Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MK : KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

D.MK : Ns. USMAN B OHORELLA M.Kep.,Sp.Kep.MB

“KAJIAN PENYAKIT TROPIS FILARIASIS”

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 4

1. MARCHELLINO PARINUSSA

2. ISWAHYUDI

3. RISKI RINAWATI

4. NADIA NUR SAFITRI

5. BINA RUMATIGA

6. SARIDARISMA PAWAE

7. ABDUL HARIS P.H. IRLIANTO

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MASOHI

TAHUN AJARAN 2020-2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran tuhan yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat serta hidayahnyalah kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
“Kajian penyakit tropis filariasis” tapat waktu, kami juga berterima kasih kepada bapak
dosen yang telah memberikan bimbingannya.

kami sadar makalah ini masih banyak kekurangannya baik dari segi isi maupun
penulisannya, jadi kami sangat berharap kritik dan sarannya yang bersifat membangun
agar pembuatan makalah berikutnya jadi lebih sempurna. Dan kami harap makalah ini
bisa bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................................................

A. Latar belakang......................................................................................................
B. Rumusan masalah................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN...............................................................................................................

Kajian penyakit filariasis.......................................................................................


a. Defenisi......................................................................................................
b. Patofisiologi................................................................................................
c. Tanda dan gejala........................................................................................
d. Test diagnostic...........................................................................................
e. Penatalaksanaan..................................................................................................
f. Program pemerintah dalam penangulangan penyakit filariasis............................

BAB III
PENUTUP.......................................................................................................................

KESIMPULAN.......................................................................................................
SARAN..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filariasis merupakan salah satu penyakit yang termasuk endemis di


Indonesia. Seiring dengan terjadinya perubahan pola enyebaran penyakit di
negara-negara sedang berkembang, penyakit menular masih berperan sebagai
penyebab utama kesakitan dan kematian. Salah satu penyakit menular adalah
penyakit kaki gajah (Filariasis). Penyakit ini merupakan penyakit menular
menahun yang disebabkan oleh cacing filaria. Di dalam tubuh manusia cacing
filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening(limfe), dapat menyebabkan
gejala klinis akut dan gejala kronis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk. Akibat yang ditimbulkan pada stadium lanjut (kronis) dapat
menimbulkan cacat menetap seumur hidupnya berupa pembesaran kaki (seperti
kaki gajah) dan pembesaran bagian bagian tubuh yang lain seperti lengan,
kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita

Pada tahun 1994 World Health Organization (WHO) telah menyatakan


bahwa penyakit kaki gajah dapat di eleminasi dan dilanjutkan pada tahun 1997
World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi penyakit kaki gajah
dan pada tahun 2000 WHO telah menetapkan komitmen global untuk
mengeliminasi penyakit kaki gajah (“The Global Goal of Elimination of Lymphatic
Filariasis as a Public Health Problem by the year 2020”).

Di Indonesia penyakit kaki gajah pertama kali ditemukan di Jakarta pada


tahun 1889. Berdasarkan rapid mapping kasus klinis kronis filariasis tahun 2000
wilayah Indonesia yang menempati ranking tertinggi kejadian filariasis adalah
Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah kasus
masing-masing 1908 dan 1706 kasus kronis. Menurut Barodji dkk (1990 –1995)
Wilayah Kabupaten Flores Timur merupakan daerah endemis penyakit kaki
gajah yangdisebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti dan Brugia timori.
Selanjutnya oleh Partono dkk (1972) penyakit kaki gajah ditemukan di Sulawesi.
Di Kalimantan oleh Soedomo dkk (1980) Menyusul di Sumatra oleh Suzuki dkk
(1981) Sedangkan penyebab penyakit kaki gajah yang ditemukan di Sulawesi,
Kalimantan dan Sumatra tersebut adalah dari spesies Brugia malayi.

B. Rumusan masalah

Kajian penyakit tropis filariasis


a. Defenisi?
b. Patofisiologi?
c. Tanda dan gejala?
d. Test diagnostic?
e. Penatalaksanaan?
f. Program pemerintah dalam penangulangan penyakit filariasis
BAB II

PEMBAHASAN

a. Defenisi

Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit


menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis
nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai
pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit
tersebut.penyakit ini bukanlah penyakit yang mematikan, akan tetapi penyakit ini
mnerupakan penyakit kronis dan dapat mengakibatkan kecacatan yang menetap
berupa pembengkakan yang sangat besar pada bagian kaki, lengan, dan alat
kelamin, dan pembengkakan tersebut bentuknya menyerupai kaki gajah

b. Patofisiologi

Patofisiologi kaki gajah, disebut juga sebagai filariasis limfatik atau


elephantiasis, berupa siklus hidup pada manusia dan nyamuk serta patogenesis
terjadinya penyumbatan saluran limfa dan limfedema akibat larva filaria.

Siklus Hidup
Siklus hidup filaria terbagi menjadi 5 stadium larva yang berkembang menjadi cacing
jantan / betina dewasa. Tiga jenis cacing filaria yang menyebabkan filariasis limfatik
adalah Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Ketiga spesies ini terdapat
di Indonesia, namun mayoritas filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi
Infeksi pada Manusia dan Transmisi ke Nyamuk.
Pada tubuh manusia, cacing jantan dan betina dewasa hidup di saluran limfatik di
mana terjadi perkawinan dan cacing betina menghasilkan mikrofilaria. Mikrofilaria
secara periodik bergerak ke pembuluh darah tepi. Mikrofilaria yang terhisap oleh
nyamuk vektor masuk ke lambung, melepaskan sarungnya di dalam lambung,
menembus dinding lambung, dan bersarang di jaringan otot/lemak toraks nyamuk.
Terdapat 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia,
dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor filariasis. Masa pertumbuhan
parasit dalam nyamuk kurang lebih 2 minggu.

Siklus Hidup pada Nyamuk dan Transmisi ke Manusia


Awalnya parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis (larva stadium 1).
Dalam waktu 1 minggu larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan
panjang disebut larva stadium 2. Larva kemudian bertukar kulit sekali lagi, tumbuh
semakin panjang dan kurus yang disebut larva stadium 3. Larva stadium 3 merupakan
bentuk yang infektif. Larva infektif ini bermigrasi menuju proboscis /  alat tusuk nyamuk.
Bila nyamuk yang mengandung larva stadium 3 ini menggigit manusia, maka larva
tersebut secara aktif masuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe
setempat. L3 berkembang menjadi larva stadium 4 dan stadium 5 saat bermigrasi
menuju saluran limfe, dan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam saluran limfe.
Perkembangan dari mulai masuknya L3 ke tubuh manusia hingga menjadi cacing
dewasa berlangsung selama 3-36 bulan. Cacing dewasa dapat hidup selama 4-6 tahun.

Patogenesis
Larva infektif yang masuk ke tubuh manusia akan bermigrasi ke saluran limfe regional,
berkembang biak, dan menginisiasi reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi lama-kelamaan
akan menyebabkan penyumbatan dan edema pada kelenjar limfe. Penyumbatan ini
dapat terjadi secara parsial atau komplit.
Penyumbatan diperparah oleh penggumpalan cacing-cacing dewasa yang mati dan
reaksi inflamasi yang mengikutinya. Hal ini menyebabkan stasis aliran limfatik sehingga
meningkatkan risiko terjadinya infeksi sekunder bakteri atau jamur. Pada kejadian
kronis, akan terjadi penyumbatan permanen saluran limfatik dan limfedema yang
menyebabkan timbulnya gejala kaki gajah.
c. Tanda dan gejala

Gejala klinis penyakit filariasis

Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain

1. Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat hilang bila beristirahat


dan muncul kembali setelah bekerja berat.

2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar
limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal
lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan
mengeluarkan nanah serta darah.

3. Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan
dan terasa panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis berupa
pembesaran yang menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar
tersebut.

 Fase tanpa gejala

Saat seseorang terinfeksi cacing filaria, dia tidak akan langsung menunjukkan
gejala tertentu. Meski demikian, pada fase ini sebenarnya telah terjadi kerusakan
sistem aliran getah bening dan limpa, seiring terjadinya perubahan pada sistem
kekebalan tubuh.

 Fase akut

Ditandai dengan adanya peradangan pada kulit, kelenjar getah bening, dan
pembuluh getah bening, yang biasanya menyertai pembengkakan kelenjar getah
bening yang sudah kronis, dan kaki gajah. Hal ini disebabkan oleh respons
sistem kekebalan tubuh terhadap parasit. Gejala-gejala yang dapat muncul pada
fase akut ini meliputi demam, pembengkakan kelenjar getah bening, dan
pembengkakan pada tungkai kaki dan kantung zakar.
 Fase kronis

Saat memasuki fase kronis, pembengkakan jaringan limfa dan penebalan kulit
pada kaki dan zakar bisa terjadi. Pada wanita, dapat terjadi pembengkakan pada
payudara dan organ kelamin

d. Test diasnostik

 Diagnosis Klinik

Ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting


dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic
Disease Rate).

Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis


filariasis adalah gejala dan pengalaman limfadenitis retrograd, limfadenitis
berulang dan gejala menahun.

 Diagnosis Parasitologik

Ditemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah jari pada malam hari.


Pemeriksaan dapat dilakukan slang hari, 30 menit setelah diberi dietilkarbamasin
100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing
filaria.

Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,


amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi
dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang
diagnosis.

Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremi, tidak


membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi
metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati
diagnosis parasitologik, antibodi monokional terhadap O.gibsoni menunjukkan
korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New
Guinea.
 Diagnosis Epidemiologik

Endemisitas filariasis suatu daerah ditentukan dengan menentukan microfilarial


rate (mf rate), Acute Disease Rate (ADR) dan Chronic Disease Rate (CDR)
dengan memeriksa sedikitnya 10% dari jumlah penduduk.

Pendekatan praktis untuk menentukan daerah endemis filariasis dapat melalui


penemuan penderita elefantiasis.

Dengan ditemukannya satu penderita elefantiasis di antara 1000 penduduk,


dapat diperkirakan ada 10 penderita klinis akut dan 100 yang mikrofilaremik.

e. Penatalaksaan

Penatalaksanaan filariasis adalah dengan memberikan medikamentosa


anthelmintik hingga tuntas, serta merawat limfedema untuk mencegah infeksi sekunder
dan komplikasinya.  Filariasis pada umumnya tidak menyebabkan kematian, namun
kemungkinan dampak psikologis dan disabilitas permanen berupa pembesaran kaki,
lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki, sangat tinggi.

1. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis

POPM filariasis bertujuan untuk mengeliminasi filariasis dengan mencegah


penularan dari penderita kepada calon penderita filariasis. Obat yang saat ini digunakan
untuk pengobatan massal berdasarkan kesepakatan global di bawah arahan WHO
adalah diethylcarbamazine (DEC) ditambah albendazole, diberikan dosis tunggal sekali
setahun selama 5 tahun berturut-turut di daerah endemis filariasis. DEC memiliki efek
membunuh  mikrofilaria, sedangkan albendazole dipakai untuk membunuh filarial
dewasa. Dosis DEC 6 mg/kgBB dan dosis albendazole 400 mg, keduanya diberikan
sebagai dosis tunggal sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut.

2. Penanganan Filariasis

Terapi filariasis limfatik dapat diberikan DEC 6 mg/kgBB selama 12 hari, atau
doksisiklin (200mg/hari) selama 6 minggu. Anjuran lain adalah Doksisiklin 200 mg/hari
selama 23 hari dilanjutkan dengan doxycycline dan albendazole selama 7 hari.
3. Penatalaksanaan Filariasis Mandiri untuk Mencegah dan Membatasi Kecacatan

Pasien filariasis membutuhkan perhatian lebih dari tenaga kesehatan. Setiap penderita
harus dibuatkan status rekam medis yang disimpan di puskesmas, dan pasien
mendapat kunjungan dari petugas kesehatan minimal 7 kali dalam setahun. Hal ini
dilakukan karena pasien dengan elephantiasis malu untuk berobat ke fasilitas
pelayanan setempat. Selain itu, tenaga kesehatan juga mengajarkan program MMDP
(Morbidity Management and Disability Prevention in Lymphatic Filariasis), berupa cara
merawat limfedema sesuai dengan stadium keparahannya:
 Stadium 1-2: menjaga kebersihan kulit dengan mencuci dan mengeringkan,
elevasi kaki, olahraga, menggunakan alas kaki, memijat kaki,
menggunakan bandage pada kaki, dukungan psikososial
 Stadium 3-7:  Sama dengan stadium 1-2, tetapi perlu diedukasi untuk dilakukan
secara lebih sering dan lebih teliti
 Stadium 3-7 dengan entry lesions: deteksi entry lesion dini, menjaga kebersihan
kulit dengan mencuci dan mengeringkan, elevasi kaki, olahraga,
membersihkan entry lesion, aplikasikan krim antibiotik atau antifungal, jangan
menggaruk luka, dukungan psikososial
 Stadium 3-7 pada serangan akut: Sama dengan stadium 3-7 dengan entry
lesions, tetapi hindari olahraga dan penggunaan bandage pada kaki, konsumsi
analgesik-antipiretik, minum banyak air, serta aplikasikan handuk dingin pada kaki.
Rujuk jika tidak ada perbaikan
Tata laksana operatif dapat menjadi pilihan untuk mengatasi hidrokel dan
elephantiasis skrotal.[3,6]

f. Program pemerintah dalam penanggulangan penyakit tropis filariasis

Guna menanggulangi filariasis atau penyakit kaki gajah di Indonesia,


Kementerian Kesehatan menetapkan Eliminasi Filariasis. Kegiatan ini merupakan
salah satu prioritas nasional penanggulangan penyakit menular. Direktur Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI, dr H.
Mohamad Subuh, MPM mengatakan, untuk mensukseskan program tersebut
dibutuhkan strategi yang lebih besar. Salah satunya melalui kampanye nasional
pemberian obat pencegahan masal (POPM) filariasis dengan menggerakkan
seluruh lapisan masyarakat yang diberi nama bulan eliminasi kaki gajah
(BELKAGA).
Penyakit kaki gajah atau filariasis masih banyak ditemukan di Indonesia. Menurut
data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kasus kaki gajah masih ada
13.000 kasus terutama pada daerah Papua, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, dan
Nanggroe Aceh Darussalam. Filariasis atau kaki gajah adalah penyakit yang
menyebabkan pembengkakan pada area tungkai. Penyebabnya karena infeksi
cacing filaria pada pembuluh getah bening.

Kaki gajah dapat menular melalui gigitan nyamuk yang membawa cacing filaria.
Salah satu pencegahan penyebaran penyakit kaki gajah telah dilangsungkan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak bulan Oktober 2015 dalam
program BELKAGA (Bulan Eliminasi Kaki Gajah) untuk masyarakat Indonesia.

Cegah Penyakit Kaki Gajah dengan BELKAGA

Pencegahan penyakit kaki gajah yang cukup efektif dengan menghindari gigitan
nyamuk dan mengatasi munculnya nyamuk pada lingkungan. Menjaga kebersihan
lingkungan terutama di daerah endemik sangat penting untuk dilakukan. Cara
lainnya yang kamu lakukan untuk menghindari gigitan nyamuk, seperti mengenakan
baju dan celana panjang, menggunakan losion anti nyamuk, dan membersihkan
genangan air yang ada di sekitar lingkungan.

Tidak hanya masyarakat, pemerintah juga ikut melakukan pencegahan terhadap


kaki gajah, guna mewujudkan program Indonesia Bebas Kaki Gajah tahun 2020.
Salah satu program yang akan dilaksanakan adalah program BELKAGA (Bulan
Eliminasi KAki GAjah) yang diadakan setiap bulan Oktober sejak tahun 2015.

Program ini berlangsung pada daerah-daerah di seluruh Indonesia yang menjadi


daerah endemik kaki gajah untuk serentak mengonsumsi obat pencegahan penyakit
kaki gajah melalui pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM).
Pemberian obat pencegahan kaki gajah juga dilakukan secara gratis oleh
pemerintah agar Indonesia bebas dari penyakit kaki gajah. Pengonsumsian obat
pencegahan kaki gajah dapat dilaksanakan mulai usia 2-70 tahun.
Selain pemberian obat selama satu tahun sekali dalam waktu minimal 5 tahun,
pemerintah juga memiliki program penatalaksanaan pengidap kaki gajah agar
kondisi bisa pulih dan mampu beraktivitas dengan baik.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1) Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit


menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai
jenis nyamuk.

2) Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang
tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva
stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria )
sewaktu menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang
reservoir yang mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini
melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan
tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.

3) Gejala klinis Filariais Akut adalah berupa ; Demam berulang-ulang selama 3-5
hari. Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat ;
pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha,
ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit

4) Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah
adalah membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita,
sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.
SARAN

1) Menjaga kebersihan diri dan lingkungan merupakan syarat utama untuk


menghindari infeksi filariasis.

2) Pemberantasan nyamuk dewasa dan larva perlu dilakukan sesuai aturan dan
indikasi.

3) Pemerintah harus terjun langsung kemasyarakat untuk memberikan penyuluhan


kepada masyakat.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/126361801/Makalah-Kaki-Gajah

https://www.halodoc.com/artikel/ketahui-program-belkaga-kemenkes-untuk-atasi-
filariasis

Anda mungkin juga menyukai