Anda di halaman 1dari 20

TUGAS RESUME

Oleh :

Sri Visco

183110195

DOSEN PEMBIMBING :

Ns.Idrawati Bahar.S,Kep.M,Kep

“DIII KEPERAWATAN PADANG”

“POLTEKKES KEMENKES RI PADANG”


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kurnia, taufik
dan hidayah-Nya kepada kami. Dengan demikian saya masih bisa menyelesaikan tugas resume
yang diberikan yang berjudul “konsep mutu pelayanan keperawatan”. Saya menyadari bahwa
tugas yang saya buat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca. Harapan saya semoga resume yang saya susun
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, semoga Allah SWT senantiasa memeberi petunjuk
terhadap segala upaya yang kami lakukan dalam menyelesaikan laporan ini.

Penyusun

07 September 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki


mutu, kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan
keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien.Pelayanan prima, sebagaimana
tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan
agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional,
dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar
dalam setiap transaksi.Pelayanan prima pada dasarnya ditunjukan untuk memberikan kepuasan
kepada pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan memiliki lima
dimensi mutu yang utama yaitu : tangibles, re;iability, responsiveness, assurance, dan empathy.
Mutu pelayanan rumah sakit berkaitan dengan mutu pelayanan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat. Menurut Nurachmah (2001) pelayanan keperawatan di rumah sakit
merupakan bagian utama dari pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien, oleh karena
itu kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh keefektifan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien sehingga mutu pelayanan keperawatan yang baik
diharapkan pasien akan merasa puas sehingga pasien akan kembali ke rumah sakit tersebut jika
membutuhkan pelayanan kesehatan. Dalam upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan dalam
rumah sakit harus ada tolak ukurnya. Salah satu indikator bahwa mutu asuhan keperawatan
adalah kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai jasa pelayanan. Kepuasan pasien sangat
dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petugas. Ketrampilan yang diberikan perawat, pemberian
info yang jelas pada pasien dan keluarganya, fasilitas rumah sakit, rasa empati yang diberikan
oleh perawat pada pasien, penampilan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan,
prosedur yang mudah bagi pasien. Selain itu kepuasan yang mengacu pada penerapan pelayanan
kesehatan meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan, keterjangkauanya pelayanan kesehatan,
efisien pelayan kesehatan. Sehingga dalam pemberian pelayanan yang baik akan terbentuk
kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai pengguna jasa pelayanan, (Azwar 1998).
Kepuasan pasien masing-masing pasien berbeda-beda karena perkembangan jaman yang
semakin maju, pendidikan yang lebih tinggi, pengalaman juga materi yang berlebih menjadikan
semakin banyaknya tuntunan yang diajukan, maka merupakan tantangan bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan.

B. Rumusan Masalah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Mutu Pelayanan


I. Pelayanan kesehatan

Pelayanan adalah produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan
barang atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan
pelayanan (Supranto, 2006). Kotler (1997) dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik
dari pelayanan sebagai berikut :

a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud,
tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum
dibeli oleh konsumen. Misalnya : pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan
bagaimana pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien rumah
sakit tersebut.
b. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan), yaitu pelayanan yang dihasilkan dan
dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk
diserahkan kepada pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan
tersebut. Dengan kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi/dirasakan
secara bersamaan. Misalnya : pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien
dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
c. Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi karena merupakan
non standardized dan senantiasa mengalami perubahan tergantung dari siapa
pemberi pelayanan, penerima pelayanan dan kondisi di mana serta kapan
pelayanan tersebut diberikan. Misalnya : pelayanan yang diberikan kepada pasien di
ruang rawat inap kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.
d. Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan komoditas yang
tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya : jam tertentu tanpa ada pasien di
ruang perawatan, maka pelayanan yang biasanya terjadi akan hilang begitu saja
karena tidak dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu.
Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat.

Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

a. Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat organisasi dan manajemen mulai dari
keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya
b. Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari dokter,
perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi dan berkomuniksi dengan
klien.
c. Output, hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan kepada klien
dalam meningkatkan derjat kesehatan dan kepuasan klien
II. Mutu Pelayanan Keperawatan.
a. PengertianMutu Pelayanan Keperawatan
Mutu pelayanankeperawatan adalah derajat kesempurnaan pelayanankesehatan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuaidengantingkat kepuasan rata-
rata penduduk, serta yang menyelenggarakannyasesuai dengan standar dan kode etik
profesi yang telah ditetapkan denganmenyesuaikan potensi sumber daya yang tersedia secara
wajar, efisien dan efektifserta diberikan secara aman, danmemuaskan sesuai dengan norma,
etika, hukum,dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuanpemerintah dan masyarakat konsumen(Morgan, 2007).

