Anda di halaman 1dari 71

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN FARMASI II


(SEMI SOLID DAN LIQUID)

Oleh:
Dosen Farmasi

Program Studi S1 Farmasi


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan mengucap puji syukur buku petunjuk praktikum


Teknologi dan Formulasi Sediaan Farmasi II (Semi Solid dan Liquid) ini telah
berhasil disusun. Buku petunjuk praktikum ini disusun sebagai sarana untuk
memudahkan mahasiswa dalam pelaksanaan Praktikum Teknologi dan Formulasi
Sediaan Farmasi II Program Studi S1 Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo.
Buku petunjuk ini disusun berdasarkan pada materi kuliah Teknologi dan
Formulasi Sediaan Farmasi II sehingga diharapkan dapat menjadi panduan
mahasiswa dalam memahami dan melaksanakan praktikum terkait praformulasi,
formulasi dan evaluasi sediaan semi solid dan liquid. Akhir kata, buku petunjuk
praktikum ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran masih
dibutuhkan untuk membantu penyempurnaan praktikum ini agar sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.

Situbondo, Juni 2020

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1


DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2
TATA TERTIB PRAKTIKUM ............................................................................ 3
VISI DAN MISI .................................................................................................... 5
DESKRIPSI MODUL ........................................................................................... 6

PRAKTIKUM I
Praformulasi Sediaan Pasta dan Gel ..................................................................... 8
PRAKTIKUM II
Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Pasta .............................................................. 26
PRAKTIKUM II
Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Gel ................................................................. 33
PRAKTIKUM IV
Uji Penetrasi Sediaan Gel Secara In Vitro .......................................................... 40
PRAKTIKUM V
Praformulasi Sediaan Syrup ................................................................................ 48
PRAKTIKUM VI
Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Syrup ............................................................. 56
PRAKTIKUM VII
Uji Stabilitas Sediaan Syrup................................................................................ 63

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 69

2
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan harus mengikuti asistensi sesuai dengan jadwal yang telah


ditentukan
2. Praktikan harus datang 15 menit sebelum praktikum dimulai
3. Praktikan yang datang terlambat lebih dari 10 menit tidak diperkenankan
mangikuti praktikum
4. Praktikan harus mengikuti pretest sebagai syarat mengikuti praktikum.
Praktikan yang mendapat nilai pretest kurang dari 60 tidak diperkenankan
mengikuti praktikum
5. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum wajib menghubungi
koordinator praktikum
6. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum yakni:
a. Praktikan yang sakit (dilengkapi dengan surat keterangan dokter)
b. Urusan keluarga (keluarga inti meninggal, haji atau umroh) yang
dibuktikan dengan surat keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan
7. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum karena sakit dan ada urusan
keluarga wajib mengkuti praktikum susulan
8. Selama kegiatan praktikum, praktikan wajib:
a. Mematuhi tata tertib praktikum dan aturan tata tertib perkuliahan dengan
baik
b. Menghormati koordinator praktikum, laboran, dan asisten yang bertugas
c. Menggunakan jas lab saat melakukan praktikum (praktikan yang tidak
menggunakan jas lab tidak boleh mengikuti praktikum dan wajib
mengikuti praktikum susulan)
d. Bersikap sungguh-sungguh mengikuti praktikum, tidak bercanda dan
bersenda gurau selama praktikum
e. Menjaga kebersihan alat-alat dan fasilitas laboratorium. Praktikan wajib
mengembalikan alat yang digunakan selama praktikum dalam keadaan
lengkap, bersih, dan kering. Praktikan yang merusak alat praktikum
wajib mengganti alat tersebut dengan yang baru dan jenis yang sama.

3
9. Praktikan wajib membawa jurnal praktikum sesuai tema yang telah
ditetapkan sebagai syarat mengikuti praktikum. Praktikan yang tidak
mengumpulkan jurnal sementara tidak diperkenankan mengikuti praktikum
10. Praktikan wajib mengikuti resposi praktikum dan wajib memenuhi
persyaratan untuk mengikuti responsi praktikum yang telah ditetapkan
11. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum dua kali nerturut-turut dengan
alasan yang tidak jelas dianggap mengundurkan diri dan wajib mengulang
praktikum di semester selanjutnya
12. Hal-hal yang belum ditetapkan akan diatur lebih lanjut

Situbondo, Juni 2020

Koordinator Laboratorium Farmasi

4
VISI
Mencetak farmasis muslim Khaira Ummah yang professional dan religius
dalam bidang keilmuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

MISI
1. Membentuk farmasis yang memiliki kekokohan aqidah dan berakhlakul
karimah.
2. Menumbuhkan jiwa pelajar dan peneliti dalam membentuk farmasis yang
berwawasan luas baik dalam risalah Thibbun Nabawi maupun pengobatan
Modern.
3. Mewujudkan farmasis yang mampu menerapkan keilmuan dalam pengabdian
masyarakat dan berinovasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4. Menjalin kerjasama dengan Institusi Pendidikan, Instansi Kesehatan dan
Industri Farmasi, untuk mendukung pelaksanaan tridharma perguruan tinggi.
5. Berperan nyata pada rasionalisasi penggunaan produk farmasi dan
swamedikasi dalam peningkatan Kualitas kesehatan masyarakat.

5
DESKRIPSI MODUL PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI
SEDIAAN FARMASI II (SEMI SOLID DAN LIQUID)

1. Latar Belakang
Strata Satu Farmasi menjadi salah satu program studi di Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Ibrahimy Sukorejo-Situbondo, Jawa Timur
yang didirikan pada tahun 2018. Beberapa upaya terus dilakukan oleh
seluruh komponen staf maupun pengajar agar fakultas ilmu kesehatan
Universias Ibrahimy mampu mencetak lulusan yang berkualitas dengan
tetap mempertahankan karakter muslim sebagai khaira ummah. Salah
satunya dengan terus menyesuaikan dan menyempurnakan kurikulum
agar sesuai dengan standar nasional. Hal ini juga terus diupayakan pada
sistem pembelajaran yang diterapkan, baik berupa penyampaian teori
maupun praktikum.
Praktikum merupakan komponen pembelajaran dalam pendidikan
farmasi yang wajib ditempuh oleh setiap calon sarjana farmasi. Hal ini
sejalan dengan yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2015 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi. Pasal 13 Ayat 4 dalam
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2015 menyebutkan, salah satu bentuk
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam sistem perkuliahan dapat
berupa praktikum maupun praktik lapang. Praktikum menjadi salah satu
hal penting sebagai sarana untuk menerapkan serta mengaplikasikan teori
yang diperoleh secara aktual. Berdasarkan hal tersebut, dirasa penting
untuk melaksanakan praktikum teknologi dan formulasi sediaan farmasi
II (semi solid dan liquid) untuk memberikan bekal pengetahuan terkait
manufacturing dan evaluasi sediaan semi solid dan liquid
.
2. Struktur Modul
Mata kuliah Praktikum Teknologi dan Formulasi Sediaan Farmasi II
(Semi Solid dan Liquid) adalah mata kuliah praktikum yang
diperuntukkan bagi mahasiswa semester V, dimana pada mata kuliah ini
akan dibahas manufacturing hingga evaluasi sediaan semi solid dan
liquid. Pada Praktikum Teknologi dan Formulasi Sediaan Farmasi II

6
(Semi Solid dan Liquid) terdapat 7 tema yang akan dilaksanakan, tema
tersebut diantaranya:

Tabel 1 : Daftar Pertemuan dan Tema Praktikum


Farmakognosi

Pertemuan Tema Waktu


1 Praformulasi Sediaan Pasta dan Gel 1 x 170 menit
2 Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Pasta 1 x 170 menit
3 Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Gel 1 x 170 menit
4 Uji Penetrasi Sediaan Gel Secara In Vitro 1 x 170 menit
5 Praformulasi Sediaan Syrup 1 x 170 menit
6 Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Syrup 1 x 170 menit
7 Uji Stabilitas Sediaan Syrup 1 x 170 menit

7
PRAKTIKUM I
PRAFORMULASI SEDIAAN PASTA DAN GEL

1.1 Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu menyusun formula sediaan pasta dan gel yang
disusun berdasarkan studi litertur dengan komposisi yang sesuai.

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Pasta
Pasta merupakan sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih
bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian luar/ topikal. Biasanya dibuat
dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar
dengan vaselin atau parafin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang
dibuat dengan gliserol, mucilago atau sabun. Pasta ini serupa dengan salep
yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal, karena
merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi. Digunakan
sebagai antiseptik atau pelindung kulit.
Pasta memiliki daya absorbsi yang besar. Sering digunakan untuk
mengabsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian, akan tetapi tidak
sesuai dengan bagian tubuh yang berambut. Pasta engandung satu atau lebih
bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. Memiliki konsistensi
lebih kenyal dari unguentum namun tidak memberikan rasa berminyak seperti
unguentum. Selain itu pasta memiliki presentase bahan padat lebih besar
daripada salep yaitu mengandung bahan serbuk (padat) antara 40%-50%.
Terdapat kelebihan dan kekurangan pada sediaan pasta. Adapun
kelebihan dari sediaan pasta antara lain:
1. Pasta mengikat cairan secret, pasta lebih baik dari unguentum untuk
luka akut dengan tendensi mengeluarkan cairan.
2. Bahan obat dalam pasta lebih melekat pada kulit sehingga
meningkatkan daya kerja lokal.
3. Konsentrasi lebih kental dari salep.
4. Daya absorbsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak
dibandingkan dengan sediaan salep.

8
Sedangkan kekurangan pada sediaan pasta antara lain:
1. Tidak sesuai untuk pemakaian pada bagian tubuh yang berambut.
2. Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis.
3. Dapat menyebabkan iritasi kulit.
Bahan dasar pasta yang sering dipakai adalah vaselin, lanolin, adeps
lanae, ungt. simplex, minyak lemak dan paraffin liquidum yang sudah atau
belum bercampur dengan sabun. Kelompok pertama dibuat dari gel fase
tunggal mengandung air misalnya pasta Na-karboksimetilselulosa (Na-CMC).
Kelompok lain adalah pasta berlemak misalnya Zn-oksida, merupakan salep
yang padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh, berfungsi sebagai lapisan
pelindung pada bagian yang diolesi.
Terdapat tiga macam basis dalam pembuatan pasta, yakni:
1. Basis hidrokarbon.
Basis hidrokarbon tidak diabsorpsi oleh kulit, bersifat inert, tidak
tercampur dengan air, dan menghambat kehilangan air pada kulit
dengan membentuk lapisan tahan air, meningkatkan hidrasi
sehingga meningkatkan absorbsi obat melalui kulit.
2. Basis absorpsi
Basis absorpsi bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah air dan
larutan air.
3. Larut air, contohnya PEG
1.2.2 Gel
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih, tembus
cahaya dan mengandung zat aktif. Gel merupakan dispersi koloid memiliki
kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berkaitan pada fase
terdispersi. Gel secara luas digunakan pada berbagai produk obat-obat,
kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Dalam sediaan
farmasi, gel digunakan untuk sediaan oral sebagai gel murni, atau sebagai
cangkang kapsul yang dibuat dengan gelatin, untuk obat topikal yang
langsung dipakai pada kulit, membran mukosa atau mata ataupun untuk
sediaan dengan kerja yang lama dengan disuntkkan secara intamaskular.

9
Basis gel yang ideal untuk sediaan farmasi yaitu inert, aman, tidak
bereaksi dengan komponen lainnya. Inkompatibilitas yang potensial dapat
terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kation, pengawet, surfaktan
dengan senyawa pembentuk gel anionik. Pemilihan basis gel dalam setiap
formulasi bertujuan untuk membentuk sifat seperti padatan yang cukup baik
selama penyimpanan (Ansel, 2012).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, gel digolongkan menjadi dua,
yaitu:
1. Gel Sistem Dua Fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi
relatif besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma
misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semi padat jika dibiarkan dan menjadi cair
pada pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum
digunakan untuk menjamin homogenitas.
2. Gel Sistem Fase Tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar
sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya
ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase
tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karboner
atau dari gom alam misanya tragakan.
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni:
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut
dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang
antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan
komponen gel berkurang.

