Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ACS

DI SUSUN OLEH :

BAMBANG

FITRIA

NINDIA

MELINDA

SARI

RIFANI

AKADEMI KEPERAWATAN RS. DUSTIRA

CIMAHI

202
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome/ACS) meliputi spektrum
penyakit dari infark miokard akut (MI) sampai angina tak stabil (unstable
angina).Penyebab utama penyakit ini adalah trombosis arteri koroner yang
berakibat pada iskemi dan infark miokard.Derajat iskemik dan ukuran infark
ditentukan oleh derajat dan lokasi trombosis.
Sejak 1960‐an, ketika terapi standard menjadi istirahat penuh (bed rest)
dan defibrilasi (jika diperlukan), angka kematian infark miokard akut menurun
terus. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard
acute(IMA) yang disertai elevasi segmen ST. Penderita dengan infark
miokardium tanpa elevasi ST.3 SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis
penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi
utama proses aterosklerosis.
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1
juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap
tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65
tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit
jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk
Amerika.
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah Untuk Mengetahui dan
Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut.
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah :
1. Untuk mengetahui konsep dasar teori dari Sindrom Koroner Akut.
2. Untuk mengetahui konsep dasar Askep teoritis pada pasien dengan
Sindrom Koroner Akut dengan meliputi Pengkajian, Diagnosa
Keperawatan, Intervensi, implementasi dan evaluasi.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini antara lain :
a. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang Sindrom Koroner Akut
b. Untuk meningkatkan pengetahuan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
dari Sindrom Koroner Akut
c. Untuk menambah referensi pustaka bagi mahasiswa Keperawatan UMI
tentang Sindrom Koroner Akut
BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang

Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan kumpulan gejala yang


manifestasiklinisnya dominan disebabkan oleh proses aterosklerosis. Hal ini
biasanyadipresipitasi oleh thrombosis akut yang diinduksi oleh ruptur atau erosi
plakaterosklerosis pembuluh darah koroner, dengan atau tanpa disertai
vasokonstriksi,sehingga menyebabkan penurunan mendadak aliran pembuluh
darah jantung (Hammet al., 2011).

Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012


penyakitkardiovaskular merupakan penyebab kematian utama dari seluruh
penyakit tidakmenular dan bertanggung jawab atas 17,5 juta kematian atau 46%
dari seluruhkematian penyakit tidak menular. Dari data tersebut diperkirakan 7,4
juta kematianadalah serangan jantung akibat penyakit jantung koroner (PJK) dan
6,7 juta adalahstroke (Joseph et al., 2016).

Acute Coronary Syndrome atau Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan


penyakityang masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara
berkembang (RimaMelati, 2008). Menurut WHO pada tahun 2011, 7.254.000
kematian di seluruh dunia(12,8% dari semua kematian) disebabkan oleh SKA
pada tahun 2008 (Hausenloy,2013). Di USA setiap tahun 550.000 orang
meninggal karena penyakit ini. Di Eropadiperhitungkan 2040.000 orang dari 1
juta penduduk menderita SKA (Rima Melati,2008).Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi penderita PJK sebesar 0,5%
dari seluruh pasien penyakit tidak menular. Daerah tertinggi berdasarkan
terdiagnosis dokter adalah Sulawesi Tengah (0,8%) dikutiSulawesi Utara, DKI
Jakarta, Aceh masing-masing (0,7%) (Joseph et al., 2016). SKA umumnya terjadi
pada pasien dengan usia diatas 40 tahun (Heru Sulastomo, 2010).SKA tidak hanya
menyerang laki-laki saja, wanita juga berisiko terkena SKAmeskipun kasusnya
tidak sebesar pada laki-laki (Mamat Supriyono, 2008)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi

Jantung merupakan alat pompa manusia yang berfungsi untuk


memompakan darah keseluruh tubuh guna memenuhi transport oksigen untuk
jaringan dengan membawa nutrisi yang dibutuhkan oleh jaringan. Jantung
membawa darah dari vena pulmonalis menuju atrium sinistra kemudian ke
venrikel sinista dan di keluarkan ke aorta, artri dan arteriol kemudian di jaringan
terjadilah perfusi oksigen dan karbondioksida setelah itu venul, vena, vena kava
dan atrium dekstra kemudian ke arteri pulmonalis.
Fungsi dari jantung sendiri mengalirkan darah ke seluruh tubuh untuk
memenuhi kebutuhan jaringan namun tak lupa jantung itu sendiri juga mempunyai
otot yang juga harus disuplai nutrisi oleh darah, namun berbeda dengan arteri dan
vena yang lain jantung menerima darah bukan saat kontraksi namun pada saat
relaksasi, jantung memiliki aliran untuk menyuplai darah yang dinamakan arteri
koroner, dimana arteri koroner memiliki 2 cabang dekstra dan sinistra, cabang dari
arteri sinistra ada dua yaitu sirkumflexa dan arteri left descendend, dimana
kesemua arteri ini mengalirkan darah dan nutrisi menuju ke jantung untuk
memenuhi kebutuhan otot jantung.
Kedua arteri ini tidak selamanya bisa berfungsi dengan baik, sama dengan
arteri – arteri pada umumnya pola hidup yang tidak sehat memicu pembentukan
plak terutama pada arteri koroner yang memungkinkan menimbulkan banyak
gejala yaitu ACS (Acute Coronary Syndrome).
ACS sendiri di sebabkan oleh penumpukan plak atau lemak kolesterol pada arteri
koroner yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga suplai darah
untuk otot jantung berkurang sehingga jantung akan mengalami masalah yaitu
kerusakan miokardium dan jika tidak segera ditanganio maka akan terjadi
nekrosis jaringan. (Erling Falk, 2013).

2.1 Konsep Dasar Teoritis


2.1.1 Defenisi
Organisasi kesehatan dunia memprediksi bahwa penyakit kardiovaskuler,
terutama SKA akan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara-
negara berkembang sebelum tahun 2020 (Katz,2006). World Health Organization
(WHO) (Tunstall H dkk,1994) dan American Heart Association (AHA) pada akhir
tahun 1950 menegakkan diagnosis SKA berdasarkan 2 dari 3 kriteria yaitu
manifestasi klinis nyeri dada, gambaran EKG dan penanda enzim jantung
(Luepker,2003).
Sindroma Koroner Akut (SKA) terdiri dari infark miokard akut (IMA)
disertai elevasi segmen ST (IMA STE), IMA tanpa elevasi segmen ST (IMA non
STE) dan angina pektoris tak stabil (APTS) (Braunwald,1989; Christopher
PC,2005). Walaupun presentasi klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan
patofisiologi (Libby,1995). Jika troponin T atau I positif tetapi tanpa gambaran ST
elevasi disebut IMA non STE dan jika troponin negatif disebut APTS.
Acute coronary syndrome adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan
gejala iskemia miokard: angina stabil, non-ST-segmen elevasi miokard infark, dan
elevasi ST-segmen infark miokard. Sindrom koroner  akut (SKA) adalah
merupakan satu dari tiga penyakit pembuluh darah arteri koroner, yaitu : ST-
Elevasi infark miokard (30 %), Non ST-Elevation infark miokard (25 %), dan
Angina Pectoris Tidak Stabil (25 %).
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium.Bila kebutuhan oksigen
miokardium meningkat, maka suplai oksigen juga harus meningkat. Peningkatan
kebutuhan oksigen terjadi pada: takikardia, peningkatan kontraktilitas miokard,
hipertensi, hipertrofi, dan dilatasi ventrikel. Untuk meningkatkan suplai oksigen
dalam jumlah yang memadai aliran pembuluh koroner harus ditingkatkan.

Sindrom koroner akut dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :


1) Akut ST-elevasi MI (STEMI)
STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika
tidak dilakukan pengobatan akan dapat menyebabkan kerusakan
miokardium yang lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk
mengalami fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan
kematian.Bantuan medis harus segera dilakukan.

