Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agar dapat membangkitkan tenaga listrik dari cahaya


matahari kita mengenal istilah sel surya. Namun tahukah kita
bahwa sel surya itu sebenarnya memanfaatkan konsep efek
fotolistrik. Efek ini akan muncul ketika cahaya tampak atau
radiasi UV jatuh ke permukaan benda tertentu. Cahaya
tersebut mendorong elektron keluar dari benda tersebut yang
jumlahnya dapat diukur dengan meteran listrik. Konsep yang
sederhana ini tidak ditemukan kemudian dimanfaatkan begitu
saja, namun terdapat serangkain proses yang diwarnai
dengan perdebatan para ilmuan hingga ditemukanlah definisi
cahaya yang mewakili pemikiran para ilmuan tersebut, yakni
cahaya dapat berprilaku sebagai gelombang dapat pula
sebagai pertikel. Sifat mendua dari cahaya ini disebut
dualisme gelombang cahaya.
Meskipun sifat gelombang cahaya telah berhasil
diaplikasikan sekitar akhir abad ke-19, ada beberapa
percobaan dengan cahaya dan listrik yang sukar dapat
diterangkan dengan sifat gelombang cahaya itu. Pada tahun
1888 Hallwachs mengamati bahwa suatu keping itu mula-
mula positif, maka tidak terjadi kehilangan muatan.
Diamatinya pula bahwa suatu keping yang netral akan
memperoleh muatan positif apabila disinari. Kesimpulan yang
dapat ditarik dari pengamatan-pengamatan di atas adalah
bahwa chaya ultraviolet mendesak keluar muatan litrik negatif
dari permukaan keping logam yang netral. Gejala ini dikenal
sebagai efek fotolistrik.
Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya sebagian
elektron pada permukaan logam akibat penyinaran dengan berkas
cahaya. Dalam fisika modern efek fotolistrik merupakan salah satu
pokok bahasan yang mempunyai kedudukan istimewa karena
interpretasi mekanisme terjadinya peristiwa ini telah mengantarkan
fisika pada tahapan baru yang melahirkan fisika kuantum.
Karenanya pemahaman efek fotolistrik yang optimal pada
pembelajaran fisika modern amat diperlukan.

B. Tujuan Percobaan

1. Mengamati dan mendiskusikan gejala yang menunjukkan


bahwa cahaya berperilaku sebagai gelombang menurut
teori klasik.
2. Mengamati dan mendiskusikan gejala yang menunjukkan
bahwa cahaya dapat berperilaku sebagai partikel menurut
teori kuantum
3. Menentukan konstanta Planck.

C. Manfaat Percobaan
1. Mahasiswa mampu mengetahui gejala yang menunjukkan
bahwa cahaya berperilaku sebagai gelombang menurut
teori klasik
2. Mengetahui gejala yang menunjukkan bahwa cahaya dapat
berperilaku sebagai partikel menurut teori kuantum
3. Mengetahui cara penentuan konstanta planck
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada efek fotolistrik, permukaan sebuah logam disinari


dengan seberkas cahaya, dan sejumlah electron terpancar dari
permukaanya. Dalam studi eksperimental terhadap efek
fotoelektrik, kita mengukur bagaimana laju dan energy kinetic
electron yang terpancar bergantung pada intensitas dan panjang
gelombang sumber cahaya. Percobaan ini dilakukan dalam ruang
hampa, agar electron tidak kehilangan energinya karena
bertumbukan dengan molekul-molekul udara.
Susunan percobaan ini diperlihatkan pada gambar di bawah.

Laju pancaran electron diukur sebagai arus listrik pada rangkaian luar
dengan menggunakan sebuah Ammeter, sedangkan energi kinetiknya
ditentukan dengan mengenakan suatu potensial perlambat (retarding
potential) pada anoda sehingga electron tidak mempunyai energi yang
cukup untuk “memanjati” bukit potensial yang terpasang. Secara
eksperimen tegangan perlambat terus diperbesar hingga pembacaan
arus pada ammeter menurun ke nol. Tegangan yang bersangkutan ini

disebut potensial henti (V ). karena electron yang berenergi tertimggi


s
tidak dapat melewati potensial henti ini, maka pengukuran V
merupakan suatu cara untuk menentukan energi kinetik maksimum
electron :

K mak
 e.Vs

e adalah muatan electron. Nilai khas Vs adalah dalam orde


beberapa volt (Krane, 1992: 97).

