Gambaran Umum Ilmu Qiroat Bagian
Gambaran Umum Ilmu Qiroat Bagian
Tugas Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Qiro‟at I
Disusun oleh :
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah yang maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan kepada kami karena bisa menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam
semoga tercurah limpahkan kepada nabi besar kita Muhammad SAW,yang telah
membawa kita sebagai umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang
benderang ini.
Kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu, Ibu Hana Natasya, M.A. serta
kepada teman-teman kami yang telah membantu menyelesaikan dalam tugas makalah
bahasa Indonesia ini. Selain itu juga kami berharap semoga makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca.
Kami mengucapkan terimakasih banyak kepada Ibu Hana Natasya, M.A. selaku
dosen Ilmu Qiro‟at 1. Tugas yang diberikan kepada kami ini dapat menambah wawasan
terkait bidang yang kami tulis. Kami juga mengucapakan terimakasih banyak kepada
semua pihak yang telah membantu membuat proses pembuatan tugas makalah ini.
Penulis sadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kritik dan
saran dari teman-teman semua yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………1
1.1 LatarBelakang……………………………………………………………………….1
1.2 RumusanMasalah…………………………………………………………………...1
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………...
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………..……9
3.2 Saran…………………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Qiraat merupakan salah satu cabang ilmu dalam „Ulum al-Qur‟an, namun tidak
banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya
kalangan akademik. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, di antaranya adalah,
ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-
hari; tidak seperti ilmu fiqih, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan
berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ilmu qira‟at
tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan halal-haram
atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus
diketahui oleh peminat ilmu qira‟at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-Qur‟an
secara mendalam dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari ayat-ayat al-
Qur‟an merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini; pengetahuan bahasa
Arab yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga merupakan alat pokok
dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai macam qiraat dan para perawinya
adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini. Hal-hal inilah barangkali yang
menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Berbagai versi Qira‟at yang beredar di kalangan umat Islam yang diriwayatkan
oleh para qari, diantaranya ada yang sesuai dengan riwayat yang berasal dari
Rasulullah, ada pula qira‟at yang bersumber dari Nabi tapi periwayatannya ahad
(perorangan), disamping ada pula qira‟at yang menyimpang dari system periwayatn.
Untuk menentukan kualitas qira‟at, ada ketentuan untuk menilai sah atau tidaknya
qira‟at, yang disebut dengan syarat-syarat diterimanya qira‟at.1 Yang dimana akan
dibahas juga apa saja macam-macam qiro‟at.
Para ulama qira‟at membuat syarat-syarat bagi qira‟at yang dapat diterima.
Untuk membedakan antara yang benar dan qira‟at yang aneh (syazzah), para ulama
membuat 3 syarat bagi qira‟at yang benar :
a) Qira‟at itu sesuai dengan Bahasa Arab sekalipun menurut satu versi.
b) Qira‟at itu sesuai dengan salah satu mushaf-mushaf utsmani sekalipun
secara potensial (potensial).
c) Bahwa sahih sanadnya baik diriwayatkan dari imam qira‟at yang tujuh dan
yang sepuluh maupun dari imam-imam yang diterima selain mereka. Setiap
qira‟at yang memenuhi kriteria di atas adalah qira‟at yang benar yang tidak
boleh ditolak dan harus diterima. Namun bila kurang dari ketiga syarat diatas
disebut qira‟at syazzah (abnormal).2
1 Romlah Widyati, dkk., “Ilmu Qiro‟at 1, Memahami Bacaan Imam Qiro‟at Tujuh”, (Ciputat: IIQ Jakarta
Press, 2018), hal. 17-18.
2 Iwan Romadhan Sitorus, “Asal Usul Ilmu Qira‟at,” EL-AFKAR : Jurnal Pemikiran Keislaman dan
Tafsir Hadis 7, no. 1 (9 Juni 2018): 75, https://doi.org/10.29300/jpkth.v7i1.1589.