2. Sineresis

10
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada
waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk
massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan
dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat
terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan
mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan
cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel
maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut
hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada
peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena
pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan
disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap
pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu
hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas
gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian
tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya
sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya
pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak
larut.
5. Elastisitas dan Rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan
elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk
struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai

11
aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari
komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan
menunjukkan jalan aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh
penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
Menurut Lachman (1994), sediaan gel memiliki keuntungan. Untuk
hidrogel: memiliki efek rasa dingin pada kulit saat digunakan, penampilan
sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering
meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air,
pelepasan obat dan kemampuan penyebaran pada kulit yang baik.
Adapun kekurangan pada sediaan gel (hidrogel) yakni harus
menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada
berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau
hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
Kompenen gel di bagi menjadi dua, yakni gelling agent dan bahan
tambahan. Gelling agent merupakan sejumlah polimer yang digunakan dalam
pembentukan struktur berbentuk jaringan yang merupakan bagian penting
dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gom alam, turunan
selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam
media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan non-polar.
Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel
karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari beberapa
surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih di
dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.

Sedangkan bahan tambahan dapat berupa:

12
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba,
tetapi semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan
pengawet sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus
memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
b. Penambahan bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol,
propilenglikol dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %.
c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap
logam berat. Contohnya EDTA.

13
DOKUMEN I
PRAFORMULASI
SEDIAAN PASTA

PRAFORMULASI SEDIAAN PASTA

TANGGAL MULAI :
TANGGAL SELESAI :

KELOMPOK :
No Nama NPM TTD

14
I. TINJAUAN BAHAN AKTIF
1. Latar Belakang Pemilihan Bahan Aktif

2. Tujuan Pemilihan Bahan Aktif

15
3. Tinjauan Farmakologi Bahan Aktif

4. Organoleptis Bahan Aktif

5. Karakteristik Fisikokimia Bahan Aktif

16
6. Stabilitas Bahan Aktif

7. Inkompatibilitas dengan Bahan Eksepien

8. Prosedur Penetapan Kadar


a. Penetapan Kadar Bahan Aktif

b. Penetapan Kadar Eksepien

17
9. Tabel Rancangan Praformulasi
Rentang Jumlah
No Nama Bahan Fungsi pemakaian yang dibuat
(%) (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

10. Metode Pembuatan

11. Penentuan Waktu kadaluarsa

18
12. Rancangan Kemasan
a. Kemasan Primer

b. Kemasan Sekunder

13. Rancangan Brosur

19
DOKUMEN I
PRAFORMULASI
SEDIAAN GEL

PRAFORMULASI SEDIAAN GEL

TANGGAL MULAI :
TANGGAL SELESAI :

KELOMPOK :
No Nama NPM TTD

20
II. TINJAUAN BAHAN AKTIF
14. Latar Belakang Pemilihan Bahan Aktif

15. Tujuan Pemilihan Bahan Aktif

21
16. Tinjauan Farmakologi Bahan Aktif

17. Organoleptis Bahan Aktif

18. Karakteristik Fisikokimia Bahan Aktif

22
19. Stabilitas Bahan Aktif

20. Inkompatibilitas dengan Bahan Eksepien

21. Prosedur Penetapan Kadar


c. Penetapan Kadar Bahan Aktif

d. Penetapan Kadar Eksepien

23
22. Tabel Rancangan Praformulasi
Rentang Jumlah
No Nama Bahan Fungsi pemakaian yang dibuat
(%) (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

23. Metode Pembuatan

24. Penentuan Waktu kadaluarsa

24
25. Rancangan Kemasan
c. Kemasan Primer

d. Kemasan Sekunder

26. Rancangan Brosur

25
PRAKTIKUM II
PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN PASTA

2.1 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pembuatan sediaan pasta dengan prosedur
yang tepat.
2. Mahasiswa mampu membuat sediaan pasta yang sesuai dengan
karakteristik yang diinginkan.

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Pembuatan Pasta
Umumnya pasta dibuat dengan cara yang sama dengan salep. Tetapi,
bahan untuk menggerus dan menghaluskan digunakan untuk membuat
komponen serbuk menjadi lembut, bagian dari dasar ini sering digunakan
lebih banyak dari pada minyak mineral sebagai cairan untuk melembutkan
pasta.
Untuk bahan dasar yang berbentuk setengah padat, dicairkan terlebih
dahulu, setelah itu baru kemudian dicampur dengan bahan padat dalam
keadaan panas agar lebih tercampur dan homogen. Pembuatan pasta dilakukan
dengan dua metode :
a. Pencampuran komponen dari pasta dicampur bersama sama dengan
segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
b. Peleburan semua atau beberapa komponen dari pasta dicampurkan
dengan meleburkannya secara bersamaan, kemudian didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen komponen yang
tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang
mengental setelah didinginkan dan diaduk.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar memperoleh sediaan pasta yang
sesuai antara lain:
1. Tidak memakai bahan bahan yang pedas, mengiritasi,alergenik terhadap
kulit atau tapak pemakaian lain kecuali kalau perlu untuk pengobatan.
2. Pilih dasar atau pembawa yang membolehkan bahan aktif memberikan
efek terapetik lokal atau sistemik.

26
3. Kurangi ukuran partikel menjadi terkecil yang layak.
4. Gabungkan bahan aktif dengan bahan bahan yang ditambahkan untuk
mendapatkan cairan yang uniform atau dispersi padat dalam sediaan.
5. Amati keseragaman

2.2.2 Evaluasi Sediaan Pasta


1. Uji Organoleptis
Pengamatan sediaan akhir pasta yang meliputi bentuk, bau dan warna
pada sediaan. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat terjadinya
perubahan secara signifikan pada sediaan akhir yang telah dibuat
(Hendradi dkk., 2012).
2. Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat
proses pembuatan pasta bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan
bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Sediaan
pasta yang homogen mudah digunakan dan terdistribusi merata saat
penggunaan pada kulit. Alat yg biasanya digunakan pada uji homogenitas
adalah roller mill, colloid mill, homogenizer tipe katup. Dispersi yang
seragam dari obat yang tak larut dalam basis maupun pengecilan ukuran
agregat lemak dilakukan dengan melalui homogenizer atau mill pada
temperatur 30-40 oC.
1. Letakan 0,5 gram sediaan pada obyek glass
2. Tutup dengan obyek glass yang lain
3. Amati homogenitasnya menggunakan lup.
3. Uji Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, semakin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya. Nilai
viskositas dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan yang dipilih, proporsi
fase terdispersi dan ukuran partikel.
4. Uji pH
Uji pH merupakan nilai yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH
meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang

27
mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektroda
indikator yang peka terhadap aktifitas ion hidrogen, elektroda kaca, dan
elektroda pembanding yang sesuai. Nilai pH yang dipersyaratkan untuk
sediaan topal dan sesuai untuk kulit yaitu 4,5-6,5 (Handayani,et al.,
2012). Sedangkan pH yang dapat ditoleransi oleh kulit yakni hingga pH
9,2 (Yati, et al., 2011).