2) Non-ST-elevasi MI (NSTEMI) yang sering disebut dengan istilah non Q-


wave MI atau sub-endocardial MI)
Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi
untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah koroner, yang dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih luas dan aritmia yang
dapat menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya sumbatan dapat
terjadi pada beberapa jam pertama dan menghilang dalam seiring dengan
waktu.
3) Unstable angina pectoris
Angina tidak stabil didefinisikan sebagai kejadian salah satu atau beberapa
dari kejadian berikut:
a) Angina yang terjadi pada periode waktu tertentu dari mulai beberapa
hari dan meningkat dalam serangan. Peningkatan itu disebabkan
karena faktor pencetus yang lebih sedikit atau kurang. Keadaan ini
sering disebut sebagai crescendo angina.
b) Episode kejadian angina sering berulang dan tidak dapat diprediksi.
Angina tidak stabil tidak pencetus karena olahraga tidak begitu jelas.
Biasanya terjadi dalam waktu pendek dan hilang dengan spontan atau
dapat hilang sementara dengan cara minum glyceryl trinitrate (GTN)
sub lingual.
c) Tidak ada pencetusnya dan nyeri dada yang memanjang. Tidak ada
bukti adanya myokardial infark.
2.1.2     ETIOLOGI
Masalah yang sesungguhnya pada SKA terletak pada penyempitan
pembuluh darah jantung (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh
4 hal yaitu :
a) Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat
konsumsi kolesterol yang tinggi.
b) Sumbatan (trombosit) oleh sel bekuan darah (thrombus)
c) Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus menerus.
d) Infeksi pada pembuluh darah
Terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan yakni :
1) Aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)
2) Stress atau emosi dan terkejut.
3) Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar meningkat dan kontra aktivitas jantung meningkat.
2.1.3     PATOFISIOLOGI
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibat suplei darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah  koroner
berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat
penyempitan arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan
total arteri  oleh emboli (plak) atau thrombus. Penurunan aliran darah
koroner juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan.Pada setiap kasus
ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
jantung.
Iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama (>30-45menit)
menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel. Plak aterosklerosis
menyebabkan bekuan darah atau trombus  yang akan menyumbat
pembuluh darah arteri, jika bekuan terlepas dari tempat melekatnya dan
mengalir ke cabang arteri koronaria yang lebih perifer pada arteri yang
sama.
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal
jantung).
Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi,
khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah
jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga
mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotic. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang
terkena infark maupun yang non infark.
Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya
akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia. Bila IMA makin
tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan
karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah
diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut
yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi.
Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi
mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik
jantung. Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada
menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan.Hal ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan
terhadap rangsangan.
IMA STE umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu IMA STE karena timbulnya banyak kolateral sepanjang
waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi ruptur lokal akan
menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologi menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari fibrin rich red
trombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan respon
terhadap terapi trombolitik ( Hamm dkk,2004)
(Bayer, 2008)
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaa yang dapat dilakukan untuk pasien Sindrom Koroner Akut
(SKA) yaitu :
1. Morphine
Diberikan jika nitroglycerin sublingual tidak pengobatan yang cukup
penting pada infark miokard dengan alasan:
a. Menimbulkan efek analgesik pada SSP yang dapat mengurangi aktivitas
neurohumoral dan menyebabkan pelepasan katekolamin
b. Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel kiri dan
mengurangi kebutuhan oksigen.
c. Menurunkan tahanan vaskuler sistemik, sehingga mengurangi after load
ventrikel kiri.
d. Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut.
2. Oksigen
Oksigen diberikan pada semua pasien infark miokard. Pemberian oksigen
mampu mengurangi ST elevasi pada infark anterior. Berdasarkan konsensus,
dianjurkan memberikan oksigen dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian oksigen
lebih dari 6 jam secara klinis tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan berikut :
a. Pasien dengan nyeri dada menetap atau berulang atau dengan hemodinamik
yang tidak stabil.
b. Pasien dengan tanda-tanda edema paru akut
c. Pasien dengan saturasi oksigen < 90%.
3. Nitroglycerin
Tablet nitroglycerin sublingual dapat diberikan sampai 3 kali dengan
interval 3-5 menit jika tidak ada kontraindikasi. Obat ini tidak boleh diberikan
pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil, misalnya pada pasien
dengan tekanan diastolik ≤ 90 mmHg atau 30 mmHg lebih rendah dari
pemeriksaan awal. Nitroglycerin adalah venodilator dan penggunaannya harus
secara hati-hati pada keadaan infark inferior atau infark ventrikel kanan, hipotensi,
bradikardi, takikardi, dan penggunaan obat penghambat fosfodiesterase dalam
waktu <24 jam.
4. Acetylsalicylic acid
Acetylsalicylic acid 160-325 mg dikunyah, untuk pasien yang belum
mendapat acetylsalicylic acid dan tidak ada riwayat alergi dan tidak ada bukti
perdarahan lambung saat pemeriksaan. Acetylsalicylic acid supositoria dapat
digunakan pada pasien dengan mual, muntah atau ulkus peptik, atau gangguan
saluran cerna atas.
5. Terapi reperfusi awal
Sebelum melakukan terapi reperfusi awal harus dilakukan evaluasi sebagai
berikut:
a. Langkah I: Nilai waktu onset serangan, risiko STEMI, risiko fibrinolisis dan
waktu yang diperlukan untuk transportasi ke ahli kateterisasi PCI yang
tersedia.
b. Langkah II: strategi terapi reperfusi fibrinolisis atau invasif.

Terapi fibrinolisis dilakukan jika onset < 3 jam, tidak tersedia pilihan
terapi invasif; waktu doctor-baloon atau door-baloon > 90 menit; door-
baloonminus door-needle > 1 jam, dan tidak terdapat kontraindikasi fibrinolisis.
Terapi invasif (PCI) dilakukan jika onset > 3 jam, tersedia ahli PCI, kontak
doctorbaloon doctorbaloon atau door-baloon <90 menit; doorbaloonminus door-
needle < 1 jam. Terdapat kontraindikasi fibrinolisis, termasuk risiko perdarahan
intraserebral, pada STEMI risiko tinggi (CHF, Killip ≤ 3) atau diagnosis STEMI
diragukan.
6. Low Molecular Weight Heparin (misalnya enoxaparin)
Indikasi: STEMI, NSTEMI, angina tidak stabil ; pada STEMI digunakan
sebagai terapi tambahan fibrinolitik. Mekanisme kerja: menghambat thrombin
secara tidak langsung melalui kompleks antithrombin III Dibandingkan dengan
unfractionated heparin lebih selektif pada penghambatan faktor Xa.
7. Clopidogrel dapat menggantikan acetylsalicylic acid bila pasien alergi
terhadap acetylsalicylic acid.
8. Pemberian dosis awal clopidogrel 300 mg (loading dose) dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 75 mg/hari merupakan terapi tambahan selain
acetylsalicylic acid, UFH atau LMWH dan GP IIb/IIIa. Mekanisme kerja
clopidogrel adalah sebagai antiplatelet, antagonis reseptor adenosine
diphosphat.
9. Statin (MHGCoenzyme A Reductase Inhibitor) mengurangi insiden reinfark,
angina berulang, rehospitalisasi, dan stroke bila diberikan dalam beberapa
hari setelah infark miokard. Pemberian dapat dilakukan lebih awal (dalam 24
jam) pada infark miokard dan bila sudah mendapatkan statin sebelumnya
maka terapi dilanjutkan.
10. Terapi complete heart block
Keadaan bradikardi akibat complete heart block dengan hemodinamik
tidak stabil harus disiapkan untuk pemasangan pacu jantung transkutan atau
transvena. Sambil menunggu persiapan pacu jantung dapat dipertimbangkan
pemberian atropine 0,5mg i.v dengan dosis maksimal 3mg i.v. Selain itu dapat
dipertimbangkan pemberian epinefrin dengan dosis 2-10 μg/kgBB/menit.
(Verdy,2012)

Anda mungkin juga menyukai