Anda di halaman 1dari 22

Makalah KESPRO dan KB

Nama:Rafika Ridha

Tk:II.A
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan
dalam proses perkuliahan, dan penulisan makalah yang berjudul “Kesehatan Reproduksi ”, yang
merupakan suatu kajian yang disusun untuk melengkapi tugas Individu dalam mata kuliah Kespro dan
KB.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengharapkan saran, masukkan bahkan kritik yang membangun
untuk makalah ini, sehingga bisa digunakan sebagai referensi dalam mata kuliah ini.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Kespro yang telah membantu
dan memotivasi penulis dalam pembuatan makalah ini. Terima kasih juga untuk semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat selesai seperti yang diharapkan.

Bukittinggi,18 Agustus 2020

Rafika Ridha

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. 1.

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2.

DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ...................................................................................4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah Kesehatan Kependudukan

1.Dari Program KB & KESPRO.....................................................................

2.Program Pik-M.........................................................................................

3.Genre .....................................................................................................

B. Bonus Demografi tahun 2030

1.Indonesia Emas.......................................................................................

C. KB

1.Tujuan KB.................................................................................................

2.Program KB.............................................................................................

3.Hubungan KESPRO kependudukan dan Keluarga


Berencana............................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .....................................................................................

B. Saran ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini sangat mendukung dalam
kehidupan manusia di Indonesia bahkan di dunia, penemuan yang setiap waktu terjadi dan para peneliti
terus berusaha dalam penelitiannya demi kemajuan dan kemudahan dalam beraktivitas.

Ilmu kedokteran khususnya ilmu kesehatan pun begitu cepat bekembang mulai dari peralatan ataupun
teori sehingga mendorong para pengguna serta spesialis tidak mau ketinggalan untuk bisa memiliki dan
memahami wawasan serta ilmu pengetahuan tersebut.

Terkait ilmu kesehatan dalam hal ini, yaitu kesehatan reproduksi banyak sekali teori-teori serta keilmuan
yang harus dimiliki oleh para pakar atau spesialis kesehatan reproduksi. Wilayah keilmuan tersebut
sangat penting dimiliki demi mengemban tugas untuk bisa menolong para pasien yang mana demi
kesehatan, kesejahteraan dan kelancaran pasien dalam menjalanakan kodratnya sebagai perempuan.

Pengetahuan kesehatan reproduksi bukan saja penting dimiliki oleh para bidan atau spesialais tetapi
sangat begitu penting pula dimiliki khususnya oleh para istri-istri atau perempuan sebagai ibu atau bakal
ibu dari anak-anaknya demi kesehatan, dan kesejahteraan meraka.

Untuk itu, penulis dalam makalah ini bermaksud ingin memberikan beberapa pengertian yang mudah-
mudahan makalah ini bermanfaat untuk khalayak pembaca khususnya para perempuan. Oleh karena itu
penulis mengambil judul pada makalah ini, yaitu “KESEHATAN REPRODUKSI”.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah Kesehatan Kependudukan dari Program KB dan Kespro

1.Dari Program KB &Kespro

Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) masuk sebagai salah satu kegiatan
prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Khususnya, hal
tersebut menyangkut kesehatan ibu dan anak.

Beberapa isu strategis yang menjadi perhatian pemerintah ialah mengenai turunnya penggunaan
kontrasepsi modern, kebutuhan ber-KB yang tidak dapat terlayani (unmeet need), disparitas
antarwilayah, serta tingginya peserta KB yang putus pakai.

Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), penggunaan
kontrasepsi modern (amenore laktasi) baru mencapai 13% dari target sekira 70%. Penyebabnya,
lantaran ketidaktahuan masyarakat tentang penggunaan dan manfaat metode kontrasepsi modern.

Pun demikian, penggunaan kontrasepsi modern terbilang homogen dengan disparitas yang tidak terlalu
tinggi yakni berkisar 40-60%. Sebaliknya, penggunaan kontrasepsi tradisional justru lebih banyak di kota
besar dengan tingkat pendidikan tinggi seperti Jakarta dan Yogyakarta.

Asisten Deputi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Imam Pasli mengatakan bahwa pemerintah akan terus
mendorong penguatan pelaksanaan program KB-KR dengan cara meningkatkan cakupan dan kualitas
layanan KB.

"Untuk menurunkan angka unmeet need dan drop out, misalnya, pihak-pihak terkait seperti BKKBN dan
Kementerian Kesehatan akan kami dorong untuk dapat saling bekerja sama termasuk dengan organisasi
profesi," ujarnya saat memimpin Rapat Koordinasi Penguatan KB-KR di Kantor Kemenko PMK, Jakarta.

Tidak hanya itu, BKKBN maupun Kemenkes juga harus mendukung peningkatan kapasitas tenaga
kesehatan terutama yang ada di faskes dan RS pemerintah. Tidak sedikit calon pengguna alat
kontrasepsi memilih ber-KB di swasta lantaran fasilitas pelayanan yang diberikan lebih baik.

"Sebab itu kita juga akan menambah pilihan metode dan layanan KB untuk menjaga keberlangsungan
kepesertaan KB yang sudah ada," tukasnya.

Mengenai angka persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terlayani sebanyak 28,6%, Kepala Bagian
Perencanaan Anggaran BKKBN Irma Ardiana mengungkapkan pihaknya telah mencanangkan percepatan
penurunan unmeet need di 100 kabupaten/kota.

Di samping juga, menyediakan alat kontrasepsi serta memberikan perhatian khusus bagi peserta KB non-
MKJP. Pasalnya, walaupun persentasi MKJP tinggi tapi unmeet need, KB putus pakai, dan TFR masih
tinggi.

