Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGARUH BUDAYA TERHADAP JIWA


KEAGAMAAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: PSIKOLOGI
AGAMA
Dosen Pengampu : Bapak Mukaffan, M.Pd.I,

Disusun Oleh kelompok 5 :

 Arifatul Prima Agustina (T20181413)


 Allyfia Berlianti Tasrif (T20181416)
 M. Mustofa Hilmi Toyyib (T20181421)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU

KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM

NEGERI JEMBER 2020


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
limpahan Rahmat dan Karunia Nya kami kelompok 5 yang beranggotakan tiga
orang dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada
waktunya.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “PENGARUH BUDAYA
TERHADAP JIWA KEAGAMAAN” yang ditujukan untuk memenuhi tugas
dari Bapak Mukaffan M.Pd.I, sebagai dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Agama.

Dimana dalam makalah ini berisikan tiga sub pokok pembahasan yaitu
pertama tentang hubungan antara budaya dengan tradisi keagamaan, kemudian
yang kedua hubungan antara tradisi keagamaan dengan sikap keagamaan, dan
yang ketiga adalah pengaruh globalisasi terhadap keagamaan. Di harapkan
makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Psikologi
Agama terlebih lagi dalam materi Pengaruh Budaya Terhadap Jiwa Keagamaan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Jember, 06 April 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 2
C. TUJUAN 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Hubungan Antara Budaya dengan Tradisi Keagamaan 3


B. Hubungan Antara Tradisi Keagamaan dengan Sikap Keagamaan 4
C. Pengaruh Globalisasi Terhadap Keagamaan 6

BAB III PENUTUP 11

A. KESIMPULAN 11
B. SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

iii
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang

Kebudayaan yang hidup pada suatu masyarakat, pada dasarnya merupakan


gambaran dari pola pikir, tingkah laku, dan nilai yang dianut oleh masyarakat. Dari
sudut pandang ini, agama disatu sisi memberikan kontribusi terhadap nilai-nilai
budaya yang ada, sehingga agama pun bisa berjalan dengan nilai-nilai budaya yang
sedang dianutnya. Pada sisi lain, karena agama sebagai wahyu dan memiliki
kebenaran yang mutlak, maka agama tidak bisa disejajarkan dengan nilai-nilai
budaya, bahkan agama harus menjadi sumber nilai bagi kelangsungan nilai-nilai
budaya itu. Disinilah terjadi hubungan timbal balik antara agama dengan budaya.

Dalam hal ini ada persoalan yang membahas tentang apakah agama lebih
dominan mempengaruhi terhadap budaya, atau sebaliknya apakah budaya lebih
dominan mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku manusia dalam kehidupan
masyarakat. Dalam kajian sosiologi, baik agama maupun budaya merupakan bagian
dari kehidupan masyarakat. Maka dari itu segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungan antara budaya dengan tradisi keagamaan?
2. Apa hubungan antara tradisi keagamaan dengan sikap keagamaan?
3. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap keagamaan?
C. Tujuan Masalah
1. Agar kita mengetahui hubungan antara budaya dengan tradisi keagamaan.
2. Agar kita dapat mengetahui hubungan tradisi keagamaan dengan sikap
keagamaan.
3. Untuk mengetahui lebih jelas pengaruh globalisasi terhadap keagamaan.

