ATRIAL FIBRILATION
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik sehari-
hari. Fibrilasi atrium menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, termasuk
stroke, gagal jantung serta penurunan kualitas hidup. (PERHIMPUN AN DOKTER
SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA, 2014)
PERHIMPUN AN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA.
2014.PEDOMAN TATA LAKSANA FIBRILASI ATRIUM.INDONESIAN HEART
ASSOCIATION
Diakses dari : http://www.inaheart.org/upload/image/FA_Final_Launch.pdf
Atrium Fibrilation (AFib) adalah keadaan ruang jantung kecil bagian atas (atrium) tidak
berdetak seperti yang seharusnya. Alih-alih berdetak dalam pola normal, atrium berdetak
tidak teratur dan terlalu cepat, bergetar seperti semangkuk
agar-agar. (American Heart Association, 2015)
American Heart Association.2015.Atrial Fibrilation
Diakses dari : https://www.heart.org/-/media/data-import/downloadables/e/3/5/pe-abh-
what-is-atrial-fibrillation-ucm_300294.pdf?la=en
Fibrilasi atrium (AF) adalah aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik klinis.
Hubungan ini ditingkatkan pada populasi tertentu dengan kondisi komorbiditas yang
sudah ada sebelumnya seperti gagal jantung kronis. (Amin dkk, 2016)
Amin dkk.2016.The Current Approach of Atrial Fibrilation Management.Avicenna
Journal of Medicine.Published by Wolters Kluwer
Diakses dari :
https://www.researchgate.net/publication/289555155_The_current_approach_of_atrial_fi
brillation_management
B. Etiologi
Secara umum etiologi/faktor risiko fibrilasi atrium adalah :
1) Kelainan pada jantung
- Gagal jantung
- Infark miokard
- Kardiomiopati hipertrofik
- Perikarditis
- Sick Sinus Syndrome
- Wolff-Parkinson-White syndrome
- Post operasi bypass arteri koroner
2) Penyakit non jantung
- Konsumsi alkohol
- Hipertiroidisme atau hipotiroidisme
- Emboli pulmonal
- Sepsis, pneumonia
- Obesitas
- Hipertensi
- Penyakit paru obstruktif kronik
Etiologi/faktor-faktor risiko tersebut mempengaruhi struktur jantung atau secara
langsung mempengaruhi irama denyut jantung sehingga menimbulkan AF.
(Bimandoko,2016) Bimandoko.2016.Fibrilasi Atrium
Diakses dari :
http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_
Lap.KTI.Bab2.pdf
C. Klasifikasi
Manifestasi Klinis Umumnya gejala dari atrial fibrilasi adalah peningkatan denyut
jantung ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu,
atrial fibrilasi juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi
darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada
terutama saat beraktivitas, laju denyut jantung meningkat gejala tromboemboli, atau
dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan
sesak nafas), terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160
denyutan/menit). Tanda dan gejala lain pada atrial fibrilasi seperti palpitasi. Palpitasi
merupakan salah satu gejala yang sering muncul pada pasien dengan Atrial Fibrilasi
akibat respon ventrikel yang ireguler.
E. PATHWAY
Pathway
palpitasi
Suplai O2 otak menurun Resistensi atrium dextra
Renal flow menurun Atrial flow velocities menurun Suplai darah ke jaringan
menurun
Intoleransi aktivitas
F. PROGNOSIS
Pada tahun 2001, jumlah pasien dengan atrial fibrilasi mencapai 2,3 juta di Amerika dan
4,5 juta pasien di Eropa. Pada populasi umum prevalensi atrial fibrilasi terdapat sekitar 1-2% dan
diperkirakan kejadian atrial fibrilasi akan terus meningkat 0,1% setiap tahunnya pada populasi
umur 40 tahun ke atas. Pada umur di bawah 50 tahun prevalensi atrial fibrilasi berkurang dari 1%
dan meningkat menjadi lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Sedangkan presentase stroke yang
berasal dari atrial fibrilasi berkisar 6-24% dari semua stroke iskemik, sedangkan 3-11% dari
pasien yang secara struktural terdiagnosis atrial fibrilasi memiliki jantung yang normal.
SUMBER :
BP Damayanti. 2014. Atrial Fibrilasi. Diambil dalam
http://eprints.undip.ac.id/44522/3/BAB_II.pdf
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Satu studi menunjukkan bahwa elevasi ringan troponin I saat masuk rumah sakit terkait
dengan mortalitas dan kejadian kardiak yang lebih tinggi, dan mungkin berguna untuk
stratifikasi risiko. Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan biasanya mencakup laju
ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang jelas, digantikan oleh
gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler pula.