"Yang tidak kalah penting, kita juga harus mendorong bidan praktik mandiri untuk berjejaring dengan
faskes dan membahas KB dalam mekanisme JKN secara lintas sektoral," pungkasnya.
Rapat yang dibuka oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK Agus Suprapto
itu dihadiri oleh perwakilan kementerian/lembaga seperti BKKBN, Kemenkes, Kemendagri, dan
Bappenas.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 11/02/2020 - Rapat Kerja Nasional dan
Rakornis Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (BANGGAKENCANA)
Tahun 2020 dilaksanakan sebagai bentuk perwujudan dukungan komitmen baik dari internal BKKBN
maupun pemangku kebijakan (stakeholders) dan mitra kerja kepada Program Pembangunan Keluarga,
Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKBPK).

Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K) menyampaikan sambutannya saat membuka kegiatan Pra
Rakernas bertempat di Auditorium Kantor BKKBN Pusat, Jakarta Timur (11/02/2020), dalam hal ini
dibacakan oleh Sekretaris Utama BKKBN H. Nofrijal, SP, MA. Kegiatan Rakernas diawali dengan Pra
Rakernas, yang akan dilakukan pembahasan hasil-hasil penelitian tahun 2019, evaluasi pencapaian
program tahun 2019, serta isu-isu strategis tahun 2020.

Berbagai pencapaian atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana
Strategis (Renstra) III Tahun 2015-2019 hendaknya menjadikan kita mawas diri dalam menghadapi
RPJMN dan Renstra IV Tahun 2020-2024, imbuh Nofrijal.

2.Program PIK-M

Banyak dari kita tidak mengetahui bahwa di Indonesia ini ada suatu wadah kegiatan atau program
konseling yang dikelola dari mahasiswa, oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa. Pusat Informasi dan
Konseling Kesehatan Remaja dibentuk oleh BKKBN yang terbagi menjadi 2, yaitu Pusat Informasi dan
Konseling Remaja (PIK-Remaja) dan Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa (PIK-Mahasiswa)

Sebut saja namanya PIK-Mahasiswa atau Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa. Permasalahan yang
kini terjadi dalam kehidupan remaja masa kini sangatlah rumit dan sulit untuk mencari solusinya.
Dengan adanya PIK-Mahasiswa yang otomatis dihuni oleh para remaja, maka dapat mempermudah
mereka untuk berkonsultasi tentang problem yang mereka alami. Disini akan penulis uraikan apa saja
peran dan tujuan diadakannya PIK-Mahasiswa sehingga meraka dapat membantu menuntaskan
permasalahan yang terjadi di remaja masa kini.

Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa (PIK-Mahasiswa) adalah suatu wadah kegiatan program KKB
yang dikelola dari, oleh dan untuk mahasiswa guna memberikan pelayanan informasi dan konseling
tentang kependudukan dan Keluarga Berencana (KB), termasuk penyiapan kehidupan berkeluarga bagi
remaja serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. PIK-Mahasiswa adalah nama generik. Untuk
menampung kebutuhan program PKBR dan menarik minat mahasiswa datang ke PIK-Mahasiswa, nama
generik ini dapat dikembangkan dengan nama-nama yang sesuai dengan kebutuhan program dan selera
mahasiswa setempat.
Tujuan umum dari PIK-Mahasiswa adalah dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
program penyiapan kehidupan berkeluarga bagi mahasiswa. Sedangkan tujuan khususnya antara lain:
(1) membentuk Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa (PIK-Mahasiswa) di kampus; (2) meningkatkan
Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa (PIK-Mahasiswa) dari tahap Tumbuh menjadi tahap Tegak dan
tahap Tegar; serta (3) Mengembangkan Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa (PIK-Mahasiswa)
sebagai pusat unggulan (center of excellence).

Ruang lingkup PIK-Mahasiswa meliputi aspek-aspek kegiatan pemberian informasi PKBR, TRIAD KRR
(Seksualitas, Npsza, HIV dan AIDS), Pendewasaan Usia Perkawinan, Keterampilan Hidup (Life Skills),
pelayanan konseling, rujukan, pengembangan jaringan dan dukungan, serta kegiatan-kegiatan
pendukung lainnya sesuai dengan ciri dan minat mahasiswa.

Pengelola PIK-Mahasiswa adalah mahasiswa yang mempunyai komitmen dan mengelola langsung PIK-
Mahasiswa serta telah mengikuti pelatihan dengan mempergunakan modul dan kurikulum standar yang
telah disusun oleh BKKBN atau pihak lain. Pengelola PIK-Mahasiswa terdiri dari Ketua, Bidang
Administrasi, Bidang Program dan Kegiatan, Pendidik Sebaya, dan Konselor Sebaya.

Khalayak (audience) dari PIK-Mahasiswa ada tiga sasaran, yang terdiri dari: (1) Sasaran utama (primary
target audience) yaitu seluruh mahasiswa kampus; (2) Sasaran antara (secondary target audience) yaitu
dosen pembina, aktivis mahasiswa, kelompok-kelompok diskusi, kelompok peminatan, pengurus BEM,
dan lain-lain; serta (3) Sasaran penentu (key target audience) yaitu ketua jurusan, pembantu dekan
bidang kemahasiswaan, dekan, pembantu rektor bidang kemahasiswaan, rektor/pimpinan perguruan
tinggi, koordinator kopetis wilayah, Dirjen Dikti, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama.

PIK-Mahasiswa dikembangkan melalui 3 (tiga) tahapan yaitu tahap TUMBUH, TEGAK, dan TEGAR. Proses
pengembangan dan pengelolaan masing-masing tahapan tersebut didasarkan pada (1) Materi dan Isi
Pesan (assets) yang diberikan; (2) Ciri Kegiatan yang dilakukan; (3) Dukungan dan Jaringan (resources)
yang dimiliki.

Dengan demikian, diadakannya PIK-Mahasiswa di kampus-kampus di Indonesia dapat mempermudah


mahasiswa/remaja untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi padanya untuk kebaikan hidupnya
kelak di masa yang akan datang.

3.Genre

Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta
memiliki kecerdasan sprititual, intelektual serta emosional yang kuat menjadikan bangsa tersebut kelak
akan kuat pula.

Perkembangan dunia yang kian menglobal, menjadikan perubahan-perubahan besar terhadap perilaku
remaja, namun perubahan tersebut lebih cenderung mengarah pada kegiatan negatif dibanding
positifnya.

Masalah remaja yang timbul biasanya berkaitan dengan masalah seksualitas (Hamil di luar nikah, aborsi),
AIDS, penyalahgunaan Napza dan sebagainya. Remaja dalam kondisi ini tentu saja membutuhkan
penanganan serta informasi seluas-luasnya mengenai kesehatan reproduksi, pentingnya menata masa
depan dengan baik lewat meninggalkan perilaku yang tidak bermanfaat dan merusak masa depan
remaja itu sendiri.

Menjalani kehidupan remaja yang jauh dari perilaku sex bebas, pernikahan dini dan ketergantungan
pada obat-obatan terlarang serta menjauhkan diri dari bahaya AIDS tentulah membutuhkan perhatian
kita semua. Remaja tidak bisa berjalan sendirian tanpa pendampingan orang tua, masyarakat lingkungan
serta negaranya.

Menyadari ini, BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional) sebagai wakil pemerintah
yang bertanggung jawab menjalankan program PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja)
suatu program yang memfasilitasi remaja agar belajar memahami dan mempraktikan perilaku hidup
sehat dan berakhlak untuk mencapai ketahanan remaja sebagai dasar mewujudkan Generasi Berencana
(GenRe).

Untuk menjalankan niat mulia tersebut tentulah memerlukan strategi yang jitu, berkesinambungan serta
melibatkan banyak pihak, baik dari institusi pendidikan sebagai tempat berkumpulnya aktifitas remaja
dan pemerintah daerah sebagai pendukung dan pemegang kebijakan di suatu daerah.

Pentingnya BKKBN memiki Public Relation yang terencana, baik itu menyangkut komunikasi ke dalam
serta komunikasi ke luar diharapkan mampu menjadikan program GenRe ini berjalan dengan sukses.

-Tujuan dan Sasaran Genre

Remaja usia (10-24 tahun) dan belum menikah, mahasiswa/mahasiswi yang belum menikah, keluarga
yang memiliki remaja serta, masyarakat yang peduli terhadap remaja sebagai sasaran utama dari
program GenRe harus masuk dan terlibat langsung dan memahami pentingnya akan tujuan dari program
keluarga Berencana (GenRe).

Pendekatan BKKBN dengan melibatkan pihak sekolah dan kampus sebagai bagian dari mendekatkan
GenRe dengan komunitasnya yaitu remaja sekolah/mahasiswa yang telah berjalan selama ini tentulah
harus mendapatkan dukungan dari semua pihak baik itu dari guru dan kampus dimana remaja dan
mahasiswa itu beraktifitas.

Melibatkan anak sebaya sebagai duta GenRe yang telah berjalan selama ini juga dengan pembekalan-
pembekalan serta modul-modul yang sesuai dengan usianya diharapkan mampu mendekatkan program
ini pada sasarannya yaitu remaja Indonesia.

PIK-R/M (Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa

Pusat Informasi Konseling-Remaja/mahasiswa (PIK-RM) sebagai sebagai strategi pendekatan terhadap


remaja dalam program GenRe juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang banyak untuk
memberikan informasi serta wadah konsuling bagi remaja sekolah dan mahasiswa.
Remaja sebagai peralihan dari usia anak anak seringkali dihadapkan pada persoalan-persoalan yang
membuat mereka ingin serba tahu dan mencoba banyak hal. Perubahan psikis maupun biologis yang
dialami remaja seringkali membuat mereka dihadapkan pada persoalan pada siapakah remaja mengadu
serta bertanya akan yang menyangkut pubertas serta hal yang berbau sex.

Sikap sebagian masyarakat/orang tua yang tabu membicarakan sex juga membuat remaja seringkali
salah langkah dan mencari sendiri jawaban atas pertanyaan pertanyaan yang ada dalam benaknya.

Banyaknya konten-konten dewasa saat ini seringkali menjadi rujukan atas pertanyaan-pertanyaan
remaja yang tentu saja justru seringkali menjerumuskan mereka pada jawaban-jawaban yang salah.

Langkah BKKBN mengembangkan PIK-R/M ini tentulah sangat tepat untuk menjawab serta menjadikan
rujukan bagi pencaharian jawaban-jawaban remaja dengan segala persoalannya.

BKR (Bina Keluarga Remaja)

Berdirinya kelompok BKR (Bina Keluarga Remaja) sebagai strategi pendekatan terhadap orang tua dari
program GenRe yang dilakukan oleh sekelompok keluarga/orangtua untuk meningkatkan
bimbingan/pembinaan tumbuh kembang remaja secara baik dan terarah dalam rangka membangun
keluarga yang berkualitas juga harus terus mendapat perhatian dari semua pihak terutama orang tua
dan tokoh masyarakat.

Pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) dapat membantu orangtua dalam memahami
remaja, permasalahan remaja, dan cara berkomunikasi dengan remaja.

Melalui kelompok BKR setiap keluarga yang memiliki remaja dapat saling bertukar informasidan
berdiskusi bersama tentang hal-hal yang berkaitan dengan remaja, meliputi Kebijakan Program GenRe

delapan 8 fungsi keluarga

1. Penanaman Nilai-Nilai Moral Melalui 8 Fungsi Keluarga yang meliputi:

Fungsi Agama lewat pemberian nilai-nilai keagamaan yang baik sebagai bekal hidup

Fungsi Budaya, keluarga harus mampu menanamkanpenguninya untuk hidup sebagai makhluk sosial
yang saling interaksi yang baik antara satu sama lainya.

Fungsi Cinta dan Kasih Sayang yang diberikan orang tua kepada anak/remaja akan menghantarkan
mereka untuk belajar bukan saja hanya menyayangi tetapi juga belajar menghargai orang lain.

Fungsi Perlindungan, keluarga hendaknya tempat berlindungnya remaja di mana di dalamnya ditemukan
rasa aman serta nyaman.

Fungsi Reproduksi, remaja lewat keluarganya diharapkan dapat memahami pentingnya menjaga serta
melindungi dirinya lewat pemahaman fungsi reproduksi secara sehat dan benar lewat pernikahan yang
sah, teguh dalam menjaga kesucian reproduksinya hingga menikah kelak.
Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan diharapkan memberikan pemahaman terhadap remaja akan
pentingnya hidup bersosialisasi dengan baik dan benar, karena sejatinya manusia membutuhkan satu
dan lainnya.

Fungsi Ekonomi, keluarga hendaknya dapat memberikan pemahaman pentingnya memcari sumber
pemasukan yang baik serta menggunakannya dengan baik pula lewat tindak hidup hemat dan
menabung.

Fungsi Lingkungan, keluarga hendaknya dapat mengaktualisasikan dirinya lewat bersikap bersih dan
disiplin

2. Pendewasaan Usia Perkawinan, dengan meningkatkan usia perkawinan pertama dengan minimal usia
20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi laki-laki. Merencanakan kerangka masa reproduksi dengan
merencanakannya sebaik mungkin lewat tiga masa reproduksi, yaitu menunda perkawinan dan
kehamilan, masa menjarangkan kehamilan serta masa mencegah kehamilan.

3. Pemahaman yang benar akan seksualitas serta bahaya NAPZA, HIV dan AIDS,

4. Memiliki Keterampilan Hidup, yang mampu menghantarkan remaja untuk berperilaku positif dan
beradaptasi dengan lingkungan yang memungkinkannya seseorang mampu menghadapi berbagai
tuntutan dan tantangan dalam hidupnya.

5. Ketahanan Keluarga Berwawasan Gender, Keluarga memiliki fungsistrategis untuk menanamkan nilai
kesetaraan dalam setiap aktivitas keluarga, karena dalam keluargalah semua struktur, peran, fungsi
sebuah sistem berada. Lewat kemajemukan ini semua diharapkan ketahanan keluarga dapat tercipata
dengan sebaiknya.

6. Komunikasi Efektif Orangtua terhadap Remaja, komunikasi merupakan cara menyampaikan pemikiran
dan bahasa lewat bahasai, mendengar, gerak tubuh dan ungkapan perasaan. Komunikasi yang baik dan
efektif antar orang tua akan menghantarkan remaja menuju gerbang kehidupannya dengan baik.

7. Peran Orangtua Dalam Pembinaan Tumbuh Kembang Remaja, peranan orang tua dalam membimbing
remaja dalam masa tumbuh kembangya remaja sangat penting dengan meningkatkan rasa percaya
dirinya, memotivasinya serta serta mampu mandiri mengatasi persoalan-persoalan hidup sang remaja.
Maka di sini penting orang tua untuk bersikap sebagai pendidik, sebagai panutan, sebagai pendampin,
sebagai konselor, sebagai komunikator sekaligus juga sebagai teman dan sahabat.

8. Kebersihan dan Kesehatan Diri Remaja, Keluarga memegang peranan penting untuk mengajarkan
pentingnya remaja menjaga kesehatannya mulai dari seluruh anggota tubuhnya hingga termasuk
kebutuhan istirahat dan olah raganya.

9. Pemenuhan Gizi Remaja. perubahan anak menuju remaja secara otomatis akan mengalami
perubahan pola makan pula, pentingnya memberikan pemahaman kepada remaja untuk mengenal pola
makan sehat serta tidak terpengaruh oleh pola hidup yang tidak sehat. Sikap hidup remaja termasuk
didalamnya keinginan untuk memiliki tubuh yang ideal harus diarahkan pada pola makan/diet yang
sehat.

Generasi Berencana (GenRe), menuju generasi emas Indonesia.

Langkah BKKBN mempersembahkan program Generasi Berencana (GenRe) sangat diharapkan


menjadikan kualitas remaja Indonesia mampu menjadi remaja yang mampu menggantikan generasi
berikutnya, sehingga Indonesia kelak semakin maju serta diperhitungkan di mata dunia.

Generasi yang dipersiapkan dengan terencana memerlukan uluran dan kerjasama dari semua pihak,
agar persoalan remaja serta kendalanya dapat diselesaikan secara bersama-sama.

Karena generasi Berencana, bukan tidak mustahil akan melahirkan generasi emas bagi Indonesia.

B. Bonus Demografi tahun 2030

1.Indonesia Emas

-- Indonesia akan mendapat anugerah bonus demografi selama rentang waktu 2020- 2035, yang
mencapai puncaknya pada 2030.

Pada saat itu jumlah kelompok usia produktif (umur 15-64 tahun) jauh melebihi kelompok usia tidak
produktif (anak-anak usia 14 tahun ke bawah dan orang tua berusia 65 ke atas). Jadi, kelompok usia
muda kian sedikit, begitu pula dengan kelompok usia tua. Bonus demografi ini tercermin dari angka
rasio ketergantungan (dependency ratio ), yaitu rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan
yang produktif. Pada 2030 angka rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai angka terendah, yaitu
44%.

Bonus demografi adalah tantangan sekaligus kesempatan besar. Bagaimana cara kita menghadapi
masalah besar jika kita tidak mampu menyediakan lapangan kerja," ucap Jokowi dalam pidato awal
dalam pelantikan presiden di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10/2019).

"Akan menjadi sukses jika kita mampu menghasilkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang maju."

Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2030-2040, lanjut Jokowi. Diprediksi Indonesia akan
mengalami masa bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih
besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun).
Pada bonus demografi tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total
jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa.

Bonus demografi adalah peluang (window of oportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari
besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang
dialaminya.

Di Indonesia fenomena ini terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejakbeberapa
tahun lalu dipercepat oleh keberhasilan kebijakan kependudukan menurunkan tingkat fertilitas,
meningkatkan kualitas kesehatan dan suksesnya program-programpembangunan sejak era Orde Baru
hingga sekarang.

Keberhasilan program (KB) selama berpuluh tahun sebelumnya telah mampu menggeser penduduk
berusia di bawah 15 tahun (anak anak dan remaja) yang awalnya besar di bagianbawah piramida
penduduk Indonesia kependuduk berusia lebih tua (produktif 15-64 tahun).

Struktur piramida yang menggembungdi tengah semacam inimenguntungkan, karena dengan demikian
beban ketergantungan atau dukungan ekonomi yang harus diberikan oleh penduduk usia produktif
kepada penduduk usia anakanak (di bawah 15 tahun) dan tua (di atas 64 tahun) menjadi lebih ringan
(Noor Munawar,2016).Kemudian muncul parameter yang disebut rasio ketergantungan (dependency
ratio), yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan antara kelompok usia produktif dan non produktif.
Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus
ditanggung oleh kelompok usia produktif. Semakin rendah angka rasio ketergantungan suatu negara,
maka Jawa Tengah hampir menikmati bonus demografi yakni jumlah penduduk usia produktif 15-64
tahun hampir dua kali lipat dari kelompok umur tidak produktif produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke
atas).

Dari 32,3 juta penduduk jawa tengah jika dirinci menurut kelompok umur, akan di peroleh angka pada
kelompok umur 0-14 tahun terdapat 8.515.767 jiwa (26,73%), kelompok umur 15-64 tahun berjumlah
21. 543.349 jiwa (65,72%), dan kelompok umur 65 tahun ke atas berjumlah 2.323.541 jiwa (7,55%), data
in menurut ikatan penelitian Kependudukan dan Keluarga Berencana indonesia (IPKKBI) Tahun 2011.
Sedangkan dari 35 kabupaten di JawaTengah yang tertinggi ke empat beban dependency ratio adalah
kabupaten banyumas yakni 53 yaitu setiap 100 orang penduduk produktif menanggung 53 penduduk
tidak produktif.

Pemusatan kepadatan penduduk tertinggi di Kabupaten Banyumas berada di kecamatan Purwokerto


dengan jumlah penduduk 345.120 jiwa sedangkan jumlah penduduk di Purwokerto barat sebesar 59.210
jiwa. Berdasarkan data tersebut, maka dapat di prediksikan akan timbul berbagai masalah
kependudukan di Purwokerto Barat pada masa puncak bonus demografi yang di perkirakan akan terjadi
15 tahun yang akan datang, sebagai salah satu contohnya adalah ketersediaan fasilitas pendidikan.

Fasilitas pendidikan yang ada pada 15 tahun yang akan datang tentu tidak akan sama pada saat ini, utuk
itu kebutuhan akan fasilitas pendidikan hendak dapat diprediksikan sejak dini. Pertumbuhan penduduk
pada tahun 2011 sampai 2016 selalalu mengalami peningkatan yaitu 6.38% dan jumlah penduduk pada
tahun 2016 adalah 52.403 jiwa sedangkan usia non produktif sebesar 20.397 jiwa dan usia produktif
32.006 jiwa, jadi Kecamatan Purwokerto Barat hampir menikmati bonus demografi di karenakan usia
produktif hampir dua kali lipat dengan usia non produktif.

Usia emas bintang sepakbola dunia seperti Lionel Messi ataupun Cristiano Ronaldo berada di kisaran 27-
29 tahun. Pun juga bintang bulutangkis dunia seperti Hendra Setiawan ataupun Lin Dan juga berada di
kisaran 28-29 tahun. Usia produktif itulah yang membuat angkatan mereka disebut dengan Generasi
Emas. Lalu apa hubungannya dengan Indonesia? apakah Indonesia akan menciptakan Lionel Messi,
Cristiano Ronaldo atau Lin Dan yang berjaya di masa emas mereka?

Pada tahun 2030 nanti, Indonesia genap berusia 100 tahun yang berarti 100 tahun emas. Inilah yang
menjadi salah satu alasan munculnya ide, wacana, dan gagasan Generasi Emas 2045. Bukan tanpa sebab
maupun alasan Generasi Emas 2045 itu digaungkan. Pasalnya, ada satu "harta karun" yang sejatinya bisa
menjadi modal untuk kelangsungan bangsa dan negara ini kedepannya.

" Harta karun " itu bernama bonus demografi. Pada tahun 2030, Indonesia akan mendapatkan bonus
demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia 70%-nya dalam usia produktif (15-64 tahun), sedangkan
sisanya 30% merupakan penduduk yang tidak produktif (usia dibawah 14 tahun dan diatas 65 tahun)
pada periode tahun 2020-2045. Jika bonus demografi ini tidak dimanfaatkan dengan baik akan
membawa dampak buruk terutama masalah sosial seperti kemiskinan, kesehatan yang rendah,
pengangguran, dan tingkat kriminalitas yang tinggi. Melihat dari fakta yang akan dihadapi Indonesia
tersebut bonus demografi memang tidak bisa dihindari. Jadi untuk menghadapi fenomena ini
tergantung bagaimana sikap semua pihak mulai dari masyarakat hingga pemerintah menghadapi bonus
demografi ini.

Pemerintah sendiri melalui dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) yang disusun oleh Menko Perekonomian dicanangkan bahwa Indonesia pada tahun
2025 akan menjadi negara maju, mandiri, makmur, dan adil dengan pendapatan per kapita sekitar
15000 dollar AS serta diharapkan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia. Kemudian pada tahun
2045 mendatang Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu dari 7 kekuatan ekonomi terbesar di dunia
dengan pendapatan per kapita sebesar USD47000.

Masterplan ini memang disiapkan untuk menghadapi bonus demografi yang mana 70% penduduk
Indonesia adalah penduduk usia produktif yaitu 15-45 tahun atau bisa dikatakan didominasi oleh para
pemuda. Masalahnya seperti apakah kualitas para pemuda pada saat itu, dan sekali lagi para pemuda
dipertanyakan kembali sudah siapkah mereka mengemban tanggung jawab mereka sebagai seorang
pemuda?

Generasi Emas 2030 adalah visi mulia yang harus diemban oleh seluruh elemen masyarakat. Maka
disinilah khususnya institusi pendidikan memegang peranan untuk menyiapkan masa transisi generasi
muda di kemudian hari. Namun yang lebih penting adalah peran keluarga dalam menyiapkan generasi
emas ini. Dengan berbasis kepada keluarga, diharapkan muncul generasi masa depan Indonesia yang
memiliki kecerdasan yang komprehensif, yakni produktif, inovatif, damai dalam interaksi sosialnya,
sehat, menyehatkan dalam interaksi alamnya, dan berperadaban unggul.

Oleh karena itu, setiap keluarga Indonesia hendaknya mulai memperhatikan hal-hal yang sangat
berpengaruh terhadap kecerdasan keluarga salah satunya yaitu pentingnya menjaga kesehatan
keluarga. Hal ini dikarenakan didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat dan dapat
meningkatkan semangat untuk terus belajar, berkarya dan berprestasi. Tujuan ini bukanlah hal yang
mustahil untuk kita raih, jika seluruh elemen masyarakat bersinergi dengan menyamakan visi dan misi
dengan kerja keras dan komitmen yang tinggi.

Jika sudah demikian, maka pertanyaan diatas tadi boleh kita jawab dengan optimis bahwa Indonesia bisa
menciptakan pemuda-pemuda berkualitas unggul yang mampu menjawab tantangan zaman entah
berbentuk Lionel Messi, Cristiano Ronaldo ataupun Lin Dan.
C. KB

1.Tujuan KB

Tujuan Program KB

Tujuan umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekutan sosial ekonomi suatu keluarga
dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan
kesejahteraan keluarga.

Kesimpulan dari tujuan program KB adalah: Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak,
keluarga dan bangsa; Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa;
Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang berkualitas, termasuk upaya-upaya
menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

Tujuan KB berdasar RENSTRA 2005-2009 meliputi:

•Keluarga dengan anak ideal

•Keluarga sehat

•Keluarga berpendidikan

•Keluarga sejahtera

•Keluarga berketahanan

•Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya

•Penduduk tumbuh seimbang (PTS)


2.Program KB

Sasaran program KB tertuang dalam RPJMN 2004-2009 yang meliputi:

Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun.

Menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,2 per perempuan.

Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi
tidak memakai alat/cara kontrasepsi (unmet need) menjadi 6%.

Meningkatnya pesertaKB laki-laki menjadi 4,5persen.

Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang rasional, efektif, dan efisien.

Meningkatnya rata-rata usia perkawinan pertama perempuan menjadi 21 tahun.

Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak.

Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera-1 yang aktif dalam usaha ekonomi
produktif.

Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan Program KB Nasional.

3.Hubungan KESPRO kependudukan dan Keluarga Berencana

logo

INDONESIA

Kesehatan Reproduksi, KB dan Generasi Milenial

Versi terbaru per: 11/11/2019


Nurhadi Sucahyo

Kegiatan BKKBN di Kampung KB Rawa Buaya, Jakarta Barat (30/8). (Foto: Humas BKKBN)

Kegiatan BKKBN di Kampung KB Rawa Buaya, Jakarta Barat (30/8). (Foto: Humas BKKBN)

Perbincangan tentang kesehatan reproduksi dan keluarga berencana sebenarnya penting. Namun
strategi komunikasi dua bidang ini, dinilai ketinggalan zaman.

“Keluarga berencana sudah waktunya, janganlah diragukan lagi. Keluarga berencana besar maknanya,
untuk hari depan nan jaya. Putra-putri yang sehat cerdas dan kuat, 'kan menjadi harapan bangsa. Ayah-
ibu bahagia, Rukun raharja, rumah tangga tentram sentosa.”

Tahun ’70-an, lagu itu sangat popuper di Indonesia. Orde Baru di bawah Presiden Soeharto serius
menekan ledakan penduduk, melalui program Keluarga Berencana. Komponis Mochtar Embut, diminta
menciptakan sebuah lagu untuk mendukung kampanye itu, dan lahirlah Mars KB.

Sayang, masa kejayaan lagu itu kini sudah berlalu. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo secara terbuka mengakuinya.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. (Foto: Humas BKKBN)

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. (Foto: Humas BKKBN)

“Makanya kami akan mereformasi BKKBN, akan rebranding BKKBN, karena hari ini sudah tidak seperti
dulu lagi. Kalau saya teriak ke anak-anak muda: dua anak cukup, dua anak cukup, dia senyum-senyum
saja. Makanya, harus memakai jargon-jargon baru, tag line baru. Saya harus punya jingle baru. Kalau
Anda saya nyanyikan lagu : Keluarga Berencana sudah waktunya...., untuk anak SMA sekarang itu agak
gimana gitu. Mereka agak bingung,” kata Hasto di Yogyakarta pekan lalu.

Hasto Wardoyo baru menjabat sebagai Kepala BKKBN pada 1 Juli 2019 lalu. Salah satu gebrakan yang
akan dia lakukan, adalah mempererat kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
Kementerian Agama. Di sektor pendidikan, kata Hasto, lembaga yang dipimpinnya akan menyusun
modul kesehatan reproduksi. Buku panduan ini akan masuk langsung ke sekolah-sekolah, menggunakan
pendekatan baru bagi generasi milenial. Pemahaman kesehatan reproduksi akan didasarkan pada
informasi akurat.

Kesehatan Reproduksi, KB dan Generasi Milenial

“Contohnya, kenapa orang tidak boleh menikah kawin di usia 16-17 tahun? Karena mulut rahimnya
masih menghadap keluar, mudah terjadi kanker jika berhubungan seks. Tetapi kalau sudah 20 tahun,
mulut rahim itu entropion atau masuk ke dalam, sehingga tidak mudah kena kanker mulut rahim. Itu
yang harus dikenalkan di sekolah-sekolah,” kata Hasto.

Desain Ulang Program KB

BKKBN, kata Hasto tidak hanya mengurus program KB. Justru keberhasilan program itu, ditentukan oleh
program-program terkait periode sebelum pernikahan dilakukan. Karena itulah, pendekatan terhadap
remaja penting dilakukan. Lembaga ini akan menjalin kerja sama lebih erat dengan Kementerian Agama.
Mereka ingin persiapan dan konseling pra pernikahan dilakukan dalam periode lebih panjang. Selain soal
kesehatan reproduksi, program ini juga bertujuan menurunkan angka perceraian.

Slogan Dua Anak Cukup yang dicanangkan Orde Baru masih populer sampai sekarang. (Foto: Humas
BKKBN).

Apakah slogan "Dua Anak Cukup" akan dipertahankan? Menurut Hasto, pendekatan yang dilakukan saat
ini tidak seperti masa lalu. Satu ukuran tidak akan dipakai untuk semua. Di Jawa dan Bali misalnya, dua
anak masih menjadi target, karena tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Angka Kelahiran Total di
Jawa Timur dan Bali, misalnya, sudah 2,1 dan harus dipertahankan.

Namun, ada beberapa kondisi yang membuat angka itu tidak mutlak. Di Bali, program dua anak
berpotensi menghilangkan nama Nyoman atau Ketut, yang diberikan pada anak ketiga dan keempat.
Khusus untuk ini, Hasto memberi catatan tersendiri dan sudah berdiskusi dengan Gubernur Bali. Selain
itu, wilayah luar Jawa yang kepadatan penduduknya rendah, ada kebijakan khusus yang akan
didiskusikan dengan setiap daerah.

Butuh Pendekatan Berbeda

Relawan di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DI Yogyakarta, Mashoeroel


NoerPoerdjanadi menilai, model kampanye pemerintah dalam isu ini kurang sesuai dengan sasaran saat
ini. Pedoman lama yang dipakai birokrat, yaitu bahwa anak muda tidak paham apa-apa, harus
dihilangkan. Kenyataannya, saat ini akses informasi bagi remaja untuk kesehatan reproduksi sangat
mudah diperoleh.

“Negara meyakini remaja tidak paham, jadi ketika membuat perencanaan untuk kampanye, remaja tidak
dilibatkan. Bisa jadi karena pemerintah sendiri tidak paham atau problem birokrasi,” kata Mashoeroel.

Karena kampanye dari pemerintah tidak efektif, remaja yang memiliki ketertarikan pada isu ini
kemudian mencari sumber seadanya yang ada di internet. Salah satu resikonya adalah mereka
mengakses situs-situs porno, yang sebenarnya diawali dengan pencarian terkait kesehatan reproduksi.
Resiko lain adalah begitu banyaknya mitos berkembang di kalangan remaja, karena mereka justru tidak
memperoleh informasi yang benar. Paket-paket informasi yang disediakan pemerintah kurang menarik
baik narasi maupun secara visual.

“Mitos berkembang karena ketidaktahuan mereka. Ketidaktahuan remaja tentang pengetahuan


reproduksi dan proses-proses informasi yang disampaikannya mungkin tidak sampai ke sana. Materi-
materi ini disampaikan oleh negara atau oleh sekolah. Sekolah mungkin juga tidak berani menyampaikan
mitos-mitos yang beredar di remaja, yaitu mitos tentang seksualitas,” tambah Mashoeroel.

Mashoeroel mencatat, belum lama ada kasus darah putih yang viral di media sosial. Seorang remaja
perempuan melakukan oral seks karena pacarnya mengatakan bahwa dia mengalami sakit dan sel darah
putih yang tidak lain adalah sperma itu, harus dikeluarkan dari tubuhnya. Beberapa mitos lain yang
dicatat PKBI DIY adalah bahwa hubungan seks ketika pacaran adalah bukti cinta, hubungan seks sekali
tidak menyebabkan kehamilan, dan loncat-loncat setelah berhuhungan seks dapat mencegah
kehamilan.

“Fasilitas pemerintah, seperti sekolah di sektor pendidikan dan Puskesmas di sektor kesehatan harus
bisa menjadi sumber informasi bagi remaja untuk melawan mitos-mitos seputar kesehatan reproduksi
semacam itu,” lanjut Mashoeroel.

Pengukuran Resiko Bagi Remaja

Dalam upaya pencegahan dampak buruk ketidakpahaman remaja terkait kesehatan reproduksi,
diperlukan panduan pengukuran resiko. Terkait ini, dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto, Endang Triyanto belum lama mempublikasikan hasil penelitian program
doktoralnya. Endang berupaya menyusun instrumen yang membantu sekolah menentukan resiko yang
dimiliki siswa terkait kesehatan reproduksi.

BKKBN menyasar anak muda dalam pertemuan GenRe Fellowship di Semarang (20/8). (Foto: Humas
BKKBN)

Endang melakukan penelitian selama satu tahun terhadap 463 remaja berusia 10-19 tahun di wilayah
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Penelitian itu mengelompokkan faktor dalam tiga kelompok, yaitu
mikrosistem, mesosistem, dan makrosistem. Mikrosistem adalah faktor internal remaja, seperti: usia
pacaran terlalu dini, norma negatif yang dianut, ketidakberdayaan remaja, pengetahuan kesehatan
reproduksi rendah, kebiasaan berisiko, dan gaya hidup bebas. Mesosistem merupakan interaksi remaja
dengan keluarga maupun teman sebaya. Sedangkan makrosistem memiliki cakupan lebih luas, seperti
kontrol masyarakat.

Dari penelitian ini, Endang menyusun instrumen komprehensif yang teruji secara statistik. Uji
diskriminasi, uji reliabilitas, dan uji validitas isi, dengan interpretasi pengukuran menghasilkan data
dalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Instrumen ini, dapat dimanfaatkan sekolah untuk
mengidentifikasi siswanya secara berkala, terkait perilaku kesehatan reproduksi sehingga diketahui
resikonya sejak dini.

“Kelompok siswa yang tergolong high risk harus mendapatkan perhatian yang lebih dibanding dengan
kelompok low risk. Pihak sekolah dapat berkoordinasi dengan tenaga kesehatan maupun praktisi
psikolog sehingga perilaku berisiko dapat diatasi sejak dini,” kata Endang dalam rilis yang diterbitkan
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, tempat dia
menyelesaikan pendidikan doktoral.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk diketahui oleh para perempuan bakal calon ibu ataupun
laki-laki calon bapak. Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa.

Definisi kesehatan sesuai dengan WHO, kesehatan tidak hanya berkaitan dengan kesehatan fisik, tetapi
juga kesehatan mental dana sosial, ditambahkan lagi (sejak deklarasi Alma Ata-WHO dan UNICEF)
dengan syart baru, yaitu: sehingga setiap orang akan mampu hidup produktif, baik secara ekonomis
maupun sosial.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh dan bukan
hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem
reproduksi dan fungsi-fungsi serta proses-prosesnya.

Hak reproduksi adalah bagian dari hak asasi yang meliputi hak setiap pasangan dan individual untuk
memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah, jarak, dan waktu kelahiran anak, serta untuk
memiliki informasi dan cara untuk melakukannya.

B. Saran

Untuk itu wawasan dan pengetahuan kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk bisa dikuasai dan
dimiliki oleh para perempuan dan laki-laki yang berumah tangga, supaya kesejahtaraan dan kesehatan
bisa tercapai dengan sempurna. Oleh kerana itu penulis memberi saran kepada para pihak yang terkait
khususnya pemerintah, Dinas Kesehatan untuk bisa memberikan pengetahuan dan wawasan tersebut
kepada khalayak masyarakat dengan cara sosialisasi, kegiatan tersebut mudah-mudahan kesehatan
reproduksi masyarakat bisa tercapai dan masyarakat lebih pintar dalam menjaga kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Mona Isabella Saragih, Amkeb, SKM. Materi Kesehatan Reproduksi. Akademi Kebidanan YPIB
Majalengka.

http://infokesehatandangizi.blogspot.com/2013/07/pengertian-dari-infertilitas.html

http://irdayantinasir.blogspot.com/2013/05/makalah-kesehatan-reproduksi remaja.html

Diposting 5th December 2014 oleh Anonymous

https://www.kemenkopmk.go.id/perkuat-pelaksanaan-program-kb-dan-kesehatan-reproduksi

https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-fokuskan-peningkatan-akses-dan-mutu-pelayanan-
kesehatan-ibu-anak-kb-dan-kesehatan-reproduksi

https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/miswardani/pik-
mahasiswa_58f659fbd47a61294c11efe0

https://keluargaindonesia.id/kabar/generasi-emas-2045-harta-karun-itu-bernama-bonus-demografi

Anda mungkin juga menyukai