Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN KETAATAN MINUM OBAT

TERHADAP KEJADIAN KEKAMBUHAN


PADA PASIEN SKIZOFRENIA YANG BEROBAT JALAN
DI RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU
Tiara Tri Agustini1 , Fina Aryani2 , Faricha Ulfa3
1*
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Jalan Kamboja, Simpang Baru-Panam, Pekanbaru 28292
e-mail: 1*tiaratri@gmail.com finaaryani@stifar-riau.ac.id farichaulfa@stifar-riau.ac.id

ABSTRAK

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku-pikiran
yang terganggu, seperti gangguan pemikiran yang tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang
keliru, afek yang datar atau tidak sesuai dan berbagai gangguan aktivitas motorik. Pasien skizofrenia diukur ketaatannya
dengan menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS). Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara ketaatan minum obat terhadap kejadian kekambuhan pada pasien skizofrenia yang berobat jalan di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Penelitian ini merupakan penelitian Observasional dengan metode Deskriptif
Analitik dan pengambilan data dilakukan dengan pendekatan cross-sectional pada 98 pasien skizofrenia menggunakan
teknik Accidental Sampling. Berdasarkan hasil penelitian didapat pasien skizofrenia yang memiliki ketaatan rendah 23
(23,5%), ketaatan sedang 37 (37,8%) dan ketaatan tinggi 38 (38,7%). Berdasarakan data kekambuhan didapat pasien
skizofrenia yang pernah kambuh 34 (34,7%) dan tidak pernah kambuh 64 (65,3%). Hasil analisis bivariat menggunakan
uji statistic Chi Square diperoleh nilai P = 0,000 (P = < 0,005) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara
ketaatan minum obat terhadap kejadian kekambuhan pada pasien skizofrenia yang berobat jalan di Rumah Sakit Jiwa
Tampan Provinsi Riau.
Kata kunci : Skizofrenia, kataatan, chi square

ABSTRACT

Schizophrenia is a psychotic disorder characterized by major disturbances in the mind, emotions and disturbed
behaviors, such as thought disorders that are not logically interconnected, wrong perceptions and attention, flat or
inappropriate effects and various disorders of motor activity. Adherence to schizophrenic patients was measured using
the Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) questionnaire. This study aims to see the relationship between
adherence to taking medication for the occurrence of recurrence in schizophrenic patients who are outpatient at the
Tampan Mental Hospital of Riau Province. This study is an observational study with descriptive analytical method and
data collection was done using a cross-sectional approach in 98 schizophrenic patients using accidental sampling
techniques. Based on the results of the study, it was found that schizophrenic patients who had low obedience were 23
(23.5%), obedience was 37 (37.8%) and obedience was high 38 (38.7%). Based on recurrence data obtained by
schizophrenic patients who had relapsed 34 (34.7%) and never relapsed 64 (65.3%). The results of bivariate analysis
using the Chi Square statistical test obtained a value of P = 0,000 (P = <0.005) which means that there is a significant
relationship between medication adherence to the occurrence of recurrence in outpatient schizophrenia patients in the
Tampan Mental Hospital of Riau Province.
Keywords : Schizophrenia, adherence, chi square
K

PENDAHULUAN Menurut World Health Organization (WHO),


masalah gangguan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi
Skizofrenia adalah gangguan mental yang
masalah yang serius. WHO menyatakan paling tidak
menyebabkan seseorang menjadi disfungsional secara
ada 1 dari 4 orang mengalami masalah mental,
fisiologis untuk dirinya sendiri maupun interaksi secara
diperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang
sosial (Steinberg, 2002). Skizofrenia merupakan
mengalami gangguan jiwa (Yulian dan Muhlisin,
gangguan pikiran berupa kombinasi dari halusinasi,
2008). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
delusi dan berpikir teratur. Kemampuan penderita
(Riskesdas) pada tahun 2013 penderita skizofrenia di
skizofrenia untuk berfungsi normal dan merawat diri
Indonesia telah mencapai angka 1.027.763 jiwa dengan
mereka sendiri cenderung menurun dari waktu ke
prevalensi sebesar 1,7 per mil. Prevalensi skizofrenia
waktu, penyakit ini merupakan kondisi kronis yang
di Daerah Istimewa Yogyakarta menempati peringkat
memerlukan pengobatan seumur hidup (Ikawati, 2014).
pertama dari provinsi lain yaitu sebesar 2,7 per mil,
IJCCS ISSN: 1978-1520

