Anda di halaman 1dari 13

TERMINOLOGI

1. Luka bakar : cedera pada daging yang disebabkan oleh panas, listrik,
cahaya radiasi, bahan kimia, atau goresan
2. Luka robek :
3. Vagina :- Selubung atau struktur mirip selubung.
- Saluran pada wanita, dari vulva sampai ke serviks
uteri yang menerima penis pada waktu kopulasi
4. Trauma : Kerusakan emosional maupun psikologis
5. Paramedik : Orang yang bekerja di lingkungan kesehatan sebagai
pembantu dokter seperti perawat.

KEYWORD

1. Suku Tionghoa
2. Minoritas
3. Pemerintahan yang labil
4. Membakar tubuh
5. Penculikan
6. Tindakan sangat kasar
7. Selokan malam hari
8. Wanita usia 22 tahun
9. Robek di liang vagina
10. Luka diperkirakan benda tumpul
11. Tanpa boleh berpartisipasi
12. Penyembuhan selama 2 minggu

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Wanita 22 tahun suku Tionghoa ke rumah sakit dalam kondisi tubuh


penuh luka bakar termasuk luka robekan di liang vagina
2. Pasien diperkirakan luka akan sembuh 2 minggu
3. Wanita 22 tahun di tarik paksa yang disertai tindak kasar
ANALISIS MASALAH

Wanita 22 tahun

Ditarik paksa

Penyebab Perlakuan Akibat Penanganan

Internal Eksternal Kekerasa


n Dibawa ke RS
Fisik Mental
Suku, ras Kekacauan
Politik Pemeriksaan
 Luka bakar
fisiik
 Luka robek di liang
vagina
 trauma
Tes lab

 Dibakar
 Dilkai dengan Terapi medika mentosa
benda tumpul
Terapi medika non mentosa

HIPOTESIS

1. Ketidsakpedulian masyarakat terhadap lingkungan


2. Adanya diskriminasi terhdap kaum minoritas
3. Kurangnya empati dari paramedik
4. Adanya penyembuhan semua luka dalam 2 minggu

PERTANYAAN TERJARING

1. Sebutkan masalah yang Anda temukan dalam penggalan kisah di atas!


(kehidupan Nn. May, lingkungan dan peristiwa, layanan RS)
2. Menurut Anda, apa yang mengakibatkan masalah tersbeut muncul?
3. Bagaimanan seharusnya agar masalah seperti ini tidak terjadi?
4. Mengapa korban ditemukan satu hari setelah kejadian?
5. Bagaimanna kondisi mental yang dialami korban?
6. Bagaimanna pennaganan trauma mental pada korban?
7. Bagaimanna seharusnya empati dari paramedik?

PEMICU 1

KEGIATAN KELOMPOK 5

1. Sebutkan masalah yang Anda temukan dalam penggalan kisah di


atas! (kehidupan Nn. May, lingkungan dan peristiwa, dan layanan di
RS) . by marsha

A. Dalam Kehidupan Nn. May :


- Nona May memiliki suku tionghoa yang merupakan kaum minoritas
- Keluarga Nona May bersikap acuh terhadap pemerintah
- Terjadi penjarahan di rumahnya karena keluarga Nona May membuka
warung sembako

B. Dalam Lingkungan dan peristiwa :


- Pemerintahan yang labil
- Terjadinya diskriminasi kaum minoritas
- Nona May mendapat kekerasan fisik berupa dibakar tubuhnya dan
dilukai sehingga terjadi luka robek di lubang vagina
- Kurangnya empati dari masyarkat sekitar sehingga Nona May baru
ditolong 1 hari kemudian

C. Layanan di RS :
- Dokter tidak menjelaskan kepada Nona May tentang keadaannya
sehingga Nona May kebingungan tentang luka yang diderita
- Nona May tidak mendapat penjelasan tentang keberadaan keluarganya
- Hak-hak nona may tidak terpenuhi.