Hasil-hasil eksperimen efek fotolistrik adalah sebagai berikut:

1. Potensial pemberhenti Vo untuk bahan anoda tertentu tidak


bergantung dari intensitas cahaya yang menyinari bahan
anoda.

Gambar II.2 Arus fotolistrik sebanding dengan intensitas cahaya untuk semua
rentang potensial.

2. Potensial pemberhenti Vo bergantung dari frekuensi dari


cahaya yang menyinari anoda. Dalam gambar di bawah ini
lengkung Io terhadap Vo dibuat untuk keadaan dengan
anoda yang sama, dan tiga frekuensi yang berlainan.
Gambar II.3 Potensial pemberhenti Vo tergantung pada frekuensi cahaya yang
datang

3. Untuk satu macam bahan anoda lengkung potensial


pemberhenti Vo sebagai fungsi frekuensi v cahaya,
merupakan garis yang lurus. Ternyata ada satu frekuensi
potong Vo (cut-of frequency) yang menjadi batas efek
fotolistrik. Artinya bahwa cahaya dengan frekuensi di
bawah harga Vo tidak akan menghasilkan efek fotolistrik
berapapun intensitasnya. Setiap bahan anoda mempunyai
Vo tersendiri.
Gambar 2.4 Grafik hasil pengukuran potensial pemberhenti
sebagai fungsi frekuensi untuk sodium (frekuensi ambang 4,39 x
1033 Hz)

Dari hasil eksperimen seperti tersebut di atas, terlihat bahwa ada


bagian dari fakta eksperimental tentang efek fotolistrik yang
tidak dapat diterangkan dengan konsep gelombang tentang
cahaya, yaitu:

1. Bahwa Vo (jadi Ek) tidak bergantung dari intensitas cahaya.


Menurut konsep gelombang kuat medan E dari cahaya
berbanding lurus dengan √I dimana I adalah intensitas
cahaya. Jadi bila E besar, tentunya gaya pada elektron
dipermukaan anoda juga besar, karena F = eE

2. Bahwa di bawah frekuensi potong Vo elektron tidak lagi


dapat dilepaskan dari permukaan logam. Menurut konsep
gelombang, kuat medan E tidak bergantung dari frekuensi,
sehingga asal intensitas cukup besar efek fotolistrik yang
akan terjadi dan tidak bergantung pada frekuensi cahaya..

Dengan demikian harus dicari penjelasan secara teoritis


yang berpijak pada konsep gelombang cahaya. Untuk inilah
maka kemudian Einstein mengemukakan postulatnya sebagai
berikut :

1. Cahaya itu terdiri dari paket-paket energi (foton) yang


bergerak dengan kecepatan c

2. Bahwa apabila frekuensi cahaya adalah v maka energi


foton adalah E = hf

3. Dalam proses fotolistrik satu foton diserap sepenuhnya


oleh elektron pada permukaan logam
(Malago, 2005: 93).
Teori elektromagnetik cahaya dapat menerangkan sangat
baik banyak sekali gejala, sehingga teori ini tentu mengandung
kebenaran. Namun teori yang berdasar kokoh ini tidak cocok
untuk menerangkan efek fotolistrik. Dalam tahun 1905 Einstein
menemukan bahwa paradoks yang timbul pada efek fotolistrik
dapat dimengerti hanya dengan memasukkan pengertian radikal
yang pernah disusulkan lima tahun sebelumnya oleh fisikawan
teoretis Jerman Max Planck. Ketika itu Planck mencoba
menerangkan radiasi karakteristik yang dipancarkan oleh benda
mampat. Kita mengenal pijaran dari sepotong logam yang
menimbulkan cahaya tampak, tetapi panjang gelombang lain
yang terlihat mata juga juga terdapat. Sebuah benda tidak perlu
sangat panas untuk bisa memancarkan gelombang
elektromagnetik- semua benda memancarkan energi seperti
secara malar (kontinu) tidak perduli berapa temperaturnya. Pada
temperature kamar sebagian besar radiasinya terdapat pada
bagian inframerah dari spectrum, sehingga terlihat.

Sifat yang dapat diamati dari radiasi benda hitam ini –penamaan
serupa itu akan dikemukakan alasannya pada bab 9, di situ
pembahasan lengkap persoalan dan pemecahannya diberikan –
tidak dapat diterangkan berdasrkan prinsip fisis yang dapat
diterima pada waktu itu. Planck dapat menurunkan rumus yang
dapat menerangkan radiasi spectrum ini (yaitu kecerahan relatif
dari berbagai panjang gelombang yang terdapat) sebagai fungsi
dari temperature dari benda yang meradiasikannya kalau ia
menganggap kalau radiasi yang dipancarkan terjadi secara tak
malar (diskontinu), dipancarkan dalam caturan kecil, suatu
anggapan yang sangat asing dalam teori electromagnet. Catuan
ini disebut kuanta. Planck mendapatkan bahwa kuanta yang
berpautan dengan frekuensi tertentu v dari cahaya semuanya
harus berenergi sama dan bahwa energi ini E berbanding lurus
dengan v. Jadi

E  hf

Dengan h, pada waktu itu disebut tetapan Planck, berharga


h = 6,626 X 10-34 J.s

Ketika ia harus menganggap bahwa energi elektromagnetik yang


diradiasikan oleh benda timbul secara terputus-putus, Planck
tidak pernah menyangsikan bahwa penjalarannya melalui ruang
merupakan gelombang elektromagnetik yang malar. Einstein
mengusulkan bukan saja cahaya dipancarkan menurut suatu
kuantum pada suatu saat, tetapi juga menjalar menurut kuanta
individual; anggapan yang lebih berlawanan dengan fisika klasik.
Menurut hipotesis ini efek fotolistrik dapat diterangkan dengan
mudah. Rumusan empiris persamaan 2.1 dapat ditulis

hv = Kmaks + hv0

Pengurulan Einstein berarti bahwa tiga suku dalam persamaan


2.3 dapat ditafsirkan sebagai berikut:

hv= isi energi dari masing-masing kuantum cahaya datang

K mak
= enegi kinetik fotoelektron maksimum

= energi minimum yang diperlukan untuk


hv0
melepaskan sebuah elektron dari permukaan
logam yang disinari.
Beberapa fungsi kerja fotolistrik terlihat dalam tabel 2.1. Untuk
melepaskan elektron dari permukaan logam biasanya
memerlukan separuh dari energi yang diperlukan untuk
melepaskan electron dari atom bebas dari logam bersangkutan,
sebagai contoh, energi ionisasi cesium 3,9 eV dibandingkan
dengan fungsi kerja 1,9 eV. Karena spectrum cahaya tampak
berkisar dari 4,2 hingga 7,9 X 10 33 Hz yang bersesuaian dengan
energi kuantum 1,7 hingga 3,3 eV, jelaslah dari table 2.1 bahwa
efek fotolistrik ialah suatu gejala yang terjadi dalam daerah
cahaya tampak dan ultraungu. Seperti telah kita lihat, foton
cahaya berfrekuensi v berenergi hv . Untuk bisa menyatakan hv
dalam elektronvolt (eV), kita ingat kembali bahwa

1 eV = 1,60 x 10-19

(Beiser, 1999: 52)

BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Identifikasi Variabel
1. Percobaan I
a. Variabel Manipulasi = % transmisi
b. Variabel Respon = potensial penghenti, Vs (volt)
c. Variabel Kontrol = filter warna (kuning dan
hijau)
2. Percobaan II
d. Variabel Manipulasi = Warna orde pada spektrum
merkuri
a. Variabel Respon = potensial penghenti, Vs (volt)
b. Variabel Kontrol = panjang gelombang,λ (m)
Frekuensi gelombang (Hz)

B. Definisi Operasional Variabel


1. Persentase transmisi (% transmisi) adalah besarnya
persentase spektrum (intensitas) yang diteruskan menuju
fotodioda
2. Potensial penghenti adalah nilai beda potensial maksimum
yang terukur dengan menggunkan voltmeter digital dan
dinyataan dalam satuan volt (V).
3. Filter warna dalam praktikum ini merupakan filter warna
yang digunakan dalam percobaan yang di dalamnya
terdaat %transmisi dari 20%-100%.
4. Panjang gelombang, λ dalam praktikum ini merupakan
besarnya frekuensi untuk setiap spektrum warna yang
nilainya sudah diketahui dan dinyatakan dalam satuan Hz.
5. Frekuensi dan panjang gelombang adalah nilai frekuensi
dan panjang gelombang yang digunakan yang nilainya
ditentukan bedasarkan warna spektrum.
6. Orde yaitu pola spectrum ke-n yang terbentuk, dan
merupakan kelipatan bilangan bulat mulai 1, 2, dan
seterusnya
A. Alat dan Bahan
1. Voltmeter digital (SE-9589), 1 buah

2. h/e apparatus (AP-9368), 1 buah

3. Kit asesori h/e apparatus (AB-9369), 1 set

4. Sumber cahaya dari lampu uap merkuri (OS-9286), 1 buah

5. Lensa/grtaing blazed 500nm, 1 buah

6. Light block, 1 set

7. Diffraction sets, 1 buah

8. Relative transmission, 1 buah

9. Filter kuning, 1 buah

10. Filter hijau, 1 buah

B. Prosedur Kerja
Susunan alat ”h/e apparatus” diperlihatkan seperti gambar
berikut:
Pecobaan efek fotolistrik terdiri dari dua kegiatan eksperimen,
yaitu:
EKSPERIMEN I
Percobaan ini terdiri dari dua bagian. Pada bagian A, akan
dipilih dua garis spektral dari lampu mercury dan menyelidiki
energi maksimum fotoelektron sebagai fungsi intensitas. Pada
bagian B, akan dipilih sejumlah garis spektral lalu menyelidiki
energi maksimum fotoelektron sebagai fungsi cahaya. A
1. Mengatur h/e apparatus sehingga hanya satu garis spektral
(warna) yang jatuh pada mask fotodioda.

2. Meletakkan filter yang bersesuaian dengan warna spektrum


pada White Reflektive Mask.

3. Meletakkan Variable Transmission Filter di depan White


Reflective Mask sehingga cahaya melewati bagian yang
bertanda 100% dan pastikan bahwa cahaya mencapai jendela
foto diode dengan tepat dengan cara membuka light shield.

4. Mencatat tegangan DVM pada tabel yang disediakan.


Menggerakkan Variabel Transmission Filter sehingga bagian
berikutnya tepat pada cahaya datang. Mencatat VDM dan
perkiraan waktu pemuatan (recharge) setelah tombol
discharge ditekan dan dilepaskan.

5. Mengulangi langkah 3, sampai kelima bagian filter telah


diuji. Mengulangi seluruh langkah dengan warna kedua yang
berbeda.

EKSPERIMEN II
Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan
antara energi dan panjang gelombang cahaya. Dari hubungan
tersebut konstanta Planck dapat ditentukan.
1. Memeriksa 5 jenis warna dari dua orde pada sperktrum
mercury.

2. Mengatur h/e apparatus dengan hati-hati, sehingga hanya


satu warna dari orde pertama (orde paling terang) yang jatuh
pada bukaan Mask fotodioda.

3. Untuk setiap warna pada setiap orde, ukur potensial


penghenti dengan DVM dan catat hasilnya pada tabel yang
tersedia. Menggunakan filter kuning dan hijau pada Reflective
Mask ketika pengukuran dengan cahaya kuning dan hijau
dilakukan.

4. Melanjutkan pengukuran untuk orde dua dengan


mengulangi seluruh proses di atas.

C. Teknik Analisis Data


1. Analisis Tabel
Eksperimen 1
Tabel Hubungan Antara Potensial Penghenti dan Perkiraan Waktu
% Potensial penghenti Perkiraan Waktu
Warna
Transmisi (Volt) Pemuatan (Detik)
100
80
60
40
20
100
80
60
40
20
Eksperimen 1I
Tabel Hubungan antara Panjang Gelombang, Frekuensi dan Potensial Penghenti

Panjang
Warna Orde Frekuensi Potensial
Gelombang
Pertama ( x1033 Hz) Penghenti (volt)
(nm)
Kuning
Hijau
Biru
Violet
Ultraviolet
Panjang
Warna Orde Frekuensi Potensial
Gelombang
Pertama ( x1033 Hz) Penghenti (volt)
(nm)
Kuning
Hijau
Biru
Violet
Ultraviolet

2. Analisis Perhitungan
BAB IV
HASIL, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Eksperimen I
Tabel 1. Hubungan Antara Potensial Penghenti dan Perkiraan Waktu
% Potensial penghenti Perkiraan Waktu
Warna
Transmisi (Volt) Pemuatan (Detik)
100 0,08 1066
80 0,65 388
Hijau 60 0,62 68
40 0,57 48
20 0,50 17
100 0,63 264
80 0,62 71
Kuning 60 0,60 56
40 0,58 37
20 0,53 30

Eksperimen II
Tabel 2.Hubungan antara Panjang Gelombang, Frekuensi dan Potensial Penghenti

Panjang
Warna Orde Frekuensi Potensial
Gelombang
Pertama ( x1033 Hz) Penghenti (volt)
(nm)
Kuning 578 5,18672 1,06
Hijau 546,074 5,48992 1,07
Biru 435,835 6,87858 1,37
Violet 404,656 7,40858 1,47
Ultraviolet 365,483 8,20264 1,68
Panjang
Warna Orde Frekuensi Potensial
Gelombang
Pertama ( x1033 Hz) Penghenti (volt)
(nm)
Kuning 578 5,18672 0,78
Hijau 546,074 5,48992 0,93
Biru 435,835 6,87858 1,10
Violet 404,656 7,40858 1,20
Ultraviolet 365,483 8,20264 1,49

B. Analisis Perhitungan
Eksperimen I
a. Warna Hijau
 Transmisi 100%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,68 volt)
= 1,09 x 10-19CV
 Transmisi 80%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,65 volt)
= 1,04 x 10-19 CV
 Transmisi 60%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,62 volt)
= 0,99x 10-19 CV
 Transmisi 40%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,57 volt)
= 0,91 x 10-19CV
 Transmisi 20%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,50 volt)
= 0,80 x 10-19CV
b. Warna Kuning
 Transmisi 100%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,63 volt)
= 1,01 x 10-19CV
 Transmisi 80%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,62 volt)
= x 10-19CV
 Transmisi 60%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,60 volt)
= 0,96 x 10-19CV
 Transmisi 40%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,58 volt)
= 0,93 x 10-19CV
 Transmisi 20%
Kmaks = e . Vs
= (1,602 x 10-19C) . (0,53 volt)
= 0,85 x 10-19CV

Eksperimen II
a. Orde Pertama
 Warna Kuning
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 1,06 volt ) +( 3,040× 10−19 J )


h=
5,19× 10−33 Hz
h=0,91× 10−33 Js

 Warna Hijau
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 1,07 volt ) +(3,040× 10−19 J )


h= −33
5,49× 10 Hz

h=0,87 ×10−33 Js

 Warna Biru
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 1,37 volt ) +(3,040× 10−19 J )


h= −33
6,88× 10 Hz

h=0,76 ×10−33 Js

 Warna Violet
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 1,47 volt ) +(3,040× 10−19 J )


h= −33
7,41× 10 Hz

h=0,73× 10−33 Js

 Warna Ultraviolet
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 1,68 volt ) +(3,040 × 10−19 J )


h= −33
8,20× 10 Hz

h=0,70× 10−33 Js
>> Nilai h rata-rata:
h 1+h 2+h 3+h 4+h 5
h́=
5

( 0,91+0,87+ 0,76+0,73+ 0,70 ) × 10−33 Js


h́=
5

3,97 ×10−33 Js
h́=
5

−33
h́=0,79× 10 Js

b. Orde Kedua
 Warna Kuning
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 0,78 volt ) +(3,040× 10−19 J )


h= −33
5,19× 10 Hz

h=0,83× 10−33 Js

 Warna Hijau
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 0,93 volt ) +(3,040× 10−19 J )


h= −33
5,49× 10 Hz

h=0,83× 10−33 Js

 Warna Biru
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 1,10 volt ) +(3,040 × 10−19 J )


h= −33
6,88× 10 Hz

h=0,70× 10−33 Js

 Warna Violet
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 1,20 volt ) +(3,040 × 10−19 J )


h=
7,41×10−33 Hz

−33
h=0,67 ×10 Js

 Warna Ultraviolet
e .V s+ w0
h=
f

( 1,602 ×10−19 C ) . ( 1,49 volt ) +(3,040 ×10−19 J )


h=
8,20× 10−33 Hz

−33
h=0,66 ×10 Js

>> Nilai h rata-rata:


h 1+h 2+h 3+h 4+h 5
h́=
5

( 0,83+ 0,83+ 0,70+0,67+ 0,66 ) × 10−33 Js


h́=
5

3,69 ×10−33 Js
h́=
5

h́=0,74 ×10−33 Js
C. Analisis Grafik
Eksperimen II
Analisis data untuk eksperimen II diperoleh melalui analisis
grafik
a. Orde I

Hubungan antara Frekuensi (f) dengan Potensial Henti (v) untuk Orde I

1.5 f(x) = 0.2x - 0.04


R² = 0.99
1
potensial penghenti
0.5

0
5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5

frekuensi (x 10-14 Hz)

b. Orde II
Hubungan antara Frekuensi (f) dengan Potensial Henti (v) untuk Orde II

1.2

1
f(x) = 0.23x - 0.9
R² = 1
0.8

0.6
potensial penghenti

0.4

0.2

0
5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5

frekuensi (x 10-14 Hz)

4. Analisis Grafik
Analisis data untuk eksperimen II diperoleh melalui analisis
grafik masing-masing untuk Orde I dan Orde II .

Hubungan antara Frekuensi (f) dengan Potensial Henti (v) untuk Orde I

1.5

1
potensial penghenti (volt)

0.5

0
5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5

frekuensi (x 10-14 Hz)

D. Analisis Ketidakpastian
Besarnya presntase kesalahan yang dilakukan saat
pengambilan data adalah:

%diff = | h teori|
h teori−h praktek
× 100

%diff = | 6,62 .10−34 Js |


6,62 . 10−34 Js−3,48 .10−34 Js
× 100

%diff =47,43

E. Pembahasan
Gejala foto listrik adalah munculnya arus listrik atau
lepasnya elektron yang bermuatan negatif dari permukaan
sebuah logam akibat permukaan logam tersebut disinari
dengan berkas cahaya yang mempunyai panjang gelombang
atau frekuensi tertentu. Dalam percobaan ini, didapatkan data bahwa
semakin kecil nilai relatif transmision (yang diunjukkan dengan penurunan
dengan range dari 100% hingga 20%), maka nilai potensial penghenti untuk
masing-masing warna semakin membesar. Misalnya untuk warna kuning, dari
bernilai 0,63 volt pada relatif transmision 100% menjadi 0,53 volt pada relatif
transmision 20%. Penurunan nilai potensial penghenti tersebut juga berlaku untuk
jenis warna hijau. Sehingga disini dapat diketahui bahwa nilai relatif transmision
berbanding terbalik dengan nilai potensial penghenti untuk masing-masing warna,
yaitu semakin besar nilai potensial penghenti maka nilai relatif transmision akan
semakin kecil. Demikian juga, semakin kecil nilai potensial penghenti maka nilai
relatif transmision akan semakin besar. Dari tabel pengamatan yang pertama
dapat dilihat bahwa intensitas transmisi sangat berpengaruh pada potensial
penghentinya hal ini sesuai dengan teori bahwa cahaya itu bersifat sebagai
partikel seperti yang diungkapkan oleh fisika klasik. Dan pada tabel pengamatan
kedua dapat dilihat pula bahwa frekeunsi dan panjang gelombang setiap warna
juga mempengaruhi potensial penghentinya hal ini hal ini sesuai dengan teori
bahwa cahaya itu bersifat sebagai gelombang seperti yang diungkapkan oleh
fisika kuantum. Pada eksperimen II, kita menyelidiki hubungan antara energi,
panjang gelombang, frekuensi dan potensial penghenti. Pada eksperimen ini,
ditentukan konstanta Planck melalui analisis grafik yang menunjukkan hubungan
antara frekuensi dengan potensial penghenti. Berdasarkan hasil percobaan,
kenaikan nilai frekuensi cahaya disertai kenaikan potensial penghentinya atau
frekuansi yang tinggi menghasikan fotoelektron dengan energi yang besar. Hal ini
sesuai dengan teori kuantum, bahwa kenaikan frekuensi cahaya akan
mempengaruhi besar potensial penghenti dan fotoelektron. Dari grafik diperoleh
bahwa kemiringan, m=h/e, sehingga dengan mengethui nilai muatan elektron
(e=1,602 x 10-19), maka kita memperoleh konstanta Planck sebesar 3,48 . 10 -34 Js.
Berdasarkan analisis grafik dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh nilai
konstanta planck yaitu sebesar 3,48 . 10 -34 Js. Hal ini berbeda sedikit dengan teori
yaitu sebesar 6,62 x 10-34 Js. Hal itu disebabkan mungkin karena kekurang hati-
hatian dalam pengamatan warna baik itu pada orde pertama maupun pada orde
kedua. Dan pada percobaan ini pula diperoleh nilai fungsi kerjanya yang
tergantung pada frekuensi dan potensial penghenti pada setiap warna.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kenaikan intensitas cahaya menyebabkan
kenaikan nilai potensial penghenti dan besar
energi maksimum fotoelektron. Hal ini
membuktikan bahwa cahaya berperilaku
sebagaigelombang.
2. Kenaikan frekuensi cahaya menyebabkan kenaikan
nilai potensial penghenti dan energi maksimum
fotoelektron. Hal ini membuktikan bahwa cahaya
berperilaku sebagai partikel.
3. Konstanta Planck dapat ditentukan dengan
memplot grafik potensial penghenti Vs terhadap
frekuensi f dan kemiringan kurva yang diperoleh
sama dengan h/e. Berdasarkan percobaan
diperoleh konstanta Planck orde 1 adalah
h1= 3,22.10-34 Js dan konstanta Planck orde 1
adalah h2=3,74.10-34 Js

B. Saran
Praktikan harus terlebih dahulu memahami
prosedur kerja sebelum melakukan praktikum. Selain
itu, praktikan juga harus lebih teliti saat pelaksanaan
praktikum agar data yang diperoleh lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur. 1999. Konsep Fisika Modern. Jakarta: Erlangga.


Krane, Kenneth. 1992. Fisika Modern. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Malago, Jasruddin daud. 2005. Pengantar Fisika Modern.
Makassar: Badan Penerbit UNM.
Tim Eksperimen Fisika I. 2012. Penuntun Praktikum Eksperimen
Fisika Modern. Makassar: Laboratorium Fisika FMIPA UNM
Unit Fisika Modern.

Anda mungkin juga menyukai