Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

HUKUM PERDATA

DOSEN PENGAMPU

HAIRUL MAKSUM, SH. MH.

DISUSUN OLEH:

NURUL SUHADAH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI

TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kepada Allah swt. Yang telah memberikan
pertolongan dan petunjuk-Nya sehingga materi yang berjudul perkawinan dan permasalahannya.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :

1. Bapak Hairul Maksum, SH. MH. Sebagai dosen pengampu.


2. Teman –teman yang telah mendukung dalam penyusunan materi ini.
3. Semua pihak yang telah membantu penyusunan materi ini, baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Kami menyadari bahwa materi ini masih jauh dari sempurna sehingga banyak
kekurangan di sana – sini, karena itu kepada pihak – pihak yang membaca materi ini kami
mohon kritik dan saran yang bersifat membangun.

Semoga materi ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan bahan untuk mengkaji
lebih lanjut, khususnya tentang perkawinan dan permasalahannya.

Sakra Timur, april 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................1

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................. 4

A. RUMUSAN MASALAH........................................................................................5
B. TUJUAN PENULISAN..........................................................................................5
C. MANFAAT PENULISAN......................................................................................5
D. RUANG LINGKUP PENULISAN..........................................................................6

BAB 2 PEMBAHASAN....................................................................................................7

BAB 3 KESIMPILAN........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................11

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan suatu pristiwa hukum yang sangat penting dalam kehidupan
manusia dalam berbagai konsekuensi hukumnya. Karena itu hukum mengatur masalah
perkawinan ini secara detail. Yang dimaksud dengan perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuksuatu
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esal, yang
harus juga dicatat menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku. Lihat pasal 1 dan
pasal 2 undang – undang perkawinan No. 1 tahun 1974.

Perkawinan dalam islam diatur sedemikian rupa, oleh karena itu perkawinan sering disebut
sebagai perjanjian suci antara seorang laki – laki dan seorang perempuan untuk membentuk
keluarga yang bahagia. Salah satu tujuan syariah Islam (maqasid asy – syaria’ah) sekaligus
tujuan perkawinan adalah hifz an-nasl yakni terpeliharannya kesucian keturunan manusia sebagai
pemegang amanah khalifah fi al-ard. Tujuan syariah ini dapat dicapai melalui jalan perkawinan
yang sah menurut agama, diakui oleh undang – undang dan diterima sebagai bagian dari budaya
masyarakat.

Didalam pasal 28B ayat (1) UUD 1945 disbutkan bahwa “setiap orang berhak membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Didalam pasal 28B ayat 1
dijelaskan bahwa setiap orang berhak membentuk keluraga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah dimaksud adalah perkawinan sesuai hukum agama
dan negara. Bila dalam agama (Islam), perkawinan yang sah adalah perkawinan yang telah
disetujui oleh mempelai pria dan wanita beserta keluarganya,ada saksi, ada wali,penghulu.
Sedangkan bila ditinjau dari segi hukum negara, perkawinan telah sah jika telah sesui dengan
aturan agama ditambah telah di catat dikantor urusan agama (KUA) setempat.

Undang – undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal (1) yaitu: Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa .
begitu jugak disebutkan dalam komplikasi hukum Islam bahwa perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan Sakinah, Mawadah, Warahmah. Dengan berdasarkan kedua undang –
undang di atas jelaslah bahwa, tujuan perkawinan itu adalah membentukkeluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

4
A. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah hukum pernikah beda agama menurut UU
b. Apa pengertian perkawinan menurut UU dan para tokoh
c. Bagaimana syarat perkawinan menurut UU
d. Apakah setiap perkawinan harus di catatkan
e. Apa arti penting dan akibat hukumnya dengan keharusan dicatatkannya perkawinan
dalam berita negara republik indonesia

B. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui hukum pernikahan beda agama menurut UU
b. Untuk mengetahui pengertian perkawinan menurut UU dan para tokoh
c. Untuk mengetahui syarat – syarat perkawinan menurut UU
d. Untuk mengetahui perkawinan dicatatkan atau tidak
e. Untuk mengetahui arti penting dan akibat hukumnya dengan keharusan dicatatkannya
perkawinan dalam berita negara republik indonesia

C. MANFAAT PENULISAN
a. Agar pembaca dapat memahami pengertian pernikahan
b. Agar pembaca dapat mengetahui proses dalam sebuah pernikahan secara islam
c. Agar pembaca dapat mengetahui tujuan serta hikmah dari pernikahan yang benar
secara islam