Manifestasi EKG lainnya yang dapat menyertai FA antara lain:
1. Tujuan
Tujuan dalam penatalaksanaan FA terdiri dari tiga aspek fundamental yaitu: mengontrol
laju irama ventrikel, mengembalikan ke irama sinus, dan pencegahan tromboemboli. Dalam
penatalaksanaan FA perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi
ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Konversi ke irama sinus
merupakan tindakan utama apabila kardioversi masih dapat dilakukan
2. Pengontrolan Laju Irama Ventrikel
Tidak terdapat acuan yang ketat dalam menentukan batas yang perlu dicapai dalam
pengontrolan laju irama ventrikel, namun direkomendasikan kurang dari 80 kali/menit pada
saat istirahat dan kurang dari 110 kali/menit saat melakukan aktivitas. Monitor jangka
panjang dengan menggunakan Holter atau alat telemetrik lainnya dapat berguna dalam
evaluasi laju irama ventrikel. Insufisiensi kontrol laju irama ventrikel dapat menyebabkan
takikardiomiopati pada pasien FA. Pengontrolan laju irama ventrikel juga dilaksanakan pada
pasien gagal jantung dengan FA.
Pemberian penyekat beta atau antagonis kanal kalsium non-dihidropiridin oral dapat
digunakan pada pasien dengan hemodinamik stabil. Antagonis kanal kalsium non-
dihidropiridin hanya boleh dipakai pada pasien dengan fungsi sistolik ventrikel yang masih
baik. Obat intravena mempunyai respon yang lebih cepat untuk mengontrol respon irama
ventrikel. Digoksin atau amiodaron direkomendasikan untuk mengontrol laju ventrikel pada
pasien dengan FA dan gagal jantung atau adanya hipotensi. Pada FA dengan preeksitasi, obat
yang digunakan adalah antiaritmia kelas I (propafenon, disopiramid, mexiletine) atau
amiodaron. Obat antiaritmia oral dapat digunakan untuk mengendalikan laju ventrikel namun
bersifat sementara. Diharapkan laju jantung akan menurun dalam waktu 1-3 jam setelah
pemberian antagonis kanal kalsium (ditiazem 30 mg atau verapamil 80 mg), penyekat beta
(propanolol 20-40 mg, bisoprolol 5 mg, atau metoprolol 50 mg). Penting untuk
menyingkirkan adanya riwayat dan gejala gagal jantung. Kendali laju yang efektif tetap harus
dengan pemberian obat antiaritmia intravena.
Respon irama ventrikel jantung yang terlalu cepat akan menyebabkan gangguan
hemodinamik pada pasien FA. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil akibat FA harus
dilakukan kardioversi elektrik untuk mengembalikan ke irama sinus.34 Pasien yang masih
menunjukkan gejala dengan gangguan hemodinamik meskipun strategi kendali telah optimal,
dapat dilakukan kardioversi farmakologis dengan obat antiaritmia intravena atau kardioversi
elektrik. Obat intravena untuk kardioversi farmakologis salah satunya amiodaron yang
mempunyai efek kardioversi beberapa jam setelah pemberian.
Pemberian propafenon oral (450-600 mg) dapat mengonversi irama FA menjadi irama
sinus. Efektivitas propafenon oral tersebut mencapai 45% dalam 3 jam. Strategi terapi ini
dapat dipilih pada pasien dengan gejala yang berat dan FA jarang.3,34 Pasien dengan respon
ventrikuler yang cepat membutuhkan penyekat beta oral atau penyekat kanal kalsium non
dihidropiridin. Verapamil dan metoprolol banyak digunakan untuk memperlambat konduksi
nodus atrioventrikuler.
Pasien FA dengan hemodinamik tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang cepat
disertai tanda iskemia, hipotensi, dan sinkop perlu segera dilakukan kardioversi elektrik.
Kardioversi elektrik dimulai dengan 100 Joule (bifasik). Bila tidak menunjukkan hasil dapat
dinaikkan menjadi 200 Joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi kerja pendek.
Kardioversi dinyatakan berhasil apabila didapatkan satu atau dua gelombang P setelah
kardioversi. Risiko tromboemboli atau stroke emboli tidak berbeda antara kardioversi
elektrik dan farmakologis sehingga rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada
keduanya.
