KELP 1Manajemen-Konflik-Keperawatan
KELP 1Manajemen-Konflik-Keperawatan
Oleh :
Kelompok 1:
Kelas : 3A
Dosen Pembimbing :
Reflita,S.KP,M.Kep
2020/202
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui yang dimaksud dengan konflik
1.3.2 Mengetahui tipe-tipe konflik
1.3.3 Mengetahui penyebab konflik
1.3.4 Mengetahui proses konflik
1.3.5 Mengetahui strategi dan manajemen konflik
1.3.6 Mengetahui cara penyelesaian konflik
1.3.7 Mengetahui hasil dari konflik
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional,
dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain.
Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang,
yaitu :
a. Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan
menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
b. Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau
palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan
dan hinaan.
c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan
menolak untuk berpartisipasi.
2. Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang
timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan
kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban
yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada
dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-
kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam
ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat
didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan
bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu
memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4. Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-
usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak
mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan
saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh
suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam
pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata
ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak puasan
tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5. Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu
percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin
dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan
semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan
pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang
muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di
dalamnya.
6. Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang
lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya
konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala
sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan
tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu,
lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena
merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7. Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan
seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran
pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan
dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh
peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada
klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing
mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini
sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu
oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya,
sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas
pada individu atay kelompok.
8. Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber
absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu
terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik
yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa
segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani
klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau
kedudukan.
9. Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu
tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat
memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan
sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan
menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam
tatanan organisasinya.
10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh
dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak
merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih
lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk
menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian
imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan
masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak
seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan
bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali
berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.
2.4 Proses Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam
enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang
dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan
penyelesaian akibat konflik. Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya
konflik seperti yang sudah didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik
yang ada dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat
atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada
umumnya bersifat logis, tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan
dirasakan secara subjektif karena individu merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini
sering diasumsikan sebagai suatu yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan
permusuhan, perasaan takut dan bahkan timbulnya perasaan tidak berdaya. Akibat dari
kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata
seperti perilaku agresif, pasif, aseptif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang
mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan
terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan konflik
tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang terlibat atau kadang
melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat. Oleh karena itu, upaya untuk
menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak
yang terlibat. Jika hal itu tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat
dan waktu yang berbeda.
Kondisi-kondisi pendahulu
Konsep yang dipersepsi
Konflik yang dirasakan
Perilaku yang dinyatakan
Penyelesaian atau penekanan konflik
Penyelesaian akibat konflik
1. Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
2. Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan
membuat orang menjadi senang dalam memberikan usulan, member kekuatan bagi
mereka meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan pemecahan masalah yang
lebih baik.
3. Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai
adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
4. Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan
pengertian.
5. Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
6. Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
7. Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda
waktu yang tidak menentu.
8. Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
9. Mempertahankan komunikasi dua arah.
10. Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11. Menghindari penolakan berlebihan.
12. Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
13. Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan
kerja.
14. Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
15. Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
16. Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
17. Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
18. Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.
3.1 Kesimpulan
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari
perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di
dalam individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil
yang destruktif atau konstruktif. Secara structural, konflik dapat vertical, yaitu melibatkan
perbedaan antara pemimpin dan anak buah, atau horizontal, yaitu garis relative staf.
Sembilan tipe konflik tercatat dalam literature : di dalam pengirim, di dalam peran, peran
pribadi, antar pribadi, di dalam kelompok, di antara kelompok, peran mendua, dan beban
peran yang terlalu besar.
Penyebab konflik adalah unik dan bermacam-macam. Tetapi, penyebab umumnya
telah dinyatakan dan dibahas. Penyebab umum ini antara lain perilaku menentang, stress,
kondisi ruangan yang terlalu sempit, kewenangan dokter-perawat yang berlebihan,
perbedaan nilai dan keyakinan, eksklusifisme, peran ganda perawat, kekurangan sumber
daya insani, perubahan, imbalan serta komunikasi. Proses konflik dimulai dengan kondisi
pendahulu, kemudian bergerak ke konflik yang di presepsi dan atau dirasakan. Selanjutnya
adalah perilaku, lalu konflik untuk diselesaikan atau ditekan.
Penyelesaian konflik yang konstruktif adalah sebuah aspek penting dari tanggung
jawab menejerial. Sejumlah pendekatan, termasuk kemungkinan keterlibatan dan
menejemen yang mempunyai tujuan, juga didiskusikan. Tidak ada metoda terbaik untuk
memfasilitasi penyelesaian konflik. Seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan
tentang kemungkinan strategi bersamaan dengan pengetahuan tentang proses memimpin
dan mengatur orang; kemudian harus dipilih dan dilaksanakan strategi yang terbaik untuk
situasi yang unuk tersebut.
3.2 Saran
Konflik adalah sebuah kemutlakan, pemimpin harus belajar untuk secara efektif
memfasilitasi penyelesaian konflik diantara orang-orang agar tujuan dapat tercapai. Dari
hasil pembahasan di atas, diharap para pembaca baik yang merupakan calon pemimpin
ataupun yang telah menjadi pemimpin, agar dapat me-manajemen institusi atau
organisasinya dengan baik agar terbebas dari konflik yang ada.
DAFTAR PUSTAKA