai prospek finansial itu lebih penting dibandingkan laki-laki.
Perempuan pada 29

3
3

dari 36 budaya menilai bahwa ambisi dan kemampuan industri yang dimiliki laki-laki
lebih penting daripada laki-laki.
Preferensi pada laki-laki : kaum muda, penampilan yang baik, kesucian. Laki-
laki pada 37 budaya lebih condong pada perempuan yang lebih muda, sebaliknya pada
perempuan. Sedangkan laki-laki pada 34 budaya lebih menilai wajah yang menarik itu
lebih penting dibandingkan perempuan. Penelitian Buss (1989), negara-negara non-
Barat seperti China, India, Indonesia, Iran, Taiwan dan Palestina menempatkan
kesucian sebagai hal yang utama bagi calon pasangan. Namun, di negara-negara
Eropa Barat seperti Swedia, Norwegia, Finlandia, Belanda, Jerman Barat dan Perancis
tidak mementingkan kesucian atau pengalaman seks sebelum menikah.
Mate poaching (perburuan pasangan) : mencuri pasangan orang lain. Paling
umum terjadi di Eropa Selatan/Barat/Timur dan Afrika Selatan. Di semua negara,
perburuan pasangan lebih terbuka, tidak menyenangkan, tidak berhati-hati, tidak setia
dan erotophilic. Budaya dengan sumber ekonomi lebih memiliki upaya tarif perburuan
pasangan yang lebih tinggi; perbedaan seks di dalam perburuan pasangan lebih kecil
di dalam budaya yang lebih banyak gender egaliter.

2. Culture and Love (Budaya dan Cinta)

Cinta adalah universal, dan emosi manusia yang unik. Hal ini dinilai berbeda di
dalam budaya yang berbeda. Tidak semua budaya menghargai nilai romantis ke tingkat yang
sama. Ada perbedaan budaya dalam sikap terhadap cinta dan hubungan romantis. Penelitian
Ting- Toomey (1991), orang Perancis dan Amerika sama-sama menekankan komitmen cinta
dan disclosure maintenance dibandingkan orang Jepang. Orang Jepang dan Amerika sama-
sama menekankan conflict expression dibandingkan orang Perancis. Perspektif social
construction merupakan faktor individual dan kultural berperan penting dalam pemilihan
pasangan.

Contoh: laki-laki atau perempuan menarik bila status sosialnya tinggi, agama atau
sukunya sama.

3. Culture and Sex (Budaya dan Sex)

Universalitas di dalam norma-norma mengenai incest dan perzinahan.


Perbedaan budaya di dalam pentingnya kesucian pada calon pasangan dan
homoseksualitas. Budaya mempengaruhi seks di dalam pernikahan. Budaya dengan
4

sumber yang lebih sedikit dan stress, memiliki banyak cinta romantis yang lebih aman
dan tingkat kesuburan yang lebih tinggi. Kecemburuan adalah respon universal pada
ketidaksetiaan.

4. Culture and Marriage (Budaya dan Pernikahan)

Kebutuhan dan keinginan pada bentuk cinta romantis adalah universal.


Penelitian dari 62 kebudayaan ditemukan bahwa 79% memiliki cinta romantis yang
aman. Budaya membedakan bagaimana cara seseorang dalam bentuk cinta romantis
dan melihat peran dari cinta di dalam pernikahan. Di dalam beberapa budaya, ada
norma tentang usia wanita untuk menikah.

5. Intercultural Marriage (Pernikahan Interkultural)

Area yang berpotensial untuk konflik karena budaya : ekspresi cinta dan
keintiman, sifat komitmen dan sikap terhadap pernikahan, membesarkan anak, sikap
terhadap peran seks, pengelolaan uang, sikap terhadap hubungan dengan keluarga
besar, perbedaan dalam definisi pernikahan
Bagaimana pasangan interkultural bisa mengatasi rintangan : komunikasi,
kapitulasi, kompromi, hidup berdampingan, cara bergantian, cara campuran, dan
penyesuaian kreatif, konteks cara konstruksi, fleksibel, berkompromi, dan
berkomitmen pada hubungan.