2. menurut anda , apa yang mengakibatkan masalah tersebut


muncul ? gina dan abi

Jawab :

Masalah ini terjadi pada saat terjadi kerusuhan mei 1998. Adaa keterkaitan
antara kehidupan nona may dengan lingkungan dan peristiwa yang terjadi pada
saat itu. Latar belakang terjadinya masalah yang menimpa nona may adalah :

1. Nona may bersal dari keturunan tionghoa


Pada kasus tahun 1998, etnis tionghoa memang dijadikan sasaran
penjarahan toko dan pemerkosaan. Mengapa tionghoa? Jadi sejak zaman
belanda , belanda sudah mengadakan klasifikasi struktur sosial. Belanda
datang ke indonesia untuk berdagang rempah-rempah. Pada saat peralihan
kekuasaan , belanda menjadikan para pedagang cina sebagai pemungut
pajak dan insentif dari rakyat indonesia. Jelas tidak ada prinsip humaniora
dari belanda dan cina pada saat itu. Mereka hanya memeras keringat
rakyat indonesia, sedangkan rakyat indonesia sendiri tidak merasakan
kesejahteraan . tidak mau merasakan apa yang dirasakan rakyat indonesia.
Belanda dan cina hanya memikirkan keuntungan pribadi.
Pada masa setelah kemrdekaan pun hubungan negatif ini terus
berlanjut ditambah lagi dengan adanya kecemburuan ekonomi, perbedaan
keyakinan dan etnis.
2. Konsep scapegoating ( perkambing hitaman )
Pada mei 1998 terjadi krisis keuangan nasional, sedangkan stnis
tionghoa sendiri secara ekonomi tidak mengalami kekurangan atau sukses
secara ekonomi. Hal ini membuat etnis tionghoa dijadikan dislike minority
atau kaum minoritas yang tidak disukai dan dijadikan terget utama
penyerangan toko-toko pada masa itu.
3. Perempuan
Banyak korabn dalam kasus 1998 ini adalah perempuan. Terutama
etnis tionghoa dan bergama non-muslim karena perempuan dianggap
lemah dan sulit melaluka perlawanan atau pembelaan.

Jika dilihat dari aspek pelayanan kesehatan ketika nona may


dirawat di RS , nona maypun tidak mendapatkan pelayanan yang
selayaknya dari dokter menanganinya . nona may tidak mendapatkan
pejelasan tentang penyakit dan pengobatan psikis yang harusnya bisa
dibantu dengan komunikasi dokter-pasien.

Alasan mengapa dokter tidk melayani nona may sepenuhnya bisa


jadi karena dokter tersebut hanya menjadikan pasiennya sebagai objek
dengan serangkai pemeriksaan fisik dan pengobatan medis. Tidak ada
kesetaraan antara dokter-pasien . berdasarkan hal tersebut jelas bahwa
dokter dalam kasus ini tidak sepenuhnya menerapkan prinsip humaniora.
Pasien tidak mendapatkan hak-hak yang seharunya ia dapatkan . dokter
tidak berusaha menghilangkan trauma bahkan kesedihan yang dialami
pasien karena dokter sendiri tidak memberikan kesempatan pada nona may
untuk berbicara dan berlalu begitu saja. Padahal dari proses penyembuhan
adalah keyakinan dan kehamonisan hubungan dokter-pasien . keluhan dan
derita pasien tidak selalu karena aspek fisik tetapi juga psikologis.

3. Bagaimana seharusnya agar maslah tersebut tidak terjadi ? maya rosi


Jawab :
1. menghilangkan rasa dendam, kecmburuan, dan harus lebih toleransi
adanya perbedaan ras, agama, dan perbedaan seksual, serta lebih
menumbuhkan rasa kemanusiaan
2. menumbuhkan rasa toleransi anta manusia , tenggang rasa, dan
kedewasaan dalam menyikapi perbedaan dan keadilan tanpa membeda-
bedakan satu nilaipun yang ada dalam masyarakat.
3. Dari segi struktural , pemerintahpun demikian , tanpa adanya celah dan
perasangka buruk terhadap golongan tertentu dan perbedaan tertentu.
4. Menumbuhkan rasa kemanusian juga penting dalam mencegah
peristiwa tersebut.

4. mengapa korban ditemukan satu hari setelah kejadian? (priscilia


dwi utari)

Jawab:

Karena pada saat itu tahun 1998 masa krisis monetor dan kondisi situasi
pemerintah saat itu sedang labil dan ketidak pedulian masyarakat sekitar terhadap
suku minoritas yaitu suku tionghoa sehingga masyarakat tersebut tidak peduli.

5. bagaimana kondisi mental yang dialami korban ? ardi

Jawab :

korban mengalami trauma atas apa yang telah ia alami. Ia merasa takut,
hal ini tampak dari pernyataan korban, “ ... semuanya begitu saja terjadi seperti
sebuah film sadis berkelas mimpi buruk ... yang tidak akan pernah mau kutonton
lagi ...” . Ia merasa penasaran akan keadaannya dan keluarga sertapasrah atas apa
yang ia alami, “ Semua yang kutanya tentang keluargaku tidak ada yang tahu ...,
tidak ada informasi lagi, semua diam... menikmati diam... dan diam”.

6. bagaimana penanganan mental terhadap korban?(FITALOKA)

Jawab:
Penanganan mental yang dapat dilakukan pada PTSD ( Post Traumatic Stress
Disorder) adalah melalui terapi psikologi dan pharmakologi.

1. Terapi psikologi

Menurut The National Institute for Health and Clinical Excelence (NICE) hal
pertama dalam penanganan PTSD adalah :

 Trauma- Focused Cognitive-Behavior Therapy ( TFCBT).

Trauma- Focused Cognitive-Behavior Therapy ( TFCBT) ini mencakup


pendidikan tentang PTSD, pemantauan gejala-gejala PTSD, manajemen
kecemasan, pemaparan terhadap rangsangan yang mengakibatkan kecemasan
dslsm suasana yang mendukung dan manajemen kemarahan. Pendekatan kognitif-
perilaku terutama terapi pemaparan ( exposure therapy) efektif untuk PTSD
karena kekerasan seksual. Terapi pemaparan ini diantaranya, konfrontasi
ketakutan namun situasinya tidak membahayakan yang berkaitan dengan trauma
yang dialami misalnya, saat tidur tidak menggunakan penerangan, atau pergi ke
tempat ramai. Terapi ini memfasilitasi proses emosional dengan menolong pasien
untuk bereaksi dengan sedikit rasa takut terhadap memori atau ingatan tentang
peristiwa yang dialami. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan cognitive
exposure therapy dan stress inoculation therapy ( penataan kembali kognisi,
pelatihan kemampuan koping, dan manajemen stress). Menurut Foa et al
kombinasi terapi pemaparan berkepanjangan dan stress inoculation therapy
tersebut efektif untuk mengurangi gejala- gejala PTSD pada korban pemerkosaan.
Penelitian selanjutnya menyatakan terapi-terapi tersebut tidak efektif bila tidak
dikombinasikan. Resick et al membandingkan pemaparan berkepanjangan dengan
cognitive processing therapy (mengkombinasikan pemaparan dalam bentuk
menulis dan membaca tentang trauma dan terapi kognitif) untuk meminimalkan
perhatian. Penelitian ini menunjukan kedua terapi tersebut efektif mengurangi
gejala PTSD disbanding kelompok control.

 Eye Movement Desensisation and Reprocessing (EMDR).


Eye Movement Desensisation and Reprocessing (EMDR) adalah terapi yang
menggunakan gerakan bola mata bolak-balik secara volunteer untuk mengurangi
kecemasan yang berhubungan dengan pikiran yang mengganggu pasien PTSD.
Terapi ini difokuskan pada gambaran trauma serta pikiran dan respon afektif
negative yang ditimbulkan oleh trauma. Tujuan terapi ini yaitu agar seseorang
dapat berpikir dan bersikap lebih positif terhadap trauma yang dialami. EMDR
menggunakan stimulasi bilateral berupa gerakan mata saccadic atau rangsangan
bolak-balik mata lainnya, dilakukan saat keadaan terpapar ( fokus terhadap
ingatan, emosi dan kognitif yang mengganggu). Tidak diketahui secara pasti
komponen gerakan saccadic mata yang bagaimana dari terapi yang mempunyai
nilai lebih dalam terapi.

Terdapat delapan fase dalam terapi yaitu:

 Fase I assessment, dalam fase ini terapi sudah mendapatkan cerita lengkap
mengenai peristiwa yang dialami oleh pasien, pada fase ini digambarkan
rencana terapi yang sudah disesuaikan dengan pasien.
 Fase II persiapan, pasien mempersiapkan dirinya untuk mendapatkan
terapi, metode terapi dejelaskan, terapi ini disesuaikan dengan masing-
masing individu sesuai dengan pendidikan dan kondisi psikologisnya,
dalam fase ini disepakati stimulasi bilateral yang digunakan.
 Fase III penilaian target memori, selama fase ini pasien mengidentifikasi
ingatan, kognisi, dan emosi yang akan dirubah. Terapi normalnya fokus
terhadap bayangan yang menunjukan ingatan buruk pasien.
 Fase IV desensitiasi, pasien diminta menanamkan dalam pikirannya
tentang gambaran atau bayangan trauma bersamaan dengan kognisi
negatifnya. Stimulasi bilateral dimulai sampai semua ingatannya saling
terhubung, stimulasi biasanya diberikan melalui gerakan cepat mata pasien
yang mengikuti gerakan jari terapi ada 30 gerakan namun hal ini
disesuaikan dengan kondisi pasien. Proses ini dapat diulang sampai proses
terapi selesai ataupun sampai pasien sudah tidak merasakan emosi dan
respon fisik yang negative terhadap bayangan traumanya.
 Fase V instalasi, pikiran positif ditanamkan dengan proses stimulasi yang
sama dengan sebelumnya.
 Fase VI body scan, pasien diminta untuk berkonsentrasi dan
mengidentifikasi perasaanya. Jika pasien merasakan perasaan negative,
stimulasi bilateral diulang kembali, namun jika positif stimulasi tersebut
digunakan untuk menguatkan perasaannya.
 Fase VII closure, terapi memuji pasien atas usaha yang dilakukan dan
pencapaiannya serta dukungan dan semangat pasien. Penterapi juga
memberikan pelatihan peregangan dengan tahanan.
 Fase VIII debriefing the experience, pasien diwawancarai dan dijelaskan
mengenai efek yang mungkin akan dialami pasien nantinya setelah terapi
selesai.
2. Pharmakologi.

Selain dalam pengobatan untuk pasien PTSD, intervensi secara pharmakologi


dipercaya dapat mencegah terjadinya gangguan ini, hal tersebut dilihat dari
tiga randomized controlled trials (RCTs) yang dipublikasikan. Berdasarkan
level kortisol, pemberian hydrocortisone secara intravena pada korban yang
mengalami syok septic di intensif care salah satu rumah sakit di Swiss,
menunjukan bahwa dengan pemberian hydrocortisone dapat menurunkan
gejala PTSD, namun belum ada penelitian tentang pemberian obat ini pada
populasi umum. Study yang kedua tentang pemberian prppanolol, hal ini
berdasarkan hipotesa adanya gelombang adrenergic pada awal setelah terjadi
peristiwa traumatic. Pitman et al berhipotesa bahwa pemberian propanolo 6
jam setelah trauma berhasil mencegah timbulnya gejala PTSD.

Menurut NICE menggunakan obat-obatan untuk terapi PTSD adalah


pilihan ke dua, merupakan terapi alternative setelah terapi psikologis. NICE
merekomendasikan terapi pharmakologi diberikan apabila Trauma- Focused
Cognitive- Behavior Therapy ( TFCBT) tidak efektif, kontradikasi terhadap
pasien ataupun karena menolak terapi psikologis. Pilihan golongan obat yang
dianggap bias dipakai untuk pasien PTSD adalah:
 Selective serotonin reuptake inhibitors ( SSRIs).

Jenis obat ini dari golongan SSRIs adalah paroxetine. Penelitian double
blind RCTs tentang paroxetine yang pernah dipublikasikan, menunjukan
efek positif disbanding placebo, namun paroxetine tidak direkomendasikan
oleh NICE sebagai terapi pilihan pertama untuk PTSD. Efek samping dari
obat ini adalah mual, mulut kering, asthenia, dan ejakulasi abnormal. Obat
kedua adalah sertraline, obat ini dianggap efektif untuk PTSD di Inggris,
namun hanya efektif untuk wanita, sedangkan untuk pria tidak. Efek
samping dari obat ini dibandingkan placebo, sentraline secara signifikan
meningkatkan insomnia, diare dan mual serta penurunan nafsu makan.

 Tricyclics dan Monoamine Oxidase inhibitors. Pemberian tricyclics


dan golongan MAOIs seperti amitriptyline, imipramine, dan
phenelzine, memberikan efek positif namun efektivitas obat-obat
tersebut belum diketahui secara pasti di populasi umum.

7. bagaimana bentuk empati dari paramedic? MIFTA HULJANNAH


Jawab :

Keterampilan berkomunikasi dokter-pasien dalam praktik sehari-hari menjadi satu


kompetensi Yang wajib dimiliki dokter. Komunikasi dokter-pasien merupakan
komunikasi dua arah dengan tujuan kesembuhan,dilandasi kesetaraan dan empati,
ada kesepakatan tak tertulis bahwa pasien mempercayakan dirinya kepada dokter
yang mengobatinyadandokterwajibsimpanrahasiajabatan.
Dokteradalahprofesimulia yang mendapatkepercayaandankehormatandaripasien;
Olehkarenaituharusmenjunjungtinggiperilakumulia, yaitujujur,empati,
kasihsayang, pekanilai, maumendengaraktif, memberitanggapanpositif,
tidakmenghakimi, sabar , ikhlas, tidakemosional, terbuka,kompeten,
berpengetahuanluastentangkedokterandan kesehatan,
namuntetapsadarbahwasetiap orang mem-punyaiketerbatasan
Sebagaidokterkitawajibberempati, maudanmampumerabarasakanperasaan,
pikiran, sikapdanperilakupasien, tanpamelibatkanemosidiri.Bayangkanapabilakita
yang menjadipasien,merasakanfisik, pikiran, danemositidaksehat,
keinginandiperlakukandengankasihsayangdanempati,
pandangan,danharapanterhadapkesembuhan.Dengandemikian
komunikasidokter-pasienbukanlahhal yang mudah,
terutamasaatberhadapandenganpasien yang bermasalahmulaidariyang
sederhanahingga yang rumitdankompleks.
Keterampilanberkomunikasidengankesetaraan, dilandasiempatidisebut
komunikasiefektif. Komunikasitersebutlebihmenjaminpesan (isikomunikasi)
tersampaikandan dimengertisehinggatujuanmenggaliinformasi,
menetapkandiagnosis danpengobatanlebihtepat,
efektifdanefisien.Kontroldirimerupakankuncikeberhasilangunameningkatkantaraf
kepuasanpasien, mengurangikeluhandantuntutan, serta
mengurangirisikokesalahanpraktikklinik.Komunikasiefektifmerupakanbagian
yang tidakterpisahkandalamprofesionalismekedokteran.
Dalamprofesionalismekedokteranterkandungkom-petensi, akuntabilitas,
tanggungjawab, disiplin, kewenangan,kesejawatan, etis, dan altruism

Sumber:

Boediardja, Siti Aisah.2009.”Komunikasi denganEmpati,


InformasidanEdukasi:CitraProfesionalismeKedokteran”.JurnalMajalahKedoktera
nIndonesia.Vol 59.
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/633/630. 11
November 2015.

Anda mungkin juga menyukai