Anda di halaman 1dari 8

SKENARIO 3. Aku sudah tidak tahan lagi.

Ny.Kinar, 29 tahun, seorang ibu rumah tangga datang diantar oleh ibunya ke praktek dokter
karena merasa khawatir dengan masalah yang dialami oleh Ny.Kinar. Kinar mengalami
perceraian sekitar 1 bulan yang lalu setelah 4 tahun pernikahan. Penyebabnya adalah karena sifat
Ny.Kinar yang
menurut mantan suaminya berubah-ubah. Ny.Kinar sangat terpukul dengan kejadian yang
dialami. Menurut cerita dari ibu Ny.Kinar, sejak perceraian, Kinar sering mengurung diri dan
menangis di kamar.

Sebelumnya, Ny.Kinar memang pernah diperiksakan ke psikiater sekitar 3 tahun yang lalu
karena sering tidak bisa tidur setelah mengalami keguguran anak pertamanya. Menurut
keterangan dokter waktu itu, Ny.Kinar harus rajin minum obat dan kontrol secara teratur. Namun
kadang-kadang Ny.Kinar tidak melakukan kontrol secara rutin. Setelahnya, kadang Ny.Kinar
sering membelikan saudara-saudaranya baju baru. Penampilan Ny.Kinar juga kadang-kadang
berubah menjadi lebih glamor. Namun pada suatu waktu, Ny.Kinar mengatakan sangat sedih jika
ingat keguguran yang pernah dialami. Ny.Kinar juga sering cek-cok dengan mantan suaminya
dulu. Ny.Kinar juga pernah mengkonsumsi alkohol ketika sedang ada masalah dengan mantan
suaminya.

Ibu Ny.Kinar takut anaknya akan melakukan hal-hal negatif seperti bunuh diri sehingga merasa
perlu segera memeriksakan anaknya tersebut.

STEP 1

1. Psikiater
Psikiater atau Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa adalah dokter spesialis yang telah
menyelesaikan pendidikan sarjana strata satu sebagai sarjana kedokteran, pendidikan
profesi sebagai dokter di Fakultas Kedokteran di suatu universitas, dan pendidikan
spesialisasi kedokteran jiwa yang berbasis kurikulum yang disahkan oleh kolegium Ilmu
Kedokteran Jiwa Indonesia.

STEP 2
1. Mengapa pesien memiliki sifat berubah-ubah?
2. Mengapa pasien mengalami gangguan sulit tidur?
3. Apa hubungan keluhan pasien dengan konsumsi alkohol ?
4. Apa kemungkinan yang terjadi pada pasien?

STEP 3

1. Mengapa pesien memiliki sifat berubah-ubah?


Setiap orang pada umumnya pernah mengalami suasana hati yang baik (mood high) dan
suasana hati yang buruk (mood low). Akan tetapi, seseorang yang menderita bipolar
disorder memiliki mood swings yang ekstrim yaitu pola perasaan yang mudah berubah
secara drastis. Suatu ketika, seorang pengidap bipolar disorder bisa merasa sangat
antusias dan bersemangat (mania). Namun, ketika mood-nya berubah buruk, ia bisa
sangat depresi, pesimis, putus asa, bahkan sampai mempunyai keinginan untuk bunuh
diri.
Pada penderita gangguan bipolar, perasaan mereka sering berayun dari tingkat rendah,
yaitu depresi kemudian berubah ke atas, menjadi mania. Ketika berada pada tingkat
depresi, penderita bipolar akan merasa sedih tidak berdaya serta merasa putus asa.
Sebaliknya, ketika pada tingkat mania, penderita bipolar akan terlihat riang gembira dan
penuh energi. Secara rinci Jiwo (2012: 3) memaparkan beberapa gejala yang muncul
pada saat penderita gangguan bipolar berada dalam kondisi mania, yaitu: euphoria
(gembira), inflated self-esteem (percaya diri berlebihan), poor judgment (kemampuan
menilai menjadi jelek), bicara cepat, racing thoughts (pikiran saling berkejarkejaran),
aggressive behavior (perilaku agresif), agitation or irritation (agitasi atau iritasi), kegiatan
fisik meningkat, risky behavior (perilaku yang berbahaya), spending sprees or unwise
financial choices (tidak mampu mengelola uang, mengeluarkan uang tanpa perhitungan),
meningkatkan dorongan untuk berprestasi atau mencapai tujuan, meningkatnya dorongan
seksual, berkurangnya dorongan untuk tidur, tidak merasa mengantuk, gampang
terganggu konsektrasi, berlebihan dalam mengkonsumsi alcohol atau obat-obatan, sering
bolos sekolah atau kerja, mempunyai waham atau keluar dari realitas, prestasi kerja atau
sekolah menurun.
Adapun pada kondisi depresi, gejala yang muncul antara lain: kesedihan, merasa tanpa
harapan, keinginan atau tindakan bunuh diri, anxiety (kecemasan), perasaan bersalah,
gangguan tidur, nafsu makan menurun atau bahkan naik, merasa lelah berlebihan,
hilangnya minat pada kegiatan yang dulu dinilainya menarik/menyenangkah, sulit
berkonsentrasi, mudah tersinggung, rasa nyeri kronis tanpa alasan yang jelas, sering
mengkir sekolah/kerja, prestasi rendah di sekolah atau tempat kerja.

2. Mengapa pasien mengalami gangguan sulit tidur?

Gangguan tidur merupakan salah satu gejala terjadinya psikosis postpartum.


Postpartum psikosis (PP) adalah gangguan kejiwaan parah yang biasanya bermanifestasi
dalam beberapa hari setelah melahirkan pada sebagian kecil wanita (1-2 dari 1000 ibu
baru). Gejala utama PP termasuk halusinasi, delusi, disorganisasi, kebingungan kognitif,
kecemasan dan masalah tidur. jarang, ibu yang terkena mungkin mencoba untuk melukai
diri mereka sendiri atau anak mereka, dengan bunuh diri dan pembunuhan bayi yang
diamati dalam beberapa kasus. Perawatan farmakologis relatif efektif jika diberikan
segera dan dalam kombinasi dengan psikoterapi dan psikoedukasi. Ini termasuk berbagai
obat antipsikotik tipikal dan atipikal dan penstabil mood (mengingat fluktuasi mood, atau
bipolaritas, dapat mendahului dan / atau memperburuk oleh PP. Farmakoterapi profilaksis
juga dapat digunakan secara bijaksana pada wanita dengan risiko tinggi PP.
Faktor risiko tunggal terbesar untuk PP adalah riwayat gangguan bipolar pribadi,
atau keluarga, atau gangguan psikotik terkait (terlihat pada sekitar 40% -50% kasus PP).
Faktor risiko lain yang telah disarankan sebagai modulator risiko PP meliputi:
Primiparitas, usia ibu, tingkat stres pada masa nifas, dan masalah tidur ibu. Berbeda
dengan depresi pascapartum, kejadian buruk pada awal kehidupan tampaknya tidak
secara signifikan meningkatkan risiko PP pada wanita dengan gangguan bipolar.

