Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama dan Kebudayaan adalah dua hal yang sangat berbeda. Agama
selalu dikatakan bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, Penguasa Alam
Semesta beserta segala isinya, sedangkan kebudayaan adalah produk
manusia. Penggabungan kata agama dan kebudayaan, akan melahirkan agama
kebudayaan dan kebudayaan agama. Keduanya sangat berbeda.
Lalu bila ada pertanyaan, mana yang lebih dahulu ada kebudayaan atau
agama? Pertanyaan ini tidak dapat disamakan dengan mana terlebih dahulu
ada telur atau ayamnya. Pastinya jawabannya adalah kebudayaan.
Kebudayaanlah yang lebih dahulu ada daripada agama. Bukti-bukti
mendukung pendapat ini, hingga saat ini masih ditemukan yaitu masih ada
masyarakat yang belum beragama, namun mempunyai kebudayaan.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana perbedaan konsep agama dan budaya?
2. Bagaimana hubugan islam dan kebudayaan?
3. Bagaimana proses asimilasi Islam dengan masyarakat Indonesia?
4. Bagaimana proses terjadinya akulturasi antara Islam dan budaya
Nusantara?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui perbedaan konsep agama dan budaya
2. Mengetahui nilai-nilai dasar islam tentang kebudayaan
3. Mengetahui proses terjadinya akulturasi antara Islam dan budaya
Nusantara.
BAB II
ISI

2.1 Agama dan Budaya


Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan,
tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari
antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang,
berrelasi dalam masyarakat adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat
dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian
terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, etos kerja dan pandangan hidup.
Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang
immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran
terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana
mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan.
Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya budaya agama yang
berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu
agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di
Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara
pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada juga nuansa yang membedakan Islam
yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah kuatdengan
yang tidak. Demikian juga ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan
Hinduisme di India, Buddhisme di Thailan dengan yang ada di Indonesia. Jadi
budaya juga mempengaruhi agama. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh
dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi
objektif dari kehidupan penganutnya (Andito,ed,1998:282).Tapi hal pokok bagi
semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus
membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentukbentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat
istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama.

2.2 Agama dan Budaya Indonesia


Jika kita teliti budaya Indonesia, maka tidak dapat tidak budaya itu terdiri
dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha,
Islam dan Kristen.
Dipandang dari segi budaya, semua kelompok agama di Indonesia telah
mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa memandang
perbedaan agama, suku dan ras.
Disamping pengembangan budaya immaterial tersebut agama-agama juga telah
berhasil mengembangkan budaya material seperti candi-candi dan bihara-bihara di
Jawa tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu dan Buddha. Budaya Kristen
telah mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang budaya Islam antara lain
telah mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah Wangi Jawa Tengah.
Masjid ini beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda dengan masjid Arab
umumnya yang beratap landai. Atap tiga susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan
Ihsan. Masjid ini tanpa kubah, benar-benar has Indonesia yang mengutamakan
keselarasan dengan alam.Masjid Al-Aqsa Menara Kudus di Banten bermenaar
dalam bentuk perpaduan antara Islam dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu
Sangkar merupakan perpaduan berbagai corak kesenian dengan hiasan-hiasan
mendekati gaya India sedang atapnya dibuat dengan motif rumah Minangkabau.
Agaknya setiap kelompok agama di Indonesia sudah waktunya bersama-sama
membicarakan masalah-masalah bangsa dan penanggulangannya.
Contoh Hubungan agama dan kebudayaan di dalam kehidupan sehari-hari :
1. Ketika seseorang berpindah agama cara berfikir dan cara hidupnya dapat
berubah secara signifikan.
Dapat dilihat seseorang yang beragama Kristen pindah menjadi agama
islam
maka pandangan hidupnya akan berubah pula, misalnya: cara pandang mer
eka dalam berpakaian ketika mereka beragama Kristen cara berpakain

mereka kurang menutup aurat tetapi ketika mereka telah beragam islam
cara berpakaian mereka menutup aurat.
2. Ketika ibadah hari raya idul fitri, hari raya ini dalam praktiknya tidak lagi
menjadi perayaan khas penganut agama islam tetapi sudah lebih
merupakan tradisi bagi segenap masyarakatIndonesia. Saling maaf
memaafkan yang dulu tidak pernah terjadi di negeri-negeri timur tengah
tetapi masyarakat Indonesia justru di jadikan momentum untuk
membangun

kembalitali

persaudaraan

seta

kesetiakawanan

lintas

etnoreligius.
3. Budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali
yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.

2.3 Hubungan Agama Dengan Budaya


Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-unsurnya.
Unsur-unsur

kebudayaan

terus

menerus

bertambah

seiring

dengan

perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan;


kebudayaan berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang
berbudaya, jika ia mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian
makhluk berbudaya, bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya
masa

lalu

atau

warisan

nenek

moyangnya;

melainkan

termasuk

mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan.


Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada komunitasnya, dalam
interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun temurun yang
disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya; namun
kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam
komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agamaagama ke dalam komunitas budaya (dan tradisi) tertentu; banyak unsur-unsur
kebudayaan (misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan

ukir) di isi formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan atau sinkretis


antara agama dan kebudayaan.
Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya, tidak pernah
berubah; yang mengalami perubahan dan perkembangan adalah hasil-hasil
atau unsur-unsur kebudayaan. Namun, ada kecenderungan dalam masyarakat
yang memahami bahwa hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat berdampak
pada perubahan kebudayaan.
Perbedaan antara agama dan budaya tersebut menghasilkan hubungan antara
iman-agama dan kebudayaan. Sehingga memunculkan hubungan (bukan
hubungan yang saling mengisi dan membangun) antara agama dan budaya.
Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara Agama dan Kebudayaan,
yaitu:
1. Sikap Radikal : Agama menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap
radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Agama dan
Kebudayaan.

Menurut

pandangan

ini,

semua

sikon

masyarakat

berlawanan dengan keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu,


manusia harus memilih Agama atau Kebudayaan, karena seseorang tidak
dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam
unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika menjadi umat beragama.
2. Sikap Akomodasi : Agama Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan
keselarasan antara Agama dan kebudayaan.
3. Sikap Perpaduan : Agama di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan
adanya suatu keterikatan antara Agama dan kebudayaan. Hidup dan
kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan insani; manusia
harus mempunyai dua tujuan sekaligus.
4. Sikap Pambaharuan : Agama Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini
menunjukkan bahwa Agama harus memperbaharui masyarakat dan segala
sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna memperbaiki
dan

membuat

pengertian

kebudayaan

yang

baru;

melainkan

memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama


mau mempraktekkan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya

agar tidak bertantangan ajaran-ajaran Agama. Karena perkembangan dan


kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan
yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus
menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil
kebudayaan dari luar komunitasnya, maka mereka wajib melakukan
pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan
atau menggunakannya.
Karena adanya aneka ragam bentuk hubungan Agama dan Kebudayaan tersebut,
maka solusi terbaik adalah perlu pertimbangan pengambilan keputusan etisteologis (sesuai ajaran agama). Dan untuk mencapai hal tersebut tidak mudah.
Hubungan antara agama dan kebudayaan memang tidak selalu harmonis.
Sedikitnya ada empat kategori hubungan antara agama dengan kebudayaan,
dengan meminjam formulasi Prof. G. Van Der Leeuw sebagai berikut :
1.

Agama dan kebudayaan menyatu.

2.

Agama dan kebudayaan renggang.

3.

Agama dan kebudayaan terpisah.

4.

Agama dan kebudayaan saling mengisi.


Dengan demikian menjadi jelas, bahwa hubungan antara agama dan

kebudayaan tidak bersifat statis, tetapi berkembang secara dinamis dalam


perjalanan sejarah. Walaupun pengamatan Prof. G. Van Der Leeuw tadi
mencerminkan pengalaman dari masyarakat Barat modern, namun pengamatan itu
dapat kita ambil manfaat juga dalam mempelajari perkembangan di Negara kita.
2.4 Islam Mencakup Agama dan Budaya
[3]
Kebudayaan atau peradaban terbentuk dari akal budi yang berada dalam
jiwa manusia. Karena itu bentuk kebudayaan selalu ditentukan oleh nilai-nilai
kehidupan yang diyakini dan dirasakan oleh pembentuk kebudayaan tersebut yaitu
manusia. Kebudayaan atau peradaban yang berdasar pada nilai-nilai ajaran islam
disebut kebudayaan islam. Dalam pandangan ajaran islam, aktivitas kebudayaan