28
DOKUMEN II
PEMBUATAN DAN
EVALUASI SEDIAAN
PASTA

PEMBUATAN DAN EVALUASI PASTA

TANGGAL MULAI :
TANGGAL SELESAI :

KELOMPOK :
No Nama NPM TTD

29
I. KOMPOSISI
Massa sediaan pasta yang dibuat: gram
Jumlah
Konsentrasi dalam
No Nama Bahan Fungsi
(%) sediaan
(gram)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

II. DIAGRAM ALIR PROSES PEMBUATAN

30
III. DESKRIPSI PROSES PEMBUATAN DAN HASIL

IV. EVALUASI SEDIAAN


1. Uji Organoleptis
Bentuk Bau Warna

2. Uji Homogentias
Massa sediaan yang
digunakan untuk uji Deskripsi Hasil Uji Homogenitas
homogenitas (gram)

3. Uji Viskositas
Massa Sediaan Yang
Deskripsi Proses Uji
Digunakan Untuk Uji Hasil Uji Viskositas
Viskositas
Viskositas (gram)

31
4. Uji pH
Massa Sediaan Yang
Deskripsi Proses Uji
Digunakan Untuk Uji Hasil Uji pH
pH
pH (gram)

V. PEMBAHASAN

VI. KESIMPULAN

32
PRAKTIKUM III
PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN GEL

3.1 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pembuatan sediaan pasta dengan prosedur
yang tepat.
2. Mahasiswa mampu membuat sediaan pasta yang sesuai dengan
karakteristik yang diinginkan.

3.2 Dasar Teori


3.2.1 Pembuatan Gel
Sediaan gel dapat dibuat menggunakan dua metode umum, yaitu:
1. Metode Pencampuran (Incorporation)
Sediaan gel dengan bahan obat larut dalam air atau minyak, maka
dilarutkan terlebih dahulu kemudian larutan tersebut ditambahkan kedalam
bahan pembawa bagian per bagian sambil diaduk sampai homogen. Jika
bahan obat tidak larut, maka partikel bahan obat harus dihaluskan, dan
kemudian disuspensikan kedalam bahan pembawa. Tujuan pengecilan
ukuran partikel adalah memudahkan dalam mendispersi dan untuk
menjamin homogenitas dari produk yang dihasilkan. Penambahan bahan
yang berupa cairan harus memperhatikan sifat-sifat sediannya, sehingga
dapat dihasilkan sediaan semipadat dengan kosentrasi sesuai yang
diharapkan.
2. Metode Peleburan (fussion)
Metode peleburan dilakukan dengan meleburkan atau memanaskan semua
atau beberapa komponen dari formula, kemudian basis sambil didinginkan
dan terus diaduk, apabila terdapat komponen yang labil terhadap panas,
maka komponen tersebut ditambahkan pada saat campuran komponen
yang dileburkan sudah mencapai suhu yang cukup rendah atau suhu
kamar. Metode peleburan digunakan bila basis berupa semi padat, yang
untuk pencampurannya harus dilebur terlebih dahulu, tetapi dalam
prakteknya semua bahan dan obat yang tahan pemanasan dapat dilebur
bersama, kemudian ditambahkan komponen lain yang tidak dilebur dan

33
diaduk sampai homogen dan mencapai suhu kamar. Bahan-bahan yang
mudah menguap dan labil harus ditambahkan dalam kondisi campuran
sudah dingin. Hal ini untuk mencegah penguapan dan penguraian yang
berlebih dari komponen tersebut. Bahan yang berupa serbuk yang tidak
larut, maka dapat disuspensikan ke dalam campuran, tetapi terlebih dahulu
dilakukan penggerusan atau pengecilan partikel. Sediaan dalam satu
formulasi bila terdapat beberapa bahan padat yang harus dilebur,
sementara titik leburnya berbeda-beda, maka kalau tidak rusak (stabil
terhadap panas) dapat dilebur bersama pada suhu yang relatif tinggi
(sesuai dengan bahan yang memiliki titik lebur yang paling tinggi).
Peleburan secara bersamaan, dapat juga dilakukan dengan menggunakan
suhu rendah, kemudian dinaikkan perlahan sampai semua bahan meleleh,
makan bahan yang memiliki titik lebur tinggi, diikuti bahan yang memiliki
titik lebur terus diaduk dan didinginkan.

3.2.2 Evaluasi Sediaan Gel


1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan untuk mengethaui dan mengidentifikasi
karakterisasi sediaan berupa kejernihan, sedimentasi, perubahan warna
serta bau. Uji organoleptik dilakukan dengan cara mengamati kejernihan,
sedimentasi, perubahan warna serta bau secara deskriptif.
2. Uji Homoogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara sampel gel dioleskan pada
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus
menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran
kasar.
3. Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan cara sebanyak 100 mL gel dimasukkan
ke dalam wadah berbentuk tabung lalu dipasang spindle 64. Spindle
harus terendam dalam sediaan uji. Viskometer dinyalakan dan dipastikan
rotor dapat berputar pada kecepatan 60 rpm. Diamati jarum penunjuk dari

34
viskometer yang mengarah ke angkan pada skala viskositas lalu dicatat
dan dikalikan faktor 100.
4. Uji pH
Uji pH bertujuan untuk mengetahui nilai pH sediaan gel, apakah termasuk
dalam rentang pH yang dapat diterima oleh kulit. Pengukuran pH dapat
dilakukan menggunakan pH meter pada suhu 25oC. Nilai pH yang
dipersyaratkan untuk sediaan topal dan sesuai untuk kulit yaitu 4,5-6,5
(Handayani,et al., 2012). Sedangkan pH yang dapat ditoleransi oleh kulit
yakni hingga pH 9,2 (Yati, et al., 2011).