5
D. RUANG LINGKUP PENULISAN

Perkawinan merupakan suatu pristiwa hukum yang sangat penting dalam kehidupan manusia
dalam berbagai konsekuensi hukumnya. Karena itu hukum mengatur masalah perkawinan ini
secara detail. Dalam bahasa Indonesia, yang terdapat dari beberapa kamus, diantarannya kamus
umum bahasa indonesia, kawin diartikan dengan (1) perjodohan laki – laki dengan perempuan
dengan suami istri : nikah (2) sudah beristri atau berbini (3) dalam bahasa pergaulan artinnya
bersetubuh. Selain itu dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, kawin diartikan dengan “menjalin
–menjalin kehidupan baru dengan bersuami atau istri, menikah, melakukan hubungan seksual,
bersetubuh. Perkawinan disebut jugak “pernikahan”, berasal dari kata nikah yang artinya
pengumpulkan, saling memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh.

Sebutan lain buat perkawinan (pernikahan) ialah az-zawaj atau az-ziwaj dan az-jihad. Terambil
dari akar kata zaja-yazuju-jauzan yang secara harfiah mengasut, menaburkan benih perselisihan
dan mengadu domba. Namun yang dimaksud dengan az-zawaj disini adalah at-tazwijyang
terambil darikata zawwaja- yatazwiju dalam bentuk timbangan fa’ala yufaa’ilu tafilan yang
secara harfiah berarti mengawinkan, mencampuri, menemani, mempergauli, menyertai, dan
memperistri.

6
BAB 2

PEMBAHASAN

Pengertian perkawianan menurut pasal 1 UU No. 1/1974 tentang Perkawianan, yang dimaksud
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang peria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang maha esa. Sedangkan didalam ketentuan berdasarkan pasal – pasal KUHP
Perdata, tidak memberikan pengertian perkawinan itu. Oleh karena itu untuk memahami arti
perkawinan dapat dilihat pada ilmu pengetahuan atau pendapat para sarjana. Ali Afandi
mengatakan bahwa “perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan”. Dan menurut Scholten
perkawinan adalah “hubunga hukum antara seorang peria dan seorang wanita untuk hidup
bersama drengan kekal, yang diakui oleh negara.

Prinsip perkawinan:

Pada prinsip perkawianan atau nikah adalah suatu akad untuk menghalalkan hubungan serta
membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antar laki – laki dan perempuan yang antara
keduannya bukan muhrim, Apabila di tinjau dari segi hukum tanpak jelas bahwa pernikahan
adalah suatu akad suci dan luhur antara laki –laki dan perempuan yang menjadi sahnya status
sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga
sakinah, penuh kasih sayang dan kewajiban serta saling menyantuni antara keduannya.
Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan,, yaitu akad yang sangat kuat atau
miitsaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang sah dan ada yang tidak sah. Akad
perkawinan dikatakan sah, apabila akad tersebut dilaksanakan dengan syarat – syarat dan rukun –
rukun yang lengkap sesuai dengan ketentuan Agama. Sementara dalam pandangan ulama suatu
perkawinan telah dianggap sah apabila telah terpenuhi baik dalam syarat maupun rukun
perkawinan.

Hakikat, Asas, Tujuan Perkawinan

Menurut UU No. 1/1974 hakikat perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang peria dan
seorang wanita sebagai suami istri. Dari rumusan diatas jelaslah bahwa ikatan lahir dan batin
harus ada dalam setiap perkawinan. Terjalinnya ikatan lahir dan batin merupakan pondasi dalam
membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal. Dengan demikian, bahwa hakikat
perkawinan itu bukan sekedar ikatan formal belaka, tetapi jugak ikatan batin. Hendaknya

7
pasangan yang sudah resmi sebagai suami istri juga merasakan adanya ikatan batin, ini harus ada
sebab tanpa itu perkawinan tak punya arti, bahkan akan menjadi rapuh.

Asas perkawinan adalah monogami, bahwa dalam waktu yang sama seorang laki – laki di
perbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, dan seorang perempuan hanya
boleh mempunyai satu orang laki – laki sebagai suaminya. Hal ini tercantum dalam pasal 3 UU
No. 1/1974. Dengan adanya asas monogami serta tujuan membentuk kelurga yang bahagia dan
kekal, maka suatu tindakan yang akan mengakibatkan putusnya suatu perkawinan (dalam hal ini
yang di maksud adalah perceraian) harus benar – benar di pikirkan serta dipertimbangkan masak
– masak, sebab jika itu terjadi maka akan membawa akibat yang luas, tidak hanya menyangkut
diri suami atau istri tetapi nasib anak – anak juga harus di perhatikan. Dengan demikian di
harapkan pula agar tidak begitu mudah melangsungkan perkawinan serta begitu mudah bercerai
(kawin – cerai , berulang – ulang)