2
BAB II

PEMBAHASA

A. Hubungan Antara Budaya dengan Tradisi Keagamaan.


Umat Islam di Indonesia bukan suatu kelompok yang monolitik, terdapat
kemajemukan dalam berbagai tradisi, pemahaman, dan praktek-praktek keagamaan
yang merupakan ekspresi dari keislaman yang diyakininya. Pemahaman keagamaan
mendorong munculnya gerakan keagamaan atau menjadi kelompok keagamaan
tertentu yang membedakan dirinya dengan kelompok pemahaman yang lain. Ormas
atau organisasi kemasyarakatan bisa muncul membawa aspirasi pemahaman
keagamaan, aktivitas keagamaan, aktivitas sosial dan ekonomi, maupun politik
tertentu.
Hubungan antarkomunitas atau kelompok dalam masyarakat muslim terjadi
dalam dinamika relasi damai maupun relasi konflik. Sementara situasi rukun dan
damai dalam masyarakat merupakan cita dan harapan semua orang. Belajar dari
pengalaman interaksi yang damai maupun konflik ini, diharapkan dapat menjadi
pembelajaran untuk mendorong faktor-faktor kerukunan dapat bekerja, serta strategi
adaptasi yang memungkinkan terciptanya kerukunan di masyarakat, khususnya
kerukunan intern umat Islam.
Konfigurasi umat Islam membentuk hubungan-hubungan sosial yang terkait
dengan konteks hubungan kelompok-kelompok intern umat Islam sendiri. Dengan
demikian, penting untuk mengetahui bagaimana pola-pola relasi sosial yang terjadi
dalam hubungan intern umat Islam, dan apa bentuk relasi yang ideal bagi terciptanya
kerukunan beragama dalam intern umat Islam. Konteks umat Islam di Indonesia dapat
diwakili oleh umat Islam di beberapa lokasi yang memiliki karakteristik hubungan
sosial antar konfiguran, seperti etnisitas, pemikiran keagamaan, dan budaya.1

3
1
Joko Triharyanto, Relasi agama dan budaya dalam hubungan intern umat islam, Jurnal smart,
Volume 01 Nomor 01 Juni 2015

4
Fenomena kehidupan masyarakat dilihat dari aspek agama dan budaya yang
memiliki keterkaitan satu sama lain yang terkadang banyak disalah artikan oleh
sebagian orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi agama dan
posisi budaya dalam suatu kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan manusia, agama
dan budaya jelas tidak berdiri sendiri, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat
dalam dialektikanya; selaras menciptakan dan kemudian saling menegasikan. Agama
sebagai pedoman hidup manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dalam menjalani
kehidupannya. Sedangkan kebudayaan adalah sebagai kebiasaan tata cara hidup
manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan
karsanya yang diberikan oleh Tuhan. Agama dan kebudayaan saling mempengaruhi
satu sama lain. Agama mempengaruhi kebudayaan, kelompok masyarakat, dan suku
bangsa. Kebudayaan cenderung berubah-ubah yang berimplikasi pada keaslian agama
sehingga menghasilkan penafsiran berlainan. Salah satu agenda besar dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara adalah menjaga persatuan dan
kesatuan dan membangun kesejahteraan hidup bersama seluruh warga negara dan
umat beragama. Hambatan yang cukup berat untuk mewujudkan kearah keutuhan dan
kesejahteraan adalah masalah kerukunan sosial, termasuk di dalamnya hubungan
antara agama dan kerukunan hidup umat beragama.2

B. Hubungan Antara Tradisi Keagamaan dengan Sikap Keagamaan.


Tradisi keagamaan dan sikap religius saling mempengaruhi, sikap keagamaan
mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan
mendukung lingkungan memberikan nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku
keagamaan untuk siapa pun. Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi kesan
dalam konteks pengalaman dan kesadaran agama yang terbentuk dalam konteks
keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan
tertentu. Sikap keagamaan

4
2
Laode Monto Bauto, Perspektif agama dan kebudayaan dalam kehidupan masyarakat Indonesia,
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2, Edisi Desember 2014.

4
yang dibentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan jati diri
seseorang dalam persetujuan dengan agama yang dianutnya. Sikap religius ini akan
ikut mempengaruhi cara berpikir, cita rasa, atau pemikiran tentang agama, tradisi
religius dalam pandangan Robert C. Monk memiliki dua fungsi utama yang memiliki
peran ganda. Yaitu bagi masyarakat atau individu. Fungsi yang pertama adalah
sebagai kekuatan yang mampu membuat kestabilan dan keterpaduan masyarakat
maupun individu. Sementara itu, yang kedua adalah tradisi keagamaan yang bertindak
sebagai agen perubahan di masyarakat atau diri individu, bahkan di dalam percakapan
sementara. 3
Sikap dan keberlanjutan seseorang atau kelompok orang bisa berubah dan
berkembang sesuai dengan perkembangan budaya di mana agama itu hidup dan
berkembang.Demikian pula budaya memperbaiki perkembangan dan
tranformasi. Transformasi budaya merupakan perubahan yang menetapkan nilai-nilai
dan struktural sosial. Proses perubahan kokoh sosial akan membahas masalah-masalah
disiplin sosial, solidaritas sosial, keadilan sosial, sistem sosial, mobilitas sosial dan
tindakan-tindakan keagamaan. Tranformasi budaya yang tidak berakar pada nilai
budya bangsa yang beragam akan mengendorkan disiplin sosial dan solidaritas sosial,
dan pada kompetensi tidak adil sosial akan sukar diwujudkan.
Menurut Robert Monk hubungan antara sikap keagamaan dan tradisi keagamaan
adalah sikap keagamaan perorangan dalam masyarakat yang menganur suatu
keyakinan agama merupakan unsur penopang bagi terbentuknya tradisi keagamaan.
Tradisi keagamaan menurut Monk menunjukan kepada kompleksitas pola-pola
tingkah laku (sikap-sikap kepercayaan atau keyakinan yang berfungsi untuk menolak
atau menanti suatu nilai penting (nilai-nilai) oleh sekelompok orang yang dipelihara
dan diteruskan secara berkesinambungan selama periode-periode tertentu.

3
Azizy, A. Qodry, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004) h.61.

5
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi sikap-sikap
keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nbilai-nilai, norma-norma
tingkah-laku keagamaan kepada sesamanya. Dengan demikian tradisi keagamaan
memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama. Sehingga
terbentuk daam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan
tradisi keagamaan tertentu. Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan
merupakan bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama
yang dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berfikir, cita, rasa
atau penilaian seseorang terhadap segaa sesuatu yang berkaitan dengan agama. Tradisi
keagamaan daam pandangannya. Robert C Monk memiliki dua fungsi
utama. Pertama adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat kesetabilan dan
keterpaduan masyarakat maupun individu. Kedua, tradisi keagamaan berfungsi
sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau individu.

C. Pengaruh Globalisasi Terhadap Keagamaan.

Era global ditandai oleh proses kehidupan mendunia, kamajuan IPTEK unggul
dalam bidang transportasi dan komunikasi serta lintas lintas budaya. Kondisi ini
mendukung terciptanya berbagai kemudahan dalam hidup manusia, menjadikan dunia
semakin transparan. Pengaruh ini ikut mempengaruhi pandangan yang serba boleh
(permisif). Apa yang sebelumnya dianggap sebagai tabu, selanjutnya dapat diterima
dan dianggap biasa. Sementara itu, nilai-nilai tradisional mengubah proses perubahan
sistem nilai. Sebenarnya mulai terlepas pegangan hidup yang bersumber dari tradisi
masyarakatnya. Terkait dengan sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama. Dalam
perdebatannya dengan jiwa keagamaan, barang kali globalisasi itu dapat dilihat
melalui perubahan dengan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan
Tannenbaum, perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri
seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu.Hal ini dimaksudkan untuk menentukan

6
pentingnya globalisasi dengan semua memuatnya di nilai baik oleh individu atau
masyarakat, maka mereka akan mmenerimanya. 4

Tetapi, menurut David C.Korten, ada tiga krisis yang bakal dihadapi manusia
secara global. Kesadaran akan krisis ini sudah muncul sekitar tahun 1980an, yaitu :
kemiskinan, penanganan lingkungan yang salah serta kekerasan sosial. Gejala
terseabut akan menjadi mimpi buruk kemanusiaan di abad ke 21 ini. Selanjutnya ia
menginventarisasi ada 21 permasalahan yang secra global akan di hadapi oleh
manusia, yaitu:

1. Pemulian lahan yang kritis.


2. Mengkonservasi dan mengalokasi sumber-sumber air yang langka.
3. Mengurangi polusi udara.
4. Memperkuat dan memelihara lahan pertanian kecil.
5. Mengurangi tingkat pengangguran yang kronis.
6. Jaminan terhadap pemeliharaan hak asasi manusia.
7. Penyediaan kredit bagi kegiatan ekonomi bersekala kecil.
8. Usaha pengurangan persenjataan dan militerisasi.
9. Pengawasan terhadap suhu secara global.
10. Penyediaan tempat tinggal bagi tunawisma.
11. Pertemuan yang membutuhkan pendidikan dua bahasa.
12. Pengurangan tingkat kelaparan, tuna aksara, dan tingkat kematian bayi untuk
menambah jumlah penduduk.
13. Mengurangi tingkat kehamilanremaja.
14. Mengatur pertumbuhan penduduk dan pengaturan perimbangannya.
15. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap permasalahan yang
menyangkut perkembangan global.

4
Jalaluddin, Psikologi Agama (,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) hal.77.

7
16. Peningkatan kewaspadaan terhadap pengrusakan alam.
17. Menyediakan fasilitas bagi kesepakatan untuk mengurangi berbagai
ketegangan regional yang di sebabkan perbedaan rasial,etnis dan agama.
18. Menghilangkan atau membersihkan hujan asam.
19. Penyembuhan terhadap korban penyakit AIDS serta mengawasi penyebaran
berjngkitnya wabah tersebut.
20. Menempatkan kembali atau memulangkan para pengungsi.
21. Pengawasan terhadap lalu lintasperdagangan alkohol dan penyalah gunaan
obat bius.

Keseluruan permasalahan itu menurut David C.Korten merupakan contoh ilustrasi


yang harus dihadapi bersama oleh seluruh negara di Dunia ini tanpa memandang letak
geografis maupun tingakat perkembangannya. David melihat gejala-gejala dimaksud
akan dialami oleh masyarakat dunia secara menyeluruh sebagai dampak globalisasi.
Secara fenomina, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler
yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Meskipun dalam
sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam
kesemarakannya. Namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler
barangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbungan jiwa keagamaannya. Dalam
situasi seperti itu, bisa saja terjadi berbagai kemungkinan. Pertama, mereka yang tidak
ikut larut dalam pengaguman yang berlebihan terhadap rekayasa teknologi dan tetap
berpegang teguh pada nilai – nilai keagamaan, kemungkinan akan lebih meyakini
kebenaran agama. Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan
mengalami kekosongan jiwa, golongan ini sulit menentukan pilihan guna
menentramkan gejolak dalam jiwanya.5

Era global bertepatan dengan millennium III ditandai dengan kemajuan iptek
terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi. Serta terjadinya lintas budaya.

5
Tonny D, Widiastono, Pendidikan Manusia Indonesia (Jakarta: Kompas, 2004) hal.62.

8
Selain itu dampak dan mobilitas manusia semakin tinggi menyebabkan apa yang
terjadi disuatu tempat diwilayah tertentu dengan mudah dan cepat tersebar dan
diketahui masyarakat dunia hampir tak ada yang tersembunyi. Pengaruh ini ikut
malahirkan pandangan yang serba boleh (perssiviness) apa yang sebelumnya dianggap
tabu, seanjutnya dapat diterima. Sementara itu nilai-nilai tradisional mengalami
pengerusan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakat,
termasuk kedalam sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama. Dipihak lain
manusia juga dihadapkan pada upaya untuk mempertahankan sistem nilai yang
mereka anut sementara itu era global menawarkan alternatif baru (kekaguman dari
hasil rekayasa iptek) yang menawarkan kenikmatan duniawi. Hal ini menimbulkan
keraguan dan kecemasan kemanusiaan (human anxiety) adapun kemungkinan yang
terjadi pada manusia adalah; pertama, mereka yang tidak ikut larut alam pengaguman
yang berlebihan terhadap teknologi dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai
kegamaan, kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran agama. Kedua, golongan
yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan kekosongan jiwa. Golongan kedua ini
di era global akan diperkirakan memuncukan tiga kecenderungan agama, yaitu;