untuk Riau sendiri prevalensi gangguan jiwa sebesar Farmasi Riau yang akan ditujukan kepada Rumah Sakit
0,9 per mil (Anonima, 2013). Jiwa Tampan. Kemudian mengurus administrasi di
Berdasarkan data di RSJ Tampan penyakit bagian Tata Usaha dan Direktur Rumah Sakit Jiwa
skizofrenia merupakan penyakit dengan urutan pertama Tampan. Dilanjutkan dengan pengurusan administrasi
dari 10 besar penyakit yang paling banyak diderita oleh dibagian Instalasi Rekam Medik di Rumah Sakit
pasien di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. JiwaTampan, selanjutnya dilakukan pengurusan
Berdasarkan daftar kunjungan rawat jalan pada bulan administrasi dibagian Bidang Keperawatan Jiwa
Januari sampai bulan Mei tahun 2018 berjumlah 3.799 Rumah Sakit Jiwa Tampan. Kemudian dilakukan
pasien. Dari data tersebut didapat jumlah pasien pengurusan administrasi dibagian Bidang Poli Jiwa
dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu Rumah Sakit Jiwa Tampan.
berjumlah 2.005 pasien dan jenis kelamin perempuan Pengumpulan dan Pengambilan data
berjumlah 1.794 pasien. Menurut penelitian yang Data tingkat kepatuhan dan kejadian
dilakukan oleh Pelealu dkk (2018) hasil penelitian kekambuhan responden diperoleh dengan cara
menunjukkan bahwa 25% sampai 50% pasien yang wawancara bebas terpimpin secara langsung kepada
pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat pasien dengan menggunakan lembar kuesioner
teratur. Pasien dengan diagnosis skizofrenia yang tidak sosiodemografi dan kuesioner kepatuhan MMAS.
memakan obat teratur diperkirakan akan kambuh 30% Terlebih dahulu pasien diberikan lembar permintaan
- 40% dalam waktu 6 bulan, 50% pada tahun pertama menjadi responden kemudian setelah pasien dan
dan 70% pada tahun kedua setelah pulang dari rumah keluarga menyetujui untuk di wawancara maka
sakit, serta kekambuhan 100% pada tahun kelima diberikan lembar pesetujuan menjadi responden.
setelah pulang dari rumah sakit jiwa jika tidak patuh Setelah itu dapat dilakukan wawancara dengan
dalam pengobatan. kekambuhan 100% pada tahun memberikan lembar kuesioner sosiodemografi (jenis
kelima setelah pulang dari rumah sakit jiwa jika tidak kelamin, rentang usia, riwayat pendidikan, riwayat
patuh dalam pengobatan. keluarga, riwayat kekambuhan, jumlah kekambuhan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan gejala yang dirasakan pasien) dan lembar
hubungan kepatuhan minum obat terhadap kejadian kuesioner kepatuhan (teridiri dari 8 pertanyaan).
kekambuhan pada pasien skizofrenia yang berobat
jalan di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Analisis Data
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi A. Analisis Univariat
gambaran bagi Rumah Sakit Jiwa Tampan terhadap Analisis univariat adalah analisis yang
kepatuhan pasien dalam meminum obat dan dapat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
meningkatkan kinerjanya dalam membantu pasien agar Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
patuh dalam pengobatan sehingga mengurangi risiko distribusi dan presentase dari tiap variabel
terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia yang (Notoatmodjo, 2012).
berobat jalan di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi B. Analisis Bivariat
Riau. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
METODE PENELITIAN Variabel bebas pada penelitian ini adalah tingkat
kepatuhan sedangkan untuk variabel terikat pada
Penelitian ini merupakan penelitian penelitian ini adalah kejadian kekambuhan. Data
observasional dengan metode deskriptif analitik. dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi-
Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan Square.
cross-sectional untuk melihat hubungan kepatuhan
minum obat terhadap kejadian kekambuhan pada HASIL
pasien skizofrenia. A. Analisis Univariat
Populasi dan Sampel penelitian 1. Hasil Analisis Data Sosiodemografi Responden
Populasi pada penelitian ini adalah 131 pasien Tabel 3. Hasil Analisis Data Sosiodemografi
skizofrenia yang berobat jalan di RSJ Tampan Provinsi Responden
Riau pada bulan 02 Januari sampai 02 Februari tahun Karakteris
2019. Sampel pada penelitian ini adalah 98 orang Juml
N tik Keteran Persent
pasien skizofrenia di RSJ Tampan Provinsi Riau yang ah
O. Sosiodemo gan ase (%)
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan (n)
grafi
sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling. Laki-laki 53 54,1
Prosedur Kerja Jenis
1. Perempu
Pengurusan Izin Kelamin 45 45,9
an
Pengurusan izin ini dimulai dengan peneliti
2. Rentang Dewasa
mengajukan surat permohonan izin untuk penelitian 48 49,0
Usia awal
kepada bagian administrasi Sekolah Tinggi Ilmu
Dewasa 43 43,9
2
IJCCS ISSN: 1978-1520

madya
Dewasa
7 7,1 PEMBAHASAN
lanjut Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa
Pendidik Tampan Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan
27 27,5
an dasar Pekanbaru Riau, penelitian ini bertujuan untuk
Pendidik mengetahui hubungan kepatuhan minum obat terhadap
Tingkat an kejadian kekambuhan pada pasien skizofrenia di RSJ
3. 65 66,4
Pendidikan menenga Tampan Provinsi Riau. Sampel pada penelitian ini
h adalah pasien skizofrenia yang berobat jalan minimal 6
Pendidik bulan setelah rawat inap di RSJ Tampan yang akan di
6 6,1
an tinggi wawancara dengan menggunakan kuesioner. Total
Memiliki 22 22,4 populasi yang didapat pada periode 02 Januari – 02
Riwayat
4. Tidak Februari 2019 adalah 131 responden dan didapat
Keluarga 76 77,6
memiliki sampel 98 responden yang menjadi kriteria inklusi.
Total 98 A. Analisis Univariat
1. Analisis Karakteristik
2. Hasil Analisis Tingkat Kepatuhan Terapi Sosiodemografi Responden
Responden a) Analisis Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4. Hasil Analisis Tingkat Kepatuhan Terapi Analisis berdasarkan jenis kelamin dibagi
Responden menjadi 2 kategori yaitu laki-laki dan perempuan,
Tingkat Jumlah Persentase pengelompokan responden yang dibagi menjadi 2
NO.
Kepatuhan (n) (%) kategori dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Kepatuhan seberapa besar angka kejadian skizofrenia pada jenis
1. 23 23,5
Rendah kelamin laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil
Kepatuhan penelitian yang didapat pada Tabel 3 halaman 27, total
2. 37 37,8
Sedang keseluruhan yang berjumlah 98 orang responden yang
Kepatuhan berobat jalan di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
3. 38 38,7
Tinggi Riau, responden dengan jenis kelamin laki-laki
Total 98 berjumlah 53 (54,1%) orang dan responden yang
3. Hasil Analisis Kejadian Kekambuhan Responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 45 (45,9%)
Tabel 5. Hasil Analisis Kejadian Kekambuhan orang responden.
Responden Menurut Adamo dan Peter (2007) Jenis kelamin
laki-laki memiliki kecenderungan menunjukkan risiko
NO Kejadian Jumlah tinggi mengalami skizofrenia sebab laki-laki cenderung
Persentase
. Kekambuhan (n) memiliki produksi hormon stress yang berlebihan.
Pernah Onset laki-laki lebih awal dari wanita dan mengalami
1. 34 34,7
Kambuh pubertas lebih lambat artinya laki-laki memiliki
Tidak Pernah kerentanan untuk menderita kelainan jiwa lebih besar
2. 64 65,3
Kambuh dibandingkan perempuan. Hasil ini sesuai dengan
Total 98 penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Fibriana
(2016) yang melihat faktor risiko terjadinya skizofrenia
B. Analisis Bivariat di puskesmas Kota Semarang, berdasarkan hasil uji
Tabel 6. Hasil Analisis Tingkat Kepatuhan Terhadap Chi Square diperoleh nilai P = 0,002 (P = < 0,05) dapat
Kejadian Kekambuhan Menggunakan Uji Chi Square. diketahui bahwa terdapat hubungan antara jenis
kelamin dengan kejadian skizofrenia. Berdasarkan nilai
Risk Estimate didapat nilai OR = 6.038 (OR = > 1)
Nil berarti bahwa sampel jenis kelamin laki-laki memiliki
Kejadian Interpre
Kekambuhan
ai faktor risiko 6,038 kali untuk terkena skizofrenia
tasi
Tingkat P dibanding sampel berjenis kelamin perempuan.
N
Kepatu Tida b) Analisis Berdasarkan Rentang Usia
O.
han k Pern Analisis berdasarkan rentang usia dibagi
Pern ah menjadi 3 kategori menurut (Hurlock, 2009) yaitu
ah 0,0 Signifik dewasa awal (18 - 40 tahun), dewasa madya (41 - 60
1. Rendah 4 19 00 an tahun) dan dewasa lanjut ( > 60 tahun), responden
2. Sedang 23 14 dibagi menjadi 3 kategori dengan tujuan untuk melihat
3. Tinggi 37 1 ada atau tidaknya perbedaan jumlah responden
Total 64 34 berdasarkan umur, dimana pada kelompok umur
3
IJCCS ISSN: 1978-1520

produktif pada umumnya lebih aktif dibandingkan karena menderita skizofrenia pada usia dini.
kelompok dengan umur tidak produktif. Dari total Kemampuan bersosialisasi dan menerima informasi
keseluruhan responden yang berjumlah 98 orang, dari luar secara tepat sangat mempengaruhi seseorang
responden terbanyak adalah responden mempunyai dalam menjalankan pendidikan, bila pasien sudah
rentang usia dewasa awal (18 - 40 tahun) yaitu menderita skizofrenia hal ini akan mempersulitnya
berjumlah 48 (49,0%) responden, responden yang untuk mengikuti pendidikan formal.
memiliki rentang usia dewasa madya (41 - 60 tahun) Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan
berjumlah 43 (43,9%) responden dan responden Fibriana (2016) yang didapat hasil pengujian
dengan rentang usia dewasa lanjut (> 60 tahun) adalah menggunakan Chi Square diperoleh nilai P = 0,705 (P
yang berjumlah paling sedikit yaitu berjumlah 7 (7,1%) = > 0,05) hal ini dapat diketahui bahwa tidak ada
responden. Rentang usia dewasa awal yaitu pada umur hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian
18 – 40 tahun adalah rentang usia remaja atau awal skizofrenia. Menurut nilai risk estimate diperoleh nilai
dewasa yang mana pada masa remaja lebih rentan OR = 1,886 (OR = > 1) berarti sampel yang memiliki
terkena gangguan jiwa karena banyaknya faktor tingkat pendidikan rendah berisiko 1,886 kali
pemicu. menderita penyakit skizofrenia dibandingakan dengan
Telah banyak penelitian yang menyebutkan yang berpendidikan tinggi.
adanya hubungan yang nyata antara skizofrenia dengan
d) Analisis Data Berdasarkan Riwayat Keluarga
stress (Kaplan, 1997). Stress dapat menyebabkan
Analisis data berdasarkan riwayat keluarga
peningkatan neurotransmitter glutamat didaerah
dibagi menjadi 2 kategori yaitu memiliki riwayat
prefrontal kortek dan dopamin pada sistem limbik,
keluarga dan tidak memiliki riwayat keluarga dengan
ketidakseimbangan inilah yang menyebabkan
tujuan untuk melihat jumlah responden yang memiliki
terjadinya skizofrenia (Savioli, 2009). Rentang usia
riwayat keluarga maupun jumlah responden yang tidak
dewasa madya yaitu pada umur 41 – 60 tahun juga
memiliki riwayat keluarga. Berdasarkan hasil yang
banyak menderita skizofrenia karena pada masa ini
didapat pada Tabel 3 halaman 27 diketahui lebih
berkurangnya daya tanggap, daya ingat, daya belajar,
banyak responden yang tidak memiliki riwayat
kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial
penyakit dari keluarga yang berjumlah lebih banyak
ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman
yaitu 76 (77,6%) responden dibandingkan dengan
serta sering mengakibatkan kesalahpahaman orang tua
responden yang memiliki riwayat keluarga berjumlah
terhadap orang dilingkungannya). Rentang usia
22 (22,4%) responden, hal ini terjadi karena
dewasa lanjut yaitu pada umur > 61 tahun paling
perbandingan yang luas antara jumlah populasi
sedikit karena skizofrenia biasanya terjadi pada masa
penduduk di Riau yang berjumlah 6,5 juta jiwa dengan
remaja akhir atau awal dewasa, angka kejadian pada
jumlah penduduk yang menderita skizofrenia di Riau
wanita sama dengan pria tetapi onset pada umumnya
berjumlah 3.696 jiwa. Pada hasil ini sejalan dengan
lebih awal (pria : 15 – 24 tahun dan wanita : 25 – 35
Ikawati (2014) yang menyebutkan lebih dari 80%
tahun) (Ikawati, 2014).
pasien skizofrenia memiliki orang tua yang tidak
c) Analisis Data Berdasarkan Tingkat Pendidikan
memiliki gangguan, namun risiko skizofrenia lebih
Analisis data berdasarkan tingkat pendidikan
besar pada orang yang orang tuanya memiliki
dibagi menjadi 3 kategori yaitu pendidikan dasar
gangguan. Risiko skizofrenia seumur hidup adalah
(sekolah dasar), pendidikan menengah (sekolah
13% untuk anak dengan satu orang tua menderita
menengah pertama dan sekolah menengah atas) dan
skizofrenia dan 35% - 40% untuk anak yang kedua
pendidikan tinggi (sarjana) dibagi menjadi 3 kategori
orang tuanya menderita skizofrenia.
dengan tujuan untuk melihat seberapa banyak jumlah
Penelitian yang dilakukan oleh Handayani, dkk
responden berdasarkan tingkat pendidikan mulai dari
(2015) tidak sejalan dengan hasil pada penelitian ini,
rendah sampai tinggi. Berdasarkan hasil yang terlihat
karena pada hasil penelitian handayani didapat nilai P
pada Tabel 3 halaman 27, didapat responden terbanyak
value = 0,048 artinya terdapat hubungan antara faktor
memiliki tingkat pendidikan menengah (sekolah
keturunan dengan kejadian skizofrenia dan didapat
menengah pertama dan sekolah menengah atas) yang
nilai RP = 1,195 (0,874 - 1,225) yang berarti pasien
berjumlah 65 (66,4%) orang, responden dengan tingkat
dengan riwayat keluarga skizofrenia berisiko 1,195 kali
pendidikan dasar (sekolah dasar) berjumlah 27 (27,5%)
lebih besar terkena skizofrenia.
orang dan yang paling sedikit adalah responden dengan
2. Analisis Karakteristik Tingkat
tingkat pendidikan tinggi (perguruan tinggi) yang
berjumlah 6 (6,1%) orang responden. Pada hasil Kepatuhan Terapi Responden
penelitian berdasarkan tingkat pendidikan, Analisis karakteristik tingkat kepatuhan terapi
menunjukkan data bahwa pasien memiliki jenjang responden dibagi menjadi 3 kategori, yaitu : kepatuhan
pendidikan terbanyak adalah pada tingkat pendidikan rendah (nilai skor < 5), kepatuhan sedang (nilai skor 6
menengah (sekolah menengah pertama dan sekolah – 7) dan kepatuhan tinggi (nilai skor 8). Dibagi
menengah atas). Berdasarkan hasil wawancara ada menjadi 3 kategori dengan tujuan untuk melihat jumlah
banyak pasien yang tidak bisa melanjutkan sekolah responden yang memiliki tingkat kepatuhan rendah,
4
IJCCS ISSN: 1978-1520

tingkat kepatuhan sedang dan tingkat kepatuhan tinggi. Pada Tabel 6 halaman 28 terdapat variabel yang
Analisis tingkat kepatuhan dilakukan dengan diuji yaitu variabel kepatuhan dan variabel
melakukan wawancara menggunakan kuesioner kekambuhan. Kepatuhan dikategorikan menjadi 3
kepatuhan terapi. kategori yaitu kepatuhan rendah, kepatuhan sedang dan
Berdasarkan Tabel 4 halaman 27 terlihat bahwa kepatuhan tinggi sedangkan kekambuhan dikategorikan
responden yang berobat jalan di rumah sakit jiwa menjadi 2 kategori yaitu tidak pernah kambuh dan
tampan memiliki tingkat kepatuhan tinggi yaitu pernah kambuh. Pada analisis bivariat dilakukan
berjumlah 38 (38,7%) responden dan responden pengujian menggunakan uji statistik yaitu uji Chi
dengan tingkat kepatuhan sedang berjumlah 37 Square untuk melihat adanya hubungan antara
(37,8%) responden, sedangkan responden dengan kepatuhan minum obat terhadap kejadian kekambuhan
tingkat kepatuhan rendah berjumlah 23 (23,5%) orang pasien. Setelah dilakukan analisis bivariat dengan
responden. Pada hasil wawancara terlihat bahwa menggunakan uji statistik Chi Square, diperoleh nilai P
responden terbanyak adalah responden dengan tingkat = 0,000 (P = < 0,005) yang artinya terdapat hubungan
kepatuhan tinggi. Dari hasil wawancara ternyata yang signifikan antara kepatuhan minum obat terhadap
keluarga pasien sangat berperan dan selalu mendukung kejadian kekambuhan pada pasien skizofrenia yang
pasien seperti selalu menemani pasien ke rumah sakit berobat jalan di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
dan membantunya untuk selalu tepat waktu dalam Riau.
meminum obat. Responden dengan tingkat kepatuhan Pada Tabel 6 halaman 28 dapat terlihat jumlah
tinggi selalu kontrol untuk mengambil obat di rumah responden dengan tingkat kepatuhan tinggi berjumlah
sakit, patuh dalam meminum obat dan merasa nyaman 38 orang responden, yang terdiri dari 37 orang
dalam meminum obat. Responden dengan tingkat responden yang tidak pernah kambuh dan 1 orang
kepatuhan sedang mengaku tidak nyaman untuk selalu responden yang pernah mengalami kekambuhan.
meminum obatnya dan sering merasa bosan, sedangkan Responden dengan tingkat kepatuhan sedang
responden dengan tingkat kepatuhan rendah berjumlah 37 orang responden, yang terdiri dari 23
kebanyakan mengaku lupa untuk selalu meminum obat orang responden yang tidak pernah kambuh dan 14
dan perlu diingatkan oleh keluarga pasien. Menurut orang yang pernah mengalami kekambuhan.
penelitian yang dilakukan oleh Setiati, dkk (2017) yang Responden dengan tingkat kepatuhan rendah berjumlah
menyatakan bahwa pasien yang tidak patuh dalam 23 orang responden, yang terdiri dari 4 orang
pengobatan lebih berisiko mengalami kekambuhan. responden yang tidak pernah kambuh dan 19 orang
3. Analisis Karakteristik Kejadian responden yang pernah mengalami kekambuhan.
Kekambuhan Responden Berdasarkan hasil diatas dapat diketahui bahwa
Analisis kejadian kekambuhan pada responden semakin tinggi tingkat kepatuhan terapi pasien maka
dibagi menjadi 2 kategori yaitu tidak pernah kambuh akan semakin rendah pula risiko kekambuhannya.
(0) dan pernah kambuh ( > 1) dengan tujuan untuk Pada Tabel 6 halaman 28 dapat diketahui bahwa
melihat jumlah responden yang pernah mengalami responden dengan tingkat kepatuhan tinggi hanya 1
kekambuhan dan yang tidak pernah mengalami responden saja yang pernah mengalami kekambuhan,
kekambuhan. Berdasarkan hasil yang didapat pada sedangkan responden dengan tingkat kepatuhan sedang
Tabel 5 halaman 28 terlihat bahwa lebih banyak hampir setengahnya mengalami kekambuhan dan
responden yang tidak pernah mengalami kekambuhan responden dengan tingkat kepatuhan rendah hampir
yaitu berjumlah 64 (65,4%) responden sedangkan seluruhnya mengalami kekambuhan. Berdasarkan data
responden yang pernah mengalami kekambuhan terlihat bahwa kepatuhan minum obat yang tinggi pada
berjumlah 34 (34,6%) orang responden. Pada Tabel 5 pasien skizofrenia mempengaruhi kejadian
halaman 28 terlihat banyak responden tidak pernah kekambuhannya sehingga semakin patuh pasien
mengalami kekambuhan, hal ini dipengaruhi oleh meminum obat maka semakin kecil risiko terjadinya
peran dan dukungan dari keluarga kepada pasien. kekambuhan, sebaliknya jika semakin tidak patuh
Penelitian yang dilakukan oleh Maharani dan pasien dalam meminum obat maka semakin besar pula
Hardisal (2017) yang melihat faktor yang berhubungan risiko terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia.
dengan kekambuhan penderita skizofrenia di Rumah Penyakit ini memerlukan pengobatan seumur hidup
Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau, dari hasil uji statistik sehingga pasien harus patuh dalam pengobatan, dalam
Chi Square diperoleh nilai P value = 0,022 (< 0,05) hal ini peran keluarga sangat penting dalam proses
yang artinya terdapat hubungan signifikan antara pengobatan pasien.
dukungan keluarga terhadap kejadian kekambuhan Menurut Pratama, dkk (2015) kepatuhan minum
pada pasien skizofrenia. Dari hasil nilai OR = 2,861 obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
(95%) CL (1.243 – 6.581) yang berarti responden kekambuhan pada pasien skizofrenia. Berdasarkan
dengan keluarga yang tidak mendukung berisiko 2,8 hasil analisis menggunakan Chi Square menunjukkan
kali mengalami kekambuhan dibandingkan responden bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
yang mendapat dukungan dari keluarganya. kepatuhan minum obat dengan kekambuhan pada
B. Analisis Bivariat pasien skizofrenia, dengan nilai p value = 0,000 (α<
5
IJCCS ISSN: 1978-1520

0,05). Berdasarkan nilai Ratio Prevalence : 11 (95%) Savioli, W. K. 2009. The Relationship Between
CL : 1,69 – 76,7 yang berarti pasien yang tidak patuh Perceived Stress and Smoking Focus on
minum obat akan memiliki risiko 11 kali mengalami Skizofrenia and Comparative Subgroups
kekambuhan dibandingkan dengan pasien yang patuh Diagnosed With Mental Ilness. Cleveland State
minum obat. University.
Setiati,. Sumarni, DW dan Suryawati. 2017. Dukungan
KESIMPULAN
Sosial dan Kepatuhan Pengobatan Dengan
Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Purworejo.
yang signifikan antara kepatuhan minum obat terhadap BKM Journal Of Community Medicine and
kejadian kekambuhan dengan menggunakan uji Public Health. 33(6). 305 – 310.
statistik Chi Square didapat nilai P value = 0,000 (P < Steinberg, L. D. 2002. Adolescence. Sixth Edition. Mc-
0,005) yang artinya semakin tinggi tingkat kepatuhan Graw-HILL. New York.
maka akan semakin rendah risiko terjadinya Wahyudi, A. dan Fibriana, A. I. 2016. Faktor
kekambuhan. Terjadinya Skizofrenia (Studi Kasus di Wilayah
SARAN Kerja Puskesmas Pati). Public Health
a. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan agar Persfective Journal. 1(1). 1 – 12.
mencari metode yang dapat digunakan untuk Yulian, V. dan Muhlisin, A. 2008. Hubungan Antara
meningkatkan kepatuhan pada pasien. Support System keluarga dengan kepatuhan
b. Bagi pihak rumah sakit, diharapkan dapat Berobat Klien Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa
meningkatkan kepatuhan pasien dengan cara Daerah Surakarta. Jurnal Keperawatan. (4).
melakukan edukasi dan memonitoring terapi pada 213-220.
pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Adamo dan Peter, J. 2007. The Genotype and Weight
Lose. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anonima. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tentang
Kesehatan Jiwa. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Handayani, L., Febriani., Ramadhani, A., dan Saufi, A.
2015. Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa
Yogyakarta. Humanitas.13 (2). 135 – 148.
Hurlock, E. B. 2009. Psikologi Pengembangan : Suatu
Perkembangan Sepanjang Rentan Kehidupan.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Ikawati, Z. 2014. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf
Pusat. Bursa Ilmu. Yogyakarta.
Kaplan, H. I., Sadock, A. J., dan Grebb, J. A. 1997.
Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku
Psikiatri Klinis Jilid 1. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan.
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Pratama, Y., Syahrial. dan Ishak, S. 2015. Hubungan
Keluarga Pasien Terhadap Kekambuhan
Skizofrenia di Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) Rumah Sakit Jiwa Aceh. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 15 (2). 77 – 86.
Pelealu, A., Bidjuni, H. dan Wowiling, F. 2018.
Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Manado. Jurnal Keperawatan. 6
(1). 1-9

Anda mungkin juga menyukai