Anda di halaman 1dari 16

Ilmu al-Qira’at dan Perbedaan Qira’at

Angakatan 19

UIN SUSKA RIAU

Oleh :

M.ILHAM HATTA (11950111703)


M.FADIL MARTIAS (11950115110)

KELAS D
TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2020
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah
tentang ”Ilm al-Qira’at dan Perbedaan Qiraat”. Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membatu penulisan makalah ini.

Pekanbaru, 8 Maret 2020


Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Pengertian Qira’at.................................................................................................................3
B. Sejarah Perkembangan Qira’at.............................................................................................4
C. Macam-macam Qira’at.........................................................................................................5
D. Perbedaan Qira’at dengan Tajwid........................................................................................6
BAB III PENUTUP........................................................................................................................9
A. Kesimpulan...........................................................................................................................9
B. Saran.....................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Qiraat merupakan salah satu cabang ilmu dalam ‘Ulum al-Qur’an, namun tidak banyak
orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya kalangan akademik.
Banyak faktor yang menyebabkan hal itu,  di antaranya adalah, ilmu ini tidak berhubungan
langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari; tidak seperti ilmu fiqih, hadis,
dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Hal
ini dikarenakan ilmu qira’at tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung
dengan halal-haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.

Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus diketahui oleh
peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-Qur’an secara mendalam dalam
banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari ayat-ayat al-Qur’an merupakan salah satu
kunci memasuki gerbang ilmu ini; pengetahuan bahasa Arab yang mendalam dan luas dalam
berbagai seginya, juga merupakan alat pokok dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai
macam qiraat dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini. Hal-hal inilah
barangkali yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.

Meskipun demikian keadaannya, ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali, menjaga
dan mengajarkan berbagai “cara membaca” al-Qur’an yang benar sesuai dengan yang telah
diajarkan Rasulullah SAW. Qira’at al-Qur‟an juga suatu rangkaian kalimat yang serasi satu
dengan yang lainnya. Keserasian kalimat antar kalimat, ayat antar ayat sampai kepada surat antar
surat membuat al-Qur‟an dijuluki suatu rangkain syair yang begitu indah mustahil untuk
diserupai. Dalam rangkaian Ulumul Qur‟an, keserasian dalam al Qur‟an disebut munasabah al-
Qur‟an. Para ahli qiraat telah mencurahkan segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu
ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya
kemungkinan penyelewengan dan masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian

1
al-Qur’an. Tulisan singkat ini akan memaparkan secara global tentang ilmu Qira’at al-Qur’an,
dapat dikatakan sebagai pengenalan awal terhadap Ilmu Qira’at al-Qur’an.

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian Qira’at?


2. Bagaimana sejarah perkembangan Qira’at?
3. Apa saja macam-macam Qira’at?
4. Apa perbedaan Qira’at dengan tajwid
C. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian Qira’at


2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Qira’at
3. Untuk mengetahui macam-macam Qira’at
4. Untuk mengetahui perbedaan Qira’at dengan tajwid

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Qira’at

Menurut bahasa, qira’at (‫ )قراءات‬adalah bentuk jamak dari qira’ah (‫ )قراءة‬yang merupakan


isim masdar dari qaraa (‫)قرأ‬, yang artinya : bacaan. Pengertian qira’at  menurut istilah cukup
beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama
tersebut. Berikut ini pengertian Qira’at dari para ulama.

1. Menurut al – Zarqani:

“Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya
dalam pengucapan Al-Qur’an al-Karim serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalur
daripadanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf-huruf maupun dalam pengucapan
keadaan-keadaannya.”

Definisi ini mengandung tiga unsur pokok. Pertama, qira’at dimaksudkan


menyangkut bacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Cara membaca Al-Qur’an berbeda dari satu
imam dengan imam qira’ah lainnya. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam suatu
mazhab qira’ah didasarkan atas riwayat dan bukan atas qias atau ijtihad. Ketiga, perbedaan
antara qira’ah-qira’ah bisa terjadi dalam pengucapan huruf-huruf dan pengucapannya
dalam berbagai keadaan.
2. Menurut Ibnu al-Jazari:

“Qira’at adalah pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur’an


dan perbedaannya dengan membangsakaanya kepada penukilnya.”

3. Menurut az-Zarkasyi:

4
“Qiraat adalah perbedaan cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Quran, baik menyangkut
huruf-huruf atau pengucapan huruf-huruf tersebut,seperti takhfif (meringankan), tatsqil
(memberatkan), dan atau yang lainnya.”
4. Menurut al-Qasthalani :
“Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama
yang menyangkut persoalan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat, fashl, dan washl yang
kesemuanya diperoleh secara periwayatan.”
Perbedaan cara pendefenisian di atas sebenarnya berada pada satu kerangka yang
sama, yaitu bahwa ada beberapa cara melafalkan Al-Qur’an walaupun sama-sama berasal
dari satu sumber, yaitu nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, dari penjelasan-penjelasan di atas, maka ada tiga qira’at yang
dapat ditangkap dari definisi diatas, yaitu :
1. Qira’at berkaitan dengan cara penafalan ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan
salah seorang iman dan berbeda cara yang dilakukan imam-imam lainnya.
2. Cara penafalan ayat-ayat Al-Qur’an itu berdasarkan atas riwayat yang
bersambung kepada  Nabi.    Jadi, bersifat tauqifi, bukan ijtihadi.
3. Ruang lingkup perbedaan qira’at itu menyangkut persolan lughat, hadzaf,
4. I’rab, itsbat, fashl, dan washil.
B. Sejarah Perkembangan Qira’at

Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu qira’at ini dimulai dengan adanya
perbedaan pendapat tentang  waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua pendapat tentang hal
ini:

1. Qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an. Alasannya


adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah Makkiyah di mana terdapat
juga di dalamnya qira’at sebagaimana yang terdapat pada surat-surat Madaniyah. Hal ini
menunjukkan bahwa qira’at itu sudah mulai diturunkan sejak di Makkah.
2. Qira’at mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah, dimana orang-orang yang
masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda ungkapan bahasa Arab dan dialeknya.
Pendapat ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab
5
shahihnya, demikian juga Ibn Jarir al-Tabari dalam kitab tafsirnya. Hadis yang panjang
tersebut menunjukkan tentang waktu dibolehkannya membaca al-Qur’an dengan tujuh
huruf adalah sesudah Hijrah, sebab sumber air Bani Gaffar – yang disebutkan dalam
hadis tersebut--terletak di dekat kota Madinah.

Kuatnya pendapat yang kedua ini tidak berarti menolak membaca surat-surat yang
diturunkan di Makkah dalam tujuh huruf, karena ada hadis yang menceritakan tentang adanya
perselisihan dalam bacaan surat al-Furqan yang termasuk dalam surat Makkiyah, jadi jelas
bahwa dalam surat-surat Makkiyah juga dalam tujuh huruf.

6
C. Macam-macam Qira’at

Teori asal usul munculnya macam-macam qira’at yaitu bahwa bahwa sekelompok orang
tertentu di zaman Rasul menekuni bacaan (qira’at) Al-Quran, mengajarkan dan mempelajarinya.
Mereka selalu ingin mengetahui ayat-ayat yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi
Muhammad SAW kemudian menghafalkannya. Dan terkadang mereka membaca ayat-ayat itu di
hadapan Nabi agar disimak.

Sebagian mereka menjadi guru. Orang-orang yang belajar qira’at kepada mereka


meriwayatkannya dengan menyebutkan sanad-nya dan mereka sering
menghafalkan qira’at yang diriwayatkan dari seorang guru. Penghafalan dan periwayatan seperti
ini memang sesuai untuk masa itu, karena tulisan yang digunakan pada waktu itu adalah
tulisan kufi. Dalam tulisan ini satu kata dapat dibaca dengan beberapa cara. Oleh karena itu,
harus belajar langsung kepada guru, kemudian menghafalkan dan meriwayatkan.

Selain itu, kebanyakan orang pada waktu itu masih buta huruf, tidak bisa tulis-baca dan
belum mengenal cara menjaga pelajaran selain menghafal dan meriwayatkan. Cara ini juga terus
diikuti dalam masa-masa berikutnya.

Kelompok pertama para qurra’ adalah para qurra’ dari kalangan sahabat Nabi yang tekun


mengajar dan belajar di masa hidup beliau. Mereka itu antara lain yang terkemuka adalah
Usman, Ali, Ubay bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari.

Kelompok kedua adalah murid-murid dari kelompok pertama. Mereka ini adalah dari
generasi tabi’in dan mempunyaihalqah (kelas belajar) di kota-kota Makkah, Madinah, Kufah,
Basrah dan Suriah. Ke kota-kota inilah Mus-haf Imam dikirimkan.

Kelompok ketiga adalah para qurrai yang hidup kurang lebih pertengahan pertama abad
kedua hijrah. Mereka itu adalah sekelompok imam qurra’ yang belajar kepada kelompok kedua.

