Anda di halaman 1dari 11

Inisiasi 6.

Pokok-Pokok Ajaran Buddha


KAMMA / HUKUM SEBAB AKIBAT
Dunia telah membuktikan kenyataan yang telah kita lihat ketidak seimbangan itu. Kita
menyaksikan perbedaan – perbedaan berbagai macam jalan kehidupan serta tingkah laku
makhluk – makhluk yang hidup di alam semesta. Kita dapat melihat seseorang dilahirkan
dalam keadaan berlebihan, dikarunia dengan pikiran, kepribadian dan tubuh yang sempurna ;
sedangkan orang lain dilahirkan dalam keadaan sengsara dan menyedihkan. Bisa terjadi
orang yang bajik dan saleh selalu bernasib buruk. Ia tetap miskin dan sengsara meskipun ia
selalu berlaku jujur dan bajik. Sebaliknya, ada orang lain yang berwatak jahat, kejam dan
korup, tetapi selalu mujur, dikaruniai dengan segala bentuk kesenangan.

Timbul berbagai pertanyaan dalam diri kita, mengapa seseorang mempunyai kedudukan
rendah, sedang orang lain mempunyai kedudukan mulia ? Mengapa seseorang harus
direnggut dari tangan ibu yang penuh kasih sayang sewaktu ia masih kanak – kanak,
sedangkan orang lain meninggal dalam usia remaja atau pada usia delapan puluh atau seratus
tahun ? Mengapa seseorang memiliki fisik lemah dan berpenyakitan, sedang orang lain
memiliki tubuh yang kuat dan sehat ? Mengapa seseorang berwajah tampan, dan orang lain
berwajah buruk, menakutkan, sehingga orang lain ngeri dan takut melihatnya ? Mengapa
seseorang dibesarkan dalam kemewahan, sedang orang lain dibesarkan dalam kemiskinan
dan kesengsaraan ? Mengapa seseorang terlahir sebagai jutawan, sedang orang lain terlahir
sebagi pengemis ? Mengapa seseorang memiliki kecerdasan luar biasa, sedang orang lain
begitu tolol ? Mengapa seseorang terlahir dengan sifat saleh, sedangkan orang lain terlahir
dengan kecenderungan – kecenderungan kriminal ? Mengapa ada orang yang berbakat
sebagai ahli bahasa, artis, ahli matematika atau ahli musik sejak lahir ? Mengapa ada orang
yang buta, tuli dan cacat sejak lahirnya, mengapa ? Inilah beberapa pertanyaan yang
membingungkan orang – orang. Bagaimana kita harus menerangkan “ ketidakadilan “ dunia,
perbedaan – perbedaan di antara umat manusia ini ? Apakah semua fenomena itu terjadi
secara kebetulan ?

Dalam dunia ini tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Menyatakan bahwa sesuatu
terjadi secara kebetulan adalah sama salahnya dengan menyatakan buku ini ada dengan
sendirinya tanpa ada faktor – faktor lain sebelumnya. Sesungguhnya, tak ada sesuatu yang
terjadi pada manusia tanpa alasan dan yang tidak dikehendaki.
Apakah hal – hal ini disebabkan oleh sesuatu makhluk yang tak bertanggung jawab ?

Huxley menulis : “ Apakah kita berpendapat bahwa ada seseorang atau sesuatu yang
mengatur keadaan alam semesta yang menakjubkan ini, maka dalam pengertianku ia tidak
dapat disebut murah hati dan adil, melainkan kejam dan tidak adil “.
Menurut Einstein : “ Bila makhluk adikodrati ini maha kuasa, maka setiap kejadian, termasuk
setiap perbuatan, pikiran, perasaan dan aspirasi manusia juga merupakan karyanya ; lalu
bagaimana manusia harus bertanggung jawab atas perbuatan – perbuatan dan pemikiran –
pemikiran mereka dihadapan makhluk maha kuasa seperti itu ?
“ Sewaktu memberi hukuman dan anugrah, ia sedikit banyak juga harus mengadili dirinya
sendiri. Lalu bagaimana hal ini dapat dikaitkan dengan kebajikan dan keadilan yang dianggap
berasal dari dirinya ? ”.
“ Menurut asas – asas theologie, manusia diciptakan bukan atas dasar keinginannya sendiri,
dan untuk selamanya ia mulia atau celaka. Dengan begitu, sejak awal dalam proses
penciptaan fisiknya sampai saat kematiannya, manusia itu dapat baik atau jahat, beruntung
atau celaka, mulia atau hina, tanpa menghiraukan akan keinginan – keinginan, harapan –
harapan, cita – cita, usaha – usaha atau doa sujudnya. Inilah fatalisme theologi “. ( Spencer
Lewis ).

Sebagaimana Charles Bradlaugh mengatakan : “ Adanya keburukan merupakan suatu


penghalang yang menakutkan bagi ajaran theis. Penderitaan, kesengsaraan, kejahatan,
kemiskinan bertolak belakang dengan penganjur kebaikan abadi dan berlawanan dengan
pernyataannya akan kemampuan dirinya sebagai dewa serba baik, serba bijaksana dan serba
kuasa “.

Menurut Schopenhauer “ Barang siapa menganggap dirinya berasal dari ketiadaan, maka ia
juga harus berpikir bahwa ia akan kembali ke ketiadaan itu lagi ; suatu kekekalan telah lewat
sebelum ia ada dan kekekalan kedua telah dimulai, yang melaluinya ia tidak akan pernah
berakhir adalah suatu pemikiran yang menakutkan “.
“ Bila kelahiran adalah permulaan yang mutlak, maka kematian seharusnya akhir yang
mutlak pula. Anggapan bahwa manusia berasal dari ketiadaan pasti akan membawa pada
anggapan bahwa kematian adalah akhir yang mutlak “.

Memberikan komentar terhadap penderitaan manusia dan dewa pencipta, Prof.J.B.S. Haldane
menulis : “ Kalau bukan penderitaan yang diperlukan untuk menyempurnakan sifat manusia,
tentu dewa pencipta itu tidak maha kuasa. Teori yang pertama tidak sesuai dengan kenyataan
bahwa, sebagian orang yang hanya sedikit sekali menderita namun beruntung dalam
keturunan dan pendidikan terbukti mempunyai sifat yang baik. Keberatan terhadap teori yang
kedua adalah bahwa hal itu hanya berkenaan dengan alam semesta secara keseluruhan dan
bahwasanya terdapat suatu kekosongan intelektual yang harus diisi dengan mendalilkan
seorang dewa. Dan barangkali seorang pencipta dapat menciptakan apa saja yang dia
inginkan “.

Lord Russell menyatakan : “ Sebagaimana diceritakan kepada kita, dunia diciptakan oleh
seorang dewa yang baik dan maha kuasa. Sebelum dia menciptakan dunia, ia telah melihat
seluruh penderitaan dan kesengsaraan yang akan terjadi di dalamnya. Karenanya, ia
bertanggung jawab atas segala sesuatunya. Adalah suatu hal yang sia – sia memperdebatkan
bahwa penderitaan dalam dunia disebabkan oleh dosa. Bila dewa pencipta itu telah
mengetahui sebelumnya akan dosa yang bakal dilakukan umat manusia, maka jelas ia
bertanggung jawab akan akibat – akibat dosa itu.

Mungkinkah segala perbedaan yang ada pada manusia ini disebabkan oleh faktor keturunan
dan lingkungan ? kita harus mengakui bahwa semua fenomena fisik – kimiawi yang
diungkapkan oleh para ilmuwan, sebagian adalah sebagai faktor pembantu, tetapi tidak
seluruhnya mutlak bertanggung jawab atas perbedaan – perbedaan besar yang terdapat di
antara individu – individu. Lalu mengapa ada anak kembar yang memiliki tubuh serupa,
mewarisi gen yang sejenis, menikmati kesempatan asuhan yang sama, seringkali memiliki
watak, moral dan kecerdasan yang sangat berbeda ?

Keturunan saja tidak dapat menyebabkan perbedaan – perbedaan yang besar ini.
Sesungguhnya, faktor keturunan lebih masuk akal atas persamaan – persamaan mereka
daripada atas perbedaan – perbedaan. Benih fisik – kimiawi dengan panjangnya kira – kira
sepertiga puluh inci yang diwarisi dari orang tua, hanya menerangkan satu bagian dari
manusia, yaitu dasar fisiknya. Mengenai perbedaan – perbedaan batin, intelektual dan moral
yang jauh lebih kompleks dan halus itu diperlukan penerangan batin yang lebih dalam. Teori
keturunan tidak dapat memberikan suatu jawaban yang memuaskan tentang lahirnya seorang
kriminal dalam sebuah keluarga yang mempunyai leluhur terhormat atau kelahiran seorang
suci atau mulia dalam sebuah keluarga yang memiliki reputasi jelek dan tentang lahirnya
seorang tolol, manusia genius dan guru – guru besar.

Menurut agama Buddha, perbedaan – perbedaan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor
keturunan dan lingkungan, tetapi juga disebabkan oleh kamma kita sendiri, atau dengan kata
lain, disebabkan oleh akibat dari perbuatan lampau kita dan perbuatan – perbuatan kita
sekarang. Kita sendiri yang harus bertanggung jawab atas perbuatan – perbuatan kita. Kita
membangun penjara kita sendiri. Kita adalah arsitek dari nasib kita sendiri. Singkatnya, diri
kita merupakan akibat dari kamma kita sendiri.

Bagaimana kita bisa mempercayai semua ini, dengan perbedaan berdasarkan hukum sebab
akibat atau sebagai hasil dari bibit kammanya sendiri. Disinilah Sang Buddha tidak memaksa
supaya kita percaya. Hal ini malah kita diminta untuk datang dan buktikan terlebih dahulu.
Semua hal ini bagaikan Beliau menerangkan masalah Bakteri, Virus dan sebagainya. Kita
bisa membuktikan adanya mereka dengan melihat dan menyaksikan sendiri dengan
menggunakan microscope elektrone. Kalau kita ingin melihat dengan mata daging ini sudah
pasti Hukum Kamma yang begitu rumit dan susah dilihat akibatnya. Tetapi semua ini telah
dibuktikan kebenarannya itu oleh para Suciwan. Dengan kekuatan batin yang tenang didalam
Jhana IV. Jadi secara tegas siapapun yang mampu mencapai Jhana IV. Mereka pasti bisa
membuktikan kebenaran itu.

