Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN KARDIOVASKULER

ATRIAL FIBRILATION

NAMA ANGGOTA KELOMPOK

Georgina Kolanus 17061051

Jully A Harun 17061021

Gloria mamonto 17061075

Gebby J Lis Saulisa 17061035

Indra Putra 17061044

Feiby Mantiara 17061129

Mariah Ponidjan 17061160

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

FAKULTAS KEPERAWATAN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik sehari-
hari. Fibrilasi atrium menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, termasuk
stroke, gagal jantung serta penurunan kualitas hidup. (PERHIMPUN AN DOKTER
SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA, 2014)
PERHIMPUN AN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA.
2014.PEDOMAN TATA LAKSANA FIBRILASI ATRIUM.INDONESIAN HEART
ASSOCIATION
Diakses dari : http://www.inaheart.org/upload/image/FA_Final_Launch.pdf
Atrium Fibrilation (AFib) adalah keadaan ruang jantung kecil bagian atas (atrium) tidak
berdetak seperti yang seharusnya. Alih-alih berdetak dalam pola normal, atrium berdetak
tidak teratur dan terlalu cepat, bergetar seperti semangkuk
agar-agar. (American Heart Association, 2015)
American Heart Association.2015.Atrial Fibrilation
Diakses dari : https://www.heart.org/-/media/data-import/downloadables/e/3/5/pe-abh-
what-is-atrial-fibrillation-ucm_300294.pdf?la=en
Fibrilasi atrium (AF) adalah aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik klinis.
Hubungan ini ditingkatkan pada populasi tertentu dengan kondisi komorbiditas yang
sudah ada sebelumnya seperti gagal jantung kronis. (Amin dkk, 2016)
Amin dkk.2016.The Current Approach of Atrial Fibrilation Management.Avicenna
Journal of Medicine.Published by Wolters Kluwer
Diakses dari :
https://www.researchgate.net/publication/289555155_The_current_approach_of_atrial_fi
brillation_management

B. Etiologi
Secara umum etiologi/faktor risiko fibrilasi atrium adalah :
1) Kelainan pada jantung
- Gagal jantung
- Infark miokard
- Kardiomiopati hipertrofik
- Perikarditis
- Sick Sinus Syndrome
- Wolff-Parkinson-White syndrome
- Post operasi bypass arteri koroner
2) Penyakit non jantung
- Konsumsi alkohol
- Hipertiroidisme atau hipotiroidisme
- Emboli pulmonal
- Sepsis, pneumonia
- Obesitas
- Hipertensi
- Penyakit paru obstruktif kronik
Etiologi/faktor-faktor risiko tersebut mempengaruhi struktur jantung atau secara
langsung mempengaruhi irama denyut jantung sehingga menimbulkan AF.
(Bimandoko,2016) Bimandoko.2016.Fibrilasi Atrium
Diakses dari :
http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_
Lap.KTI.Bab2.pdf

C. Klasifikasi

Klasifikasi menurut American Heart Assoiation (AHA), atrial fibriasi (AF)


dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:

 AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya


dan baru pertama kali terdeteksi.
 AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih kurang
50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam
waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48 jam juga
disebut AF Paroksimal.
 AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama
sinus.
 AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari.
Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke irama sinus
(resisten).

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), atrial fibrilasi


juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF
kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang
dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu atrial fibrilasi yang berlangsung lebih
dari 48 jam.
Selain itu, klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang
mendasari yaitu AF primer dan AF sekunder. Disebut AF primer jika tidak disertai
penyakit jantung lain atau penyakit sistemik lainnya. AF sekunder jika disertai dengan
penyakit jantung lain atau penyakit sistemik lain seperti diabetes, hipertensi, gangguan
katub mitral dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi lain adalah berdasarkan bentuk
gelombang P yaitu dibedakan atas Coarse AF dan Fine AF. Coarse AF jika bentuk
gelombang P nya kasar dan masih bisa dikenali. Sedangkan Fine AF jika bentuk
gelombang P halus hampir seperti garis lurus.
Sumber : http://eprints.undip.ac.id/44522/3/BAB_II.pdf
D. Manifestasi klinis