Menurut Depkes RI (2010), mutu pelayanan keperawatan adalahpelayanan


kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk kebutuhan dankeinginan pasien,
sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnyadapat meningkatkan
kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkankeunggulan kompetitif melalui
pelayanan yang bermutu, efisien,inovatif, danmenghasilkancustomer responsiveness.Kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan pasien walaupun merupakannilai subyektif, tetapi tetap
ada dasar obyektif yang dilandasi olehpengalamanmasa lalu, pendidikan, situasi psikis
waktu pelayanan danpengaruh lingkungan.Khususnya mengenai
penilaianperformancepemberi jasa pelayanan kesehatanterdapat dua elemen yang perlu
diperhatikan yaitu teknis medis dan hubunganinterpersonal.Hubungan interpersonal ini
berhubungan dengan pemberianinformasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan
kepercayaan denganmemperhatikanprivacypasien(Foster, 2005).

b. Dimensi Mutu Pelayanan


MenurutLebouf (2007), ada limadimensi mutu pokok yang dapatdigunakan untuk
mengukur persepsi pelanggan tentang mutu pelayanan yangmeliputi:
1) Reliability(kehandalan),yaitu kemampuan untuk memberikan pelayananyang sesuai
dengan janji yang ditawarkan.
2) Responsiveness(daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawandalammembantu
pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dantanggap,yang meliputi:
kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,kecepatankaryawan dalam menangani
transaksi dan penanganankeluhan pelanggan/pasien.
3) Assurance(keyakinan/ jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas:pengetahuan
terhadap produk/jasa secara tepat, kualitas keramahtamahan,perhatian dan kesopanan
dalam memberikanpelayanan, ketrampilan dalammemberikan informasi, kemampuan
didalam memberikan keamanan didalam memanfaatkan jasa yangditawarkan, dan
kemampuan di dalam menanamkan kepercayaanpelanggan terhadap perusahaan.

Dimensi jaminanini merupakan gabungan dari dimensi:

a) Kompetensi, artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki olehpara karyawan


untuk melakukan pelayanan.
b) Kesopanan, yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikapparakaryawan.
c) Kredibilitas, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaankepada perusahaan,
seperti reputasi, prestasi dansebagainya
4) Emphaty(empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikanperusahaan kepada
pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungiperusahaan, kemampuan karyawan
untuk berkomunikasi denganpelanggandan usaha perusahaan untuk memahami keinginan
dankebutuhanpelanggannya.
Dimensiemphatyini merupakan penggabungan dari dimensi:
a) Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan.
b) Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasiuntukmenyampaikan
informasi kepada pelanggan atau memperolehmasukandari pelanggan.
c) Pemahaman kepada pelanggan, meliputi usaha perusahaanuntukmengetahui dan
memahami kebutuhan dan keinginanpelanggan
5) angibles(Berwujud), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung danruanganfront
office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dankenyamanan ruangan,
kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilankaryawan.

III. Pelayanan Keperawatan

Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan pelayanan keperawatan


sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas
untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang
(jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia
mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.Berdasarkan kebijakan Depkes RI
(1998), mutu pelayanan keperawtan adalah pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar
keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh
kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat
menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan
menghasilkan customer responsiveness.

Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan
Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemiidian diperbaruhi dan disahkan berdasarkan SK
DIRJEN YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun
1996,DPP PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No : 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri
dari standar pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan
standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.

Mutu pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang


komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional
kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana
perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Namun
pada dasarnya, definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat berbeda-beda tergantung
dari sudut pandang mana mutu tersebut dilihat. (Rakhmawati, 2009)

Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut diantaranya
yaitu :

a. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)


Meishenheimer (1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien
mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang
memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam memberikan
perawatan. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan mutu pelayanan berarti suatu
empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan
kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung.
Pada umumnya mereka ingin pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan
mencegah penyakit, sehingga pasien beserta keluarganya sehat dan dapat
melaksanakan tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu pelayanan
keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga, masyarakat) sebagai
pelaksanaan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang
berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan dari perawat serta
kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan. Selain itu melalui pelayanan
keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.

b. Sudut Pandang Perawat


Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan pelayanan
keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas dari
sakitnya (Meishenheimer, 1989). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000),
bahwa mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk
meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan
dan keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar
yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga
profesional yang memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien mendefinisikan
mutu pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan melakukan asuhan keperawatan
yang profesional terhadap pasien (individu, keluarga, masyarakat) dan sesuai
standar keperawatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

c. Sudut Pandang Manajer Keperawatan


Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik
dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik serta
alokasi sumber daya yang tepat (Wijono, 2000). Pelayanan keperawatan
memerlukan manajemen yang baik sehingga manajer keperawatan mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik yang memfokuskan pada
pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat.
Selain itu pengelolaan pun mencakup pada manajemen keuangan dan logistik.

