Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ULUM AL-QUR’AN

“AL – QIRA’AT DAN PARA AHLINYA”

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulum Al-Qur’an yang diampu oleh
Bapak Dr. Ibnu Muhdir. M.Ag.

Disusun Oleh:

Dzakwan Abdul Kudus A. (21108020053)


Arfidah Yulianasari (21108020054)
Kuni Faida (21108020055)

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2021
 
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Pengertian Qira’at ..................................................................................... 3
B. Perbedaan Qira’at dan Al-Qur’an ................................................................................. 5
C. Pembagian Qira’at ........................................................................................................ 6
D. Para Ahli Qira’at ........................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Al – Qira’at Dan Para
Ahlinya” dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Ulum Al-Qur’an. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga penulis tentang Al-Qira’at dan Para Ahlinya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ibnu Muhdir M.Ag selaku dosen
pengampu mata kuliah Ulum Al-Qur’an dan semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kendal, 20 September 2021

Penulis

ii
BAB I
PENDAHALUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Arab merupakan komunitas dari berbagai suku yang tersebar di sepanjang
Jazirah Arab, sehingga mempunyai dialek atau lahjah yang berbeda dengan suku-suku
lainnya. Perbedaan dialek tersebut tentunya sesuai dengan letak geografi dan
sosiokultural dari masing-masing suku. Penyebab utamanya adalah karena pekerjaan
orang-orang Quaraisy adalah berdagang sehingga mereka banyak bergaul dengan warga
yang melakukan ibadah Haji. Berarti secara tidak langsung orang-orang Quraisy
mengambil sebagaian dialek dan bahasa dari pendatang di Quraisy. Dengan adanya
perbedaan dialek atau lahjah itu membawa konsekuen lahirnya bermacam-macam
bacaan (qira’at) dalam melafazkan ayat-ayat AlQur’an, sehingga dapat dipahami alasan
Allah SWT.
Istilah qira’at yang biasa digunakan adalah cara pengucapan lafaz dari ayat-ayat al-
Quran melalui jalur penuturan tertentu. Jalur penuturan itu meskipun berbeda karena
mengikuti mazhab (aliran) para iman qira’at, tetapi semuanya mengacu pada bacaan
yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Qira’at merupakan salah satu cabang ilmu
dalam ‘Ulum al-Qur’an, namun tidak banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali
orang-orang kalangan akademik. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, di antaranya
adalah ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia
sehari-hari; tidak seperti ilmu fiqih, hadis, dan tafsir misalnya, yang dapat dikatakan
berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ilmu qira’at tidak
mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan halal-haram atau
hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus
diketahui oleh peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-Qur’an
secara mendalam dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari ayat-ayat al-
Qur’an merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini; pengetahuan bahasa
Arab yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga merupakan alat pokok
dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai macam qiraat dan para perawinya
adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini.

1
B. Rumusan Masalah
Dari pembahasan latar belakang diatas, maka penulis bermaksud membahas materi yang
terangkum dalam rumusan pembahasan sebagai berikut :
1. Apa sejarah dan pengertian qi’raat ?
2. Bagaimana perbedaan antara qira’at dan Al-Qur’an?
3. Apa saja pembagian qira’at?
4. Siapa saja ahli-ahli dalam qira’at?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami sejarah dan pengertian qira’at.
2. Mengetahui mengenai perbedaan antara qira’at dan Al-Qur’an.
3. Mengetahui macam-macam qira’at.
4. Mengetahui mengenai para ahli dalam qira’at.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Pengertian Qira’at