35
DOKUMEN II
PEMBUATAN DAN
EVALUASI SEDIAAN
GEL

PEMBUATAN DAN EVALUASI GEL

TANGGAL MULAI :
TANGGAL SELESAI :

KELOMPOK :
No Nama NPM TTD

36
I. KOMPOSISI
Massa sediaan gel yang dibuat: gram
Jumlah
Konsentrasi dalam
No Nama Bahan Fungsi
(%) sediaan
(gram)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

II. DIAGRAM ALIR PROSES PEMBUATAN

37
III. DESKRIPSI PROSES PEMBUATAN DAN HASIL

IV. EVALUASI SEDIAAN


1. Uji Organoleptis
Bentuk Bau Warna

2. Uji Homogentias
Massa sediaan yang
digunakan untuk uji Deskripsi Hasil Uji Homogenitas
homogenitas (gram)

3. Uji Viskositas
Massa Sediaan Yang
Deskripsi Proses Uji
Digunakan Untuk Uji Hasil Uji Viskositas
Viskositas
Viskositas (gram)

38
4. Uji pH
Massa Sediaan Yang
Deskripsi Proses Uji
Digunakan Untuk Uji Hasil Uji pH
pH
pH (gram)

V. PEMBAHASAN

VI. KESIMPULAN

39
PRAKTIKUM IV
UJI PENETRASI SEDIAAN GEL SECARA IN VITRO

4.1 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menyiapkan peralatan dan bahan serta menyusun
proedur pengujian dengan tepat
2. Mahasiswa mampu melakukan pengujian dan melakukan pengukuran
sampel berdasarkan prosedur dengan tepat

4.2 Dasar Teori


4.2.1 Uji Penetrasi
Uji penetrasi kulit in vitro dilakukan untuk mengukur kecepatan dan
jumlah komponen yang melewati kulit dan jumlah komponen yang tertahan pada
kulit. Dengan pengambilan secara manual dari cairan sampel, Franz Static
Diffussion Cell System, yang memiliki area kulit yang luas dan kompartemen
reseptor statik merupakan pilihan yang cocok dalam karakterisasi penetrasi dan
deposisi obat dalam kulit dari formulasi yang memiliki tingkat permeasi yang
rendah. Alat Franz Diffussion Cell dapat dilihat pada gambar 4.1. alat ini terbagi
atas dua komponen, yaitu kompartemen donor dan kompartemen reseptor.
Membaran yang digunakan dapat berupa kulit manusia, kulit hewan maupun kulit
sintetis. Membran diletakkan di antara kompartemen donor dan kompartemen
reseptor. Setelah pengaplikasian formulasi uji pada membran yang dipasangkan
pada sel difusi franz, cairan dalam kompartemen reseptor disampling dalam
interval waktu yang ditentukan untuk kemudian dianalisa kandungannya.
Kompartemen reseptor diisi larutan penerima, biasanya digunakan
dapar fosfat. Suhu sel dijaga dengan sirkulasi air menggunakan water jacket
disekeliling kompartemen reseptor. Sediaan yang akan diuji diaplikasikan pada
membran kulit. Pada interval waktu tertentu diambil beberapa milimeter (mm)
cairan dari kompartemen reseptor dan jumlah obat yang terpenetrasi melalui kulit
dapat dianallisis dengan metode yang sesuai. Setiap pengembalian sampel cairan
dari kompartemen reseptor harus selalu digantikan dengan cairan yang sama
sejumlah volume terambil.

40
Gambar 4.1 Alat Franz Diffussion Cell

4.2.2 Spektrofotometer UV Visible


Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan
elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum UV-Vis
mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang
bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk
pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa
ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer.
Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 – 400 nm,
sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400 – 800 nm.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan
spektrofotometri ultraviolet yaitu:
1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh
panjang gelombang serapan maksimun dapat diperoleh dengan membuat

41
kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu
larutan baku dengan konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi
kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang
merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi
yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.
3. Pembacaan absorbansi sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai
0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan
karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi
adalah paling minimal.

4.3 Alat dan Bahan


4.3.1 Alat
1. Franz Diffusion Cell
2. Spektrofotometri UV-Vis
3. Neraca analitik
4. Water jacket
5. Hotplate
6. Termometer
7. Statif
8. Klem
9. Spatula
10. Spuit
4.3.2 Bahan
1. Sediaan gel yang telah dibuat
2. Dapar fosfat pH 7,4
3. Membran selofan
4.4 Cara Kerja
1. Tikus yang dikorbankan diambil kulit abdomennya.

42
2. Kulit abdomen tikus yang telah dicukur bulunya diletakkan diantara
kompartemen donor dan kompartemen reseptor dengan posisi stratum
korneum menghadap ke atas.
3. Franz Diffusion Cell dirangkai sesuai dengan gambar yang ada pada
dasar teori
4. Sediaan gel yang telah ditimbang sebanyak 1 gram diaplikasikan pasa
permukaan kulit di kompartemen donor.
5. Sebanyak 0,5 mL sampel diambil secara periodik selama 8 jam dari
kompartemen reseptor menggunakan syringe dan digantikan dengan
sejumlah yang sama larutan dapar fosfat pH 7,4 dalam labu ukur 10 mL
6. Diukur serapannya dengan sprektofotometer UV-Vis

43
DOKUMEN III
UJI PENETRASI
SEDIAAN GEL SECARA
IN VITRO

HASIL UJI PENETRASI SEDIAAN GEL SECARA IN VITRO

TANGGAL MULAI :
TANGGAL SELESAI :

KELOMPOK :
No Nama NPM TTD

44
1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Bahan Aktif Sediaan Gel
a. Gambar Kurva Panjang Gelombang Maksimum Bahan Aktif

b. Absorbansi Standar Bahan Aktif Sediaan Gel


Nama Bahan Aktif Konsentrasi Absorbansi

2. Pembuatan Kurva Standar Bahan Aktif


Gambar Kurva kalibrasi bahan aktif sediaan gel

3. Jumlah Kumulatif Zat Terpenetrasi Per Luas Area


Hasil pengujian penetrasi melalui membran kulit tikus menunjukkan jumlah
kumulatif zat aktif terpenetrasi per luas area pada sediaan gel pada jam ke 8.
Nilai tersebut menunjukkan kadar bahan aktif yang terdapat dalam medium
reseptor. Selain yang terakumulasi dalam medium reseptor, bahan aktif yang
berdifusi juga tertinggal dalam jaringan kulit tikus yang digunakan sebagai
membran difusi. Oleh karena itu jumlah total bahan aktif yang berdifusi
sebenarnya lebih besar dari nilai terukur dalam cairan reseptor.