1. Kecenderungan berupa arus kembali ke tradisi agama yang liberal

2. Kecenderungan ke tradisi keagamaan pada aspek mistis

3. Kecenderungan munculnya gerakan sempalan yang mengatas namakan agama.

Gerakan yang dilakukan golongan ini, pada hakikatnya merupakan tindakan


kompensatif. Mereka mengalami kesendirian kekosongan nilai-nilai ruhaniyah. Dalam
kondisi kesendirian kekosongan itu terasa menyakitkan hingga mereka merasa perlu
mengajak orang lain secara bersama sama larut dalam upacara yang mereka rekayasa.

9
Sebagai umat beragama, khususnya umat Islam dalam era globalisasi
hendaknya;6

1. Menumbuhkan kesadaran tentang tujuan hidup menurut agama baik sebagai


hamba Allah maupun sebagai khalalifah Allah. Tetap dalam kontek mengabdi kepada
Allah dan berusaha memperoleh ridhanya dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Disini peran iman dan taqwa sangat penting hidup di era gobalisasi.

2. Menumbuhkan kesadaaran dalam bertanggungjawab karena kita akan


mempertanggungjawabkan apa yang diperbuat di dunia, baik formalitas administratif
sesuai yang ada di dunia sendiri maupun hakiki menurut yang mempunyai
konsekuensi akhirat kelak. Ketika kita menceburkan diri dalam kehidupan globalisasi
amka kita juga selalu sadar akan tanggung jawab terhadap apa yang kita perbuat.

Jadi yang pada intinya Pengaruh globalisasi terhadap nilai agama islam mau tidak
mau merobah aturan-aturan dan tatanan nilai yang selama ini sedah kita anggap
mapan dan kita pegang secara kokoh.

6
A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM Yang
Terciptanya Masyarakat Madani), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 32-33.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hubungan intern umat Islam secara dinamis berkaitan dengan identitas-identitas


kelompok yang dikuatkan dengan identitas keagamaan maupun identitas budaya.
Identitas-identitas budaya tersebut dapat berwujud identitas etnis, identitas tradisi
lokal, maupun identitas pemikiran keagamaan. Dinamika hubungan dapat menuju
kepada kerukunan intern umat Islam karena adanya faktor-faktor yang mendukung ke
arah kerukunan tersebut. Di antaranya adalah faktor daya tawar budaya, di mana
pemilik identitas budaya melakukan kompromi yang pada akhirnya menjadikan
akukturasi budaya, atau dominasi budaya sehingga mewujudkan uniformitas budaya
yang keduanya sama-sama mendukung terciptanya keseimbangan dalam masyarakat.

B. Saran

Menyadari bahwa kami semua sebagai penulis jauh dari kata sempurna, maka
kedepannya kami akan lebih giat dan fokus dalam menjelaskan dan mengurai materi
lain, dikemudian hari yang akan dibuat dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan
dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu, kami sangat terbuka dengan saran-saran
yang akan diberikan untuk makalah ini. Semoga dengan membaca dan mempelajari
pembahasan dalam makalah ini dapat sedikit memberikan manfaat bagi kita semua
untuk menambah ilmu dan kualitas dalam diri kita .

11
DAFTAR PUSTAKA

Joko Triharyanto, 2015, Relasi agama dan budaya dalam hubungan intern umat
islam, Jurnal smart, Semarang: JejakAgama

Laode Monto Bauto, 2014, Perspektif agama dan kebudayaan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Kendari: FISIP Universitas
Haluoleo Kendari

Azizy, A. Qodry, 2004, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jalaluddin, 1996, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tonny D, 2004, Widiastono, Pendidikan Manusia Indonesia, Jakarta: Kompas

A. Qodri Azizy, 2004, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan


SDM Yang Terciptanya Masyarakat Madani), Yogyakarta: Pustaka Pelajar

12

Anda mungkin juga menyukai