manusia harus memperoleh bimbingan agama yang diwahyukan oleh Allah SWT.
Melalui para nabi dan rasulnya.
Manusia pada dasarnya tidak mungkin dapat mengetahui seluruh kebenaran,
bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menentukan semua kebaikan dan
keburukan. Hal ini bisa dibuktikan dengan perbedaan tata nilai yang beraneka
ragam dalam kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Suatu hal yang dianggap baik
dan terpuji oleh bangsa dalam Negara tertentu, sebaliknya hal itu dianggap
sesuatu yang buruk dan tercela disuatu bangsa dan Negara lain. Akal dan fikiran
manusia tidak mampu menentukan semua kebaikan atau keburukan, karena itu
banyak hal yang dianggap baik oleh akal fikiran ternyata buruk menurut agama.
Banyak hal yang dianggap buruk oleh akal fikiran manusia, justru dianggap
sesuatu yang terpuji menurut agama.
Dengan demikian, agar kebudayaan terlepas dari jalan yang sesat dan sebaliknya
mengikuti jalan yang benar dan terpuji, maka harus dilandasi oleh ajaran agama.
2.5 Nilai-Nilai Dasar Islam Tentang Kebudayaan
Umat islam sejak sejarah perkembangannya yang paling awal sampai pada
masa kini, telah banyak menyumbangkan karya-karya besar bagi kehidupan dunia
yang merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban mereka. Dalam budaya
intelektual umat islam banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dibidang ilmu
pengetahuan agama, seperti lahirnya tokoh-tokoh aliran dalam ilmu kalam dan
karya-karya mereka, tokoh-tokoh dibidang syariat dan fiqih dikenal dengan imamimam madzab, seperti hanafi, maliki, hambali dan syafii. Dalam bidang filsafat
juga melahirkan para tokoh dari kalangan filsof muslim, seperti al-Kindi, alFarabi, al-Razi, , Ibnu Rusyd, dan sebagainya. Dalam bidang tasawuf melahirkan
tokoh-tokoh besar, seperti Haris al-Muhasibi, Ibnu Arabi, Dzunun al-Misri,
Rubaiah al-Adawiyah, Al-Ghazali, dan beberapa tokoh lain.
Selain melahirkan tokoh-tokoh besar dalam berbagai bidang tersebut
diatas, dalam pengembangan sains dan teknologi juga melahirkan beberapa tokoh,
antara lain: Muhammad al Khawarizmi, ahli matematika, Abu yusuf yaqub

dibidang fisika, ibnu sina dibidang kedokteran dan berbagai tokoh lain yang
jumlahnya sangat banyak.
Kebudayaan islam yang melahirkan banyak ahli yang disebutkan diatas
diilhami dari ayat-ayat al-Quran dan sunnah Rasulillah s.a.w karena itu keduanya
merupakan sumber ilmu pengetahuan. Nilai kebudayaan islam yang harus terus
dikembangkan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain:
[1]Bersikap Ikhlas.
[2]Berorientasi Ibadah.
[3]Semata-mata untuk kemaslahatan umat Islam..[5]

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Di dalam perjalanannya, suatu kebudayaan memang lazim mengalami
perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu, corak kebudayaan di suatu
daerah berbeda-beda dari jaman ke jaman. Perubahan itu terjadi karena ada
kontak dengan kebudayaan lain, atau dengan kata lain karena ada kekuatan
dari luar. Hubungan antara para pendukung dua kebudayaan yang berbeda
dalam waktu yang lama mengakibatkan terjadinya akulturasi, yang
mencerminkan adanya pihak pemberi dan penerima. Di dalam proses itu
terjadi percampuran unsure-unsur kedua kebudayaan yang bertemu tersebut.
Mula-mula unsure-unsurnya masih dapat dikenali dengan mudah, tetapi lamakelamaan akan muncul sifat-sifat baru yang tidak ada dalam kebudayaan
induknya. Rupanya proses seperti diuraikan di atas berulang kali terjadi di
Indonesia, termasuk ketika Islam masuk dan berkembang di Indonesia.
Pertemuan dan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha, Prasejarah, dan
Islam (kemudian juga kebudayaan Barat) terjadi dalam jangka waktu yang
panjang, dan bertahap. Tidak dipungkiri bahwa selama itu tentu terjadi
ketegangan serta konflik. Akan tetapi hal tersebut adalah bagian dari proses
menuju akulturasi. Factor pendukung terjadinya akulturasi adalah kesetaraan
serta kelenturan kebudayaan pemberi dan penerima, dalam hal ini
kebudayaan Islam dan pra-Islam. Salah satu contohnya adalah bangunan
mesjid. Akulturasi juga memicu kreativitas seniman, sehingga tercipta hasilhasil budaya baru yang sebelumnya belum pernah ada, juga way of life baru.
Setelah mengetahui bahwa terjadi akulturasi dan perubahan sehingga
terbentuk kebudayaan Indonesia-Islam, maka perlu dipikirkan bagaimana
pengembangannya pada masa kini dan masa mendatang. Dalam hal budaya
materi memang harus dilakukan pengembangan-pengembangan sesuai
dengan kemajuan teknologi, supaya tidak terjadi stagnasi, tetapi tanpa
meninggalkan kearifan-kearifan yang sudah dihasilkan.

3.2 Saran
Untuk mempelajari sesuatu tidaklah cukup hanya dengan melihat
saja, penyaji menyarankan kepada semuanya agar lebih banyak membaca
guna memahami tentang konsep dasar dari makalah ini. Semoga apa yang
di sampaikan dalam makalah memberi manfaat untuk kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Mulyono, Sumardi, Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta; Pustaka


Sinar Harapan, 1982.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Ranaka Cipta,1990

Anda mungkin juga menyukai