d. Sudut Pandang Institusi Pelayanan


Meishenheimer (1989) mengemukakan bahwa mutu pelayanan diasumsikan sebagai
kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas stafnya
untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi terhadap perawatan
terhadap pasien yang tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan terhadap
operasional institusi. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan bahwa mutu dapat
berarti memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup. Selain itu
mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak
merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tidak adanya pemborosan tenaga,
peralatan, biaya, waktu dan sebagainya.

e. Sudut Pandang Organisasi Profesi


Badan legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal maupun
nasional lebih menekankan pada mendukung konsep mutu pelayanan sambil
menyimpan uang pada program yang spesifik. Dan selain itu juga menekankan
pada institusi-institusi pelayanan keperawatan dan fasilitas pelayanan keperawatan.
Badan akreditasi dan sertifikasi menyamakan kualitas dengan mempunyai seluruh
persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik yang lengkap pada periode waktu
tertentu dan sesuai dengan standar pada level yang berlaku. Sertifikat
mengindikasikan bahwa institusi pelayanan keperawatan tersebut telah sesuai standar
minimum untuk menjamin keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya
terbatas pada standar pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai undang-
undang yang berlaku (Meishenheimer , 1989).

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi mempunyai


tanggung jawab dalam meningkatkan profesi keperawatan. Sehingga untuk meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan, organisasi profesi tersebut membuat dan memfasilitasi
kebijakan regulasi keperawatan yang mencakup sertifikasi, lisensi dan akreditasi. Dimana
regulasi tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan yang
diberikan telah berdasarkan kaidah suatu profesi dan pemberi pelayanan keperawatan telah
memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan.

Tujuan standar keperawatan merrnrut Gilies (1989) adalah:

a. Meningkatkan asuhan keperawatan.


b. Mengurangi biaya asuhan keperawatan
c. Melindungi perawat dan kelalaian dalam melaksanaka tugas danmelindungi pasien dan
tindakan yang tidak terapeutik.

Standar pelavanan keperawatan menurut Depkes Rl 1996 adalah meliputi:

a. Startdar 1 : falsafah keperawatan

b. Standar 2 : tujuan asuhan keperawatan.

c. Standar 3 : pengkajian keperawatan

d. Standar 4 : diagnosa keperawatan.

e. Standar 5 : perencanaan keperawatan.


f. Standar 6 : intervensi keperawatan

g. Staridar 7 : evaluasi keperawatan.

h. Standar 8 : catatan asuhan keperawatan.

IV. Mutu pelayanan.

Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti mutu dilihat
dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan (Azwar, 1996)

a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan
keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. komunikasi,
keramahan dan kesungguhan juga termasuk didalamnya.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu berhubungan dengan dokter,
paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang sesuai dengan perkembangan
teknologi.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan sebagai suatu hal
yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang dapat menimbulkan kepuasan klien
sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk, serta pihak lain, pelayanan yang sesuai dengan kode
etik dan standard pelayanan yang professional yang telah ditetapkan. Tappen (1995)
menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan dan sesuai
dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat meningkatkan kepuasan
dan kenyamanan klien dengan menyelenggarakan sebuah pelayanan yang optimal sesuai dengan
kode etik dan standard pelayanan professional yang berlaku serta selalu menerapkan pelayanan
yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

V. Dimensi mutu pelayanan

Lima dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:

a. Wujud nyata (tangibles) adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas fisik, yang
mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM
perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b. Kehandalan (reliability) adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana
kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan
penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang
dibenikan,keakuratan penanganan.
c. Ketanggapan (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa
yang dibutuhkan konsumen. Hai ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian
jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam
membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien
dengan cepat.
d. Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan
jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan
karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan pimpinan terhadap staf. Dimensi kepastian
atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
1. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh
para karyawan untuk melakukan pelayanan
2. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan
3. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada
perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.

e. Empati (empathy), berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang
meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen,
pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan, kesesuaian
waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Dimensi emphaty ini merupakan
penggabungan dari dimensi :

1. Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang ditawarkan


2. Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan
3. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan
untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan
VI. Penilaian mutu pelayanan

Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan


yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :

a. Struktur (Input)

Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan


masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen,
keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik
tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya
anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-
perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu
pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi
dan kualifikasi dari profesi kesehatan.Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh
Tappen (1995), yaitu bahwa struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan
keperawatan yang diberikan dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen
struktur dapat dilihat melalui : 1) fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai
pelayanan dan keamanan; 2) peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan
peralatan; 3) staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata-rata turnover, dan rasio pasien-
perawat; dan 4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan


pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan, diantaranya
yaitu :

1) fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman,
serta penataan ruang perawatan yang indah;
2) peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan
baik;
3) staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas; dan keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi
dana.
4) Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik
manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.

b. Proses (Process)

Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini


merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil
(outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga
kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa,
rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain
penilaian dilakukan terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses
dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu
sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan
tidak berlebihan).

Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan
aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan. Hal ini termasuk
perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan konseling, dan aktivitas
kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan
keperawatan oleh perawat terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan
keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun audit
dari dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian
pelaksanaan dengan standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan
efektifitas pelaksanaannya.

c. Hasil (Outcome)

Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien.
Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan
pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam
Wijono 2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil
dari aktivitas yandiberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas
dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan
kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari
pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu
pelayanan keperawatan. Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator
dalam melakukan penilaian terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu
sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan
hasil. Dan setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat
untuk mengatasi kekurangan atau penilaian negatif dari mutu pelayanan tersebut. Namun
seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu mengalami perkembangan yang dapat
menjadi wacana kita mengenai strategi mana yang tepat dalam melakukan upaya yang
berkaitan dengan mutu pelayanan keperawatan. Oleh karena itu pada sub bab berikutnya
akan dibahas mengenai strategi dalam mutu pelayanan keperawatan.

VII. Strategi mutu

a. Quality Assurance (Jaminan Mutu)

Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an


implementasi pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk
mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut
(Swansburg, 1999). Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan
sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari kata
to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya, mengamankan atau
menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi,
internal audit dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu :
organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk
menghasilkan hasil yang diinginkan. Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan
keperawatan adalah kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang
digunakan adalah : audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses
pengerjaannya (pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan
standar operating procedure (SOP); evaluasi proses; mengelola mutu; dan penyelesaian
masalah. Sehingga sebagai suatu sistem (input, proses, outcome), menjaga mutu pelayanan
keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses pemberian pelayanan
keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan.

b. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)

Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan


perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Continuous
Quality Improvement (Peningkatan mutu berkelanjutan) sering diartikan sama dengan Total
Quality Management karena semuanya mengacu pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu
menyeluruh. Namun menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa
ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industri
sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijono (2000)
mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan
mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif dan
baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku. Pendapat
lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994) bahwa Quality Improvement
merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous
Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang
dihubungkan dengan memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan
kepuasan pelanggan (Shortell, Bennett & Byck, 1998). Sehingga dapat dikatakan bahwa
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan keperawatan adalah upaya untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus menerus yang memfokuskan mutu
pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami
mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang
ditandai dengan kepuasan pasien.

c. Total quality manajemen (TQM)


Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara
meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam
setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya
manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu
menyeluruh.

B. Kualitas Pelayanan Keperawatan

Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut Herderson (1966,
dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat
atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh
dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa
yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.
Sedangkan Kelompok Kerja Keperawatan (1992) menyatakan bahwa keperawatan adalah suatu
bentuk layanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk
layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan
masyarakat baik sakit maupun sehat, yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Layanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara
mandiri.

Pelayanan Keperawatan yang diberikan kepada pasien menimbulkan adanya interaksi


antara perawat dan pasien, sehingga perlu diperhatikan kualitas hubungan antara perawat dan
pasien. Hubungan ini dimulai sejak pasien masuk rumah sakit. Kozier et al (1997) menyatakan
bahwa hubungan perawat-pasien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena
keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan
perawat-pasien. Oleh karena itu metode pemberian asuhan keperawatan harus memfasilitasi
efektifnya hubungan tersebut. Konsep yang mendasari hubungan perawat pasien adalah
hubungan saling percaya, empati, caring, otonomi, dan mutualitas.

C. Aspek-aspek Kualitas Pelayanan Keperawatan

Menurut Depkes RI (dalam Onny, 1985) telah menetapkan bahwa pelayanan perawatan
dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai
dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi aspek penerimaan,
perhatian, tanggung jawab, komuniksi dan kerjasama. Selanjutnya masing-masing aspek
dijelaskan sebagai berikut:

a. Aspek penerimaan

Aspek ini meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa
semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa
membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya, sehingga pribadi
utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki minat
terhadap orang lain dan memiliki wawasan luas.

b.Aspek perhatian

Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu
bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada
pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan peka terhadap
setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.

c. Aspek Komunikasi

Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik
dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara pasien
dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga pasien.

d. Aspek kerjasama

Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik
dengan pasien dan keluarga pasien.

e. Aspek tanggung jawab

Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan
waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak.
DAFTAR PUSTAKA

Menuju pelayanan kesehatan yang lebih bermutu. Jakarta : Yayasan Penerbitan


Ikatan Dokter Indonesia.

DepKesRI (2003), Indonesia sehat 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/0

Anda mungkin juga menyukai