Manifestasi Klinis Umumnya gejala dari atrial fibrilasi adalah peningkatan denyut
jantung ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu,
atrial fibrilasi juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi
darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada
terutama saat beraktivitas, laju denyut jantung meningkat gejala tromboemboli, atau
dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan
sesak nafas), terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160
denyutan/menit). Tanda dan gejala lain pada atrial fibrilasi seperti palpitasi. Palpitasi
merupakan salah satu gejala yang sering muncul pada pasien dengan Atrial Fibrilasi
akibat respon ventrikel yang ireguler.
E. PATHWAY

Pathway

Kelainan pada jantung Penyakit non jantung

Kelainan katup atrium

palpitasi
Suplai O2 otak menurun Resistensi atrium dextra

Vol. Atrium meningkat Sesak nafas


Sinkop

ADL Pengosongan atrium inadekuat Resiko tinggi gangguan


pertukaran gas

Atrium Fibrilasi (AF)

Tachicardi supraventrikel dextra

Pengisian darah ke paru-paru


menurun

Renal flow menurun Atrial flow velocities menurun Suplai darah ke jaringan
menurun

RAA meningkat Trombus atrium sinistra


Metabolisme anaerob

Aldesteron meningkat Disfungsi ventrikel sinistra


Asidosis metabolik

ADH meningkat Penurunan curah jantung


Penimbunan asam
laktat dan ATP
Retensi Na+ + H2o

Kelebihan volume fatigue


cairan

Intoleransi aktivitas
F. PROGNOSIS

Pada tahun 2001, jumlah pasien dengan atrial fibrilasi mencapai 2,3 juta di Amerika dan
4,5 juta pasien di Eropa. Pada populasi umum prevalensi atrial fibrilasi terdapat sekitar 1-2% dan
diperkirakan kejadian atrial fibrilasi akan terus meningkat 0,1% setiap tahunnya pada populasi
umur 40 tahun ke atas. Pada umur di bawah 50 tahun prevalensi atrial fibrilasi berkurang dari 1%
dan meningkat menjadi lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Sedangkan presentase stroke yang
berasal dari atrial fibrilasi berkisar 6-24% dari semua stroke iskemik, sedangkan 3-11% dari
pasien yang secara struktural terdiagnosis atrial fibrilasi memiliki jantung yang normal.

Pasien yang mengalami stroke akibat atrial fibrilasi memiliki prognosis ad


functionam  yang kurang baik. Biasanya terjadinya peningkatan 50% disabilitas yang cukup
serius. Adanya disfungsi kognitif dan dementia vascular juga dapat terjadi 10-15% pasien
dengan atrial fibrilasi. Atrial fibrilasi juga berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Angka
mortalitas global setelah terjadinya atrial fibrilasi sebesar 10,8 (dalam waktu 30 hari), 24,7%
(dalam waktu 1 tahun), dan 42% (dalam waktu 3 tahun).

Fibrilasi atrium mempunyai hubungan dengan meningkatnya risiko mortalitas, stroke,


tromboemboli, gagal jantung, dan disfungsi ventrikel kiri. Fibrilasi atrium merupakan faktor
independen yang meningkatkan risiko mortalitas hingga dua kali lipat. Suatu penelitian
menyatakan bahwa terapi antitrombotik dapat menurunkan kejadian mortalitas yang mempunyai
korelasi dengan FA.
Stroke pada pasien dengan FA seringkali berdampak buruk seperti disabilitas jangka
panjang atau kematian. Sekitar seperlima kasus stroke diakibatkan oleh FA. Selain itu, FA yang
tidak terdiagnosis dapat menyebabkan stroke kriptogenik. Fibrilasi atrium paroksismal
mempunyai kecenderungan yang sama pada FA persisten atau permanen pada kejadian stroke.
Fibrilasi atrium merupakan penyumbang terbesar hospitalisasi pada kasus aritmia jantung.
Penyebab hospitalisasi merupakan akibat dengan keadaan yang berhubungan dengan FA seperti
penyakit jantung koroner, gagal jantung, komplikasi tromboemboli, dan kontrol aritmia akut.
Hospitalisasi berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup pasien dengan FA.
Kualitas hidup dan kapasitas latihan mengalami penurunan pada pasien dengan FA.
Kualitas hidup pasien dengan FA lebih rendah dibandingkan pada individu yang sehat, populasi
umum maupun pasien dengan penyakit jantung koroner dengan irama sinus. Fibrilasi atrium
menyebabkan stress akibat palpitasi dan gejala-gejala FA lainnya.
Pasien dengan FA juga berpotensi untuk mengalami gangguan fungsi ventrikel kiri yang
disebabkan kecepatan kontraksi ventrikel yang meningkat dan ireguler, penurunan kontraktilitas
atrium, dan peningkatan tekanan pengisian fase diastolik akhir (end diastolic). Pengaturan
kecepatan denyut jantung dan mempertahankannya pada irama sinus dapat meningkatkan fungsi
ventrikel kiri.