Pada suatu ketika, seorang pemuda bernama Subha datang menemui Sang Buddha dan
bertanya kepada Beliau, “ Mengapa dan apa sebabnya di antara umat manusia ada yang
memiliki keadaan rendah dan ada yang memiliki keadaan mulia ? Mengapa ada manusia
yang berumur pendek dan ada yang berumur panjang, ada yang sehat dan ada yang
berpenyakitan, ada yang berwajah tampan dan ada yang berwajah buruk, ada yang berkuasa
dan yang tertindas, ada yang miskin dan ada yang kaya, ada yang hina dan ada yang mulia,
ada yang bodoh dan ada yang bijaksana ? “

Sang Buddha menjawab : “ Semua makhluk memiliki kammanya sendiri, mewarisi


kammanya sendiri, lahir dari kammanya sendiri, berhubungan dengan kammanya sendiri,
terlindung oleh kammanya sendiri. Kammalah yang membuat semua makhluk menjadi
berbeda, hina atau mulia “.

Selanjutnya Sang Buddha menerangkan sebab perbedaan – perbedaan tersebut sesuai dengan
hukum Sebab Akibat.
Dari sudut pandangan agama Buddha, perbedaan – perbedaan batin, intelektual, moral dan
watak kita sekarang, pada prinsipnya disebabkan oleh perbuatan – perbuatan kita sendiri yang
dilakukan di waktu lampau dan di waktu sekarang.
Secara harfiah kamma berarti perbuatan, tetapi, dalam pengertian mutlaknya kamma berarti
kehendak. Kamma ada yang baik ( Kusala Cetana ) dan yang buruk ( Akusala Cetana ) .
Perbuatan baik akan membuahkan kebaikan. Perbuatan jahat akan membuahkan kesedihan.
Inilah hukum kamma.

Kita memetik apa yang kita tanam. Kita adalah akibat dari apa yang kita lakukan di waktu
lampau ; kita akan menjadi akibat dari apa yang kita lakukan sekarang, tetapi kita tidak
mutlak hanya merupakan akibat dari apa yang kita lakukan diwaktu lampau ; kita tidak
mutlak hanya menjadi akibat dari apa kita lakukan sekarang. Misalnya seorang kriminal
mungkin saja dapat menjadi orang suci dikemudian hari dan sebaliknya.
Agama Buddha mengkaitkan perbedaan ini dengan kamma, tetapi tidak menyatakan bahwa
segala sesuatu disebabkan oleh kamma saja. Apabila segala sesuatu disebabkan oleh kamma,
maka seorang penjahat akan selamanya menjadi jahat, karena kammanya yang menjadikan
dirinya jahat. Orang tidak perlu memeriksakan dirinya ke dokter untuk disembuhkan
penyakitnya, karena bila kammanya memang harus demikian ia akan sembuh dengan
sendirinya.
Menurut agama Buddha, terdapat lima hukuman atau proses ( Niyama ) yang berlaku dalam
alam mental dan fisik, yaitu :

•  Kamma niyama atau hukum sebab dan akibat : perbuatan baik dan buruk menghasilkan
akibat – akibat yang sesuai.
•  Bija niyama atau hukum benih ( hukum fisik organik ) ; beras dihasilkan dari padi, gula
dihasilkan dari tebu atau madu, dan lain – lain. Teori ilmiah tentang sel – sel dan gen – gen
( plasma pembawa sifat ) dan kemiripan fisik anak kembar dapat dianggap berasal dari
hukum ini.
•  Utu niyama atau hukum fisik ( inorganik ), yaitu fenomena angin dan hujan menurut
musim.
•  Citta niyama atau hukum pikiran ( hukum psikis ), yaitu proses – proses kesadaran ( citta
vitthi ), kekuatan pikiran dan lain – lain.
•  Dhamma niyama atau hukum alam, yaitu : fenomena alam yang terjadi pada saat
kedatangan Bodhisatta pada kelahiran terakhir, gaya tarik bumi, dan lain – lain.

Setiap fenomena mental dan fisik dapat diterangkan dengan lima hukum serba lengkap ini,
atau proses yang merupakan hukum itu sendiri.
Karena itu, kamma hanyalah merupakan salah satu dari lima hukum yang berlaku dalam alam
semesta. Kamma adalah hukum itu sendiri, tetapi dengan demikian tidak berarti harus ada
seseorang pemberi hukum. Kamma bekerja dalam bidangnya sendiri tanpa campur tangan
atau pengaruh dari apapun. Misalnya, tak ada orang yang memutuskan bahwa api itu harus
membakar. Tak ada orang yang memerintahkan bahwa air harus mencari permukaan yang
rendah. Tak ada ilmuwan yang memerintahkan bahwa air harus terdiri dari H2O dan sifat
dingin harus menjadi salah satu sifatnya. Kamma bukanlah nasib atau takdir yang ditimpakan
pada kita oleh kekuatan misterius yang tak dikenal, kepada siapa kita harus menyerahkan diri
kita tanpa daya. Perbuatan seseorang sendirilah yang memberi akibat pada dirinya, sehingga
dengan demikian ia mempunyai suatu kemungkinan untuk membelokkan jalannya kamma
sampai taraf tertentu. Berapa jauh ia dapat membelokkannya tergantung pada usaha dirinya
sendiri.
Perlu diingatkan di sini, bahwa fraseologi seperti anugrah dan hukuman jangan dimasukkan
dalam pembicaraan mengenai kamma. Kamma dalam agama Buddha tidak mengakui Dewa
Maha Kuasa yang memerintah warganya dan memberikan anugrah atau hukuman. Umat
Buddha percaya bahwa kesedihan dan kebahagiaan yang dialami seseorang merupakan akibat
wajar dari perbuatan – perbuatan baik dan buruknya sendiri. Disini perlu dinyatakan bahwa
kamma memiliki dua prinsip, kelangsungan dan balas jasa.

Sifat yang terdapat dalam hukum kamma adalah kemampuan yang menghasilkan akibat
sebagaimana mestinya. Sebab menghasilkan akibat ; akibat menerangkan sebab. Benih
menghasilkan buah ; buah menghasilkan benih, karena keduanya saling berhubungan. Begitu
juga, kamma dan akibatnya saling berhubungan ; “ akibat berkembang di dalam sebab “.

Seorang umat Buddha yang benar – benar yakin akan kamma tak akan berdoa pada makhluk
lain untuk diselamatkan, tetapi dengan penuh keyakinan ia bergantung pada dirinya sendiri
untuk mencapai kesuciannya, karena hukum kamma mengajarkan tanggung jawab pribadi.

Ajaran kamma inilah yang memberi hiburan, harapan, kepercayaan pada diri sendiri dan
keberanian moral. Keyakinan dalam hukum kamma inilah “ yang mengabsahkan usaha,
mengorbankan semangat, untuk selalu berbuat bajik, toleran dan berhati – hati “. Keyakinan
yang teguh dalam ajaran hukum kamma ini juga mendorong untuk berbuat baik dan menjadi
orang baik tanpa merasa takut akan hukuman atau tergoda oleh anugerah apapun. Ajaran
kamma inilah yang dapat menerangkan persoalan – persoalan mengenai penderitaan, misteri
yang dinamakan nasib atau takdir dalam ajaran – ajaran lain dan terpenting adalah
menerangkan “ ketidaksamaan di antara umat manusia “. Kamma dan tumimbal lahir
diterima sebagai dalil.

TUMIMBAL LAHIR
Selama kekuatan kamma masih ada, selalu akan terjadi tumimbal lahir. Makhluk – makhluk
merupakan perwujudan nyata dari kekuatan yang tak terlihat ini. Kematian hanya merupakan
akhir sementara dari fenomena yang tidak langgeng ini. Kehidupan organik telah berakhir,
tetapi kekuatan kamma yang telah menggerakkannya sampai sekarang ini belum hilang.
Karena kekuatan kamma tidak terganggu oleh kehancuran badan jasmani, maka datangnya
saat pikiran kematian ( Cuti Citta )sekarang ini mempersiapkan kesadaran baru dalam
kelahiran berikutnya.

Kamma yang berakar pada kebodohan dan nafsu keinginan menjadi syarat bagi tumimbal
lahir. Kamma lampau menentukan kelahiran sekarang dan kamma sekarang bergabung
dengan kamma lampau, menentukan kelahiran berikutnya. Keadaan sekarang adalah akibat
dari keadaan yang lalu dan menjadi sebab dari akibat yang akan datang. Sebab menjadi akibat
dan akibat menjadi sebab. Dalam suatu lingkaran sebab akibat, sebab awal tak dapat
diketahui. Menurut teori pertama, kehidupan mempunyai awal ; sedang menurut teori kedua,
kehidupan tak mempunyai awal.

Dari sudut pandangan ilmiah, kita merupakan produk langsung dari bersatunya sperma dan
sel telur orang tua kita. Demikianlah hidup mendahului hidup. Mengenai asal mula
protoplasma kehidupan yang pertama, atau koloid, para ilmuwan tetap berdiam diri.
Menurut agama Buddha kita lahir dari rahim perbuatan ( Kammayoni ) . Orang tua hanya
semata – mata menyediakan satu sel yang amat kecil. Demikianlah perwujudan mendahului
perwujudan. Pada saat terjadinya kehamilan, tenaga kamma lampau mempersiapkan
kesadaran – kelahiran yang memberi gaya hidup kepada janin itu. Tenaga kamma yang tak
terlihat yang berasal dari kehidupan lampau inilah yang menghasilkan fenomena mental dan
kehidupan dalam suatu fenomena fisik yang sudah ada, melengkapi trio yang membentuk
manusia.
Untuk lahirnya seorang makhluk di suatu tempat harus ada seorang makhluk yang mati di
tempat lain. Kelahiran seorang makhluk, sesungguhnya berarti munculnya lima khandha
( kelompok kehidupan ) atau fenomena psiko – fisik dalam kehidupan sekarang ini yang
dapat disamakan dengan kematian seorang makhluk dalam suatu kehidupan lampau. Seperti
misalnya dalam contoh sehari – hari : timbulnya matahari di suatu tempat dan terbenamnya di
tempat lain. Pernyataan yang membingungkan ini dapat dimengerti lebih baik dengan
membayangkan kehidupan ini seperti gelombang dan bukan seperti suatu garis lurus.
Kelahiran dan kematian merupakan dua fase dari satu proses yang sama. Kelahiran
mendahului kematian dan sebaliknya, kematian mendahului kelahiran. Rangkaian kelahiran
dan kematian yang tetap dalam kaitannya dengan arus kehidupan masing – masing individu
membentuk apa yang secara tehnis dikenal sebagai Samsara – pengembaraan berulang –
ulang.

Apakah asal mula kehidupan itu ? Sang Buddha menyatakan : “ Awal proses samsara ini
tidak dapat dipahami. Makhluk pertama yang digelapi oleh kebodohan dan dibelenggu oleh
nafsu keinginan, berkelana dan tunggang langgang di dalam kehidupan tak menentu. “
Arus kehidupan ini mengalir terus tanpa akhir, ad – infinitum selama terus diisi dengan
lumpur kebodohan dan nafsu keinginan. Hanya bilamana kedua hal ini hancur seluruhnya,
maka arus samsara ini akan berhenti mengalir. Tumimbal lahir berakhir seperti halnya
dengan para Buddha dan Arahat. Awal mula kehidupan ini tidak dapat dipastikan, karena
taraf dimana kekuatan hidup ini masih belum dipenuhi dengan kebodohan dan nafsu
keinginan tidak dapat diketahui. Sang Buddha hanya menunjukkan permulaan arus kehidupan
makhluk – makhluk. Terserah kepada para ilmuwan untuk berspekulasi tentang asal mula dan
evolusi dalam semesta.

Sang Buddha tidak mencoba memecahkan semua persoalan etika dan filsafat yang membuat
bingung umat manusia. Beliau pun tidak berurusan dengan teori – teori dan spekulasi –
spekulasi yang tidak membawa kepada kemajuan batin dan pada penerangan sempurna.
Beliau juga tidak menuntut kepercayaan membuta dari para pengikut-Nya tentang sebab
awal. Beliau semata – mata hanya memperhatikan persoalan penderitaan dan
penghancurannya.
Tetapi bagaimana kita bisa percaya bahwa ada suatu kehidupan lampau ? Sumber keterangan
mengenai tumimbal lahir yang amat diyakini oleh umat Buddha adalah Sang Buddha sendiri.
Beliau telah mengembangkan pengetahuan yang menjadikan Beliau mampu melihat
kehidupan – kehidupan yang lampau dan kehidupan yang akan datang.
Dengan mengikuti petunjuk – petunjuk Beliau, para siswa-Nya juga mengembangkan
pengetahuan ini, sehingga mereka mampu melihat sebagian besar kehidupan lampau mereka
sendiri.
Bahkan sebelum zaman Sang Buddha, resi – resi India sudah terkenal akan kemampuannya
telinga-dewa dan mata-dewa mereka dan kepandaiannya membaca pikiran serta mengingat
kelahiran – kelahiran lampau.

Ada juga beberapa orang yang mungkin sesuai dengan hukum perhubungan, mendadak dapat
memiliki kemampuan mengingat kehidupan serta perjalanan hidup mereka yang lampau. Hal
seperti ini memang jarang, tetapi beberapa peristiwa yang telah dibuktikan kebenarannya itu,
merupakan kejadian yang cukup baik untuk menjelaskan paham mengenai kehidupan
lampau. Begitu juga mengenai pengalaman – pengalaman beberapa ahli ilmu jiwa modern
yang dapat dipercaya dan kejadian – kejadian aneh tentang kepribadian ganda yang berubah –
ubah.

Dalam keadaan dihipnotis, beberapa orang dapat menceritakan pengalaman – pengalaman


dalam kehidupan lampau mereka ; sedangkan beberapa orang lainnya dapat membaca
kehidupan lampau orang – orang lain dan bahkan dapat mengobati berbagai penyakit.
Kadang – kadang kita memperoleh pengalaman aneh yang hanya dapat diterangkan melalui
teori tumimbal lahir.

Sering kita bertemu dengan orang – orang yang belum pernah kita kenal, namun secara naluri
kita merasa bahwa mereka pernah dekat dengan kita. Betapa seringnya kita mengunjungi
tempat – tempat tertentu dan merasa seolah – olah kita sudah biasa dan tidak asing lagi
dengan lingkungan itu.
Sang Buddha menyatakan : “ Melalui pengalaman dulu dan kesempatan – kesempatan dalam
hidup sekarang, kenangan lama tumbuh kembali bagaikan bunga teratai muncul dari dalam
air “. Pengalaman – pengalaman beberapa ahli ilmu jiwa yang dapat dipercaya, fenomena –
fenomena ajaib, komunikasi roh, kejadian aneh tentang kepribadian ganda dan sebagainya,
dapat menjelaskan tentang persoalan tumimbal lahir ini.

Dalam dunia ini terlahir beberapa manusia sempurna seperti para Buddha, orang – orang
jenius. Apakah mereka tiba – tiba saja sempurna ? Dapatkah mereka merupakan hasil dari
satu kehidupan saja ?
Bagaimana kita akan menerangkan tentang pribadi – pribadi besar seperti Buddhaghosa,
Panini, Kalidasa, Homer dan Plato, manusia – manusia genius seperti Shakespeare, anak –
anak ajaib seperti Pascal, Mozart, Beethoven, Raphael, Ramanujan dan lain – lain. Fakor
keturunan saja tidak dapat menjelaskan kehadiran mereka.
Dapatkah karier mereka menanjak demikian tingginya bila mereka tidak mengalami
kehidupan dan pengalaman serupa dalam kehidupan mereka yang lampau ? Apakah hanya
karena kebetulan bahwa mereka dilahirkan dari orang tua tertentu sehingga berada dalam
lingkungan – lingkungan yang menguntungkan tersebut.

Kesempatan hidup beberapa tahun dalam dunia ini atau paling sedikit lima tahun, sudah pasti
tidak dapat merupakan persiapan yang cukup untuk mencapai kepandaian itu. Bila orang
percaya akan kehidupan sekarang dan yang akan datang, maka cukup masuk akal untuk
percaya akan adanya kehidupan lampau. Saat sekarang merupakan anak dari saat yang
lampau dan selanjutnya menjadi orang tua dari saat mendatang.

Bila ada alasan – alasan untuk percaya bahwa kita pernah hidup pada waktu lampau, maka
pasti tak ada alasan untuk tidak percaya bahwa kita akan tetap hidup setelah kehidupan kita
nampaknya berakhir.
Seorang penulis barat menyatakan : “ Apakah kita mempercayai adanya suatu kehidupan
lampau atau tidak, hal tersebut merupakan satu – satunya hipotesa yang masuk akal yang
menjembatani jurang tertentu dalam pengetahuan manusia tentang berbagai fakta kehidupan
sehari – hari “. Nalar kita memberitahukan bahwa paham tentang kehidupan lampau dan
kamma ini sajalah yang dapat menerangkan tingkat – tingkat perbedaan yang ada di antara
anak kembar ; bagaimana orang seperti Shakespeare dengan bekal pengalaman yang amat
terbatas mampu menulis dengan kecepatan yang mengagumkan tentang berbagai macam
karakter dalam adegan – adegan sandiwaranya yang belum pernah ia pelajari sebelumnya.
Mengapa karya orang – orang jenius selalu melampaui bekal pengalamannya sendiri ?
Perlu dicamkan apakah ajaran tumimbal – lahir ini dibenarkan atau tidak, namun hal itu
diterima sebagai suatu fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya.

Sang Buddha selanjutnya menyatakan : “ Sebab dari kamma ini adalah avijja atau
ketidaktahuan tentang Empat Kebenaran Mulia . Karena itu kebodohan merupakan sebab
kelahiran dan kematian ; pengetahuan ( vijja ) tentang Empat Kebenaran Mulia berakibat
berhentinya proses kelahiran dan kematian ini. “

Percayakah kita terhadap tumimbal lahir ?


Hal ini harus anda jawab sendiri. Adakah hari esok ? Besok itu ada dan menjadi hari ini.
Sekarang ini ada karena kelanjutan dari hari kemarin. Jadi dengan tegas terlihat kemarin itu
ada, sebagai persamaan dari kehidupan yang lampau. Sekarang ini adalah kehidupan kita
sekarang dan besok ada karena adanya sekarang yang mana menunjukkan dengan adanya
hidup sekarang masih ada kelanjutan dalam kehidupan yang mendatang !!!
Hukum Kamma

oleh Bhikkhu Uttamo

Dalam kegiatan sehari-hari sering didengar istilah”Kamma” (Bhs. Pali) atau ‘karma’ (Bhs.
Sanskerta). Penggunaan kata “Kamma” pada umumnya ditujukan untuk menggambarkan hal-
hal yang tidak baik; kamma selalu dihubungkan dengan kamma buruk. Padahal sebetulnya
kamma bukan hanya kamma buruk tetapi juga ada kamma baik. Selain sebagai kamma buruk,
konsep kamma juga sering diidentikkan sebagai satu-satunya penyebab kejadian. Kita
menganggap setiap keadaan buruk selalu disebabkan oleh kamma, semuanya tergantung pada
karma. Konsep yang demikian ini dapat berakibat menurunkan semangat juang atau semangat
hidup kita. Padahal kamma bukan satu-satunya penyebab kejadian, melainkan hanya salah
satunya; masih terdapat banyak faktor yang ikut menentukan dan menyebabkan kamma
berbuah. Konsep yang menganggap bahwa kamma selalu kamma buruk dan sebagai satu-
satunya penyebab kejadian ini dapat dikatakan sebagai suatu pandangan yang salah dan
merupakan kelemahan terhadap penjelasan hukum kamma.

Apakah sesungguhnya kamma itu? Kamma adalah niat untuk melakukan perbuatan. Niat
itulah yang disebut dengan kamma. Perbuatan yang dilakukan dengan pikiran disebut kamma
melalui pikiran; perbuatan yang dilakukan dengan ucapan disebut kamma melalui ucapan;
dan perbuatan yang dilakukan dengan badan disebut kamma melalui badan. Dengan
demikian, kamma bisa berupa kamma baik dan kamma buruk.

Kemudian timbul satu pertanyaan, apakah yang disebut Hukum Kamma? Hukum kamma
sebenarlnya adalah Hukum Sebab dan Akibat. Di dalam Samyutta Nikaya I, 227 dinyatakan:

“Sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pulalah buah yang dituai. Pembuat kebajikan
akan mendapatkan kebajikan, dan pembuat kejahatan akan menerima kejahatan pula.
Tertaburlah olehmu biji-biji benih, dan engkau pulalah yang akan memetik buah-buah
daripadanya.”

Kalau kita melihat dengan kacamata duniawi, pernyataan tersebut tampak bertolak belakang
dengan kenyataan yang ada. Kita sering menemukan orang yang banyak melakukan
kebajikan tetapi masih mengalami penderitaan, dan sebaliknya. Mengapa demikian? Apakah
hukum kamma-nya keliru? Sebetulnya tidak keliru. Kalau hukum kamma diumpamakan
sebagai sebuah sawah yang mempunyai tanaman padi dan jagung, di mana tanaman padi dan
jagung tersebut mempunyai usia panen yang berbeda, maka tanaman jagung tentu akan panen
terlebih dahulu daripada tanaman padi. Demikian pula perbuatan baik dan buruk. Kalau kita
sudah berbuat baik tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum
saatnya dituai / dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih
dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat sampai
batas-batas tertentu.

Selanjutnya bagaimanakah kamma kalau dilihat menurut waktunya?


Menurut waktunya, kamma dapat kita bedakan menjadi 4 (empat) kelompok, sebagai berikut:

a). Kamma yang langsung berbuah.


Jenis kamma ini misalnya saja ketika kita mengambil helm milik orang lain, karena helm kita
sendiri telah dicuri seseorang. Supaya tidak ketahuan, kita mengendarai sepeda motor dengan
kecepatan tinggi walaupun lampu lalu lintas berwarna merah. Akhirnya kita ditangkap polisi.
Terpaksa kita harus membayar tilang Rp 15.000,- (padahal harga sebuah helm hanya Rp
10.000,-). Ini adalah salah satu contoh sederhana kamma yang langsung berbuah.

b). Kamma yang berbuah agak lama tetapi masih dalam satu kehidupan. Misalnya orang yang
melakukan meditasi hingga mencapai jhana tertentu, maka setelah meninggal ia akan
langsung terlahir di Alam Brahma.

c). Kamma yang berbuah pada kehidupan-kehidupan yang berikutnya.


Salah satu contoh adalah orang yang sering mendengarkan Dhamma, besar kemungkinan ia
akan terlahir kembali di alam sorga dalam kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Mengapa
demikian? Dengan mendengarkan Dhamma, orang tersebut telah melakukan kamma baik
karena ia telah melatih berdana perhatian. Selama mendengarkan Dhamma, ia juga telah
memusatkan pikiran, ucapan serta perbuatannya ke arah kebajikan, apalagi jika ia dapat
mengerti serta melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Kebajikan ini tentunya
sangat selaras dengan salah satu isi kotbah Sang Buddha yang menyatakan bahwa
mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai adalah Berkah Utama.

d). Kamma yang tidak sempat berbuah karena telah kehabisan waktu atau kehilangan
kesempatan untuk berbuah.
Sering orang mengatakan bahwa tercapainya Nibbana (Bhs. Pali) atau Nirvana (Bhs.
Sanskerta) adalah ketika kamma baik dan kamma buruknya telah habis. Padahal kamma itu
sangat sulit untuk dapat habis berbuah karena jumlahnya yang tidak terbatas. Namun, kamma
dapat dipotong. Kita dapat merasakan buah kamma apabila kita masih mempunyai badan dan
batin, artinya kita masih hidup setelah dilahirkan. Apabila kita tidak dilahirkan kembali,
maka kesempatan untuk merasakan buah kamma baik maupun buruk sudah tidak ada lagi.
Dengan demikian, ada berbagai kamma yang tidak sempat berbuah.

Selain menurut waktu, kamma juga dapat dibedakan menurut fungsinya, yaitu:

a). Fungsi kamma yang melahirkan.


Misalnya: Ada orang yang dilahirkan dalam kondisi mempunyai banyak penyakit. Kenapa
terjadi demikian? Sesuai dengan benih yang ditanam, demikian pula buah yang dituainya;
mungkin karena ia telah melakukan penyiksaan di kelahiran yang lampau, maka kini ia
terlahir menjadi orang yang sakit-sakitan.

b). Fungsi kamma yang mendukung.


Jenis kamma ini mendukung fungsi kamma yang melahirkan. Misalnya: Selain ia terlahir di
keluarga yang miskin, dia juga terlahir dalam keadaan cacat. Inilah salah satu contoh kamma
yang mendukung.

c). Fungsi kamma yang mengurangi.


Fungsi kamma yang mengurangi ini berhubungan dengan perbuatan kita yang baik maupun
buruk yang dilakukan dalam kehidupan saat ini. Misalnya: Meskipun seseorang terlahir
sebagai orang yang miskin serta cacat, orang tersebut mungkin saja mempunyai perilaku
kemoralan yang baik.

d). Fungsi kamma yang memotong.


Karena perilaku kemoralannya baik, ucapannya serta tingkah lakunya juga baik, maka
mungkin saja ada orang yang simpati kepadanya. Orang tersebut mungkin akan memberinya
pekerjaan yang sesuai dengan keadaannya.
Inilah salah satu contoh kamma yang memotong, artinya bertentangan atau memotong buah
kamma yang sedang berlangsung atau buah kamma yang sedang dialaminya.
Kamma sangat berhubungan dengan perbuatan seseorang saat ini. Segala sesuatu yang
dilakukan pada saat ini akan menentukan buah kamma di masa depan. Dengan demikian,
kamma bukanlah nasib yang tidak bisa diubah. Kamma masih dapat diperbaiki dan diubah
dengan melakukan berbagai kamma atau perbuatan yang lain. Jadi, perbuatan saat inilah yang
paling penting!

Selanjutnya kamma juga dapat dikelompokkan menurut bobotnya yaitu:

a). Bobot kamma super berat.


Kamma super berat yang baik misalnya: orang yang bermeditasi konsentrasi sehingga
mencapai jhana, setelah meninggal dunia, ia akan langsung terlahir kembali di Alam Brahma.
Kamma jenis ini juga bisa terjadi untuk mereka yang telah melatih meditasi pengembangkan
kesadaran sehingga mencapai kebijaksanaan atau mencapai Nibbana. Dengan tercapainya
Nibbana, maka ia sudah tidak akan terlahir kembali di alam manapun juga setelah ia
meninggal di kehidupan ini.
Sedangkan kamma super berat yang buruk ada 5 (lima) perbuatan yaitu membunuh ayah,
membunuh ibu, membunuh seorang Arahat, melukai Sammasambuddha, dan memecah belah
Sangha. Apabila seseorang melakukan salah satu atau lebih dari kelima perbuatan buruk
tersebut, maka setelah meninggal dunia, orang tersebut langsung terlahir di Alam Neraka
Avici.

b). Kamma yang berkesan yang muncul pada saat kematian.


Pada saat seseorang akan meninggal dunia, maka pikirannya akan mengingat perbuatan yang
super berat terlebih dahulu. Apabila tidak ada perbuatan super berat yang pernah dilakukan
selama hidupnya, maka pikirannya akan mengingat salah satu perbuatan yang paling
berkesan dalam hidupnya. Misalnya: Ia teringat kesan baik ketika ia mendengarkan Dhamma
atau sering bertemu dengan para bhikkhu. Apabila ia meninggal pada saat mengingat kesan
baik tersebut, ia akan terlahir di alam bahagia. Sebaliknya kalau ia teringat kesan perbuatan
yang tidak baik, maka ia dapat saja terlahir di alam menderita.

Sehubungan dengan jenis kamma yang membangkitkan kesan pada saat seseorang
mengalami proses kematian ini, disebutkan dalam Dhamma bahwa apabila seseorang telah
mengunjungi dan melihat 4 (empat) tempat suci di India yaitu :
1. Tempat Pangeran Siddhattha dilahirkan,
2. Tempat Beliau mencapai kesucian dan menjadi Buddha,
3. Tempat Sang Buddha pertama kali membabarkan Dhamma, serta
4. Tempat Sang Buddha wafat.
Dan, ketika ia akan meninggal, ia dapat mengingat kesan baik saat berkunjung keempat
tempat yang berkesan ini, maka ia akan dapat terlahir di alam bahagia.
Ini pula sebabnya seseorang yang akan meninggal dunia dilakukan upacara pembacaan
paritta. Salah satu tujuan upacara ritual ini adalah untuk membantu orang yang akan
meninggal tersebut mengingat berbagai kesan kebajikan yang telah dilakukannya selama
hidup. Dengan demikian, ia akan mempunyai kondisi untuk terlahir di alam bahagia.

c). Kalau di dalam proses kematian itu tidak ada perbuatan yang berkesan atau tidak sempat
berpikir, misalnya karena ia meninggal dalam keadaan koma atau kecelakaan fatal, maka hal
yang menentukan kelahiran kembalinya adalah perbuatan yang menjadi kebiasaan dalam
hidupnya. Misalnya, orang yang mempunyai kebiasaan bermain musik, apabila pada saat
meninggal dunia ia teringat dengan kebiasaannya itu, maka ia dapat saja terlahir kembali
sebagai orang yang memiliki bakat bermain musik sejak kecil.

d). Bobot kamma yang super ringan atau kecil.


Apabila pada saat kematian, seseorang tidak mempunyai kamma yang super berat, kamma
yang berkesan maupun kamma kebiasaan, maka pada saat itu akan timbul jenis kamma yang
super ringan atau sepele. Misalnya: Pada satu saat, seseorang pernah melihat dan
menyingkirkan paku agar tidak ada orang lain yang terluka karenanya, apabila kamma
sederhana yang membahagiakan ini timbul di saat kematian, ia dapat pula terlahir di alam
bahagia.

Dari keterangan di atas, dapatlah dimengerti bahwa kamma walaupun hanya SATU, namun,
dari berbagai sudut pandang, kamma dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu menurut
waktu, fungsi dan bobotnya. Setiap kelompok terdiri dari empat bagian. Dengan demikian,
secara keseluruhan, SATU kamma yang dimiliki oleh seseorang dapat dimengerti sebagai 12
jenis kamma yang saling berkaitan menjadi satu kesatuan.

Semoga uraian tentang berbagai jenis kamma ini dapat mendorong para umat serta simpatisan
Buddhis agar selalu mengisi setiap saat dalam hidupnya untuk berbuat, berbicara dan berpikir
yang baik. Kesimpulannya, jadikanlah perbuatan baik sebagai kebiasaan.

Semoga kebahagiaan selalu ada pada Anda.

Semoga semua mahluk berbahagia.

Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/kamma-atau-hukum-sebab-
akibat/#more-5976

 
Terakhir diperbaharui: Senin, 6 April 2015, 13:27

Anda mungkin juga menyukai