Anda di halaman 1dari 5

Relationships between Bases of Power

and Work Reactions: The Mediational Role


of Procedural Justice
Kevin W. Mossholder
Nathan Bennett
Louisiana State University
Edward R. Kemery
University of Baltimore
Mark A. Wesolowski
Miami University

ISU PENELITIAN
Dalam penelitian organisasi mengenai power dan proses pengaruh telah banyak
mendapatkan perhatian peneliti. Banyak studi yang berfokus pada penelitian mengenai perilaku
atau social power (Brass & Burkhardt, 1993; Ibarra, 1993; Wilson, 1995). Social power dapat
didefinisikan sebagai kekuatan yang mendasari pertukaran sosial di mana seseorang memiliki
kendali atas perilaku atau hasil lain dalam dependent position (Blau, 1964; Simon, 1957; Thibaut
& Kelley, 1959). 
French dan Raven (1959) mengemukakan rerangka teori yang mengidentifikasi lima
bentuk social power (reward, coercive, legitimate, expert dan reference) yang menjadi subjek
dalam berbagai penelitian organisasi. Dengan menggunakan tipologi teori perspektif French dan
Raven, penelitian yang berfokus pada social power menunjukkan bentuk reaksi perilaku dari
dependent person. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Hinkin & Schriesheim(1989);
Schriesheim, Hinkin, & Podsakoff (1991) mengenai lima bentuk social power memiliki
hubungan dengan kepuasan bawahan dan komitmen organisasi. Namun kontras dengan
penelitian kecil yang dilakukan yang mengarahkan bahwa pemahaman mengenai proses sosial
yang pada gilirannya berhubungan dengan power holders dan dependen person. Penelitian ini
mencoba untuk mengembangkan kerangka teoretis yang mencakup pertimbangan dinamika
hubungan pertukaran yang terjadi dalam hubungan antara power holders dan bawahan.

KERANGKA TEORI
Power and social exchange : A justice perspective
. Hubungan social power terjadi secara alamiah, ketika orang-orang dengan tingkat
potensial power yang berbeda harus berinteraksi untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut
Blau (1964) pertukaran social power terjadi bukan berdasarkan pada perhitungan transaksi
ekonomi namun lebih tergantung pada keyakinan individu dari waktu ke waktu, dalam
hubungannya dengan pemenuhan kewajiban di masa yang akan datang yang tidak spesifik.
Ketika orang bereaksi terhadap kekuasaan pihak yang berwenang, mereka menilai
apakah kekuasaan tersebut dapat menguntungkan kepentingan mereka secara langsung, yang
digambarkan dalam bentuk rasa hormat, martabat, dan keadilan (Tyler , 1990; Tyler & Lind,
1992). Dengan memperluas bentuk social power yang dikemukakan oleh French dan Raven,
dapat dikatakan bahwa sebagai pengawas yang menggunakan berbagai basis kekuasaan,
bawahan akan membentuk persepsi evaluatif mengenai perilaku power holders yang mungkin
menjadi faktor penting dalam menentukan reaksi bawahan selanjutnya.
Tyler dan Lind (1992) berpendapat bahwa kekhawatiran akan niat power holders
menyebabkan karyawan untuk mengkaji interaksi dengan power holders untuk membuktikan
bahwa atasan bertindak secara etis dan rasa hormat yang ditunjukkan kepada power holders
sejalan dengan kepentingan karyawan. Peneliti mengusulkan bahwa keadilan prosedural
merupakan indikator penting ketika perbedaan kekuasaan merupakan unsur yang menentukan
hubungan antara pihak-pihak yang terlibat. Keadilan prosedural mengarah pada keadilan yang
dirasakan terhadap prosedur pengambilan keputusan dan kualitas perlakuan interpersonal yang
diterima dari pembuat keputusan.
Aspek relasional lebih baik digunakan oleh atasan dibandingkan dengan aspek
instrumental ketika membuat upaya pengaruh dengan mengguakan basis social power, karena
aspek relasional lebih berkaitan dengan pertukaran sosial antara atasan dan bawahan
dibandingkan dengan hasil pertukaran. Dua perspektif proses relasional yang dapat digunakan
untuk memahami peran prosedural keadilan yang berhubungan dengan social power. Pertama,
perspektif nilai-nilai kelompok (Lind & Tyler, 1988) yang menunjukkan bahwa individu
terutama memperhatikan hubungan sosial jangka panjang dengan menggunakan prosedur
kewenangan. Bawahan akan memperoleh perasaan harga diri yang positif untuk tingkat yang
pengawas yang menunjukkan kapasitas kemampuan atasan yang memperlakukan bawahan
dengan rasa hormat dan memungkinkan mereka untuk terlibat dalam masalah pekerjaan.
Perspektif kedua berfokus pada keadilan interaksional, perlakuan interpersonal (Bies, 1987; Bies
& Moag, 1986; Tyler & Bies, 1990). Dengan memperluas perilaku sosial, seperti
memperlakukan orang dengan pertimbangan dan hormat, berkomunikasi dengan tulus, dan
cukup menjelaskan keputusan akan mendorong keadilan persepsi positif.
Relevansi keadilan prosedural dapat dilihat dengan memahami hubungan antara atasan ’
Social power dan bawahan’ dengan menggunakan hasil potensial dari persepsi bawahan yang
berhubungan dengan power atasan . Perspektif instrumental ( self-interest model Lind & Tyler,
1988) menggambarkan penilaian keadilan didasarkan pada seberapa baik prosedur yang
melayani kepentingan eksternal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekuatan sosial dapat
mempengaruhi persepsi keadilan prosedural jika dikaitkan dengan persepsi positif
bawahan. Hasil evaluasi keadilan prosedural secara positif mempengaruhi penilaian, yang
kemudian mempengaruhi penerimaan keputusan (lihat Lind, Kulik, Ambrose, & Taman,
sebagaimana dikutip di Tyler & Lind, 1992). Dengan demikian, bawahan menghubungkan
kemampuan atasan dalam menggunakan power untuk merasa bahwa atasan berperilaku adil
terhadap mereka.