3. Apa hubungan keluhan pasien dengan konsumsi alkohol ?

Sekitar 30 sampai 40 persen orang dengan gangguan terkait alkohol memenuhi kriteria
gangguan depresi mayor pada suatu waktu dalam hidupnya. Depresi lebih sering pada
wanita dibanding pria dengan gangguan ini. Sejumlah studi melaporkan bahwa depresi
cenderung lebih sering terjadi pada pasien dengan gangguan terkait alkohol yang
rnemiliki tingkat konsumsi alkohol harian yang tinggi serta riwayat keluarga dengan
penyalahgunaan alkohol. Orang dengan gangguan terkait alkohol dan gangguan depresi
mayor memiliki risiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri dan cenderung
memiliki gangguan terkait zat lain. Sejumlah klinisi merekomendasikan bahwa gejala
depresi yang menetap setelah 2 sampai 3 minggu setelah berhenti mengonsumsi alkohol
sebaiknya diobati dengan obat antidepresan. Pasien dengan gangguan bipolar I dianggap
berisiko mengalami gangguan terkait alkohol; mereka mungkin menggunakan alkohol
untuk mengobati sendiri episode maniknya. Beberapa studi rnenunjukkan bahwa orang
dengan diagnosis gangguan terkait alkohol sekaligus gangguan depresi memiliki
konsentrasi metabolit dopamin (asam homovanilat) dan asam y-aminobutirat (GABA)
pada cairan serebrospinal.
Ketergantungan alkohol sering timbul bersama dengan gangguan mood. Pasien dengan
gangguan depresif berat dan pasien dengan gangguan bipolar I cenderung memenuhi
kriteria diagnostik gangguan penggunaan alkohol. Data yang tersedia menunjukkan
bahwa ketergantungan alkohol pada perempuan lebih terkait dengan diagnosis depresi
yang.juga
ada daripada ketergantungan alkohol pada laki-laki. Sebaliknya, data genetik dan
keluarga mengenai laki-laki yang mengalami gangguan mood dan ketergantungan
alkohol menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung menderita dua proses penyakit
gcnetik
yang berbeda.

4. Apa kemungkinan yang terjadi pada pasien?

Dilihat dari gejala pada sekanrio kemungkinan pasien mengalami bipolar II episode
depresi. Ciri yang membedakan gangguan bipolar II dari gangguan bipolar I ialah adanya
episode hipomania yang terjadi saat ini maupun sebelumnya. Penderita gangguan bipolar
II sering mengalami perasaan mudah marah dan sebelumnya tidak memiliki episode
mania secara penuh (American Psychiatric Association, 2013).
Episode Depresi Berat
a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu yang sama
dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya. Setidaknya salah satu gejalanya
adalah tertekannya mood atau kehilangan minat atau kesenangan. Catatan: tidak
disertakan gejala yang jelas-jelas terkait dengan kondisi medis lainnya.
1) Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan oleh
laporan subyektif (misalnya, terasa sedih, kosong, atau putus asa) atau
pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak penuh air mata).
Catatan: Pada anak-anak dan remaja, bisa jadi mood yang mudah tersinggung.
2) Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas sepanjang hari atau
setiap hari.
3) Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau kenaikan
berat badan (misalnya Perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau
penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: pada anak-
anak, pertimbangan kegagalan untuk membuat kenaikan berat badan yang
diharapkan.
4) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang
lain, bukan hanya perasaan subyektif dari kegelisahan atau perasaan lambat).
6) Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7) Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak patut (yang
mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau
bersalah karena sakit).
8) Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-ragu, hampir
setiap hari (baik dengan akun subyektif atau seperti yang diamati oleh orang lain).
9) Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide bunuh diri
berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri atau rencana spesifik untuk
melakukan bunuh diri.
b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di area
kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis lainnya.
STEP 4

BIPOLAR

penegakan
etiologi dan faktor komplikasi kedokteran
patofisologi diagnosis dan tatalaksana
resiko prognosis keluarga
diagnosis banding

STEP 5
• BIPOLAR
• etiologi dan faktor resiko
• patofisologi
• penegakan diagnosis dan diagnosis banding
• tatalaksana
• komplikasi prognosis
• kedokteran keluarga
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold I., et al. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Jilid Satu. Tanggerang:
Binarupa Aksara.
2. Rilla Fauzia Nur A. Hubungan Antara Health Literacy Dengan Kepatuhan Minum
Obat Pada Anggota Komunitas Bipolar Care Indonesia. Fakultas Psikologi Dan
Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2018.
3. Meilanny Budiarti S., Budhi Wibhawa, Ishartono, Franzeska Venty Wd. Pekerjaan
Sosial: Bekerja Bersama Orang Dengan Gangguan Bipolar. Jurnal Penelitian &
Ppm Issn: 2442-448x Vol 5, No: 1 Hal: 1 – 110. 2018.

Anda mungkin juga menyukai