4. Terapi Antitrombotik
Secara umum FA merupakan faktor yang dapat memicu stroke. Sehingga penting
mengindentifikasi pasien FA yang memiliki risiko tinggi stroke dan tromboemboli.
Penggunaan antitrombotik pada pasien dengan faktor risiko rendah mengalami stroke tidak
direkomendasikan karena untuk menghindari efek pemberian antikoagulan. 6 Terapi
antritrombotik tidak direkomendasikan pada pasien FA yang berusia lebih dari 65 tahun dan
lone FA karena kedua kelompok pasien tersebut mempunyai risiko tingkat kejadian stroke
yang rendah.
Terapi antitrombotik yang digunakan untuk prevensi stroke pada pasien FA meliputi
antagonis vitamin K (warfarin atau coumadin), dabigatran, rivaroxaban, apixaban, maupun
antiplatelet (aspirin dan clopidogrel).6 Diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam
pemberian antikoagulan dalam pencegahan efek tromboemboli pada FA.
http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_Lap.KTI.Bab2.
pdf
I. Pencegahan (Primer,Sekunder,Tersier)
A. Primer : Fibtrilasi atrium (AF) disebabkan oleh banyak faktor,Namun secara umum
untuk mencegah AF dapat dilakukan dengan memelihara kesehatan organ jantung. bisa
dicegah dengan melaksanakan gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat ini mencakup:
Menjalani pola diet yang sehat bagi jantung serta Melakukan aktivitas fisik secara
rutin;
Menghindari rook, Menjaga berat badan agar tetap ideal;
Membatasi asupan kafein dan alkohol; dan Mengurangi stres, karena stres yang terus-
menerus dapat menyebabkan gangguan irama jantung.
b. Breathing
Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan
komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal.
c. Circulation
Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.
Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat
teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah). Defisit
nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal
jantung, syok).
Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.
d. Disability
Tingkat Kesadaran
Kekuatan Otot
e. Exposure : adanya trauma, luka
Tanda Vital
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan saturasi oksigen
sangat penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali laju
yang adekuat pada FA. Pada pemeriksaan fisik, denyut nadi umumnya
ireguler dan cepat, sekitar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-
170x/menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung
(digitalis) dapat mengalami bradikadia.
Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,
pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit
pada arteri karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan
kemungkinan adanya komorbiditas penyakit jantung koroner.
Paru
Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung (misalnya
ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi mengindikasikan
adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya FA
(misalnya PPOK, asma)
Jantung
Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisik pada pasien
FA. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk
mengevaluasi penyakit jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari
punctum maximum atau adanya bunyi jantung tambahan (S3)
mengindikasikan pembesaran ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel
kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi
pulmonal. Pulsus defisit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba
dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien FA.
Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang
dapat mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik.
Nyeri kuadran kiri atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat
embolisasi perifer.
Ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabuh
atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin
mengindikasikan embolisasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat
mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah jantung yang
menurun.NeurologisTanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA)atau
kejadian serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien FA.
Peningkatan refleks dapat ditemukan pada hipertiroidisme.
Referensi
https://www.academia.edu/12038652/LP_ATRIAL_FIBRILASIS_AF
http://www.inaheart.org/upload/image/FA_Final_Launch.pdf
https://www.coursehero.com/file/49164009/ASKEP-AFdocx/#question
1. Diagnosa Keperawatan
Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung, Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina,
Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
1. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
4. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi
tidak dapat norml lagi.
https://www.heart.org/-/media/data-import/downloadables/e/3/5/pe-abh-what-is-atrial-
fibrillation-ucm_300294.pdf?la=en
https://www.researchgate.net/publication/289555155_The_current_approach_of_atrial_fibrillatio
n_management
https://elearning.stikmakassar.ac.id/claroline/work/user_work.php?
cmd=exDownload&authId=455&assigId=2&workId=52&cidReset=true&cidReq=KP02264_002
https://www.academia.edu/12038652/LP_ATRIAL_FIBRILASIS_AF
http://www.inaheart.org/upload/image/FA_Final_Launch.pdf
https://www.coursehero.com/file/49164009/ASKEP-AFdocx/#question
http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_Lap.KTI.Bab2.
pdf
http://eprints.undip.ac.id/44522/3/BAB_II.pdf
http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_Lap.KTI.Bab2.pdf
http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_Lap.KTI.Bab2.
pdf
http://eprints.undip.ac.id/44522/3/BAB_II.pdf