Sumber Hukum Perkawianan

Undang – undang perkawinan dibentuk karena kebutuhan masyarakat yang sejak zaman kerajaan
islam (sebelum Indonesia dijajah Belannda) sejak zaman kerajaan islam telah memiliki
pengadilan agama dengan berbagai nama yaitu Pengadilan Penghulu, Mahkamah Syari’ah dan
pengadilan Surambi. Setelah merdeka, pemerintah Republik Indonesia telah membentuk
peraturan tentang Pengadilan Agama. Di antaranya dalah pembentukan UU No. 22/1946 tentang
pencatatan Nikah, Talak dan rujuk. Akan tetapi dari segi kebutuhan pengadilan yang
memerlukan hukum formil dan hukum materil, maka Undang – undang Nomer 22 Tahun 1946
tentang Pencatatan Nikah, talak dan rujuk, belum dapat dikatakan sebagai hukum formil muapun
materil karena UU tersebut lebih menkankan akan pentingnya pencatatan perkawinan.

Untuk kepentingan pencatatan perkawinan, akan didenda sebesar lima puluh rupiah. Usaha
pembentukan Undang – undang perkawinan di Indonesia dimulia sejak tahun 1950. Peraturan
hukum perkawinan, talak dan rujuk memiliki dua tugas yang pertama yaitu melakukan
pembahsan mengenai berbagai peraturan yang telah ada dan perkwinan yang sesuai dengan
dinamika dan perkembangan zaman. Setelah menempuh perjalanan panjang akhirnya Bangsa
Indonesia mengesahkan Undang – undang Nasional yang berlaku bagi seluruh Warga Negara
Indonesia. Yaitu Undang – undang Republik Indonesia Nomer 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
meskipun sebelumnya mengalami kritikan yang tajam baik dari pihak politisi maupun dari
berbagai ormas islam yang ada.

Belum mendapatkan peraturan, sehingga belum dapat diperlukan secara efektif, maka dengan
sendirinya masih diperlukan ketentuan dan perundang – undangan yang lama berdasarkan hal –
hal yang telah diuraikan dimuka dapatlah disampaikan, bahwa semua peraturan perkawinan yang
ada sebelum berlakunnya undang – undang nomer 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang
mendaftarkan kepada golongan peduduk dinyatakan tidak berlaku oleh undang –undang nomer 1
tahun 1974. Selanjutnya perkawinan dilangsungkan menurut hukum masing – masing agamanya

8
dan kepercayaannya itu. Sejak belakunnya undang – undang perkawinan nomer 1 tahun 1974
tentang perkawinan yang bersifat Nasional, didalam pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada
perkawianan diluar hukum masing – masing agama dan kepercayaan, masing – masing
merupakan syarat mutlak untuk menentukan sah tau tidaknya suatu perkawinan.

Syarat – syarat perkawinan menurut UU No. 1/1974

 Adanya persetujuan kedua calon mempelai


 Adanya izin kedua orang tua atau wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun
 Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan usia calon mempelai wanita
sudah mencapai 16 tahun
 Antar calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam hubungan darah atau
keluarga yang tidak boleh kawin
 Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain
 Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi untuk
kedua kalinnya, agama dan kepercayaannya mereka tidak melarang mereka kawin untuk
ketiga kalinnya.
 Tidak berda dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda

Perwakilan menurut UU No.1/1974

 Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun belum pernah melangsungkan
perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan
wali. Perwakilan itu mengenai pribadi anak yang kekuasaan wali. Perwakilan itu
mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendannya (pasal 50).
 Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum
ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan dihadapan dua orang saksi

Saksi dalam Perkawinan menurut UU No. 1/1945 pasal 26

 Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak


berwenang, wali – nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2
(dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis
keturunan lurus keatas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.
 Hak untuk membatalkan oleh suami atau istri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pasal ini
gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami istri dan dapat memperlihatkan
akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan
perkawinan harus diperbaharui supaya sah.

9
BAB 3

KESIMPULAN

Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan kelurga sebagai salah satu unsur dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang diatur oleh aturan hukum dalam hukum tertulis
(hukum negara) maupun hukum tidak tertulis (hukum adat).dan sah atau tidak sahnya suatu
perkawinan sudah diatur dalam peraturan negara baik dalam bentuk tertulis, dalam hukum adat,
keyakinan dan agama. Permaslahan dalam suatu perkawinan selama masih dalam batar kontrol
dan batas kewajaran.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://blog.makalah-prinsip-uu-no-1-tahun-1974-tentangperkawinan/http:berbagi-
makalah.blogspot.co.id/2020/15/03/makalah-perkawinan.html

11

Anda mungkin juga menyukai