2
Syarat pertama, sesuai dengan tata bahasa Arab, yaitu kesesuaian, walaupun
hanya satu wajah, terhadap salah satu kaedah nahwu yang berkembang. Sebab
dalam kaitan ini, kadang ditemukan suatu qirâ'ât mutawatirah dinilai oleh satu
kelompok tidak sesuai dengan kaedah bahasa Arab, sehingga meletakkan
kedudukan qira'at tidak shahih, tetapi boleh kelompok lain dinilai sesuai dengan
kaedah bahasa. Hal ini tidak boleh terjadi, sebab qira'at bukanlah sastra yang bebas
diubah oleh sembarang orang, namun qira'at merupakan suatu nas yang harus
dipatuhi (sunnah muttaba'ah).
Syarat kedua, mempunyai sanad shahih. Kesahihan sanad adalah inti utama
sebuah qira'at karena qira'at dasarnya tauqifi bukan berdasarkan pada ra'yu. Jika
suatu qira'åt mempunyai sanad sahih, maka boleh diterima. Terhadap syarat
kesahihan sanad ini, sebagian ulama mensyaratkan periwayatan qirâ'ât harus
mutawatir, karena dimungkinkan suatu qira'at mempunyai sanad sahih tetapi tidak
diriwayatkan secara mutawatir, sebagaimana halnya qira'at ahad yang diriwayatkan
oleh sahabat-sahabat kepercayaan Nabi. Berdasarkan tinjauan periwayatan ini,
ulama pun berbeda pendapat dalam menentukan status qira'at yang beredar, yaitu
sab'ah, 'asyrah dan arba'a 'asyar, juga berbeda dalam meletakkan qira'at ahad
sebagai hujjah atau dalil (petunjuk) dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an maupun
sebagai sarana istinbath hukum.
Syarat ketiga, sesuai dengan rasm mushaf 'Utsmâni, yaitu sesuai dengan salah
satu rasm mushaf 'Utsmâni yang beredar di wilayah-wilayah Islam. Sebab pada
proses penulisan mushaf 'Utsmâni, para sahabat telah berupaya menyesuaikan
antara bentuk tulisan dengan qira'at, mengingat ada sebagian lafazh yang bisa
diakomodir dengan satu bentuk tulisan, seperti kata سلمbisa dibaca silmi dan salmi,
dan ada yang tidak bisa diakomodir dengan satu bentuk tulisan, misalnya pada
firman Allah QS. Al-Taubah/9: 100, ada yang membaca dengan menambahkan من
Hal demikian tidak bisa disatukan, karenanya mushaf yang dikirim khalifah ke
Makkah dijumpai dengan menambah (ziyadah) min, sementara mushaf lainnya
tanpa min.
3
Jika sebuah qira'at telah memenuhi ketiga kriteria di atas, maka qira'at tersebut
dikategorikan sebagai qira 'ât shahihah. Hal ini untuk membedakannya dengan
beberapa qira'at yang dha'ifah atau syadz, bahkan yang batil. Tidak tepat pendapat
yang mengatakan bahwa syarat kesahihan sebuah qira'at hanya tergantung pada
kepatuhannya pada kaedah-kaedah ilmu nahwu. Sebab kaedah ilmu nahwu yang
disusun oleh manusia tidak menentukan sahih atau dha'if-nya susunan lafazh Al-
Qur'an.3
2. Macam-Macam Qira’at
Pembagian macam-macam Qiro‟at ada 2 kategori, yaitu dari segi kuantitas dan
segi kualitas.
I. Segi Kuantitas
Ada 3 macam Qiro‟at dari segi kuantitas, yaitu : Qira‟ah Sab‟ah (Qiro‟ah
Tujuh), Qiro‟ah „Asyrah (Qiro‟ah Sepuluh), dan Qiro‟ah Arba‟ „Asyar
(Qiro‟ah Empat Belas).
Ia membaca al-Qur‟an dari Abdullah bin Al-Sa‟ib, Mujahid bin Jabr, dan
Dirbas. Abdullah bin Al-Sa‟ib membaca dari Ubay bin Ka‟ab dan Umar bin
3 Romlah Widyati, dkk., “Ilmu Qiro‟at 1, Memahami Bacaan Imam Qiro‟at Tujuh”, (Ciputat: IIQ Jakarta
Press, 2018), hal. 17-18.
4
Khattab.Mujahid bin Jabr dan Dirbas membaca dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas
membaca dari Ubay bin Ka‟ab, Umar bin Khattab dan Zaid bin Sabit membaca
dari Nabi SAW. Dua orang rawi qira‟at Ibnu Kasir adalah Al Bazzi dan Qunbul.
