Anda di halaman 1dari 5

Tugas Kelompok

Peran Pimpinan Dalam Perubahan


Sistem Kepangkatan : Studi Kasus di Bank BRI
(Pengajar: Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing,DEA)

Oleh:
Sutardjo
Susy Liestowati
Dicky
Denny S Adji

1
Bogor, Juni 2006

2
Peran Pimpinan Dalam Perubahan Sistem Kepangkatan:
Studi Kasus Di Bank BRI

Latar Belakang
Krisis ekonomi dan krisis moneter di tahun 1998 yang lalu menyebabkan
perbankan nasional mengalami pukulan yang berat, banyak bank yang ditutup karena
tak mampu melanjutkan usahanya. Ada pula bank yang tetap dipertahankan
kelangsungan usahanya, meskipun mengalami kerugian yang sangat besar, bahkan
modalnya sudah negatif. Bank-bank yang dipertahankan kelangsungan usahanya
oleh Pemerintah Indonesia dipandang masih mempunyai prospek dan diharapkan
dapat membantu membangkitkan roda perekonomian dan dunia usaha. Bank-bank
ini diharuskan mengikuti program rekapitalisasi dan restrukturisasi.
Sebagai langkah tindak lanjut program rekapitalisasi dan restrukturisasi, pada
tanggal 17 Februari 2000, BRI menyerahkan Business Plan 2000 – 2003 kepada Menteri
Keuangan. Pada intinya Business Plan mencakup program restrukturisasi yang harus
dilaksanakan oleh BRI dan pemenuhan kebutuhan modal yang diperlukan untuk
bangkit dari ‘kebangkrutan’. Dengan adanya Busisness Plan tersebut diharapkan akan
membawa BRI menjadi bank yang sehat, solvable, profitable dan efisien sehingga
tercipta landasan yang kuat untuk privatisasi di masa mendatang.
Program restrukturisasi yang tercantum dalam Business Plan meliputi
pemfokusan strategi bisnis, peningkatan sistem manajemen risiko, penyempurnaan
sistem dan fungsi treasury, peningkatan sistem akutansi dan kontrol serta internal
audit, restrukturisasi kredit bermasalah, pengembangan Teknologi Sistem Informasi,
penyempurnaan struktur organisasi dan sumber daya manusia. Penyempurnaan dan
peningkatan pada berbagai aspek di atas mengarah pada penerapan standar kegiatan
operasi perbankan internasional.
Pada tulisan ini akan dibatasi pada uraian mengenai penyempurnaan struktur
organisasi dan sumber daya manusia, khususnya yang terkait dengan perubahan
sistem kepangkatan menjadi sistem job grade. Program restrukturisasi dan
rekapitalisasi yang digariskan dalam Business Plan BRI mendorong Manajemen
menyempurnakan visi dan misi Bank BRI. Penyempurnaan visi dan misi, tidak saja
menyebabkan fokus usaha dan strategi bisnis dipertajam, melainkan juga penataan
kembali struktur organisasi pada tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah, Kantor
Cabang. Hal ini dimaksudkan agar Bank BRI tidak saja mampu tumbuh dengan
sustainable, akan tetapi juga memberikan fleksibilitas di tengah kondisi persaingan
yang semakin tajam.

Perubahan Sistem Kepangkatan


Salah satu bagian dari penataan organisasi adalah mengubah sistem
kepangkatan menjadi sistem job grade1. Perubahan sistem kepangkatan ini
1
Secara sederhana job grade dapat diartikan sebagai bobot atau nilai suatu jabatan. Bobot suatu jabatan
dapat diketahui melalui suatu proses pengukuran bobot suatu jabatan, yaitu faktor know how, problem
solving, dan accountability. Masing-masing faktor tersebut secara teknis masih dibeda-bedakan menjadi
beberapa tingkatan sesuai dengan tingkat kedalamannya (Divisi Manajemen SDM. 2004. Panduan Job

3
dimaksudkan untuk menyelaraskan dengan struktur organisasi dan dinamika strategi
bisnis serta merupakan bentuk komitmen perusahaan untuk memberikan
penghargaan kepada para pekerja sesuai dengan tanggung jawab pekerjaan dan
kontribusinya pada tujuan bisnis perusahaan, sehingga diharapkan akan dapat lebih
menciptakan keadilan secara internal. Dengan sistem job grade ini diharapkan akan
lebih memacu para pekerja Bank BRI untuk selalu meningkatkan kompetensi dan
daya kompetisinya dalam rangka mengemban tanggung jawab yang lebih besar di
kemudian hari.
Sistem kepangkatan dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan bisnis
perusahaan, hal ini disebabkan karena faktor utama yang diperhatikan dalam
pemberian upah pada sistem kepangkatan adalah ‘pangkat’ dari pemegang
jabatannya, atau mengacu pada ‘orangnya’ atau ‘siapa pemegang jabatannya’, bukan
berdasarkan pada bobot tanggung jawab pekerjaannya. Dengan demikian,
dimungkinkan adanya pekerja yang memiliki upah yang semakin tinggi (karena
pangkatnya), namun pekerjaan dan tanggung jawabnya belum berubah (masih tetap
seperti sebelumnya). Dalam sistem job grade, upah pekerja tidak didasarkan pada
‘pangkat’ pemeggang jabatannya, akan tetapi didasarkan pada bobot tanggung jawab
pekerjaannya atau ‘bobot jabatannya’, bukan siapa pemegang jabatannya. Sistem job
grade akan menciptakan keadilan dan obyektifitas dalam pemberian upah pada para
pekerja sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan pada pekerjaannya. Selain itu,
job grade bukan merupakan ukuran yang statis. Grade suatu jabatan dapat di-review
sepanjang ada perubahan yang signifikan dalam job description jabatan tersebut atau
karena adanya perubahan struktur organisasi, sehingga secara signifikan
mempengaruhi tanggung jawab suatu jabatan. Apabila dalam sistem kepangkatan
terdapat jenjang pangkat, maka dengan sistem grade hanya ada 16 jenjang, yaitu dari
grade 3 (terendah) sampai dengan grade 18 (tertinggi).
Sistem job grade ini dikembangkan oleh Hay Management Consultant dan
sudah menjadi salah satu standar international best practice. Sistem ini dapat menjadi
dasar yang baik dalam membandingkan jabatan yang ada di BRI dengan organisasi
lain secara obyektif karena metode ini telah digunakan secara world wide. Di
Indonesia, metode ini digunakan oleh sekitar 200 perusahaan, di antaranya Bank
Mandiri, Bank BCA, Bank Danamon, Bank Niaga, Citibank, HSBC Bank, Standart
Chartered Bank, Deutche Bank, ABN Amro.
Sistem job grade mulai diterapkan dalam sistem manajemen sumber daya
manusia Bank BRI pada 1 Januari 2005. Proses sosialisasinya pada seluruh jajaran
pekerja (Kantor Pusat, Kantor Wilayah, Kantor Cabang dan BRI Unit) berlangsung
selama lebih kurang satu tahun. Sedangkan proses penyusunan (dengan dibantu Hay
Management Consultant) sampai dengan selesainya manual book juga memerlukan
waktu satu tahun.
Perubahan menjadi sistem job grade tidaklah mudah. Semenjak proses
sosialisasi sampai dengan saat ini, banyak ditemui kendala dan tantangan penerimaan
di kalangan pekerja, mulai dari tingkat pekerja pelaksana (clerk) sampai dengan senior
manager. Tantangan ini mulai dari konversi pangkat ke grade (slotting process),

Grade, Sistem Pengupahan dan Pembinaan Karir).

4
penyebutan istilah jabatan (corporate title), struktur upah, sampai dengan pembinaan
karir.

Peran Pimpinan dalam Perubahan


Model Greiner yang dikutip oleh Reksohadiprodjo, S & Handoko, T.H. (2001.
Organisasi Perusahaan, Teori Struktur dan Perilaku. Yogyakarta: BPFE)
mengidentifikasikan tujuh pendekatan utama yang sering digunakan oleh para
manajer untuk memperkenalkan perubahan. Ketujuh pendekatan tersebut
dikelompokkan lagi dalam tiga rangkaian distribusi kekuasaan (power distribution
continoum). Pertama, Kekuasaan Sepihak yang mencakup tiga pendekatan: Surat
Keputusan, penggantian individu pada posisi kunci, perubahan struktur hubungan
organisasi. Melalui Kekuasaan Sepihak, perubahan diimplementasikan dengan
penekanan pada wewenang suatu posisi hirarkis seseorang dalam perusahaan.
Dalam hal ini, rumusan dan penyelesaian masalah yang dihadapi cenderung
ditentukan oleh eselon-eselon atas dan diarahkan ke bawah melalui berbagai
mekanisme pengendalian formal dan tidak bersifat pribadi. Kedua, Kekuasaan Yang
Dibagi mencakup pendekatan pengambilan keputusan kelompok dan pendekatan
pemecahan masalah kelompok. Pendekatan yang berdasarkan pada kekuasaan yang
dibagi. Meskipun wewenang masih ada dan digunakan, tetapi terdapat interaksi dan
pemerataan kekuasaan antara eselon atas dan para manajer bawah atau para pekerja.
Kelompok pekerja memiliki kebebasan atau dapat berpartisipasi dalam penyelesaian
alternatif. Ketiga, Kekuasaan Yang Didelegasikan, yaitu hampir semua tanggung
jawab atas perumusan dan penyelesaian masalah diserahkan kepada para bawahan
atau kelompok pekerja. Kekuasaan Yang Didelegasikan mencakup pendekatan
diskusi data dan pendekatan latihan sensitivitas (hal. 322 – 324)
Daft, R.L. (Organization Theory and Design. Ohio: Thompson - South Western)
mengemukakan peran pimpinan dalam proses perubahan melalui the dual-core
approach, yakni administrative core dan technical core. Dalam administrative core arah
perubahan lebih bersifat top-down, keinginan berubah didesain dan didorong dari top
management dan bersifat mechanistic structure. Administrative core approach lebih tepat
digunakan untuk merespon perubahan lingkungan dan diikuti dengan
penyempurnaan internal proses. Sedangkan technical core approach lebih bersifat
bottom-up dan organic structure. Technical core approach lebih cocok untuk menelaah
perubahan-perubahan yang terkait dengan proses transformasi teknologi atau faktor-
faktor produksi (hal. 417 – 419).
Lebih lanjut, Daft R.L (2004) mengemukan pentingnya komitmen Top
Management dalam proses perubahan. Hal ini digambarkan dalam model stages of
commitment to change (lihat lampiran 1).

Anda mungkin juga menyukai