7
Di antara para qurra’ kelompok ketiga yang paling banyak dikenal adalah tujuh orang
imam qira’at. Mereka ini menjadi rujukan dalam ilmu qira’at dan mengalahkan imam-imam
yang lain. Dari masing-masing tujuh imam itu dikenal dua orang perawi di antara sekian banyak
perawi yang tidak bisa dihitung jumlahnya. Nama-nama tujuh imam dan dua orang perawinya itu
adalah sebagai berikut:

1. Ibnu   Katsir dari Makkah. Dua orang perawinya adalah Qanbul dan Bazzi yang
meriwayatkan qira’at darinya melalui seorang perantara.
2. Nafi’ dari Madman. Dua orang perawinya adalah Qalun dan Warasy.
3. Ashim dari Kufah. Dua orang perawinya adalah Abu Bakar Syu’bah bin al-‘Iyasy dan
Hafs. Al-Qur’an yang ada di kalangan kaum Muslimin dewasa ini adalah
memakai qira’at Ashim yang diriwayatkan oleh Hafs.
4.  Hamzah dari Kufah. Dua orang perawinya adalah Khalf dan Khalaad yang
meriwayatkan qira’at darinya melalui satu perantara.
5. Al-Kisa’i dari Kufah. Dua orang perawinya adalah Dauri dan Abul Harits.
6. Abu Amr bin al- ‘Ala’ dari Basrah. Dua orang perawinya adalah Dauri dan Sausi yang
meriwayatkan qira’atdarinya melalui seorang perantara.
7. Ibnu ‘Amir. Dua orang perawinya adalah Hisyam dan Ibnu Zakwan yang meriwayatkan
melalui satu perantara.

Kemasyhuran qira’at sab’ah (tujuh qira’at yang diriwayatkan dari tujuh imam qira’at di


atas) diiringi oleh tiga qira’at lain yang diriwayatkan dari Abu Ja’far, Ya’kub dari Khalaf.
D. Perbedaan Qira’at dengan Tajwid

Ada dua term dalam bacaan Al-Qur’an yang masih menjadi sorortan para pengaji ilmu Al-
Qur’an, yaitu term tajwid dan ilmu qira’at. Di satu sisi, qira’at adalah sebuah term yang memiliki
akses besar dalam kajian bacaan Al-Qur’an, bahkan tidak berlebihan jika ada adagium
mengatakan bahwa seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan dalam bacaan Al-Qur’an tanpa
mengetahui ilmu qira’at.

8
Sementara di sisi yang lain, ilmu tajwid merupakan term yang sangat penting dalam bacaan
Al-Qur’an bahkan tidak berlebihan jika Imam al-Jazari mengatakan bahwa seorang yang
membaca Al-Qur’an tanpa menggunakan ilmu tajwid, maka ia berdosa.

Selain itu, Qira’at adalah sebuah bacaan yang memiliki jalur yang sah dan otentik yang
bersambung kepada Nabi Muhammad, baik melalui periwayatan maupun penukilan. Bacaan ini
bersumber dari Nabi secara langsung yang kemudian riwayatkan kepada generasi tabi’in oleh
para sahabat hingga sampai kepada kita. Dalam ilmu qira’at memiliki objek kajian yang terfokus
dua aspek, yaitu: pertama, kajian yang menyangkut pada kalimat-kalimat Al-Qur’an yang
bersifat komprehensif, seperti bacaan panjang, pendek, tashil, idgham, imalah, taqlil, dan lain-
lainnya. Kajian ini dalam ilmu qira’at disebut “Usul al-Qira’at”.

Sedangkan yang kedua yaitu kajian yang terkait pada aspek kalimat-kalimat Al-Qur’an
yang bersifat parsial, yaitu seperti membaca lafadz (‫)مالك‬, al-Baqarah: 3. Pada lafadz ini Imam
Asim dan Imam al-Kisa’i membaca panjang huruf mim, yang berarti pemilik. Sementara Imam-
imam yang lainnya membaca pendek huruf mim yang berarti penguasa. Dalam lafadz (‫ )مالك‬ini
hanya berlaku pada surat al-Baqarah saja meskipun pada surat-surat yang lain ditemukan lafadz-
lafadz seperti di atas. Kajian yang kedua ini disebut dengan al-Furu’ atau al-Furusy.

Sementara pengertian tajwid dalam bahasanya berasal dari kata “jawwada”, yang memiliki
arti memperindah atau memperbagus. Sedangkan secara istilah, para ulama memberikan
pengertian tajwid sebagaimana berikut:

1. Menurut imam al-Suyuthi

“Tajwid adalah mengucapkan huruf sesuai hak-haknya dan tertibnya, dan


mengembalikannya kepada makhraj dan asalnya, dan melembutkan bacaanya secara
sempuran tanpa berlebih-lebihan, serampangan, tergesa-gesa dan dipaksakan”.

2. Menurut Sayyid al-Murshifi

9
“mengucapkan setiap huruf-huruf dari makhrajnya dan memberikannya sesuai
dengan hak-haknya dan hak-haknya yang baru timbul”.

Adapun yang dimaksud dengan “haqqul huruf” adalah sifat yang melekat dan tetap pada
sebuah huruf, seperti jahr, shiddah, isti’la’, istifal, ithbâq, qalqalah, dan lain-lain. Sedangkan
yang dimaksud dengan “mustahiqqul huruf” adalah sifat-sifat yang baru timbul sebab suatu
keadaan, seperti tipis (tarqîq) tebal (tafkhîm) dan lain-lain.

Sementara objek pembahasan dalam ilmu tajwid lebih fokus pada ruang lingkup
pengucapan sifat dan makhraj huruf dalam Al-Qur’an. Sementara pada qira’at lebih fokus pada
pengucapan kalimat-kalimat Al-Qur’an, baik perubahan huruf maupun harakat yang sifatnya
melalui penukilan dari seorang perawi maupun imam secara mutawatir. Seperti misalnya dalam
lafadz ( ‫) يحزنك‬, dalam hal ini, tajwid lebih fokus pada pengucapan sifat dan makhraj huruf serta
bacaan ikhfa’ yang meliputi kadar dengungnya, durasi dan tingkat tebal dan tipis dalam
pengucapan ikhfa’nya. Sementara dalam qira’at lebih fokus pada sisi periwayatannya, apakah
dalam lafadz itu, huruf ya’-nya dibaca dhammah dan huruf zay-nya dibaca kasrah atau huruf ya’-
nya dibaca fathah dan huruf zay-nya dibaca dhammah. Dari pembahasan diatas maka dapat
diambil perbedaan sebagai berikut:

1. Qira’at mengaji tentang kalimat-kalimat Al-Qur’an yang bersifat parsial, perbedaan


bacaan dan dialek kebahasaan. Sedangkan ilmu tajwid lebih menekankan pada aspek
kalimat-kalimat Al-Qur’an dari sisi makhraj dan sifat-sifat huruf dan teknis
memperindah bacaan.
2. Qira’at berpegang pada riwayat (rantai sanad) sedangkan tajwid berpedoman pada
dirayat (disiplin ilmu).
3. Qira’at dari sisi fokus pada penukilan dan periwayatan, sementara tajwid fokus
kemampuan seorang qari’ dalam menganalisis tingkat kadar suara huruf dan sifat-
sifatnya, baik saat sendirian maupun saat menjadi susunan kata dengan kalimat lain.

Adapun dari segi persamaan dapat diambil sebagai berikut:

10
1. Kesamaan antara qira’at dan tajwid adalah keduanya sama-sama mengaji tentang
Usuliyyat al-Qira’at, seperti idgham, idhhar hukum nun sukun dan tanwin, dan lain
lain. Maka dari itu, tajwid adalah bagian dari qira’at.

11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian materi diatas maka dapat penulis simpulkan :

1. Qiraat merupakan salah satu cabang ilmu dalam ‘Ulum al-Qur’an.


2. Sejarah dan perkembangan ilmu qira’at ini dimulai dengan adanya perbedaan pendapat
tentang  waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua pendapat tentang hal ini : a)
Qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an. b) Qira’at
mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah.
3. Qira’at sab’ah (tujuh qira’at yang diriwayatkan dari tujuh imam qira’at) diiringi oleh
tiga qira’at lain yang diriwayatkan dari Abu Ja’far, Ya’kub dari Khalaf.
4. a) Qira’at mengaji tentang kalimat-kalimat Al-Qur’an yang bersifat parsial, perbedaan
bacaan dan dialek kebahasaan. Sedangkan ilmu tajwid lebih menekankan pada aspek
kalimat-kalimat Al-Qur’an dari sisi makhraj dan sifat-sifat huruf dan teknis
memperindah bacaan. b) Qira’at berpegang pada riwayat (rantai sanad) sedangkan
tajwid berpedoman pada dirayat (disiplin ilmu). c) Qira’at dari sisi fokus pada
penukilan dan periwayatan, sementara tajwid fokus kemampuan seorang qari’ dalam
menganalisis tingkat kadar suara huruf dan sifat-sifatnya, baik saat sendirian maupun
saat menjadi susunan kata dengan kalimat lain.
B. Saran

Dari makalah ini, dapat dilakukan penelitian mengenai pengertiian nasikh dan mansukh,
syarat dan macamnya, dan kemungkinan terjadinya.

12
DAFTAR PUSTAKA

as-Shalih, Subhi. 1990. Membahas Ilmu-ilmu al-Quran. Jakarta:Pustaka Firdaus.

Abdul, Ramli. 1993. Ulumul Qur’an. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Abdullah Mawardi. 2011. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Anwar, Rosihon,  2010. Ulum Al-Qur’an, Bandung: CV Pustaka Setia.

13

Anda mungkin juga menyukai