3. Qira’at Ashim
Ia membaca al-Qur‟an dari Abu Ja‟far Yazid bin Qa‟qa dan Hasan Al-
Bashri. Hasan Al-Bashri membaca dari Al-Haththan dan Abu Aliyah. Abu Al-
Aliyah membaca dari Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka‟ab. Kedua sahabat
yang terakhir disebut ini membaca al-Qur‟an dari Nabi SAW. Dua orang rawi
qira‟at „Amr adalah Al-Duri dan Al-Susi.
5. Qira’at Hamzah
6. Qira’at Nafi’
7. Qira’at Al-Kisa’i
Beliau membaca Al-Qur‟an dari Hamzah , Syu‟bah, Ismail bin Ja‟far, dan
lain-lain. Mereka semua bersambung sanad-nya kepada Nabi SAW. Dua orang
rawi qira‟at Al- Kisa‟i adalah Al-Duri dan Abu Al-Haris.
5
b) Qiro‟ah „Asyrah (Qiro‟ah Sepuluh)
Ialah qira‟at yang disandarkan kepada sepuluh orang ahli qira‟at,
yaitu tujuh orang yang tersebut dalam qira‟at sab‟ah ditambah
dengan tiga orang lagi, yaitu:
1. Abu Ja’far, nama lengkapnya adalah Yazid bin Al-Qa‟qa Al-Makhzumi Al-
Madani. Ia memperoleh qira‟at dari Abdullah bin Ayyasy bin Rabi‟ah,
Abdullah bin Abbsa, dan Abu Hurairah. Mereka berdua memperolehnya dari
Ubay bin Ka‟ab, sedangkan Ubay memperolehnya langsung dari Nabi.
2. Ya’qub (117-205 H). Nama lengkapnya adalah Ya‟qub bin Ishaq bin Yazid
bin Abdullah bin Abu Ishaq AlHadrami Al-Bashri. Ia memperoleh qira‟at
dari banyak orang yang sanadnya bertemu pada Abu Musa AlAsy‟ari dan
Ibn Abbas, yang membacanya langsung dari Rasulullah SAW.
3. Khallaf bin Hisyam. Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Khalaf bin
Hisyam bin Tsa‟lab Al-Bazzaz Al-Baghdadi. Ia menerima qira‟at dari
Sulaiman bin Isa bin Habib.
6
II. Segi Kualitas
7
b) Riwayah, yaitu nama bacaan yang hanya berasal dari salah seorang
perawinya sendiri;
c) Thariq, nama untuk bacaan yang sanadnya terdiri dari orang-orang yang
sesudah para perawinya sendiri;
d) Wajah, yaitu nama untuk bacaan terhadap al-Qur‟an yang tidak didasarkan
sifat-sifat tersebut, melainkan berdasarkan pilihan pembacanya sendiri.4
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berbagai versi Qira‟at yang beredar di kalangan umat Islam yang diriwayatkan oleh
para qari, diantaranya ada yang sesuai dengan riwayat yang berasal dari Rasulullah,
ada pula qira‟at yang bersumber dari Nabi tapi periwayatannya ahad (perorangan),
disamping ada pula qira‟at yang menyimpang dari system periwayatn. Untuk
menentukan kualitas qira‟at, ada ketentuan untuk menilai sah atau tidaknya qira‟at,
yang disebut dengan syarat-syarat diterimanya qira‟at. Yang dimana didalamnya juga
membahas tentang macam-macam qira‟at.
3.2 Saran
Sebagaimana yang kami sadari bahwa makalah yang kami susun ini masih
sangatlah jauh dari kata sempurna serta masih perlu diperbaiki kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Dan kami berharap kepada para pembaca agar dapat memberikan
kritik maupun saran yang membangun sehingga kami bisa menjadi lebih baik lagi
kedepannya nanti.
9
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Hj. Romlah Widyati, d. (2018). Ilmu Qiro'at 1: Memahami Bacaan Ilmu QIro'at
Tujuh. Ciputat: IIQ Jakarta Press.
Sitorus, I. R. (2018, Juni 09). Asal-Usul Ilmu Qiro'at. El-Afkar: Jurnal Pemikiran
Keislaman dan Tafsir Hadis 7(01), 75.
10