SUMBER :
BP Damayanti. 2014. Atrial Fibrilasi. Diambil dalam
http://eprints.undip.ac.id/44522/3/BAB_II.pdf

RA BImandoko. 2016 . Lapora TI Fibrilasi Atrium. Diambil dalam


http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_Lap.KTI.Bab2.pdf

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada fibrilasi atrium sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari gangguan penyakit yang


tersembunyi terutama apabila laju ventrikel sulit dikontrol.

Satu studi menunjukkan bahwa elevasi ringan troponin I saat masuk rumah sakit terkait
dengan mortalitas dan kejadian kardiak yang lebih tinggi, dan mungkin berguna untuk
stratifikasi risiko. Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:

 Darah lengkap (anemia, infeksi)


 Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal ginjal)
 Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miokar sebagai pencetus
FA)
 Peptida natriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki asosiasi
dengan FA. Level plasma dari peptida natriuretik tersebut meningkat pada pasien
dengan FA paroksismal maupun persisten, dan menurun kembali dengan cepat
setelah restorasi irama sinus.
2. Elektrokardiogram (EKG)

Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan biasanya mencakup laju
ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang jelas, digantikan oleh
gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler pula.
Manifestasi EKG lainnya yang dapat menyertai FA antara lain:

 Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160


170x/menit.
 Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRSlebar) setelah siklus interval
R-R panjang-pendek (fenomena Ashman)
 Preeksitasi
 Hipertrofi ventrikel kiri
 Blok berkas cabang
 Tanda infark akut/lama
 Elektrokardiogram juga diperlukan untuk memonitor interval QT dan QRS dari
pasien yang mendapatkan terapi antiaritmia untuk FA.

3. Trans-esofageal ekokardiografi 4 (TEE)


Trans-esofageal ekokardiografi 4 (TEE) merupakan standar baku untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya trombi di left atrial appendage. Teknik ini merupakan adanya
trombi di left atrial appendage. Teknik ini merupakan metode paling sensitif untuk
mendeteksi thrombus dan adanya kontras ekokardiografi spontan (spontaneous (
spontaneous echocardiography contrast) di left atrial appendage. Left atrial appendage
(LAA) atau struktur tambahan di atrium kiri merupakan lokasi umum tempat berasalnya
trombi jantung dan tempat emboli sistemik terbentuk. Tempat ini berupa kantong buta (
blind sac) pada atrium kiri di sulkus koronarius, yang bentuk dan lokasinya
memungkinkan terjadinya stasis darah dan pembentukan trombus pada keadaan
tertentu.Panjangnya sekitar 1,2 hingga 4,5 cm dan terbentuk pada saat minggu ketiga atau
keempat pada saat periode embrionik dinding kiri atrium primer terbentuk. Left atrial
appendage berfungsi sebagai tempat cadangan (reservoir) bagi atrium kiri, misalnya pada
gagal jantung kongestif atau pada stenosis mitral. Kesimpulan ini didapatkan berdasarkan
pengamatan bahwa didapatkan kadar peptida natriuretik yang lebih tinggi padaatrial
appendage
H. Penatalaksanaan

1. Tujuan

Tujuan dalam penatalaksanaan FA terdiri dari tiga aspek fundamental yaitu: mengontrol
laju irama ventrikel, mengembalikan ke irama sinus, dan pencegahan tromboemboli. Dalam
penatalaksanaan FA perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi
ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Konversi ke irama sinus
merupakan tindakan utama apabila kardioversi masih dapat dilakukan
2. Pengontrolan Laju Irama Ventrikel