1. Sejarah Qira’at Al-Qur’an
Nabi Saw menerima Al-Qur’an dari malaikat Jibril AS secara berangsur-
angsur selama lebih kurang 23 tahun. Sejarah mencatat bahwa selama kurun waktu
tersebut Nabi tidak hanya menetap di Makkah, namun sering bepergian dan hijrah ke
kota lain, seperti Madinah. Proses turunnya Al-Qur’an dan perjalanan dakwah Nabi
tersebut tentu sangat berpengaruh pada sejarah dan perkembangan qira’at.
Di kalangan ulama, terdapat dua pendapat yang menjelaskan tentang kapan
mulai munculnya qira’at, pendapat itu adalah sebagai berikut :
Pertama, qira’at turun di Makkah bersama permulaan turunnya wahyu Al-
Qur’an. Pendapat ini berargumen bahwa kebanyakan surat Al-Qur’an turun di
Makkah dan di dalamnya terdapat qira’at, namun tidak demikian dengan surat-surat
yang turun di Madinah. Menurut mereka, inilah yang menunjukkan bahwa qira’at
diturunkan di Makkah.
Kedua, qira’at diturunkan di Madinah setelah Nabi hijrah. Pendapat kedua ini
beralasan bahwa dengan banyaknya orang-orang yang masuk Islam dari berbagai
suku dan kalangan dengan bahasa dan lahjat mereka masing-masing, maka Allah
SWT memberi kemudahan untuk membaca Al-Qur’an dengan tujuh huruf (sab‘atu
ahruf). Disamping itu, ada pula hadis yang menceritakan Nabi memohon kepada
Jibril untuk diberi keringanan membaca Al-Qur’an lebih dari satu huruf
sebagaimana yang sudah penulis cantumkan pada bab pertama. Hadis tersebut turun
di suatu tempat yang bernama Adah Bani Gafar, yakni perairan (anak sungai) yang
dekat dengan Madinah. Menurut pendapat kedua, hadis ini menunjukkan bahwa
qira’at awalnya diturunkan di Madinah.
Kedua pendapat di atas sama-sama kuat, namun masih bisa dikompromikan
dengan mengacu kepada makna qira’at itu sendiri. Apakah yang dimaksud itu qira’at
dalam arti luas atau qira’at dalam arti sempit. Pendapat pertama merujuk pada
pengertian qira’at dalam arti luas, karena qira’at tidak hanya sebatas perbedaan-
perbedaan, namun juga kesamaan bacaan Al-Qur’an. Adapun pendapat kedua
mengindikasikan qira’at dipahami dalam arti sempit yang hanya mencakup
perbedaan bacaan karena adanya perbedaan dialek.

4
Analisis tempat yang menjadi awal mula turunnya qira’at di atas
menginformasikan bahwa qira’at sudah ada semenjak masa Nabi, ini sekaligus
membantah anggapan kalangan yang mengatakan bahwa qira’at merupakan hasil
karangan dari para Imam qira’at. Masa selanjutnya, qira’at terus mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu.

2. Pengertian Qira’at Al-Qur’an


Secara etimologis qira’at merupakan bentuk jama’ dari qiraah dan juga
merupakan masdar dari qara-a yaqra-u qiraatan, menurut ar-Raghib dalam kitabnya
Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an yang berarti dham al-huruf wa al-kalimat
ba’dhihaa ila ba’dhin fi at-tartil (mengabungkan antara huruf dan kalimat satu sama
lain dalam bacaan).
Dalam KBBI qiraah berarti bacaan atau membaca. Sedangkan secara
terminologis yang dimaksud qiraah adalah cara membaca al-Qur’an oleh seoranng
imam ahli qiraah berbeda dengan cara baca imam yang lain. az-Zarqani dalam
kitabnya Manahil al-Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an mendefinisikan qiraah sebagai
berikut :
“Suatu cara membaca al-Qur’an al-Karim dari seoramg Imam ahli qiraah yang
berbeda dalam cara membaca dengan cara membaca imam yang lainnya, sekalipun
riwayat dan jalur periwatannya sama, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf
ataupun bentuknya.”
Ash-Shabuni menambahkan dalam definisinya tentang qiraah dengan
menyebutkan bahwa cara baca al-Qur’an itu harus mempunyai sanad yang sampai
Rasulullah SAW.
“Cara membaca al-Qur’an dari seorang Imam ahli qiraah yang berbeda
dengan cara membaca Imam yang lainnya berdasarkan sanad yang menyambung
sampai kepada Rasulullah Saw.”
Dilihat dari kedua definisi di atas bahwa pengertian qiraah disini tidak sama
seperti pengertian qiraah dalam percakapan sehari-hari yang sepadam dengan
tilawah yaitu hanya sekedar dalam pengertian membaca atau bacaan. Atau dalam
artian membaca al-Qur’an dengan irama atau lagu tertentu. Tapi yang dimaksud
qiraah dalam kajian ulumul Qur’an adalah satu cara membaca al-Qur’an dengan
madzhab yang dipilih oleh ahli qira’at dengan sanad yang bersambung kepada
Rasulullah SAW.

5
Adapun kriteria diterimanya Qira’at itu ada tiga hal, sebagai berikut :
a) Qira’at tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab
b) Sanad dari riwayat yang menceritakan qira’at-qira’at tersebut harus
shahih.
c) Bacaan dari qiraat tersebut harus cocok diterapkan kepada salah satu mushaf
Utsman.
Oleh karena itu, qira’at Al-Qur‟an yang shahih harus memenuhi ketiga kriteria
di atas. Sebab, qira’ah yang demikian itu termasuk salah satu dari Sab’atu ahrufin
(tujuh macam bacaan diturunkannya Al-Qur‟an).
Menurut Al-Kawasy, semua qira‟at yang shahih sanadnya, selaras dengan
kaidah bahasa Arab dan cocok dengan salah satu mushaf Utsman itu adalah
termasuk qira‟ah sab‟ah yang dinashkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW.
Ibnul Jauzi dalam Kitab Munjidul Muqrin mengganti syarat-syarat kedua
(harus shahih sanadnya) dengan harus mutawatir. Karena, riwayat Al-Qur‟an tidak
bisa diterima kecuali dengan sanad mutawatir. Contoh, sanad-sanad qira‟at
yang lebih dari qira‟at asyrah itu sanadnya shahih semua, akan tetapi berupa
hadis ahad yang tidak mutawatir, sehingga bukan Al-Qur‟an dan tidak dapat
diterima. Yang dapat diterima harus yang sanadnya mutawatir saja.

B. Perbedaan Qira’at dan Al-Qur’an


Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung kemukjizatan yang berpahala
bila membacanya yang sampai kepada kita dengan periwayatan yang mutawatir yang
diawali surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Ada juga yang berpendapat
bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kedalam hati nabi Muhammad
dan diriwayatkan dengan cara mutawatir.
Imam Baharuddin al-Zarkasyi mengatakan bahwa AlQur’an dan qira’at pada
hakikatnya adalah dua hal yang berbeda. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi Muhammad SAW sebagai penjelas dan mengandung kemukjizatan.
Sedangkan qira’at adalah perbedaan yang terdapat pada lafaz wahyu dan perbedaan dan
cara membacanya dari segi takhfif ataupun taskil. Pendapat imam al-Zarkasyi ini juga
diikuti oleh imam al-Qasthalani dalam kitabnya Latkhaiful secara syarat dan imam
Ahmad bin Muhammad al-Dhimyati pengarang buku Ittihaf Fudhalalil Basyar.
Apa yang dikatan oleh imam al-Zarkasyi ini menunjukkan bahwa keduanya
mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Beliau mengatakan “bukan

6
berarti saya memungkiri adanya pengaruh Al-Qur’an dan qira’at. Keduanya mempunyai
hubungan yang sangat kuat meskipun perbedaan keduanya tidak dapat dipungkiri. Al-
Qur’an terdiri dari lafaz dan susunan ayat sedangkan qira’at terdiri atas lafaz dan cara
membacanya”.
Yang jelas Al-Qur’an dan qira’at bukankah dua hal yang berbeda secara sempurna,
namun hanya berbeda dalam satu segi saja yaitu bahwa Al-Qur’an adalah mencangkupi
tempat-tempat yang di sepakati dan yang diperselisihkan bacaanya yang bersumber
secara mutawatir dari Rasulullah, sedangkan qira’at adalah bentuk-bentuk perbedaan
bacaan baik yang mempunyai kedudukan mutawatir maupun syaz. Sebagaimana
diketahui syaz bukanlah dari Al-Qur’an.