C. Budaya dan Intergroup Relation


1. Ingroups and Outgroups

Setiap individu [ CITATION Mat08 \l 1057 ] dalam lingkungan sosial nya


mempunyai perbedaan saat mereka saling berinteraksi. Ada banyak tipe perbedaan
seperti perbedaan sosial dapat di buat dimana satu tipe diartikan sebagai hubungan
sosial antara manusia dan lingkungan sosialnya yang dikenal dengan kelompok dalam
(ingroup) dan kelompok luar (outgroup).
Hubungan antara kelompok dalam (ingroup relationship) dikarakteristikan
oleh sejarah dari pengalaman yang di publikasikan, dan suatu antisipasi untuk masa
depan, kedua hal ini dapat menghasilkan rasa kedekatan (sense of intimacy),
keakraban atau kebiasaan, dan kepercayaan. Hubungan antara kelompok luar
5

(outgroup relationship) dapat dihubungkan lebih besar dengan ambiguitas dan


ketidaktentuan, hal itu dikarenakan pada kelompok luar tidak ada intimacy/kedekatan,
kesamaan, saling bertukar pengalaman atau cerita, dan rencana masa depan.
Perbedaan yang terbentuk antara kelompok luar dan dalam yang penting ada pada
lingkungan sosial dan kebudayaan. Dalam artian seseorang cenderung menerima
kesamaan yang dimiliki dengan orang lain yang membuat mereka termasuk ke
(ingroup) kelompok dalam dan cenderung menjadi kelompok luar jika tidak adanya
kesamaan.

2. Ethnocentrism and Prejudice

Etnosentris didefinisikan sebagai tendensi yang memunculkan bahwa budaya


yang dimiliki individu atau kelompok lebih baik dari yang lainnya. Etnosentris sangat
dekat dengat konstruk yang dinamakan prasangka, yang merujuk pada tendensi dari
penilaian orang lain dalam konteks anggota kelompok mereka.
Prasangka terdiri dari dua komponen yaitu : komponen kognitif (fikiran) dan
komponen afektif (perasaan). Komponen kognitif terdiri dari stereotype yang
mencangkup kepercayaan, opini, dan attitude. Komponen afektif terdiri dari perasaan
terhadap kelompok lainnya. Perasaan ini terdiri dari marah, menghina/rasa jijik,
kebencian, merendahkan, simpati, dan perasaan tertutup. Etnosentris dan prasangka
bisa menjadi jelas (explicit) dan menyeluruh/patut dipatuhi (implicit). Explicit
prejudice/prasangka yang jelas mengarah kepada prasangka yang bersifat verbal dan
dibuat untuk publik. Implicit prejudice / prasangka yang menyeluruh seperti perilaku,
nilai, atau kepercayaan.

3. Stereotypes

Perbedaan budaya/kultural menimbulkan asumsi dan kesalahan penilaian dan


akhirnya menyebabkan stereotype. Definisi Stereotipe : keyakinan – keyakinan yang
dipegang secara luas bahwa orang memiliki ciri – ciri tertentu yang disebabkann oleh
keanggotaan mereka dalam suatu kelompok tertentu. Stereotip tentang kelompok
sendiri disebut autostereotip. Stereotip tentang kelompok lain disebut heterostereotip

4. Discrimination
6

Definisi diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil dari orang lain
berdasarkan keanggotaan kelompok mereka. Perbedaan prasangka dengan
diskriminasi, yaitu: Prasangka terkait dengan pikiran / perasaan dan diskriminasi
terkait dengan perlakuan atau perbuatan. Prasangka dan diskriminasi adalah proses –
proses yang terjadi pada level individu. Selalu terjadi kecenderungan kuat bahwa
prasangka melahirkan diskriminasi. Prasangka menjadi sebab diskriminasi manakala
digunakan sebagai rasionalisasi diskriminasi. Artinya prasangka yang dimiliki
terhadap kelompok tertentu menjadi alasan untuk mendiskriminasikan kelompok
tersebut.

D. Intergroup dan Outgroup Relation


1) Intergroup relation
Intergroup relation [ CITATION Mat081 \l 1057 ] artinya hubungan antar
kelompok, hubungan antar kelompok adalah hubungan antara dua kelompok atau
lebih yang memiliki ciri khusus. Dalam pembahasan ini kita melihat tipologi, yaitu
pembagian dalam empat tipe kelompok yaitu statistical group, societal group, social
group, dan associational group, kata kelompok dalam konsep hubungan antar
kelompok diklasifikasikan. Kata kelompok dalam konsep hubungan antar kelompok
mencakup semua kelompok yang diklasifikasikan berdasarkan kriteria ciri sebagai
berikut :
• Fisiologis : seperti, ras (pengelompokan berdasarkan kriteria fisik)
• Kebudayaan : seperti, kelompok etnik (persamaan bahasa, adat kebiasan,
wilayah, sejarah, sikap, dan seistem politik)
• Ekonomi : seperti, etnosentrisme, persaingan dan perbedaan kekuasaan
• Perilaku : seperti, seksisme, ageisme, dan rasialisme

2) Outgroup Relation
Outgroup (kelompok luar) ialah kelompok yang berada di luar suatu kelompok
yang ditandai oleh adanya antagonisme, prasangka atau antipati. Misalnya orang-
orang kulit hitam di lingkungan orang-orang kulit putih. Sedangkan Out-Group adalah
kelompok sosial di luar in group, atau di luar kita, di luar kami. Kelompok di luar itu
adalah mereka.
7

Out Group merupakan kelompok sosial yang berada di luar in group. Sikapnya
selalu ditandai dengan suatu kelainan dan sering ditandai antagonism “antipati”.
Perasaan in group dan out group merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan
dengan etnosentrisme. Yang anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu, sedikit
banyaknya akan mempunyai kecenderungan yang menganggap bawah segala sesuatu
yang termasuk dalam kebiasaan-kebiasaan kelompoknya sendiri merupakan suatu
yang terbaik apabila dibandingkan dengan kebiasaan-kebiasaan kelompok lainnya.
Dalam hal ini kecenderungan tersebut disebut dengan etnosentrisme yaitu
sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-
ukuran kebudayaan sendiri. Sikap etnosentris tersebut sering disamakan dengan sikap
mempercayai sesuatu, yang sehingga kadang-kadang sukar sekali bagi yang
bersangkutan untuk mengubahnya walaupun dia menyadari bahwa sikapnya salah.
Sikap entnosentrsi disosialisasikan atau diajarkan kepada anggota kelompok sosial,
sadar maupun tidak sadar, serentak dengan nilai-nilai kebudayaan yang lain. Di dalam
proses tersebut sering kali digunakan stereotip yakni gambaran atau anggapan-
anggapan yang bersifat mengejek terhadap suatu objek tertentu. Yang keadaan
demikian sering kali dijumpai dalam sikap suatu kelompk etnis terhadap kelompok
etnis lainnya. Yang masalnya golongan orang-orang berkulit putih terhdap orang-
orang negro di Amerika Serikat.
Yang sikap demikian memiliki aneka macam dasar yang saling berhubungan
bahkan kadang-kadang berlawanan satu dengan lainnya. Misalnya seseorang yang
tergolong ke dalam suatu kelompok etnis tertentu, sikapnya mungkin berbeda dengan
sikap kelompoknya sendiri karena memeluk agama lain atau berbeda daerah
kelahirannya. In group dan out group dapat dijumpai disemua masyarakat, meskipun
kepentingan-kepentingan tidak selalu sama. Dalam masyarakat-masyarakat yang
bersahaja mungkin jumlahnya tidak begitu banyak bila dibandingkan dengan
masyarakat-masyarakat yang sudah kompleks, walaupun dalam masyarakat-
masyarakat yang sederhana tersebut perbedaan-perbedaannya tidak begitu tampak
dengan jelas.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa setiap kelompk sosial merupakan in
group bagi anggotanya, konsep tersebut dapat diterapkan terhadap kelompok-
kelompok sosial yang relatif kecil sampai yang terbesar, selama para anggotanya
mengadakan identifikasi dengan kelompoknya.
8

Contohnya : kami adalah mahasiswa Marketing Komunikasi, sedangkan


mereka adalah mahasiswa teknik komputer, kami adalah mahasiswa Universitas
Indonesia, mereka adalah mahasiswa Atma Jaya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cultural and Impression Formation terdiri dari Culture and Face Recognition,
Impression Formation & Culture and Attractiveness

Sex, Marriage Across Cultures dan Budaya dengan Pernikahan Interkultural terdiri dari
Culture and Mate Selection (Budaya dan Seleksi Pasangan), Culture and Love (Budaya dan
Cinta), Culture and Sex (Budaya dan Sex), Culture and Marriage (Budaya dan Pernikahan) &
Intercultural Marriage (Pernikahan Interkultural)

Budaya dan Intergroup Relation terdiri dari Ingroups and Outgroups, Ethnocentrism
and Prejudice, Stereotypes & Discrimination

Intergroup dan Outgroup Relation

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Juang,M. 2008. Culture & Psychology . CA : Thimpson Wadsworth

Matsumoto, D. 2008. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta : Pustaka Belajar


Offset

Anda mungkin juga menyukai