45
Rumus Jumalh Kumulatif Zat Aktif Terpenetrasi per Luas Area:

𝐶𝑛𝑉+ Ʃ𝑛−1
𝑖=1 𝐶 .𝑆
Q= 𝐴

Cn = Konsentrasi terpenetrasi pada menit ke-x


V = Volume sel difusi (21 mL)
Ʃ𝑛−1
𝑖=1 = Jumlah konsentrasi zat pada sampling sebelumnya
S = Volume sampling = 1 mL
A = Luas area membrane = 3,14 cm2

Rumus % Kumulatif = (Q x A x 100)/Kandungan zat aktif dalam sediaan

% Kumulatif Difusi
Waktu Jumlah Kumulatif Zat Aktif Per
Bahan Aktif Sediaan
(Menit) Satuan Luas Area (μg/cm2)
Gel
10
30
60
90
120
180
240
300
360
420
480

4. Fluks Penetrasi
Fluks (kecepatan) penetrasi bahan aktif dapat dihitung dari data jumlah
kumulatif bahan aktif terpenetrasi.
Rumus fluks penetrasi:
𝑀 𝑄
J= =
𝑠𝑥𝑡 𝑡
Dimana:
J = fluks (μg cm-2 jam-1)

46
S = Luas area difusi (cm2)
M = Jumlah kumulatif zat yang melalui membran (μg)
T = Waktu (jam)

Waktu Fluks Penetrasi (μg cm-2 jam-1)


(Menit)
10
30
60
90
120
180
240
300
360
420
480

5. Kesimpulan

47
PRAKTIKUM V
PRAFORMULASI SEDIAAN SIRUP

5.1 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menyusun formula sediaan sirup berdasarkan studi
litertur dengan komposisi yang sesuai.
2. Mahasiswa mampu menentukan karakteristik sediaan sirup yang ingin
dihasilkan dan memilih metode pembuatan maupun evaluasi yang sesuai

5.2 Dasar Teori


Menurut Farmakope Indonesia III, sirup adalah sediaan cair berupa larutan
yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari
64% dan tidak lebih dari 66%.
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam
kadar tinggi (Anonim, 1995). Secara umum sirup merupakan larutan pekat dari
gula yang ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa
manis. Sirup adalah sediaan cair kental yang minimal mengandung 50% sakarosa.
Dalam perkembangannya, banyak sekali pengertian mengenai sirup. Sirup
adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Sirup adalah
sediaan cairan kental untuk pemakaian dalam, yang minimal mengandung 90%
sakarosa.
Ada 3 macam sirup, yaitu:
1) Sirup simpleks; mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v.
2) Sirup obat; mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan dan digunakan untuk pengobatan.
3) Sirup pewangi; tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau
zat penyedap lain. Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi
rasa tidak enak dan bau obat yang tidak enak.
Selain bahan aktif, sirup terdiri dari beberapa komponen, diantaranya:
a. Pemanis
Pemanis berungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori
yang dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis

48
berkalori rendah. Adapun pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin
dan sukrosa sedangkan yang berkalori rendah seperti laktosa.
b. Pengawet antimikroba
Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat
bertahan lebih lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba atau jamur.
c. Perasa dan Pengaroma
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-
bahan yang berasal dari alam untuk membuat sirup mempunyai rasa yang
enak. Karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus mempunyai
kelarutan dalam air yang cukup. Pengaroma ditambahkan ke dalam sirup
untuk memberikan aroma yang enak dan wangi. Pemberian pengaroma ini
harus sesuai dengan rasa sediaan sirup, misalkan sirup dengan rasa jeruk
diberi aroma citrus.
d. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam sirup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama
penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung
pada warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisen
dengan rasa.Juga banyak sediaan sirup, terutama yang dibuat dalam
perdagangan mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan,
pengental dan stabilisator.

49
DOKUMEN I
PRAFORMULASI
SEDIAAN SIRUP

PRAFORMULASI SEDIAAN SIRUP

TANGGAL MULAI :
TANGGAL SELESAI :

KELOMPOK :
No Nama NPM TTD

50
I. TINJAUAN BAHAN AKTIF
1. Latar Belakang Pemilihan Bahan Aktif

2. Tujuan Pemilihan Bahan Aktif

51
3. Tinjauan Farmakologi Bahan Aktif

4. Organoleptis Bahan Aktif

5. Karakteristik Fisikokimia Bahan Aktif

52
6. Stabilitas Bahan Aktif

7. Inkompatibilitas dengan Bahan Eksepien

8. Prosedur Penetapan Kadar


a. Penetapan Kadar Bahan Aktif

b. Penetapan Kadar Eksepien

53
9. Tabel Rancangan Praformulasi
Rentang Jumlah
No Nama Bahan Fungsi pemakaian yang dibuat
(%) (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

10. Metode Pembuatan

11. Penentuan Waktu kadaluarsa

54
12. Rancangan Kemasan
a. Kemasan Primer

b. Kemasan Sekunder

13. Rancangan Brosur

55
PRAKTIKUM VI
PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN SIRUP

6.1 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pembuatan sediaan dengan prosedur yang
tepat
2. Mahasiswa mampu membuat sediaan sirup yang sesuai dengan
karakteristik yang diinginkan

6.2 Dasar Teori


Kecuali dinyatakan lain, sirup dibuat dengan cara sebagai berikut :
1) Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan
hingga larut. Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot
yang dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.
2) Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glukosida antrakinon,
di tambahkan natrium karbonat sejumlah 10% bobot simplisia. Pada
pembuatan sirop simplisia untuk persediaan di tambahkan Nipagin 0,25% b/v
atau pengawet yang cocok. Sirop disimpan dalam wadah tertutup rapar,dan di
tempat yang sejuk.
Evaluasi Sediaan sirup terdiri dari :
1) Organoleptik (Farmakope Indonesia edisi IV)
Tujuan : Memeriksa kesesuaian bau, rasa dan warna dengan spesifikasi
yang telah ditentukan.
Prinsip : Pemeriksaan bau, rasa dan warna menggunakan panca indra.
Syarat :Bau, rasa dan warna sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.
2) Penetapan pH (Farmakope Indonesia edisi IV)
Tujuan : Mengetahui pH sediaan.
Prinsip : Pengukuran pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
Syarat : pH sediaan sirup sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
3) Uji Kejernihan (Farmakope Indonesia edisi IV)
Tujuan : Untuk memastikan bahwa larutan yang diuji jernih dan bebas
pengotor.

56
Prinsip : Membandingkan kejernihan larutan uji dengan suspense padanan
(pembanding). Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang
terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung dengan latar belakang
hitam.
Alat uji kejernihan : Tabung reaksi alas datar dengan diameter 15 m,
tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca
netral.
Syarat : Kejernihan sama dengan air atau pelarut yang diamati.
4) Bobot Jenis (Farmakope Indonesia edisi IV)
Tujuan : Menjamin sediaan memiliki bobot jenis yang sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan.
Alatnya : Piknomemeter
Prinsip : Membandingkan bobot sediaan sesuai dengan spesifikasi bobot
air dalam volume dan suhu yang sama.
Syarat : Bobot jenis sediaan sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan.
5) Viskositas/ kekentalan (Farmakope Indonesia edisi IV)
Tujuan : Memeriksa kesesuaian viskositas dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan.
Alat : Viscometer Hoppler
Prinsip : Mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung pada
suhu tetap dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan oleh
bola untuk menetukan jarak tertentu melalui cairan pada tabung.
Syarat : Nilai viskositas sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
6) Volume terpindahkan (Farmakope Indonesia edisi IV)
Tujuan : Sebagai jaminan bahwa sediaan sirup yang dikemas dalam wadah
dosis ganda dengan volume yang tertera di etiket jika dipindah
kan dari wadah asli akan memberikan volume sediaan
seperti tertera di etiket.
Alat : Gelas ukur kering.
Prinsip : Melihat kesesuaian volume sediaan jika dipindahkan dari wadah
asli dengan volume yang tertera di etiket.

57
Prosedur : 10 wadah dipilih dan dikocok satu per satu kemudian isi wadah
dituang perlahan dalam gelas ukur didiamkan selama kurang
lebih 30 menit. Jika telah bebas gelembung udara volume dapat
di ukur.
Penafsiran hasil : Volume rata-rata campuran sirup yang diperoleh dari 10
wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun yang
kurang dari 95% dari volume yang tertera di etiket.
Jika A volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak
ada satupun wadah yang volumenya kurang dari 95%
dari yang tertera di etiket atau Jika B volume rarta-rata
tidak kuarang dari 100% dantidak lebih dari satu wadah
yang volumenya kurang dari 95% tetapi tidak kurang
dari 90% dari volume yang tertera pada etiket maka
lakukan uji tambahan terhadap 20 wadah tambahan.
Kriteria penerimaan : Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak
kurang dari 100% yang tertera di etiket, dan tidak
lebih dari satu botol yang bervolume kurang dari
95%, tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang
tertera di etiket.
7) Identifikasi bahan aktif dalam sediaan (Farmakope Indonesia edisi IV)
Tujuan : Secara kualitatif memastikan bahwa bahan aktif yang ada dalam
sediaan sirup memang benar-benar zat aktif yang diinginkan.
Metode : Sesuai dengan yang tertera pada monografi sediaan sirup dengan
kandungan zat aktif tertentu pada Farmakope Indonesia.
8) Penetapan kadar zat aktif dalam sediaan (Farmakope Indonesia edisi IV)
Tujuan : Secara kuantitatif mengetahui konsentrasi zat aktif dalam sediaan.
Metode : Sesuai dengan yang tertera pada monografi sediaan sirup dengan
kandungan zat aktif tertentu pada Farmakope Indonesia.
9) Uji efektivitas pengawet (Farmakope Indonesia edisi IV)
Tujuan : Untuk mengetahui efektivitas dari pengawet yang digunakan. Jadi
uji ini hanya dilakukan untuk sediaan yang mengandung
pengawet.

58
DOKUMEN VI
PEMBUATAN DAN
EVALUASI SEDIAAN
SIRUP

PEMBUATAN DAN EVALUASI SIRUP

TANGGAL MULAI :
TANGGAL SELESAI :

KELOMPOK :
No Nama NPM TTD

59
I. KOMPOSISI
Volume sediaan sirup yang dibuat: mL
Jumlah
Konsentrasi dalam
No Nama Bahan Fungsi
(%) sediaan
(gram)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

II. ALAT YANG DIGUNAKAN

III. DIAGRAM ALIR PROSES PEMBUATAN

60
IV. DESKRIPSI PROSES PEMBUATAN DAN HASIL

V. EVALUASI SEDIAAN
1. Uji Organoleptis
Bentuk Bau Warna

2. Uji Penetapan pH
Volume Sediaan Yang
Deskripsi Proses Uji
Digunakan Untuk Uji Hasil Uji pH
pH
pH (mL)

3. Uji Kejernihan
Volume Sediaan Yang
Deskripsi Proses Uji
Digunakan Untuk Uji Hasil Uji Kejernihan
Kejernihan
pH (mL)

61
4. Bobot Jenis
Volume Sediaan Yang
Deskripsi Proses Uji
Digunakan Untuk Uji Hasil Uji Bobot Jenis
Bobot Jenis
Bobot Jenis (mL)

5. Uji Viskositas
Volume Sediaan Yang
Deskripsi Proses Uji
Digunakan Untuk Uji Hasil Uji Viskositas
Viskositas
Viskositas (mL)

6. Volume Terpindahkan
Volume Sediaan Yang
Deskripsi Proses Uji
Digunakan Untuk Uji Hasil Uji Viskositas
Viskositas
Viskositas (mL)

VI. PEMBAHASAN

VII. KESIMPULAN

62
PRAKTIKUM VII
UJI STABILITAS SIRUP

7.1 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan Uji stabilitas dipercepat berdasarkan prosedur
dengan tepat

7.1 dasar Teori


Stabilitas sediaan farmasi merupakan kemampuan suatu produk/sediaan
untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan selama periode penyimpanan dan
penggunaan, sifat, dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat
dibuat (Vadas, 2010).
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas produk
farmasi, seperti stabilitas dari bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dengan
bahan tambahan, proses pembuatan, proses pengemasan, serta kondisi
lingkungan selama pengangkutan produk, penyimpanan, penanganan, dan jangka
waktu produk antara pembuatan hingga pemakaian. Faktor lingkungan seperti
temperatur, radiasi, cahaya, dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida, dan
uap air) juga mempengaruhi stabilitas. Demikian juga faktor formulasi seperti
ukuran partikel, pH, sifat dari air dan sifat pelarutnya yang dapat mempengaruhi
stabilitas produk farmasi (Vadas, 2010; USP, 1990).
Ketidakstabilan produk obat dapat menyebabkan penurunan hingga
hilangnya khasiat, obat dapat berubah menjadi toksis, atau terjadi perubahan
penampilan dari sediaan farmasi (warna, bau, rasa, konsistensi, dan lain- lain)
sehingga dapat merugikan pengguna. Ketidakstabilan suatu sediaan farmasi dapat
dideteksi melalui perubahan fisika, kimia serta penampilan dari suatu sediaan
farmasi. Kisaran perubahan kimia yang terjadi ditentukan dari laju penguraian
obat melalui hubungan antara kadar obat dengan waktu, atau berdasarkan derajat
degradasi suatu obat yang jika dilihat dari segi kimia, stabilitas obat dapat
diketahui dari ada atau tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan (Lachman
dkk, 1986; Ansel, 1989).

63
Selain perubahan kimia, perlu juga menentukan perubahan suatu sediaan
secara fisika. Faktor-faktor fisika seperti panas, cahaya, dan kelembaban, mungkin
akan menyebabkan atau mempercepat reaksi kimia. Stabilitas fisika merupakan
evaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang tergantung waktu (periode
penyimpanan). Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi pemeriksaan
organoleptis, homogenitas, pH, bobot jenis (Vadas, 2010). Sedangkan stabilitas
mikrobiologi adalah keadaan tetap dimana suatu sediaan bebas dari
mikroorganisme atau memenuhi syarat batas mikroorganisme hingga batas waktu
tertentu. Ada berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk
sediaan memiliki sifat fisikokimia masing-masing dan umumnya rentan terhadap
kontaminasi mikroorganisme atau memang sudah mengandung mikroorganisme
yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena berpotensi menyebabkan
penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan obat dan
kosmetik. Sehingga stabilitas ini diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan
jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat dalam sediaan
tersebut hingga jangka waktu tertentu yang diharapkan.

7.3 Alat dan Bahan


7.3.1 Alat
1. Vial
2. Refrigerator
3. Termometer
4. pH meter
5. Kaca preparat
6. Viskometer
7. Beaker glass
7.3.2 Bahan
1. Sediaan Sirup yang telah dibuat pada praktikum sebelumnya
2. Aquades

64
7.4 Prosedur
1. Sediaan sirup yang telah dibuat dilakukan uji organoleptis, kejernihan,
pH dan viskositas (dapat menggunakan data pada praktikum VI)
2. Sediaan sirup yang telah dibuat dan diuji organoleptism kejernihan, pH
dan viskositas dimasukkan kedalam vial. Kemudian disimpan dalam
refrigerator dengan suhu 4oC±2oC selama 2 jam
3. Setelah 2 jam, sampel dipindahkan kedalam oven dengan suhu 40oC±2oC
selama 24 jam
4. Lakukan langkah poin 2 dan 3 selama 6 siklus (6 hari)
5. Setelah dilakukan selama 6 siklus, lakukan uji evaluasi sediaan berupa uji
organoleptis, kejernihan, pH, dan viskositas
6. Bandingkan hasil uji tersebut pada sebelum dilakukan cycling test dan
sesudah dilakukan cycling test.

65
DOKUMEN VII
UJI STABILITAS
SEDIAAN SIRUP

UJI STABILITAS SEDIAAN SIRUP

TANGGAL MULAI :
TANGGAL SELESAI :

KELOMPOK :
No Nama NPM TTD

66
I. FORMULA SEDIAAN SIRUP
Volume sediaan sirup yang telah dibuat: mL
Jumlah
Konsentrasi dalam
No Nama Bahan Fungsi
(%) sediaan
(gram)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

II. DIAGRAM ALIR PROSES UJI STABILITAS SEDIAAN

III. HASIL UJI STABILITAS (Cycling Test)


1. Uji Organoleptis
Bentuk Bau Warna
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

67
2. Uji Penetapan pH
Nilai pH
Sebelum Sesudah

3. Uji Kejernihan
Deskripsi Hasil Uji Kejernihan
Sebelum Sesudah

4. Uji Viskositas
Hasil Uji Viskositas
Sebelum sesudah

IV. PEMBAHASAN

V. KESIMPULAN

68
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ke III. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia
Depkes RI. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV.Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V.Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI.Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Dirjen POM. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Depkes RI
Gunawan, D. M. 2004. Ilmu Obat Alam. Jakarta: Swadaya
Vadas, E. B. 2010. Stability of Pharmaceutical Products. The Science and
Practice of Pharmacy Vol. 1 : 988-989
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan kanig, J.L. (1989). Teori dan Praktek
Farmasi Industri I, Edisi III, terjemahan Siti Suyatmi, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta, 760-779, 1514-1587.
Ansel, Howard C., dkk., 2011. Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery
Systems Ninth Edition. Philadelpia: Lippincott Williams & Willkins, a
Wolter Kluwer business.
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV.Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.
Handayani, Hana., Sriheryna, Feronika H., dan Yunianta. 2012. Ekstraksi
Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonic Bath (Kajian Rasio
Bahan: Pelarut dan Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.
3 No. 9:2183-2185.
Hendradi, E., Purwanti, T., Suryanto, A. A. 2012. Karakterisasi Sediaan dan Uji
Pelepasan Natrium Diklofenak dengan Sistem Mikroemulsi dalam
Basis Gel HPMC. Pharma Scientia. Vol.1 No. 2.

69
Yati, K., Lucida, H., Ben, E.S. 2011. Evaluasi Stabilitas Fisik Mikroemulsi
Natrium Askorbil Fosfat Berbasis Minyak Kelapa Murni (Virgin
Coconut Oil). Farmasains. Vol. 1 No.3:107-111.

70

Anda mungkin juga menyukai