C. Pembagian Qira’at
Seperti halnya hadis, qira’at berdasarkan kuantitas sanad, terdiri dari beberapa
tingkatan sebagaimana yang dikemukakan oleh para ulama, meskipun antara satu dengan
yang lainnya berbeda pendapat. Diantara tingkatan tersebut seperti berikut : mutawatir,
masyhur, ahad, syaz, maudhu‘dan mudroj.
1. Mutawatir yaitu qira’at yang diriwayatkan oleh sanad dalam jumlah yang banyak,
bersambung sampai kepada Nabi SAW dan mereka tidak mungkin bersepakat
untuk berdusta. Adapun qira’at yang tergolong kepada qira’at mutawatir ini adalah,
qira’at sab’ah (qira’at tujuh) yang terdiri atas tujuh imam qira’at yaitu Nafi‘, Ibnu
Kasir, Abu ‘Amr, Ibn ‘Amir, ‘Ashim, Hamzah dan al-Kisa’i
2. Masyhur yaitu qira’at yang diriwayatkan oleh sanad dalam jumlah yang banyak,
akan tetapi sanadnya tidak mencapai derajat mutawatir. Disamping itu sanadnya
sahih, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan sesuai pula dengan rasm ‘ustmani.
Adapun qira’at yang tergolong kepada qira’at masyhur ini adalah, qira’at yang
dinisbatkan kepada tiga imam yang terkenal, yaitu Abu Ja‘far Ibn Qa‘qa‘ al-
Madani, Ya‘qub al-Hadrami, dan Khalaf al-Bazzar
3. Ahad yaitu qira’at yang tidak mencapai derajat masyhur, sanadnya sahih, akan
tetapi menyalahi rasm usmani ataupun kaidah bahasa Arab. Qira’at pada tingkatan
ini tidak populer dan hanya diketahui oleh orang-orang yang benar-benar
mendalami qira’at Al-Qur’an. Oleh karena itu, tidak layak untuk diyakini sebagai
bacaan Al-Qur’an yang sah.
4. Syaz yaitu qira’at yang sanadnya tidak sahih. Qira’at pada tingkatan ini tidak dapat
dijadikan pegangan dalam bacaan yang sah.

7
5. Maudhu‘ yaitu qira’at yang tidak bersumber dari Nabi SAW.
6. Mudroj yaitu qira’at yang disisipkan ke dalam ayat Al-Qur’an sebagai tambahan
yang biasanya dipakai untuk memperjelas makna atau penafsiran, dan qira’at itu
tidak dapat dianggap sebagai bacaan yang sah.

D. Para Ahli Qira’at


1. Abu ‘Amr bin Al ‘Alaa, gurunya para perawi.
Beliau adalah Ziyad bin Al ‘Alaa bin ‘Ammar Al Mazini Al Bashri
rahimahullah. wafat di Kufah pada tahun 154 H. Dan dua orang yang meriwayatkan
Qira’at darinya yaitu Ad Duuriyy dan As Suusiyy.
2. Ibnu Katsir (bukan Ibnu Katsir ahli tafsir).
Beliau adalah ‘Abdullah bin Katsir Al Makkiy, salah seorang Tabi’in, dan
wafat di Makkah tahun 120 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya yaitu
Al Bazzi dan Qunbul.
3. Nafi’ Al Madani rahimahullah
Beliau adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin ‘Abdirrhaman bin Abi Nu’aim Al
Laitsiy, berasal dari Ashfahan, dan wafat di Madinah tahun 169 H. Dua orang yang
meriwayatkan Qira’at darinya yaitu Qaaluun dan Warasy.
4. Ibnu ‘Amir Asy Syaami
Beliau adalah ‘Abdullah bin ‘Amir Al Yahshubiy, seorang hakim di Dimasyq
(Damaskus) pada masa kekhalifahan Al Walid bin ‘Abdil Malik. Dia diberi nama
kunyah Abu ‘Imraan, dan dia termasuk salah seorang Tabi’in. Dia wafat di Dimasyq
tahun 118 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya yaitu Hisyamdan Ibnu
Dzakwan.
5. ‘Ashim Al Kuufi
Beliau adalah ‘Ashim bin Abi An Najuud, ada yang menamainya Ibnu
Bahdalah, Abu Bakr dan dia adalah salah seorang Tabi’in. Wafat di Kufah tahun 128
H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah: Syu’bah dan Hafsh.
6. Hamzah Al Kuufi
Beliau adalah Hamzah bin Habib bin ‘Imarah az-Zayyat Al Faradhi at-Taimiy,
diberi nama kunyah Abu ‘Imarah. Dia wafat di Bahlawan pada masa kekhilafahan
Abu Ja’far Al Manshur tahun 156 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya
yaitu Khalaf dan Khalad.

8
7. Al Kisaa’i Al Kuufi
Beliau adalah ‘Ali bin Hamzah, Imam ahli Nahwu (tata bahasa Arab) kalangan
Kufiyun, diberi nama kunyah Abul Hasan. Dinamakan Al Kissaa’i karena dia ihram
memakai Kisaa’ (kain penutup Ka’bah). Dia wafat di Ranbawaih salah satu daerah di
perkampungan ar-Ray, ketika hendak menuju ke Khurasan bersama ar-Rasyid tahun
189 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya yaitu Abul Harits dan Hafsh Ad
Duuriy.
8. Abu Ja’far Al Madaniy
Beliau adalah Yazid bin Al Qa’qa’, wafat di Madinah pada tahun 128, dan ada
yang mengatakan tahun 132 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya yaitu
Wardan dan Ibnu Jammaaz.
9. Ya’qub Al Bashriy
Beliau adalah Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq bin Zaid Al Hadrami, wafat
di Bashrah pada tahun 205 H, dan ada yang mengatakan tahun 185. Dua orang yang
meriwayatkan Qira’at darinya adalah Ruwais dan Rauh.
10. Khalaf
Beliau adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab Al Bazzaar Al
Baghdadiy, wafat tahun 229 H, dan ada yang mengatakan bahwa tahun kematiannya
tidak diketahui. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya yaitu Ishaq dan Idris.
Dan sebagian mereka (para Ulama) menambahkan empat Qira’at lagi di
samping kesepuluh Qira’at di atas, yaitu :
a. Qira’at Al Hasan Al Bashriy, mantan budak kaum Anshar, salah seorang Tabi’in
senior yang terkenal dengan kezuhudannya. Dia wafat tahun 110 H.
b. Qira’at Muhammad bin ‘Abdirrahman yang dikenal dengan nama Ibnu Muhaishin
wafat tahun 123 H. Dan dia adalah salah satu guru dari Abi ‘Amr.
c. Qira’at Yahya bin Al Mubarak Al Yazidi An Nahwiy, dari Baghdad, dan ia
mengambil (belajar Qira’at) dari Abi ‘Amr dan Hamzah. Ia adalah salah satu guru
dari Ad Duuri dan As Suusiy. Ia wafat tahun 202 H.
d. Qira’at Abil Farj Muhammad bin Ahmad Asy Syanbuudzi wafat tahun 388 H.

9
10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Bangsa Arab merupakan komunitas
dari berbagai suku di mana setiap suku mempunyai dialek yang berbeda, namun demikian
mereka menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama dalam berkomunikasi.
Kenyataan tersebut membawa suatu konsekuensi lahirnya berbagai macam qira’at dalam
melafazkan Al-Qur’an, namun Rasulullah saw. senantiasa membenarkan qira’at mereka,
karena Al-Qur’an itu diturunkan dalam tujuh huruf, artinya sebagai kemudahan bagi umat
Islam dalam melafazkan atau membaca Al-Qur’an. Sebagaimana diketahui bahwa Al-
Qur’an itu diturunkan tujuh huruf, sehingga harus diketahui bahwa ini qira’at yang shahih
dan ini qira’at yang syadz
Sebagaimana kajian yang penulis paparkan diatas, jelas bahwa Al-Quran dapat
dibaca dengan varian qiraat yang berbeda dengan silsilah sanad yang bersambung kepada
Rasulullah Saw, fakta ini menunjukkan bahwa Al-Quran terjaga keasliannya dari satu
generasi ke generasi selanjutnya. Dalam kajian ini juga kita dapat melihat usaha dan kerja
keras Ulama dalam mentransformasikan qiraat serta mengkodifikasinya sehingga dapat
dipelajari secara riwayah dan dirayah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Khairunnas, Jamal. (2020). Pengantar ILMU QIRA’AT. Kalimedia.


Umar, Ratnah. (2019). Qira’at Al-Qur’an. Jurnal al-Asas.Vol. 3 No. 2, 35-36. Diakses
01 Oktober 2021, dari IAIN Palopo.
Amaruddin, A. (2013). Mengenal Ilmu Qira’at, 5-12. Diakses pada 01 Oktober 2021, dari
https://garuda.ristekbrin.go.id/

12

Anda mungkin juga menyukai