Tidak terdapat acuan yang ketat dalam menentukan batas yang perlu dicapai dalam
pengontrolan laju irama ventrikel, namun direkomendasikan kurang dari 80 kali/menit pada
saat istirahat dan kurang dari 110 kali/menit saat melakukan aktivitas. Monitor jangka
panjang dengan menggunakan Holter atau alat telemetrik lainnya dapat berguna dalam
evaluasi laju irama ventrikel. Insufisiensi kontrol laju irama ventrikel dapat menyebabkan
takikardiomiopati pada pasien FA. Pengontrolan laju irama ventrikel juga dilaksanakan pada
pasien gagal jantung dengan FA.

Pemberian penyekat beta atau antagonis kanal kalsium non-dihidropiridin oral dapat
digunakan pada pasien dengan hemodinamik stabil. Antagonis kanal kalsium non-
dihidropiridin hanya boleh dipakai pada pasien dengan fungsi sistolik ventrikel yang masih
baik. Obat intravena mempunyai respon yang lebih cepat untuk mengontrol respon irama
ventrikel. Digoksin atau amiodaron direkomendasikan untuk mengontrol laju ventrikel pada
pasien dengan FA dan gagal jantung atau adanya hipotensi. Pada FA dengan preeksitasi, obat
yang digunakan adalah antiaritmia kelas I (propafenon, disopiramid, mexiletine) atau
amiodaron. Obat antiaritmia oral dapat digunakan untuk mengendalikan laju ventrikel namun
bersifat sementara. Diharapkan laju jantung akan menurun dalam waktu 1-3 jam setelah
pemberian antagonis kanal kalsium (ditiazem 30 mg atau verapamil 80 mg), penyekat beta
(propanolol 20-40 mg, bisoprolol 5 mg, atau metoprolol 50 mg). Penting untuk
menyingkirkan adanya riwayat dan gejala gagal jantung. Kendali laju yang efektif tetap harus
dengan pemberian obat antiaritmia intravena.

3. Pengendalian Irama Jantung

Respon irama ventrikel jantung yang terlalu cepat akan menyebabkan gangguan
hemodinamik pada pasien FA. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil akibat FA harus
dilakukan kardioversi elektrik untuk mengembalikan ke irama sinus.34 Pasien yang masih
menunjukkan gejala dengan gangguan hemodinamik meskipun strategi kendali telah optimal,
dapat dilakukan kardioversi farmakologis dengan obat antiaritmia intravena atau kardioversi
elektrik. Obat intravena untuk kardioversi farmakologis salah satunya amiodaron yang
mempunyai efek kardioversi beberapa jam setelah pemberian.

Pemberian propafenon oral (450-600 mg) dapat mengonversi irama FA menjadi irama
sinus. Efektivitas propafenon oral tersebut mencapai 45% dalam 3 jam. Strategi terapi ini
dapat dipilih pada pasien dengan gejala yang berat dan FA jarang.3,34 Pasien dengan respon
ventrikuler yang cepat membutuhkan penyekat beta oral atau penyekat kanal kalsium non
dihidropiridin. Verapamil dan metoprolol banyak digunakan untuk memperlambat konduksi
nodus atrioventrikuler.
Pasien FA dengan hemodinamik tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang cepat
disertai tanda iskemia, hipotensi, dan sinkop perlu segera dilakukan kardioversi elektrik.
Kardioversi elektrik dimulai dengan 100 Joule (bifasik). Bila tidak menunjukkan hasil dapat
dinaikkan menjadi 200 Joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi kerja pendek.
Kardioversi dinyatakan berhasil apabila didapatkan satu atau dua gelombang P setelah
kardioversi. Risiko tromboemboli atau stroke emboli tidak berbeda antara kardioversi
elektrik dan farmakologis sehingga rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada
keduanya.

4. Terapi Antitrombotik

Secara umum FA merupakan faktor yang dapat memicu stroke. Sehingga penting
mengindentifikasi pasien FA yang memiliki risiko tinggi stroke dan tromboemboli.
Penggunaan antitrombotik pada pasien dengan faktor risiko rendah mengalami stroke tidak
direkomendasikan karena untuk menghindari efek pemberian antikoagulan. 6 Terapi
antritrombotik tidak direkomendasikan pada pasien FA yang berusia lebih dari 65 tahun dan
lone FA karena kedua kelompok pasien tersebut mempunyai risiko tingkat kejadian stroke
yang rendah.

Penilaian stratifikasi risiko stroke pada pasien FA menggunakan skor CHA2DS2-VASc


(Congestive heart failure, Hypertension, Age ≥ 75 years :score 2, Diabetes mellitus, Stroke
history: score 2 , peripheral Vascular disease, Age between 65-74 years, Sex category:
female). Skor tersebut sudah divalidasi pada beberapa studi kohort dan menunjukkan hasil
yang lebih baik untuk mengidentifikasi pasien FA berisiko rendah terkena stroke maupun
identifikasi pasien FA yang akan mengalami stroke dan tromboemboli. Pemberian 18
antikoagulan perlu diseimbangkan dengan risiko perdarahan khususnya perdarahan
intrakranial yang sifatnya fatal dan menimbulkan disabilitas. Skor HAS-BLED
(Hypertension, Abnormal renal or liver function, Stroke, Bleeding, Lanile INR value,
Elderly, antithrombotic Drug and alcohol) telah divalidasi pada studi kohort berkorelasi baik
dengan perdarahan intrakranial.37–39 Penggabungan kedua skor tersebut sangat bermanfaat
dalam keputusan tromboprofilaksis pada praktik sehari-hari.

Terapi antitrombotik yang digunakan untuk prevensi stroke pada pasien FA meliputi
antagonis vitamin K (warfarin atau coumadin), dabigatran, rivaroxaban, apixaban, maupun
antiplatelet (aspirin dan clopidogrel).6 Diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam
pemberian antikoagulan dalam pencegahan efek tromboemboli pada FA.

http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_Lap.KTI.Bab2.
pdf
I. Pencegahan (Primer,Sekunder,Tersier)

A. Primer : Fibtrilasi atrium (AF) disebabkan oleh banyak faktor,Namun secara umum
untuk mencegah AF dapat dilakukan dengan memelihara kesehatan organ jantung. bisa
dicegah dengan melaksanakan gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat ini mencakup:

 Menjalani pola diet yang sehat bagi jantung serta Melakukan aktivitas fisik secara
rutin;
 Menghindari rook, Menjaga berat badan agar tetap ideal;
 Membatasi asupan kafein dan alkohol; dan Mengurangi stres, karena stres yang terus-
menerus dapat menyebabkan gangguan irama jantung.

B. Sekunder : Penderita atrial fibrilasi (AF) sangat berisiko mengalami penggumpalan


darah dan penyumbatan pembuluh darah, terutama di otak (stroke). Untuk mencegahnya,
dokter akan meresepkan obat antikoagulan, seperti warfarin, apixaban, atau rivaroxaban.
Pada banyak kasus, pasien memerlukan obat tersebut sepanjang sisa hidupnya meski
denyut jantungnya sudah kembali normal.

C. Tersier : Komplikasi Atrial Fibrilasi (AF) Kepatuhan untuk mengikuti pengobatan


disertai kontrol rutin ke dokter dapat menurunkan risiko penderita atrial fibrilasi terserang
komplikasi serius. Sebaliknya jika tidak diobati, penyakit ini bisa memicu terjadinya
gagal jantung atau stroke.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN ATRIAL FIBRILATION

1. Pengkajian Primer (Primary Survey)


a. Airway
 Jalan Nafas : Bebas/ Tidak bebas, Pangkal lidah jatuh, adanya sputum, darah ,
spasme, benda Asing
 Suara Nafas : Normal, Stridor, Tidak ada suara nafas

b. Breathing
 Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
 Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan
komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal.

c. Circulation
 Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.
 Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat
teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah). Defisit
nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
 Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
 Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal
jantung, syok).
 Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
 Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.

d. Disability
 Tingkat Kesadaran
 Kekuatan Otot
e. Exposure : adanya trauma, luka

2. Pengkajian sekunder (Secondary Survey)


a. Riwayat Kesehatan dan Penyakit
 Riwayat penggunaan obat antiaritmia dan kendali laju sebelumnya.
 Penilaian adakah penyakit jantung struktural yang mendasarinya.
 Riwayat prosedur ablasi FA secara pembedahan (operasi Maze) atau perkutan
(dengan kateter).
 Evaluasi penyakit-penyakit komorbiditas yang memiliki potensi untuk
berkontribusi terhadap inisiasi FA (misalnya hipertensi, penyakit jantung
koroner, diabetes melitus, hipertiroid, penyakit jantung valvular, dan PPOK).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan nafas (Airway),
pernafasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) dan tanda-tanda vital, untuk
mengarahkan tindak lanjut terhadap FA. Pemeriksaan fisik juga dapat memberikan
informasi tentang dasar penyebab dan gejala sisa dari FA

 Tanda Vital
 Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan saturasi oksigen
sangat penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali laju
yang adekuat pada FA. Pada pemeriksaan fisik, denyut nadi umumnya
ireguler dan cepat, sekitar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-
170x/menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung
(digitalis) dapat mengalami bradikadia.
 Kepala dan Leher
 Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,
pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit
pada arteri karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan
kemungkinan adanya komorbiditas penyakit jantung koroner.
 Paru
 Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung (misalnya
ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi mengindikasikan
adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya FA
(misalnya PPOK, asma)
 Jantung
 Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisik pada pasien
FA. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk
mengevaluasi penyakit jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari
punctum maximum atau adanya bunyi jantung tambahan (S3)
mengindikasikan pembesaran ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel
kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi
pulmonal. Pulsus defisit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba
dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien FA.
 Abdomen
 Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang
dapat mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik.
Nyeri kuadran kiri atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat
embolisasi perifer.
 Ekstremitas bawah
 Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabuh
atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin
mengindikasikan embolisasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat
mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah jantung yang
menurun.NeurologisTanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA)atau
kejadian serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien FA.
Peningkatan refleks dapat ditemukan pada hipertiroidisme.

Referensi
https://www.academia.edu/12038652/LP_ATRIAL_FIBRILASIS_AF
http://www.inaheart.org/upload/image/FA_Final_Launch.pdf
https://www.coursehero.com/file/49164009/ASKEP-AFdocx/#question

1. Diagnosa Keperawatan

1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas


miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, Perubahan structural.

2) Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidakseimbangan antar suplai


okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan :
Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea,
pucat, berkeringat.

3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria,
edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung
abnormal.

4) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan


menbran kapiler-alveolus.
2. Intervensi Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan


kontraktilitasmiokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;

 Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan


gambaran pola EKG
 Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
 Bunyi ekstra (S3 & S4)
 Penurunan keluaran urine
 Nadi perifer tidak teraba
 Kulit dingin kusam
 Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan :

Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung, Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina,
Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi
1. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung

Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk


mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.

2. Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.


Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah

kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan


Inkompetensi/stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi


radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang
atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.

4. Pantau TD

Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi
tidak dapat norml lagi.

5. Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder


terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapt terjadi sebagai refrakstori GJK.Area yang sakit sering berwarna biru
atu belang karena peningkatan kongesti vena.

6. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai


indikasi (kolaborasi)

Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk


melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.inaheart.org/upload/image/FA_Final_Launch.pdf

https://www.heart.org/-/media/data-import/downloadables/e/3/5/pe-abh-what-is-atrial-
fibrillation-ucm_300294.pdf?la=en

https://www.researchgate.net/publication/289555155_The_current_approach_of_atrial_fibrillatio
n_management

https://elearning.stikmakassar.ac.id/claroline/work/user_work.php?
cmd=exDownload&authId=455&assigId=2&workId=52&cidReset=true&cidReq=KP02264_002

https://www.academia.edu/12038652/LP_ATRIAL_FIBRILASIS_AF

http://www.inaheart.org/upload/image/FA_Final_Launch.pdf

https://www.coursehero.com/file/49164009/ASKEP-AFdocx/#question

http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_Lap.KTI.Bab2.
pdf

http://eprints.undip.ac.id/44522/3/BAB_II.pdf

http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_Lap.KTI.Bab2.pdf

http://eprints.undip.ac.id/50818/3/Rofat_Askoro_Bimandoko_22010112130204_Lap.KTI.Bab2.
pdf

http://eprints.undip.ac.id/44522/3/BAB_II.pdf

Anda mungkin juga menyukai