Hubungan social power bases dan procedural justice


Referent power adalah kemampuan untuk mengelola perasaan penerimaan atau
persetujuan pribadi.  Substansi dasarnya adalah kongruen dengan dua relasional perspektif
keadilam prosedural. Bawahan dibuat merasa penting dan diterima secara pribadi untuk
meningkatkan persepsi keadilan prosedural, yang akan membantu bawahan merasa dihargai
dalam kelompok kerja (Tyler & Lind, 1992). Hinkin dan Schriesheim (1990) menemukan bahwa
atasan menggunakan "rasionalitas" sebagai taktik pengaruhyang berhubungan dengan referent
power.
Expert power adalah kemampuan untuk mengelola pengetahuan dan keahlian. Expert
power cenderung akan dicapai melalui penalaran dan kegiatan pemberdayaan (Hollander &
Offermann, 1990). Hinkin dan Schriesheim (1990) menemukan bahwa Expert power
berhubungan dengan atasan dalam hal penggunaan rasionalitas untuk mempengaruhi bawahan
yang dapat mempengaruhi keadilan prosedural melalui beberapa proses relasional yang sama
sebagai referent power. Menurut Leventhal, Karuza, & Fry (1980) akurasi, konsistensi, dan
aturan bias supression dapat dipenuhi untuk tingkat atasan yang memberikan informasi pekerjaan
yang relevan kepada bawahan secara terus-menerus. pertukaran informasi pekerjaan yang
relevan mungkin menandakan bahwa bawahan dihargai dan juga memberikan pengendalian yang
lebih besar dalam pekerjaan untuk mencapai tujuan dan reward yang terkait.
Coercive power adalah kemampuan untuk menetapkan kepada orang lain hal-hal yang
tidak diinginkan atau menghapus hal-hal yang diinginkan. Coercive power ini dicirikan dengan
perilaku yang diarahkan untuk memaksa kepatuhan bawahan melalui ancaman, konfrontasi, dan
punitive behaviour yang berada di luar ekspektasi perilaku normal (Hinkin & Schriesheim, 1990,
1994). Atasan berperilaku dengan cara-cara tersebut akan dirasakan bawahan sebagai tindakan
bias pribadi, ketidakjujuran, dan kesewenang-wenangan; semua hal yang berkebalikan dari
keadilan prosedural. Trevino (1992: 667) menyatakan bahwa "evaluasi keadilan merupakan
variabel mediasi antara hukuman dan penting tindakan afektif yang penting , sikap, dan hasil
perilaku. ."
Reward power melibatkan kemampuan untuk memberikan kepada orang lain hal-hal
yang diinginkan atau hal-hal yang tidak diinginkan. Reward power ini ditunjukkan atasan
dengan memberikan kenaikan gaji, tunjangan, dan promosi kepada bawahan yang menunjukkan
adanya hasil yang menguntungkan atau prosedural yang adil. Selama pertukaran sosial, individu
bisa menggunakan taktik ingratiation sebagai alat yang digunakan untuk membangun reward
power (Liden & Mitchell, 1988; Raven, 1990). Menciptakan kesan bahwa seorang individu
menghargai pendapat orang lain dan peduli terhadap kesejahteraan mereka adalah sebuah bentuk
umum ingratiation. Taktik seperti ini sangat komplementer dengan prinsip-prinsip dasar keadilan
prosedural. 
Legitimate power mengarah pada kemampuan untuk menginduksi perasaan orang lain
yang berhubungan dengan tugas kewajiban dan tanggung jawab. Hinkin dan Schriesheim (1990)
menemukan bahwa basis kekuatan ini berkorelasi dengan atasan menggunakan penjelasan
rasional sebagai taktik pengaruh.  Konsep Legitimate power sejalan dengan gagasan tentang
”zone of indifference" (Barnard, 1938) di mana bawahan akan mematuhi permintaan
supervisiors. Ketika atasan tetap dalam batas-batas kewenangan formal berkaitan dengan
mnetapkan tanggung jawab tugas kepada bawahan, mereka lebih cenderung dianggap cukup
mengikuti prosedur yang telah disepakati. Perilaku seperti itu sesuai dengan prinsip-prinsip
keadilan prosedural (misalnya, konsistensi, keterwakilan, bias penindasan, Leventhal et al.,
1980), dan dapat meningkatkan persepsi bawahan bahwa atasan bertindak adil.

MODEL PENELITIAN DAN HIPOTESIS


HIPOTESIS
Model tidak langsung dengan menggunakan procedural justice sebagai variabel moderasi.
H1 : referent, expert, reward dan legitimate power memiliki pengaruh positif terhadap persepsi
procedural justice bawahan dan coercive power memiliki pengaruh negatif terhadap
persepsi procedural justice bawahan.
H2 : persepsi procedural justice memiliki hubungan yang positif dengan job satisfication dan
organizational commitment

Dalam penelitian tidak hana dijelaskan melalui variabel moderasi namun juga dapat dijelaskan
secara langsung yang dapat dilihat dari model penelitian yang dibentuk
MODEL PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai