Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) yang ditetapkan melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.134/II-Kep/2004 tanggal 4 Mei 2004 seluas
± 6.410 hektar meliputi wilayah Kabupaten Sleman Propinsi D.I. Yogyakarta
Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Propinsi Jawa Tengah. Kawasan TNGM
memiliki 3 (tiga) nilai penting yaitu sebagai daerah perlindungan fungsi hidrologis,
keanekaragaman hayati, dan potensi pariwisata.
Kawasan TNGM sebagai kawasan taman nasional semestinya berekosistem
asli yang tersusun atas jenis-jenis tumbuhan asli, dan satwa-satwa endemik. Pasca
erupsi Merapi pada tahun 2010 telah merusak sebagian kawasan hutan namun dalam
waktu relatif singkat, daerah yang terkena oleh erupsi tersebut secara alami tumbuh
aneka jenis tumbuhan. Namun sangat disayangkan bahwa jenis tumbuhan yang
secara dominan menutupi daerah-daerah terkena erupsi adalah Acacia decurrens.
Acacia decurrens masuk kategori spesies asing dan sekaligus invasive species.
Pola persebaran Acacia decurrens di kawasan TNGM perlu diketahui dalam
berbagai aspeknya guna menentukan strategi terbaik untuk mengatasi Acacia
decurrens di kawasan TNGM.

B. MAKSUD TUJUAN
1. Mengetahui persebaran Acacia decurrens di kawasan TNGM
2. Mengetahui karakteristik persebaran Acacia decurrens di kawasan TNGM
(diameter, tinggi, kerapatan, dll)
3. Mengetahui korelasi dominasi Acacia decurrens terhadap keanekaragaman
tumbuhan yang ada.

1
C. LOKASI
Wilayah Resort Cangkringan, Wilayah Resort Kemalang, Wilayah Resort Cepogo –
Musuk, Wilayah Resort Selo, dan Wilayah Resort Turi – Pakem.

6
4

2
1

Gambar 1. Peta lokasi kegiatan inventarisasiAcacia decurrens di kawasan TNGM


diarsir warna hijau, yaitu:1. Turi-Pakem; 2. Cangkringan; 3. Kemalang; 4. Cepogo-
Musuk; 5. Selo; 6. Babadan

D. WAKTU PELAKSANAAN
Kegiatan InventarisasiAcacia decurrensdi Taman Nasional Gunung Merapi dilaksanakan
selama 4 (empat) hari pada bulanOktober 2013.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekologi Gunung Merapi

Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunung teraktif dan berbahaya di


dunia.Gunungapi Merapi terletak 25-30 km di utara Kota Yogyakarta. Gunung api ini terkenal
karena sering mengalami erupsi dengan skala kecil sampai sedang dan munculnya awan
panas (pyroclastic flow/nuee ardente) yang disebabkan oleh runtuhnya kubah lava. Pada
umumnya Gunungapi Merapi memiliki periode ulang erupsi setiap 4-6 tahun sekali (Surono et
al., 2012; Bronto, 2001).
Erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 yang terjadi sejak 26 Oktober sampai 4
November 2010 merupakan erupsi terbesar dan paling eksplosif pada abad ini. Pada erupsi
ini, nilai indeks letusan gunung api (VEI / Volcanic Explosivity Indices) mencapai skala 4. VEI
4 mengandung arti bahwa letusan yang terjadi termasuk dalam letusan kuat dengan masa
tenang 1-100 tahun (Bronto, 2001). Besarnya erupsi pada tahun 2010 disebabkan oleh
magma yang naik dengan cepat dari kedalaman 5 sampai 30 km. Magma yang
mencapaipuncak juga mengandung gas, sehingga menimbulkan letusan yang eksplosif dan
efusif yang cepat (Surono et al., 2012). Magma yang mencapai puncak akan membentuk
kubah lava dan kemudian akan runtuh membentuk awan panas (Bronto, 2001).
Awan panas (pyroclastic flow/nuee ardente) adalah turbulen gas panas yang
bercampur dengan material vulkanik dari runtuhnya kubah lava (Dale dalam Sutomo, 2010).
Masyarakat lokal menyebutnya sebagai “wedhus gembel” (Sutomo, 2010). Awan panas
Gunungapi Merapi dapat mencapai temperatur 400-850°C (Surono et al., 2012) dan
kecepatan luncur 200 km/jam (Dale dalam Sutomo, 2010).
Bahaya erupsi Gunungapi Merapi tidak hanya mengancam jiwa, bangunan, atau
infrastruktur, namun juga mengancam vegetasi yang hidup di Taman Nasional Gunung
Merapi (TNGM). Terdapat 6 tipe aktivitas vulkanik yang mengancam vegetasi yaitu
pembentukan lava, awan panas, guguran lava, lahar, tephra (endapan piroklastik), dan
hempasan gas (Dale dalam Sutomo, 2010). Awan panas memiliki efek paling besar terhadap
vegetasi karena menimbulkan panas yang sangat tinggi dan gas beracun, sehingga
menyebabkan tegakan menjadi mati terbakar, terkubur, atau tertutup abu akibat terjangan
awan panas.

3
Kebakaran hutan sebenarnya bukan merupakan bagian dari proses ekologi hutan
hujan tropis, namun di gunung berapi aktif kebakaran hutan merupakan bagian dari proses
ekologi. Gangguan vulkanik seperti terjangan awan panas pada erupsi 2010 telah
menyebabkan kebakaran hutan dan menciptakan lahan terbuka. Lahan terbuka tersebut
kemudian menjadi tempat terjadinya suksesi primer yang merupakan bagian proses ekologi
gunung berapi aktif (Steenis, 2006).

B. Acacia decurrens sebagai tumbuhan Invasive Alien Species di kawasan TNGM


Jenis tanaman eksotik merupakan jenis pendatang dari daerah atau negara lain yang
ditanam sebagai tanaman crop atau perkebunan seperti mahoni, pinus, agathis, kopi, kakao,
kelapa sawit, akasia, kayu afrika, dsb. Acacia decurrens adalah jenis eksotik yang berasal
dari Australia. Jenis eksotik yang dapat bernaturalisasi dan beradaptasi dengan baik
terhadap lingkungan yang baru sehingga berpotensi menjadi invasif.Invasi A.decurrens dapat
mengancam ekosistem alami, penurunan biodiversitas, atau kerusakan ekologi (Yuniasih,
2013 dalam Morris et al., 2011; Purwaningsih, 2010; Tjitrosoedirdjo, 2005). A. decurrens
merupakan salah satu jenis dari 23 Acacia spp. yang bersifat invasif.A.decurrens
digolongkan sebagai jenis Acacia spp. yang bersifat invasif karena memiliki 2 karakter utama
yaitu dapat mencapai dewasa untuk dapat bereproduksi dengan cepat dalam waktu kurang
dari 2 tahun dan mampu melakukan terubusan (resprout) (Yuniasih, 2013 dalam Gibson et
al, 2011).

C. Informasi tentang Acacia decurrens


1. Klasifikasi Acacia decurrens:
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Rosales
Suku : Caesalpiniaceae
Marga : Acacia
Jenis : Acacia decurrens

2. Habitat:
Acacia decurrens memiliki rentang hidup yang cukup luas. Acacia decurrens dapat hidup
di daerah subalpine, tropis, sub-tropis, daerah hangat dan daerah panas. Dapat hidup
pada curah hujan minimal sekitar 55 mmHg (900-2600 mm). Sedangkan rentang hidup
vertikalnya berkisar dari 25 s/d 2.500 m dpl. Acacia decurrens lebih memilih tanah dalam
yang ringan sampai sedang dan bebas pengeringan. Ini terjadi secara alami pada tanah

4
yang hanya kesuburan sedang: asam dan tanah kuning netral, asam-duplex dikelantang
tanah merah, podsols, dan beberapa unsur tanah gembur coklat berasal terutama dari
serpih. Spesies ini juga terjadi pada basal yang diturunkan dari tanah.

3. Perkembang-biakan:
Berbunga sepanjang tahun. Semakin banyak hujan maka semakin banyak bunga.
Bunga yang terbuka dan memiliki warna menarik memungkinkan banyak pollinator untuk
datang. Spesies tersebar dengan cepat dengan biji, penetrasi akar yang kuat. Biji dapat
berkecambah setelah disimpan di tempat dingin dan kering, berkecambah dalam waktu
7-14 hari dan dapat dipindahkan setelah 5-7 bulan.

4. Kegunaan :
Kayu Acacia decurrens sangat baik untuk kayu bakar, kayu untuk mebel. Kulit kayunya
bisa dijadikan tannin. Dedaunannya bisa mengikat nitrogen bebas.

5. Deskripsi Taksonomi:
Pohon yang kuat, tumbuh keatas dengan tinggi 6-12 meter, di India bisa mencapai 30
meter dengan diameter 37 cm. Daun seperti memiliki bulu. Berbunga pada musim semi,
berwarna kuning. Buah polong berbentuk dengan panjang 10 cm, terbuka ketika sudah
tua, biji dapat tersebar dengan luas.

6. Hama dan Penyakit :


Rentan terhadap defoliator Acanthopsy chejunode dan fungi Uromycladium

D. Kategori Kerapatan Tegakan

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Negara India (2009), kerapatan
hutan dapat dibagi menjadi 5 klasifikasi, yaitu:

1. Hutan kerapatan tinggi (very dense forest)


Hutan yang sangat rapat memiliki tutupan kanopi diatas 70%.

2. Hutan kerepatan sedang (moderate dense forest)


Hutang yang kerapatannya sedang memiliki tutupan kanopi antara 40-70%

3. Hutan terbuka (open forest)

5
Hutan terbuka memiliki tutupan kanopi antara 10-40% sehingga kerapatan hutan terbuka
tergolong agak rendah.

4. Scurb
Scurb merupakan areal hutan yang tutupan kanopinya kurang dari 10% sehingga
kerapatan scurb tergolong sangat rendah.
5. Non hutan
Merupakan wilayah yang tidak ada hutannya sama sekali.

6
BAB III
DESKRIPSI WILAYAH PENGAMATAN

A. Lokasi
Gunung Merapi secara geografis terletak di tengah pulau Jawa, sebagian berada
dalam wilayah administrative Propinsi D.I. Yogyakarta dan sebagian lagi masuk wilayah
Propinsi Jawa Tengah. Secara fisik Gunung Merapi mempunyai batas-batas alam
sebagai berikut:
a. Bagian utara dilingkupi oleh pegunungan yang merupakan pertemuan antara Gunung
Merbabu dan Gunung Merapi sendiri. Batas alam ini dibentuk dari hulu sungai pepe di
wilayah timur dan hulu sungai Pabelan di wilayah barat. Secara adminitratif masuk
dalam Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah.
b. Kaki gunung bagian timur dan selatan merupakan wilayah yang datar dan merupakan
persawahan dengan kesuburan tanah yang tinggi. Bagian timur ini membentang
sampai bertemu dengan sungai Bengawan Solo dan bagian selatan bertemu dengan
hulu sungai Dengkeng. Hulu Sungai Progo menjadikan batas alam gunung di bagian
barat.

Gambar 2. Peta kawasan TNGM

7
B. Iklim dan Curah Hujan
Secara klimatologis, keberadaan Gunung Merapi masuk wilayah iklim muson tropis,
yang dicirikan hujan dengan intensitas yang tinggi pada musim hujan (November-April)
yang kemudian berganti dengan bulan-bulan kering (April-Oktober). Hujan tahunannya
berkisar antara 2.500-3.000 mm. Variasi hujan di sepanjang lereng Gunung Merapi
dipengaruhi oleh hujan orografis. Seperti juga wilayah muson tropis lainnya, variasi suhu
dan kelembaban udara pada dasarnya tidaklah menyolok. Suhu berkisar antara 20o-33o
C dan kelembaban udara bervariasi antara 80% - 99% (Sudarma, 2004).
Untuk kawasan TNGM wilayah Sleman mempunyai curah hujan rata-rata tahunan
berkisar antara 3.000-3.500 mm/tahun. Sedangkan kawasan TNGM wilayah Musuk-
Cepogo (Boyolali) mempunyai curah hujan rata-rata tahunan sebesar <2.500 mm/tahun.
Kawasan Ketep (Magelang) mempunyai curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara
3.000-3.500 mm/tahun (Sudarma, 2004).

C. Tanah
Kawasan ini berjenis tanah Regosol dan mendominasi kawasan gunung Merapi.
Dengan masih aktifnya gunung Merapi menjadikan material vulkanis merupakan bahan
induk tanah di kawasan ini. Dengan demikian tanahnya merupakan tanah muda karena
belum mengalami perkembangan profil. Tanah di kawasan ini dicirikan oleh warna kelabu
sampai kehitaman dengan tekstur pasiran. Struktur tanah belum terbentuk sehingga
masih merupakan struktur granuler. Dengan struktur ini maka kemampuan untuk
menyerap air cukup tinggi, namun kandungan bahan organiknya relatif rendah.
Kemasaman tanah pada umumnya netral.Jenis tanah yang dijumpai di daerah yang
berbatasan dengan kawasan TNGM didominasi oleh jenis tanah Regosol, andosol,
aluvial dan litosol(Sudarma, 2004).
Di Kabupaten Sleman bagian selatan berupa tanah regosol (Typic Udipsament)
dan sedikit aluvial. Di bagian utara berupa tanah regosol dan andisol (Andic Eutropepts).
Solum tanahnya dangkal sampai dalam dengan kesuburannya rendah sampai sedang.
Tekstur tanahnya pasiran, berbatu dan berkerikil. Struktur tanahnya lepas, remah dan
gumpal membulat yang lemah. Faktor pembatasnya adalah bahaya kekeringan,
kesuburan yang rendah dan jeluk mempannya yang dangkal, juga teksturnya yang
sangat kasar (Sudarma, 2004).
Di kabupaten Magelang Jenis tanah sama dengan kabupaten Sleman, tetapi
kondisinya lebih basah karena curah hujannya yang lebih baik. Oleh karena dapat air dari

8
pengairan maka seolah-olah kesuburannya lebih baik. Akibatmya ancaman faktor
pembatasnya lebih ringan, tetapi bukan berarti tidak ada (Sudarma, 2004).
Di kabupaten Boyolali jenis tanah yang di kecamatan terdekat secara garis besar
masih sama, hanya ada sedikit variasi yaitu Regosol kelabu, Regosol coklat, Litosol
coklat, Andisol kelabu, asosiasi Litosol dan Regosol dan asosiasi Andisol kelabu dan
Litosol. Wilayah kecamatan Musuk mempunyai dua jenis tanah yaitu Regosol coklat dan
asosiasi antara Regosol dan Litosol (Sudarma, 2004).

D. Geologi
Berdasarkan peta Geologi (Sudarma, 2004) yang dikeluarkan oleh Direktorat
Geologi Tata Lingkungan diperoleh informasi bahwa batuan utama penyusun Gunung
Merapi terdiri dari dua macam:
a. Endapan vulkanik Gunung Merapi Muda, yang terdiri dari tufa, lahar, breksi, dan lava
andesitis hingga basaltis. Endapan ini hampir tersebar merata diseluruh kawasan
Gunung Merapi
b. Endapan volkanik kwarter tua, yang keberadaannya secara setempat-setempat,
khususnya di perbukitan. Endapan ini ditemui di bukit Turgo, Gono, Plawangan,
Maron.

E. Topografi
Secara topografi, kerucut (cone) Gunung Merapi berada pada ketinggian berkisar
antara 50-2500 m dpl. Dalam kerucut itu, Kabupaten Sleman berada pada ketinggian
antara 100 – 1500 m dpl. Kabupaten Klaten terletak antara 50–1000 m dpl, dan
Kabupaten Boyolali antara 400 – 1500 m dpl. Secara lebih rinci keadaan topografi di tiga
kabupaten tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Di wilayah Kabupaten Sleman, di bagian utara sebagian besar merupakan tanah
kering yang berupa tegal dan ladang. Bagian yang paling utara merupakan lereng
gunung Merapi yang miring kearah selatan. Di lereng selatan gunung Merapi terdapat
dua bukit yaitu bukit Turgo dan Plawangan yang merupakan bagian kawasan wisata
Kaliurang. Di bagian lereng puncak Merapi ini reliefnya curam sampai sangat curam.
Beberapa sungai yang mengalir melalui kabupaten Sleman menuju laut selatan adalah
sungai Progo, Krasak, Kuning dan Boyong (Sudarma, 2004).
Di wilayah Kabupaten Boyolali, bagian yang terendah dengan ketinggian 75 – 400
m dpl berada di bagian selatan dan tenggara dari wilayah Boyolali. Meliputi kecamatan
Teras, Banyudono, Sawit, Mojosongo Ngemplak, Simo, Nogosari, Kemusuk Karanggede

9
dan Boyolali. Bagian yang agak tinggi 400 – 700 m diatas permukaan laut berada di
bagian tengah meliputi kecamatan Boyolali, Musuk, Ampel dan Cepogo. Yang lebih
tinggi lagi 700 – 1000 m diatas permukaan laut meliputi kecamatan Musuk, Ampel dan
Cepogo. Bagian yang tinggi mulai dari 1000 – 1300 m diatas permukaan laut meliputi
wilayah kecamatan Cepogo, Ampel dan Selo (Sudarma, 2004).

F. Keadaan Flora

Flora kawasan lereng selatan yang masuk wilayah D.I Yogyakarta didominasi oleh
hutan campuran yang relatif stabil dan berstatus hutan lindung. Namun demikian,
dekatnya lokasi kawasan ini dengan pemukiman penduduk menyebabkan terhambatnya
proses ekologis secara alamiah yang seharusnya terjadi di kawasan hutan lindung.
Pemanfaatan lahan bawah tegakaan hutan untuk budidaya rumput, khususnya di lereng
yang berbatasan dengan pemukiman penduduk dan pengambilan rumput yang intensif
oleh masyarakat untuk pakan ternak sangat intensif dilakukan. Jenis rumput Imperata
cylindrica, Panicum replans, Arthraxon typicus dan Pogonatherum paniceum merupakan
jenis yang banyak dijumpai. Beberapa lokasi juga terjadi penebangan liar dan kebakaran
hutan, walaupun dengan intensitas yang masih terkendali (Sudarma, 2004).
Beberapa spesies tumbuhan yang ada di kawasan ini dapat diketahui dari hasil
diinventasi dari kayu dan daun yang dipanen oleh masyarakat setempat. Spesies
tersebut mencakup:
a. Dari hasil kayu: Pinus merkusii, Acacia decurrens, Acacia decurrenssa spp., Albisia
spp. dan Euphatorium inufolium, Lithocarpus elegans, Leucaena glauca, Cinchona
succiruhra, Acalypha calurus, Ficus alba, Erytrina variegata, Hibiscus filiacius, Melia
azedarach, Leucaena leucocephala, Arthocarpus integra, Casuarina sp., Syzygium
aromaticum.
b. Dari penghasil daun: Calliandra callothyrsus, Euphatorium sp., Lantana camara,
Crolalaria spp., Schefflera efliplica, Cestrum nocturium, pakis, Piplurus repandus,
Yevesia sundaica, Glochidion spp., Euphatorium riparium, Alfanihol esculenta,
Fomengia congesta, Melia azedarach, Macaranga spp., Marsilia cremala, dan
Melastbura stomoides.

Selain itu, masih dijumpai beberapa jenis tumbuhan semak dan tumbuhan hutan
dengan tajuk terbuka dan tertutup dan jenis flora epifit yang khas tumbuh di wilayah tropis
basah.

10
G. Keadaan Kawasan TNGM Sesaat Setelah Erupsi tahun 2010

Erupsi Gunung Merapi mengakibatkan rusaknya vegetasi hutan di kawasan Taman


Nasional Gunung Merapi (TNGM). Kerusakan vegetasi dapat diklasifikasikan menjadi:
rusak parah; rusak sedang; rusak ringan dan utuh (tidak terkena dampak). Areal yang
mengalami kerusakan berat umumnya vegetasinya habis terbakar awan panas sehingga
yang tersisa hanyalah hamparan pasir vulkanik. Pada areal kerusakan sedang masih
dapat dilihat pohon-pohon berdiri namun hampir seluruh tajuknya habis terbakar, ranting
rantingnya patah namun sebagian masih dapat bersemi kembali. Pada areal kerusakan
ringan, vegetasinya masih tampak hijau namun terjadi beberapa kerusakan pada tajuk
pohon dan tumbuhan bawahnya. Sementara areal yang tidak terdampak, vegetasinya
relatif utuh dan tidak mengalami kerusakan. Peta kerusakan kawasan TNGM pasca erupsi
Merapi tahun 2010 ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 3. Peta kerusakan vegetasi kawasan TNGM pasca erupsi 2010. Warna merah menunjukkan
kerusakan berat, warna kuning kerusakan sedang, warna hijau kerusakan ringan, dan warna coklat
menunjukkan medan lava dan lahar.

11
BAB IV
METODE INVENTARISASI

A. Sampling

Inventarisasi Acacia decurrens di dalam kawasan TNGM dilakukan dengan metode


sampling jalur sistematis (Systematic Strip Sampling).

Sampel Lokasi/Plot Ukur


Sampel lokasi diambil berdasarkan rentang ketinggian tempat. Rentang Ketinggian
tempat dibagi 3 yaitu: 500 – 1.500 mdpl, 1.500 – 2.000 m dpl, dan > 2.000 mdpl. Di
setiap rentang ketinggian tempat minimal ada 1 sampel lokasi/plot ukur

Petak Ukur
Dalam satu wilayah kerja, diambil beberapa plot ukur, kemudian dalam setiap plot ukur
terdapat minimal 10 petak ukur. Ukuran Petak Ukur adalah 20 x 20 meter2, 10 x 10 m2,
2,5 x 2,5 m2

B. Kriteria Pohon, Tiang, Pancang, dan anakan pohon


1. Pohon:
- diameter batang setinggi dada diatas 20 cm
- tinggi diatas 1,5 meter

2. Tiang:
- diameter batang setinggi dada antara 10-20 cm
- tinggi diatas 1,5 meter

3. Pancang:
- diameter batang setinggi dada antara dibawah 10 cm
- tinggi diatas 1,5 meter

4. Anakan pohon:
- diameter batang setinggi dada antara dibawah 10 cm
- tinggi dibawah atau sama dengan 1,5 meter

12
C. Data yang diambil
1. Pada Petak Ukur 20 x 20 m2
- Jumlah pohon Acacia decurrens dan pohon-pohon jenis lain
- diameter dan tinggi setiap pohon

2. Pada Petak Ukur 10 x 10 m2


- Jumlah tiang Acacia decurrens dan tiang-tiang jenis lain
- diameter dan tinggi setiap tiang

3. Pada Petak Ukur 5 x 5 m2


- Jumlah pancang Acacia decurrens dan pancang-pancang jenis lain
- diameter dan tinggi setiap pancang

4. Pada Petak Ukur 2,5 x 2,5 m2


- Jumlah anakan pohon Acacia decurrens dan anakan-anakan pohon jenis lain
- Tiap jenis tumbuhan bawah

20 meter

5 meter 10 meter

5 meter
Gambar 4. Bentuk Petak Ukur
2,5meter sampel pengamatan tumbuhan

2,5meter

10 meter

20 meter
Keterangan:
2
- Dalam petak ukur 20 x 20 m yang dihitung adalah jumlah pohon
2
- Dalamkotak 10 x 10 m yang dihitung adalah tiang
2
- Dalam petak ukur 5 x 5 m yang dihitung adalah pancang
2
- Dalam petak ukur 2,5 x 2,5 m dihitung jumlah anakan pohon Acacia decurrens

13
D. Pengolahan Data
Analisis vegetasi
Analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur
vegetasi. Data yang diperoleh digunakan untuk menghitung Kerapatan Acacia
decurrens, Kerapatan seluruh jenis, Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Acacia
decurrens, Frekuensi Relatif (FR), Dominasi Acacia decurrens, Dominasi Relatif
(DR), dan Indeks Nilai Penting (INP). Kerapatan digunakan untuk menggambarkan
jumlah individu dari populasi sejenis, Frekuensi, variable yang menggambarkan
penyebaran dari populasi disuatu kawasan, Indeks Nilai Penting (INP) adalah
parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk untuk menyatakan tingkat Dominasi
(tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan sehingga
spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling
besar. untuk mengetahui pola distribusi jenis suatu vegetasi yang paling dominan.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan penghitungan untuk mendapatkan Kerapatan
Relatif Jenis tersebut :

Jumlah total individu dari jenis ke-i seluruh sampel


1. Kerapatan jenis ke-i (Ki) =
Luas area total pengambilan sampel

2. Jumlah individu seluruh jenis dari seluruh sampel


Kerapatan seluruh jenis =
Luas seluruh unit sampel

Kerapatan jenis ke-i


3. Kerapatan Relatif jenis ke-i (KR) = x 100%
Kerapatan seluruh jenis

 sub petak ditemukannya Acacia decurrens


4. Frekuensi 
 seluruh sub petak contoh

F Acacia dec urrens


5. Frekuensi Relatif  x 100%
F seluruh jenis

14
Luas Bidang Dasar A. decurrens
6. Dominasi Acacia decurrens 
Luas seluruh petak contoh

. D Acacia dec urrens


7. Dominasi Relatif  x 100%
D total seluruh jenis

Korelasi Statistik
Untuk mengetahui korelasi antara komponen dominasi Acacia decurrens terhadap
keanekaragaman tumbuhan (atau jumlah jenis tumbuhan) digunakan korelasi
regresi dengan rumus sebagai berikut:

y  a  b.x .................................. rumus 1

Keterangan:

y = dominasi Acacia decurrens


x = jumlah jenis tumbuhan
a = menyatakan intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak
b = menyatakan kemiringan garis atau gradien

  
n. x i .y i    x i   y i 
b  i 1  i 1  i 1 
2
 
n. x i    x i 
2

i 1  i 1 
_ _
a  y b. x

15
BAB V
HASIL INVENTARISASI

A. Persebaran dan Kerapatan Tegakan

Hasil inventarisasi Acacia decurrens yang dilakukan di beberapa wilayah Resort di kawasan
TNGM disajikan dalam bentuk tabel yang memuat jumlah individu Acacia decurrens, jumlah
individu semua jenis, Luas total sampel, Kerapatan Acacia decurrens, Kerapatan seluruh
jenis, Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Acacia decurrens, Frekuensi Relatif (FR), Dominasi
Acacia decurrens, Dominasi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) sebagaimana yang
ditunjukkan pada tabel 1 hingga tabel 13. Sedangkan data mentahnya terlampir.

Tabel 1. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Sogan (Pakem, Sleman) pada ketinggian antara 925 s/d 969 m dpl
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m2) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)

Pohon 5 5 2000 0.00 0.00 100.0 0.2 100 0.000036 100 300.0

Tiang 37 37 500 0.07 0.07 100.0 1 100 0.00087 100 300.0

Pancang 54 59 125 0.43 0.47 91.5 1 100 - - 191.5

Semai 0 16 31 0.00 0.52 0.0 0 0 - - 0.0

Tabel 2. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Pronojiwo (Pakem, Sleman) pada ketinggian 1.032 m dpl
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m2) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)
Pohon 0 2 400 0.00 0.005 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Tiang 1 2 100 0.00 0.02 50.0 1 100 0.00011 38.2 188.2

Pancang 0 16 25 0.00 0.64 0.0 0 0 - - 0

Semai 0 0 6.3 0 0 0 0 0 - - 0

Tabel 3. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Gandok (Pakem, Sleman) pada ketinggian 884 m dpl
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua 2 decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m ) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)

Pohon 1 1 2000 0.00 0.00 100.0 0 0 0 0 0.0

Tiang 6 6 500 0.01 0.01 100.0 1 100 0.05 100 300.0

Pancang 11 11 125 0.09 0.09 100.0 1 100 - - 200.0

Semai 0 4 31 0.00 0.13 0.0 0 0 - - 0.0

16
Tabel 4. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Blok Labuhan (Cangkringan, Sleman)
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua 2 decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m ) 2 2 decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m ) (∑/m )
Pohon 0 0 4000 0.00 0.00 0.00 0 0 0 0 0.0

Tiang 118 140 1000 0.12 0.14 84.3 1 100 0.001161 99.1 283.4

Pancang 223 226 250 0.89 0.90 98.7 1 100 - - 198.7

Semai 90 133 63 1.43 2.11 67.7 0.3 42.86 - - 110.5

Tabel 5. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Kepuharjo (Cangkringan, Sleman)


Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m2) 2 2 decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m ) (∑/m )

Pohon 0 29 5600 0.00 0.01 0.0 0 0 0 0 0

Tiang 46 62 1400 0.03 0.04 74.2 1 100 0.00281 71.88 246.1

Pancang 97 189 350 0.28 0.54 51.3 1 100 - - 151.3

Semai 34 115 63 0.54 1.83 29.6 1 100 - - 129.6

Tabel 6. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Kalikuning (Cangkringan, Sleman)


Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m2) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)

Pohon 0 0 1600 0.00 0.00 0.0 0 0 0 0 0

Tiang 21 28 400 0.05 0.07 75.0 1 100 0.0028 63.7 238.7

Pancang 61 62 100 0.61 0.62 98.4 1 100 - - 198.4

Semai 5 33 25 0.20 1.32 15.2 0.5 50 - - 65.2

Tabel 7. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Plunyon (Cangkringan, Sleman)


Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m2) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)

Pohon 0 0 1600 0.00 0.00 0.0 0 0 0 0 0

Tiang 0 2 400 0.00 0.01 0.0 0 0 0 0 0

Pancang 0 25 100 0.00 0.25 0.0 0 0 - - 0

Semai 0 13 19 0.00 0.68 0.0 0 0 - - 0

Tabel 8. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Kali Tengah Lor (Cangkringan, Sleman)
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m2) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)

Pohon 0 0 2000 0.00 0.00 0.0 0 0 0 0 0.0

Tiang 2 15 500 0.00 0.03 13.3 0.33 33.33 0.000059 100 146.7

Pancang 28 44 125 0.22 0.35 63.6 0.67 46.7 - - 110.3

Semai 0 18 19 0.00 0.95 0.0 0 0 - - 0.0

17
Tabel 9. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Sapu Angin (Kemalang, Klaten) pada ketinggian antara
1.239 s/d 1.381 m dpl
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m2) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)

Pohon 2 53 2800 0.00 0.02 3.8 0.286 28.6 0.000024 2 34.4

Tiang 8 18 700 0.01 0.03 44.4 0.57 57 0.00015 35.04 136.4

Pancang 32 35 175 0.18 0.20 91.4 1 100 - - 191.4

Semai 1 12 44 0.02 0.09 25.0 0.14 14.29 - - 39.3

Tabel 10. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Tegalmulyo Jalur 1 (Klaten) pada ketinggian antara 1.371
s/d 1.440 m dpl
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua 2 decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m ) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)

Pohon 0 9 3200 0.00 0.00 0.0 0 0 0 0 0.0

Tiang 23 23 800 0.03 0.03 100.0 1 100 0.00028 100 300.0

Pancang 104 104 200 0.52 0.52 100.0 1 100 - - 200

Semai 1 76 50 0.02 0.02 100.0 0.125 12.5 - - 112.5

Tabel 11. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Tegalmulyo Jalur 2 (Klaten) pada ketinggian antara 1.559
s/d 2.033 m dpl
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m2) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)

Pohon 26 61 3600 0.01 0.02 42.6 0,55 55,5 0.00128 38.4 136.5

Tiang 16 18 900 0.02 0.02 88.9 0.67 85.9 0.0008 85 259.8

Pancang 34 35 225 0.15 0.16 97.1 0,55 71,3 - - 168.4

Semai 0 15 56 0.00 0.00 0 0 - - 0

Tabel 12. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Balerante (Klaten) pada ketinggian antara
1.177 s/d 1.231 m dpl
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m2) decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m2) (∑/m2)

Pohon 0 0 2400 0.00 0.00 0.0 0.0 0 0 0 0

Tiang 4 5 600 0.01 0.01 80.0 0.167 50.2% 0.00006 55.6 185.8

Pancang 84 85 150 0.56 0.57 98.8 1 100 - - 198.8

Semai 1 9 38 0.03 0.11 25.0 0.167 16.7 - - 41.7

18
Tabel 13. Hasil Inventarisasi Acacia decurrens Wilayah Babadan (Magelang) pada ketinggian antara
1.315 s/d 1.455 m dpl
Jumlah Jumlah Kerapatan Kerapatan
Luas Total Frekuensi Dominasi
Tingkatan Individu Individu Acacia seluruh Kerapatan Frekuensi Dominasi
Sampel Acacia Acacia INP
Pohon Acacia Semua 2 decurrens jenis relatif (%) Relatif (%) Relatif (%)
(m ) 2 2 decurrens decurrens
decurrens Jenis (∑/m ) (∑/m )
Pohon 0 1 2400 0.00 0.00 0 0 0 0 0 0

Tiang 36 38 600 0.06 0.06 94.74 1 100 0.00063 93.9 288.64

Pancang 58 59 150 0.39 0.39 98.31 1 100 - - 198.31

Semai 12 12 38 0.32 0.32 100.0 1 100 - - 200.00

B. Korelasi Dominasi Acacia decurrens terhadap Keanekaragaman Vegetasi


Nilai dominasi Acacia decurrens yang diperoleh dari tabel 1 s/d 13 ditambah data jumlah
jenis pohon tingkat pancang, pohon tingkat semai, dan tumbuhan bawah menjadi dasar
untuk menentukan korelasi statistik antara dominasi Acacia decurrens terhadap
keanekaragaman vegetasi. Secara seksama dapat dilihat pada uraian berikut ini:

Tabel 14. Dominasi Acacia decurrens dan jumlah jenis tumbuhan pada berbagai tingkatan
Dominasi Acacia
Jumlah jenis pohon Jumlah jenis
decurrens tingkat Jumlah jenis pohon
No. Lokasi tingkat tumbuhan
pohon + tingkat tingkat pancang
semai/anakan bawah
tiang
1 Blok Labuhan 0.0012 2 11 24
2 Kepuharjo 0.0028 4 9 16
3 Kalikuning 0.0028 2 8 10
4 Plunyon 0.0000 5 8 6
5 Kali Tengah Lor 0.0001 6 6 6
6 Sapu Angin 0.0002 5 2 10
7 Tegalmulyo Jalur 1 0.0003 1 0 14
8 Tegalmulyo Jalur 2 0.0013 3 0 15
9 Balerante 0.00001 2 0 8
10 Babadan 0.0006 2 1 7

Dari hasil pengolahan data pada tabel 14 dengan menggunakan rumus korelasi (rumus 1)
diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Korelasi dominasi Acacia decurrens terhadap keanekaragaman pohon tingkat pancang
adalah:

y = 0.0014 - 0.00014x

keterangan:
y = dominasi Acacia decurrens tingkat pohon dan tingkat tiang
x = keanekaragaman jenis pohon tingkat pancang
19
2. Korelasi dominasi Acacia decurrens terhadap keanekaragaman pohon tingkat semai
adalah:

y = - 0.0146 + 0.00012x

keterangan:
y = dominasi Acacia decurrens tingkat pohon dan tingkat tiang
x = keanekaragaman jenis pohon tingkat semai

3. Korelasi dominasi Acacia decurrens terhadap keanekaragaman tumbuhan bawah adalah:

y = 0.000003 + 0.00008x

keterangan:
y = dominasi Acacia decurrens tingkat pohon dan tingkat tiang
x = keanekaragaman jenis tumbuhan bawah

C. Persebaran kerapatan Acacia decurrens Berdasarkan Peta Kerusakan Dampak


ErupsiGunung Merapi Tahun 2010

Tabel 14 . Persebaran kerapatan Acacia decurrens berdasarkan peta kerusakan dampak


erupsi Merapi 2010
Kerapatan Acacia decurrens pada Tingkat
berbagai tingkatan pohon Ketinggian Kerusakan
No. Lokasi
Anakan (m dpl) areal akibat
Pohon Tiang Pancang
pohon erupsi 2010
1 Sogan 0.00 0.07 0.43 0.00 925-969 sedang
2 Pronojiwo 0.00 0.00 0.00 1.032 sedang
3 Gandok 0.00 0.01 0.09 0.00 884 sedang
4 Blok Labuhan 0.00 0.12 0.89 1.43 1.200-1.450 berat
5 Kepuharjo 0.00 0.03 0.28 0.54 1.100-1.600 berat
6 Kalikuning 0.00 0.05 0.61 0.20 850-1.000 sedang
7 Plunyon 0.00 0.00 0.00 0.00 750-850 sedang
Kali Tengah Sedang-
8 0.00 0.00 0.22 0.00 900-1.000
Lor berat

9 Sapu Angin 0.00 0.01 0.18 0.02 1.239-1.381 ringan


Sedang-
10 Tegalmulyo 1 0.00 0.03 0.52 0.02 1.371-1.440
berat

20
11 Tegalmulyo 2 0.01 0.02 0.15 0.00 1.559-2.033 Ringan

12 Balerante 0.00 0.01 0.56 0.03 1.177-1.231 berat


Ringan-
13 Babadan 0.00 0.06 0.39 0.32 1.315-1.455
sedang

D. Jenis-Jenis Tumbuhan Bawah


Jenis-jenis tumbuhan bawah dalam inventarisasi ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Jenis-jenis tumbuhan bawah yang dijumpai di bawah tegakan Acacia decurrens
2. Jenis-jenis tumbuhan bawah yang tidak dijumpai di bawah tegakan Acacia decurrens.

Jenis-jenis tumbuhan bawah yang disajikan pada tabel di bawah ini adalah yang terdapat di
wilayah Resort Kemalang (Klaten) sebagai berikut:

Tabel 15. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai dan yang tidak dijumpai di bawah tegakan Acacia
decurrens di wilayah Resort Kemalang (Klaten)
Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di bawah Jenis-jenis tumbuhan yang tidak dijumpai di bawah
No.
tegakan Acacia decurrens tegakan Acacia decurrens
1 Alang-Alang Blundu
2 Berokan Kacang-kacangan
3 Gerpak Lodo
4 Godong paken ulo Mlanding Gunung
5 Golor Nyangkoh
6 Gondopura Rambat Aren
7 Irengan Riwono
8 Janggleng Setutan (anggrek)
9 Kidangan Srunen
10 Kotelan Tepus
11 Krinyu
12 Meniran
13 Nipongan
14 Pagagan
15 Pakis
16 Paren
17 Pecutan
18 Petungan
19 Rumput Pebe
20 Semanggi gunung
21 Teki
22 Tepus
23 X-1 (belum diketahui namanya)
24 X-2 (belum diketahui namanya)
25 X3 (kemungkinan namanya Parmak)

21
E. Kondisi Vegetasi dan Topografi Lokasi Pengamatan

Tabel 16. Kondisi Vegetasi dan Topografi Lokasi Pengamatan


No. Lokasi Kondisi Vegetasi Topografi
Hutan campuran multi strata Daerah dengan
1 Sogan o
kelerengan diatas 20-60
Hutan berkerapatan sedang, tidak Daerah dengan
2 Pronojiwo o
ada jenis tertentu yang mendominasi. kelerengan diatas 60
Hutan berkerapatan sedang, tidak Berupa daerah terjal dan
3 Gandok ada jenis tertentu yang mendominasi. daerah landai.
Merupakan areal penanaman.
Didominasi oleh tegakan Acacia Berada di punggung bukit,
4 Blok Labuhan o
decurrens berkrapatan tinggi kelerengan diatas 20
Didominasi oleh tegakan Acacia Daerah dengan
o
decurrens berkerapatan tinggi. kelerengan di atas 15
5 Kepuharjo
Jarang ada pohon, paling banyak
berupa pancang dan tiang.
Areal yang relatif terbuka dengan Merupakan daerah yang
6 Kalikuning tegakan Acacia decurrens relatif landai, ada alur
berkerapatan rendah sampai sedang. sempadan sungai
Areal yang relatif terbuka dengan Merupakan daerah sekitar
tegakan Acacia decurrens sungai Kalikuning,
7 Plunyon
berkerapatan rendah sampai sedang kelerengan antara 10
o
sampai lebih dari 60
Didominasi oleh tegakan Acacia Daerah dengan
o
Kali Tengah decurrens berkerapatan tinggi. kelerengan di atas 15
8
Lor Jarang ada pohon, paling banyak
berupa pancang dan tiang.
Hutan berkerapatan sedang, tidak Berupa punggung bukit
9 Sapu Angin ada jenis tertentu yang mendominasi dengan kelerengan diatas
o
20
Didominasi oleh tegakan Acacia Daerah yang relatif landai,
o
decurrens berkerapatan tinggi. kelerengan 10-20
10 Tegalmulyo 1
Jarang ada pohon, paling banyak
berupa pancang dan tiang.
Hutan berkerapatan rendah s/d Berupa punggung bukit
11 Tegalmulyo 2 sedang. Tidak ada jenis tertentu dengan kelerengan diatas
o
yang mendominasi. 30
Hutan berkerapatan sedang, Merupakan daerah yang
12 Balerante didominasi oleh tiang dan pancang relatif landai hingga
jenis Acacia decurrens. bergelombang.
Berupa tegakan Acacia decurrens Merupakan daerah
13 Babadan berkerapatan sedang s/d tinggi. dengan kelerengan diatas
o
15

22
BAB VI
PEMBAHASAN

Dalam bab analisa ini akan dibahas aspek dominasi Acacia decurrens, pola persebaran
horisontal dan vertikal, dan korelasi dominasi Acacia decurrens terhadap keanekaragaman
jenis tumbuhan di lokasi sampel pengamatan.

A. Acacia decurrens dan Persebarannya


Dari hasil pengamatan, kawasan TNGM wilayah Cangkringan dan Kemalang
memiliki kerapatan Acacia decurrens tingkat pancang yang paling tinggi dan dominan
sehingga secara rata2 prosentase kerapatan relatif jenis Acacia decurrens mendekati
100%. Dengan demikian, bisa dikatakan hot spot Acacia decurrens di kawasan TNGM
terdapat di wilayah Resort Cangkringan dan Kemalang walaupun Acacia decurrens pada
tingkat pohon, tiang, dan anakan pohon tergolong rendah hingga sedang.
Acacia decurrens dalam kawasan TNGM terdapat hampir di semua resort kecuali
Resort Srumbung (Kec. Srumbung, Kab. Magelang). Untuk kawasan TNGM wilayah
Magelang dan Boyolali, persebaran dan kerapatan Acacia decurrens tidak sebanyak di
Cangkringan dan Kemalang. Berdasarkan laporan survei Litbang Kehutanan (Bogor,
2012) di wilayah Srumbung (Magelang) tidak dijumpai Acacia decurrrens.
Berdasarkan kerapatan tegakannya, penyusun laporan ini membagi persebaran
Acacia decurrens di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi menjadi 3 kelas
kerapatan, yaitu:
1. Kerapatan tinggi (sangat rapat) dengan Kerapatan Jenis diatas 0,4.
2. Kerapatan sedang dengan kerapatan jenis antara 0,1-0,4
3. Kerapatan rendah (renggang) atau tidak ada dengan kerapatan jenis di bawah 0,1

Tutupan lahan yang berupa vegetasi Acacia decurrens kerapatan tinggi terdapat di
Resort Cangkringan, sebagian wilayah Resort Kemalang, dan sebagian wilayah Resort
Kec. Dukun. Sebagian besar tegakan Acacia decurrens kerapatan tinggi di kawasan
TNGM terdapat di Cangkringan dikarenakan wilayah ini merupakan wilayah yang paling
luas terkena awan panas erupsi Merapi 2010. Diperkirakan persentase luasan tegakan
Acacia decurrens kerapatan tinggi di wilayah Resort Cangkringan mencapai sekitar 95%
dari total luas petak sampel.

23
Secara alami Acacia decurrens sanggup menyebar dengan sendirinya secara relatif
cepat dibandingkan jenis-jenis tumbuhan tingkat tinggi lainnya, khususnya di areal-areal
yang kosong dan kritis. Dan, memang jarang ada suatu jenis Acacia decurrens yang
secara alami dapat membentuk populasi secara terfragmentasi (kumpulan kelompok
secara terpisah). Sudah menjadi fakta bahwa sebagian besar Acacia decurrens dalam
kawasan TNGM terkonsentrasi di areal-areal terkena dampak erupsi Merapi kategori
berat dan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa suhu panas awan panas walaupun
menghancurkan setiap vegetasi yang dilewatinya namun sisi lain merangsang
perkecambahan biji-biji Acacia decurrens yang terdapat didalam tanah.
Di wilayah Boyolali (dalam kawasan TNGM), pola persebaran Acacia decurrens
cenderung menyebar rata dengan Dominasi Jenis yang tergolong rendah-sedang
dikarenakan daerah Boyolali relatif tidak terkena kerusakan berat dan sedang akibat
erupsi tahun 2010. Untuk wilayah Babadan, Dominasi Acacia decurrens tergolong
sedang dikarenakan sebagaian wilayahnya terkena dampak berat erupsi Merapi tahun
2010.
Di wilayah Turi Pakem (dalam kawasan TNGM), relatif sedikit dijumpainya Acacia
decurrens dikarenakan sebagian besar wilayah ini tidak terkena dampak berat maupun
sedang erupsi Merapi tahun 2010, ditambah kondisi hutan alamnya yang masih bagus
dan rapat. Sehingga, di sebagian besar wilayahnya tidak ada Acacia decurrens tapi
kalau ada areal yang terdapat Acacia decurrens maka pola persebarannya cenderung
terfragmentasi di sebagian kecil wilayah yang berbatasan dengan wilayah Cangkringan.
Tetap dalam konteks persebaran Acacia decurrens, jika dilihat dari sudut pandang
luasan tutupan lahan berupa Acacia decurrens di daerah penyangga kawasan TNGM
(luar kawasan yang berbatasan dengan kawasan TNGM) maka sangat jelas bahwa
desa-desa di Wilayah Cangringan (di luar kawasan TNGM) adalah wilayah yang
memiliki luasan hutan Acacia decurrens yang paling luas dibandingan dengan di
wilayah-wilayah desa lain sekitar pinggiran batas kawasan TNGM. Hal ini lebih
disebabkan secara alami dimana areal terdampak erupsi di wilayah Cangkringan
terkategori berat.

24
Gambar 5. Peta persebaran Acacia decurrens tingkat pohon

Keterangan:
: Kerapatan Acacia decurrens rendah

: Tidak ada Acacia decurrens

Gambar 6. Peta persebaran Acacia decurrens tingkat tiang

Keterangan:
: Kerapatan Acacia decurrens sedang

: Kerapatan Acacia decurrens rendah

: tidak ada Acacia decurrens

25
Gambar 7. Peta persebaran Acacia decurrens tingkat pancang

Keterangan:

: Kerapatan Acacia decurrens tinggi

: Kerapatan Acacia decurrens sedang

: Kerapatan Acacia decurrens rendah

: tidak ada Acacia decurrens

26
Gambar 8. Kondisi tegakan Acacia decurrens di wilayah Cangkringan (Sleman)

Gambar 9. Kondisi tegakan Acacia decurrens di wilayah Gandok (Sleman)

Gambar 10. Kondisi tegakan Acacia decurrens di wilayah Balerante (Klaten)

27
Gambar 11. Kondisi tegakan Acacia decurrens di wilayah Tegalmulyo jalur 1 (Klaten)

Gambar 12. Kondisi tegakan Acacia decurrens di wilayah Tegalmulyo jalur 2 (Klaten)

Gambar 13. Kondisi tegakan Acacia decurrens di wilayah Sapu Angin (Klaten)

28
Gambar 14. Kondisi tegakan Acacia decurrens di wilayah Babadan (Magelang)

Gambar 15. Kondisi tegakan Acacia decurrens di wilayah Selo (Boyolali)

Persebaran Acacia decurrens di dalam kawasan TNGM jika diproyeksikan


secara vertikal (ketinggian tempat) maka Acacia decurrens terletak pada ketinggian
antara ±900 s/d 1.740 m diatas permukaan air laut (dpl). Ketinggian tempat yang
tertinggi yang terdapat Acacia decurrens tercatat ±1.740 m dpl yaitu di wilayah Resort
Kemalang, Musuk-Cepogo, dan Selo. Sedangkan di wilayah Cangkringan dan Turi
Pakem tercatat 1.400-an m dpl, serta di Babadan tercatat 1.500-an m dpl. Adanya
variasi ketinggian tempat paling atas lebih disebabkan oleh faktor ketebalan tanah. Pada
wilayah yang ketebalan tanahnya tinggi (kedalaman lapisan tanahnya tinggi) maka
peluang Acacia decurrens untuk hidup dan berkembang semakin tinggi namun jika

29
ketebalan tanahnya rendah (tanah tipis) maka peluang Acacia decurrens untuk hidup
dan berkembang semakin rendah.
Rentang ketinggian tempat terdapatnya Acacia decurrens di dalam kawasan
TNGM menurut pendapat penyusun belum tentu mencerminkan rentang hidup vertikal
Acacia decurrens tersebut dikarenakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemampuan hidup Acacia decurrens di suatu tempat ketinggian tertentu seperti tingkat
kedalaman tanah, kesuburan tanah, suhu udara, curah hujan, dan tingkat persaingan
mendapatkan sinar matahari. Menurut literatur,Acacia decurrens mampu hidup hingga
pada ketinggian 2.500 m dpl.

B. Korelasi Statistik Dominasi Acacia decurrens terhadap Keanekaragaman Jenis


Tumbuhan
Hasil olahan data ke beberapa parameter analisis vegetasi (KR, FR DR, INP)
menjadi dasar pencarian korelasi statistik antara dominasi Acacia decurrens terhadap
keanekaragaman pohon pada berbagai tingkatannya dan keanekaragaman jenis
tumbuhan bawah. Dalam laporan ini, dominasi Acacia decurrens tingkat pohon dan tiang
digabung dikarenakan Acacia decurrens pohon dan tiang memiliki kesamaan tinggi
pohon, kesamaan luasan tajuk, dan berbaur dalam satu lokasi.
Dari korelasi statistik yang diperoleh, dapat dideskripsikan/diindikasikan bahwa
dominasi Acacia decurrens terhadap keanekaragaman jenis pohon tingkat pancang
memiliki nilai yang negatif. Artinya semakin besar nilai dominasinya maka semakin
rendah tingkat keanekaragaman jenis pohon tingkat pancang. Sebaliknya, dominasi
Acacia decurrens terhadap keanekaragaman jenis anakan pohon dan tumbuhan bawah
cenderung bernilai positif yang artinya bahwa dominasi kurang berpengaruh terhadap
keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan anakan pohon. Nilai hubungan yang
negatif ditunjukkan oleh nilai b (pada rumus 1) yang minus (-) sedangkan nilai hubungan
yang positif ditunjukkan oleh nilai b yang positif (+).
Dominasi Acacia decurrens terhadap keanekaragaman jenis pohon tingkat
pancang memiliki nilai b = - 0.00014 dan a = 0.0014. Sedangkan terhadap
keanekaragaman jenis pohon tingkat semai/anakan pohon memiliki nilai b = 0.00012
dan a = - 0.0146. Sedangkan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan bawah
memiliki nilai b = 0.00008 dan a = 0.000003. Walaupun nilai b (gradien garis) ada yang
positif maupun negatif namun nilainya relatif terlalu kecil.

30
Ada beberapa hal yang menjadi catatan penting dalam melihat korelasi statistik
regresi antara dominasi Acacia decurrens terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan,
yaitu bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan tidak semata-mata ditentukan oleh tingkat
dominasi Acacia decurrens saja tapi bisa dipengaruhi oleh hal-hal lain seperti ketebalan
tanah, kelimpahan air, keasaman tanah, dan lain-lain.

31
BAB VII
KESIMPULAN

1. Acacia decurrens pada tingkat pohon memiliki kerapatan jenis yang rendah (<0.1) di
sebagian wilayah Resort Turi Pakem, Cangkringan, Kemalang, Cepogo-Musuk, Selo,
dan Kec. Dukun. Pada tingkat pohon tidak dijumpai Kerapatan Jenis yang sedang
maupun tinggi.
2. Acacia decurrens pada tingkat tiang memiliki kerapatan jenis yang sedang (0.1-0.4) dan
rendah (<0.1). Pada kerapatan jenis yang sedang dijumpai di wilayah Resort Turi-
Pakem, Cangkringan, Kemalang, Cepogo-Musuk, Selo, dan Kec. Dukun. Sedangkan
pada kerapatan jenis rendah dijumpai secara luas di wilayah Resort Turi-Pakem,
Cangkringan, Kemalang, Cepogo-Musuk, Selo, dan Kec. Dukun.
3. Acacia decurrens pada tingkat pancang memiliki kerapatan jenis yang tinggi (>0.4),
sedang (0.1-0.4), dan rendah (<0.1). Pada kerapatan jenis tinggi dijumpai paling banyak
di Cangkringan, Kemalang, dan Babadan (Kec. Dukun).
4. Areal yang ditumbuhi Acacia decurrens dengan kerapatan jenis tinggi terutama pada
areal terdampak erupsi Merapi tahun 2010 yang kerusakan vegetasinya kategori berat.
5. Pada areal yang kondisi hutan alamnya masih bagus dan rapat tidak dijumpai Acacia
decurrens.
6. Jenis Acacia decurrens hanya mendominasi areal yang terbuka dan kritis akibat erupsi
Merapi pada tahun 2010.
7. Pada areal terdampak erupsi Merapi tahun 2010 yang kerusakan vegetasinya kategori
ringan memiliki kerapatan jenis Acacia decurrens yang rendah.
8. Secara statistik dengan menggunakan metode korelasi regresi, dapat
dideskripsikan/diindikasikan bahwa dominasi Acacia decurrens terhadap
keanekaragaman jenis pohon tingkat pancang memiliki nilai yang negatif (b = -0.00014)
9. Dominasi Acacia decurrens terhadap keanekaragaman jenis anakan pohon dan
tumbuhan bawah cenderung bernilai positif (b = 0.00012 untuk dominasi terhadap
keanekaragaman jenis anakan pohon; b = 0.00008 untuk dominasi terhadap
keanekargaman jenis tumbuhan bawah).

32
BAB VIII
PENUTUP

Kegiatan Inventarisasi Acacia decurrens di Taman Nasional Gunung Merapi pada


tahun 2013 telah menghasilkan data dasar Acacia decurrens yang sangat penting
bagi upaya pengelolaan dan pengendaliannya.

Yogyakarta, November 2013

Penanggung jawab

Dhani Suryawan, S. Hut.


NIP. 19760602 200312 1 001

33
DAFTAR PUSTAKA

Sudarma, 2004, Laporan Akhir Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung


Merapi Periode 2005 – 2024, kerjasama Balai Konservasi Sumberdaya Alam
dengan Pusat Studi Agroekologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Yuniasih, B., 2013, Tesis Ancaman Invasi Acacia Decurrens Pasca Erupsi Gunung
Api Merapi 2010 Terhadap Pemulihan Keanekaragaman Hayati Flora
Pegunungan di Taman Nasional Gunung Merapi, Program Studi Ilmu
Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai