Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

APLIKASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERKINI PADA


BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN LELE (Clarias sp.)

MUHAMMAD FAISHAL SHAFRY


NIM 2017.02.5.0004

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2020
PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Judul: Aplikasi Teknologi Budidaya Terkini pada Budidaya Pembesaan Ikan Lele
(Clarias sp.)

Yang disusun oleh:

Nama : Muhammad Faishal Shafry


NIM : 2017.02.5.0004
Telah diseminarkan pada tanggal :

Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakutas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas
Hang Tuah

Surabaya, 2020

Menyetujui :
Pembimbing

Dr. Ir. Ninis Trisyani, M.P


NIK. 01071

Mengetahui:
Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Ketua Program Studi Perikanan

DR. Viv Djanat Prasita, MAp. Sc. Titiek Indira Agustin, S.Pi., MP
NIK. 01050 NIK. 01252

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas


limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Kerja Lapangan. Laporan Praktek Kerja Lapangan yang
berjudul “APLIKASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERKINI PADA
BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN LELE (Clarias sp.)” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Universitas Hang Tuah
Surabaya.
Penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini tidak akan
berjalan dengan baik tanpa adanya bantuan dan dukungan dari semua pihak
yang telah menyumbangkan tenaga, waktu, serta pikirannya. Oleh karena itu
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan materi maupun moril serta
do’a yang tiada henti dipanjatkannya.
2. Ibu Dr. Ir. Ninis Trisyani, M.P. selaku dosen pembimbing.
3. Ibu Titiek Indhira A, S.Pi M.P. selaku ketua Progam Studi Perikanan.
4. Bapak Dr. Viv Djanat Prasita, M.App. Sc. Selaku Dekan Fakultas Teknik dan
Ilmu Kelautan.
5. Seluruh Keluarga Perikanan Hang Tuah, terutama teman – teman 2017
tercinta yang memberikan motivasi dalam penyelesaian usulan praktek kerja
lapangan ini.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya akan keterbatasan pada diri


penulis baik berupa pengetahuan atau kemampuan lainnya, sehingga banyak
sekali kekurangan dan kelemahan yang terdapat dalam laporan ini.

Surabaya, Juli 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3


2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele (Clarias sp.) ............................... 3
2.2 Habitat ................................................................................................... 4
2.3 Pertumbuhan ......................................................................................... 4
2.4 Makanan dan Kebiasaan Makan ........................................................... 5
2.5 Pembesaran Ikan Lele (Clarias sp.) ...................................................... 6
2.6 Teknologi Budidaya Terkini ................................................................. 6
2.6.1 Teknologi Bioflok ........................................................................ 6
2.6.2 Teknologi Resirkulasi .................................................................. 6
2.6.3 Teknologi Akuaponik .................................................................. 7

BAB III METODE PELAKSANAAN .......................................................... 8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................10


4.1 Teknologi Bioflok ................................................................................10
4.2 Teknologi Resirkulasi ...........................................................................14
4.3 Teknologi Akuaponik ...........................................................................17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................21

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................22


LAMPIRAN ....................................................................................................25

iv
DAFTAR TABEL

1. Parameter kualitas air menggunakan teknologi bioflok ...............................10


2. Parameter kualitas air menggunakan teknologi resirkulasi ..........................14
3. Parameter kualitas air menggunakan teknologi akuaponik ..........................17

v
DAFTAR GAMBAR

1. Ikan lele (Clarias sp.)....................................................................................... 3


2. Prinsip teknologi bioflok ..............................................................................12
3. Prinsip teknologi resirkulasi .........................................................................15
4. Prinsip teknologi akuaponik .........................................................................18

vi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Skema aliran nitrogen pada system budidaya dengan telnologi bioflok .............25
2. Program pakan untuk ikan lele ..................................................................25
3. Jurnal rujukan ............................................................................................26

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang pembangunan
perekonomian di Indonesia. Sumber daya perikanan yang dimiliki oleh Indonesia
beragam dan berpotensi diantaranya perikanan hasil tangkap dan perikanan
budidaya. (Situmorang, 2016). Salah satu jenis usaha budidaya perikanan darat yang
menjadi komoditas unggulan dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah ikan
lele (Mardinawati et al., 2011). Ikan lele merupakan jenis ikan yang mempunyai
tipikal mudah untuk dibudidayakan, dan minim perawatan. Berbeda dengan jenis
ikan lainnya, ikan lele tidak memerlukan air yang mengalir. Untuk itu, lele bisa
dibudidayakan di daerah yang minim dengan jumlah air. Disamping itu, tingkat
kepadatan penebaran benih sangat tinggi, sehingga bisa dibudidayakan dengan
sangat efisien ditempat yang minim (Rusherlistyani et al., 2017).
Beberapa tahun terakhir budidaya ikan lele telah banyak dikembangkan secara
intensif. Kegiatan budidaya secara intensif menerapkan padat tebar yang tinggi dan
pemakaian pakan buatan berkadar protein tinggi (Febrianti et al, 2009).
Permasalahan utama dalam sistem budidaya secara intensif adalah konsentrasi
limbah budidaya (ammonia, nitrat dan nitrit) mengalami peningkatan yang sangat
cepat dan beresiko terhadap kematian ikan (Febrianti et al., 2009). Hal ini tidak dapat
dihindari karena ikan hanya memanfaatkan 20% - 30% nutrien pakan, sedangkan
75% terbuang ke perairan (De Schryver et al., 2008; Crab et al., 2009).
Maka dari itu perlu diterapkan teknologi terkini dalam menghadapi
permasalahan tersebut diantaranya dengan aplikasi sistem teknologi bioflok,
resirkulasi, dan akuaponik. Teknologi bioflok merupakan teknik meningkatkan
kualitas air melalui penambahan ekstra karbon dalam sistem budidaya, dengan
sumber karbon eksternal. Serapan nitrogen oleh pertumbuhan bakteri heterotrof
untuk menurunkan konsentrasi amonium lebih cepat dibandingkan proses nitrifikasi
(Hargreaves, 2006). Teknologi resirkulasi adalah salah satu alternatif yang dapat

1
digunakan untuk menjaga kualitas air, dimana memanfaatkan kembali air yang sudah
digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus (Djokosetiyanto et al.,
2006; Fauzzia et al., 2013), sehingga sistem ini bersifat hemat air (Sidik, 2002;
Djokosetiyanto et al., 2006; Prayogo et al., 2012). Teknologi akuaponik adalah
kombinasi budidaya ikan dan tanaman menggunakan sistem resirkulasi air (Rakocy
et al. 2006). Sistem ini dapat menghemat penggunaan air dalam budidaya ikan
sampai 97% (ECOLIFE, 2011).

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Lapangan ini bertujuan untuk menganalisis aplikasi teknologi
budidaya terkini pada budidaya pembesaran ikan lele (Clarias sp.) skala
pembesaran.

1.3 Manfaat
Manfaat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan bagi mahasiswa tentang
teknologi budidaya terkini pada budidaya perikanan.
2. Dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat khususnya pelaku
budidaya mengenai aplikasi teknologi dan sistem budidaya yang efisien dalam
mengelola limbah budidaya pada budidaya pembesaran ikan lele (Clarias sp.).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele (Clarias sp.)


Klasifikasi ikan lele menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Metazoa
Subfilm : Chordata
Superclas : Vertebrata
Class : Pisces
Superordo : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Genus : Clarias
Species : Clarias sp.

Gambar 1. Ikan lele (Clarias sp.)


Sumber. www.semuaikan.com/morfologi-dan-klasifikasi-ikan-lele-clarias-sp/

Ikan lele secara umum memiliki tubuh yang licin, berlendir, tidak bersisik
dan bersungut atau berkumis. Lele memiliki kepala yang panjang, hampir
mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Kepalanya pipih ke bawah
(depressed) dengan bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat.

3
Tulang pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang. Di ruangan inilah
terdapat alat pernapasan tambahan berupa labirin, yang bentuknya sertpei
rimbunan dedaunan dan berwarna kemerahan. Fungsi labirin ini untuk mengambil
oksigen langsung dari udara. Dengan alat pernapasan tambahan ini, ikan lele
mampu bertahan hidup dalam kondisi oksigen (O₂) yang minimum (Supardi,
2003). Mulut terletak pada ujung moncong (terminal) dengan dilengkapi 4 buah
sungut (kumis). Mulut lele dilengkapi gigi atau hanya berupa permukaan kasar di
mulut bagian depan. Di dekat sungut, terdapat alat olfaktori yang berfungsi untuk
perabaan dan penciuman serta penglihatan yang kurang berfungsi dengan baik.
Lele memiliki tiga buah sirip tunggal, yakni sirip punggung (dorsal), sirip ekor
(caudal), dan sirip dubur (anal). Sirip punggung dan sirip dubur tersebut
berfungsi untuk menjaga keseimbangan. Sirip dadanya dilengkapi dengan sirip
yang keras dan runcing yang disebut patil.

2.2 Habitat
Habitat atau lingkungan hidup lele banyak ditemukan di perairan tawar, di
dataran rendah hingga sedikit payau. Di alam, ikan lele hidup di sungai-sungai
yang arusnya mengalir secara perlahan atau lambat, kolam, danau, waduk, rawa,
serta genangan air tawar lainnya. Ikan ini lebih menyukai perairan yang tenang,
tepian dangkal dan terlindung, ikan lele memiliki kebiasaan membuat atau
menempati lubang-lubang di tepi sungai atau kolam (Rachmatun, 2007).

2.3 Pertumbuhan
Menurut (Mudjiman 1998 dalam Ratnasari 2011), pertumbuhan didefinisikan
sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran, maupun volume seiring
dengan berubahnya waktu. Dengan demikian pertumbuhan dapat dilihat dari fisik,
berupa perubahan panjang dan berat. Berupa perubahan komposisi tubuh, seperti :
protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan air. Seluler berupa perubahan ukuran,
jumlah, volume dari sel dan kandungan mineralnya. Energi, berupa perubahan
kandungan energi, pada dasarnya merupakan konversi protein, lemak, dan

4
karbohidrat. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti
umur, dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk
memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal
merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi
sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas
dan kuantitas (Effendi 2002 dalam Ratnasari 2011).

2.4 Makanan dan Kebiasaan Makan


Ikan lele adalah pemakan hewan dan pemakan bangkai
(carnivorousscavanger). Makanannya berupa binatang-binatang renik, seperti kutu-
kutu air (daphnia, cladocera, copepoda), cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput
kecil dan sebagainya. Ikan ini biasanya mencari makanan di dasar perairan, tetapi bila
ada makanan yang terapung maka lele juga dengan cepat memakannya. Dalam
mencari makanan, lele tidak mengalami kesulitan karena mempunyai alat peraba
(sungut) yang sangat peka terhadap keberadaan makanan, baik di dasar, pertengahan
maupun permukaan perairan. Pertumbuhan lele dapat dipacu dengan pemberian
pakan berupa pelet yang mengandung protein minimal 25% (sesuai SNI 01-4087-
2006). Jika ikan lele diberi pakan yang banyak mengandung protein nabati, maka
pertumbuhannya lambat (Ghufran, 2010).
Walaupun ikan lele bersifat nokturnal, akan tetapi pada kolam pemeliharaan
terutama budidaya secara intensif lele dapat dibiasakan diberi pakan pelet pada pagi
atau siang hari walaupun nafsu makannya tetap lebih tinggi jika diberi pada waktu
malam hari. Ikan lele relatif tahan terhadap kondisi lingkungan yang kandungan
oksigennya sangat terbatas. Pada kondisi kolam dengan padat penebaran yang tinggi
dan kandungan oksigennya minimum, ikan lele pun masih dapat bertahan hidup
(Khairuman SP, 2008).

5
2.5 Pembesaran Ikan Lele (Clarias sp.)
Pembesaran ikan merupakan kegiatan penumbuhan ikan dari benih hingga
mencapai ukuran konsumsi, untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Ikan lele yang
dinilai baik untuk dijadikan ikan konsumsi adalah jika telah mencapai jumlah 6 – 10
ekor per kg. Masa pemeliharaan ikan lele dalam kegiatan pembesaran yaitu selama 3
– 4 bulan atau tergantung dari permintaan pasar (Khairuman dan Amri, 2002 : 131).
Secara garis besar, kegiatan pembesaran ikan lele meliputi, persiapan kolam,
penebaran benih, pemeliharaan dan pemanenan (Kurniawan D, 2013).

2.6 Teknologi Budidaya Terkini


2.6.1 Teknologi Bioflok
Seiring dengan perkembangan teknologi melalui pendekatan biologis, telah
diterapkan teknologi bioflok untuk menjaga kualitas perairan budidaya. Teknologi
bioflok merupakan teknologi penggunaan bakteri baik heterotrof maupun autotrof
yang dapat mengonversi limbah organik secara intensif menjadi kumpulan
mikroorganisme yang berbentuk flok, kemudian dapat dimanfaatkan oleh ikan
sebagai sumber makanan (de Schryver & Verstraete 2009; Avnimelech 2012).
Di dalam flok terdapat beberapa organisme pembentuk seperti bakteri,
plankton, jamur, alga, dan partikelpartikel tersuspensi yang memengaruhi struktur
dan kandungan nutrisi bioflok, namun komunitas bakteri merupakan mikroorganisme
paling dominan dalam pembentukan flok dalam bioflok (Jorand et al., 1995; de
Schryver et al., 2008).

2.6.2 Teknologi Resirkulasi


Teknologi resirkulasi adalah sebuah sistem sirkulasi air tambak dengan
menggunakan kembali (re-use) air untuk budidaya, sehingga dapat mengurangi
penggunaan air dari luar sistem. Dimana air tambak yang telah digunakan untuk
budidaya ikan dan telah mengalami penurunan kualitasnya, dapat digunakan kembali
setelah mengalami proses filtrasi atau penyaringan (Fadhil R, 2013).

6
Teknologi resirkulasi termasuk salah satu teknologi yang sekarang sedang
dikembangkan di dunia dalam bidang perikanan darat. Sistem ini telah banyak di
terapkan dibeberapa negara maju, seperti Amerika, Canada, Inggris, dan German.
Sistem akuakultur resirkulasi pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada
awal tahun 1960. Dimana pada masa itu didapati pencemaran sungai berasal dari
pencemaran organik yang bersumber dari tempat-tempat pembiakan ikan dan udang.
Untuk menghindari dari pencemaran ini, beberapa kaidah telah dibuat oleh
pemerintah setempat, salah satunya adalah sistem akuakultur resirkulasi (Yacob N,
2009).

2.6.3 Teknologi Akuaponik


Teknologi akuaponik merupakan gabungan teknologi akuakultur dengan
teknologi hydroponic dalam satu sistem untuk mengoptimalkan fungsi air dan ruang
sebagai media pemeliharaan. Prinsip dasar yang bermanfaat bagi budidaya perairan
adalah sisa pakan dan kotoran ikan yang berpotensi memperburuk kualitas air, akan
dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman air. Pemanfaatan tersebut melalui sistem
resirkulasi air kolam yang disalurkan ke media tanaman, yang secara mutualistis juga
menyaring air tersebut sehingga saat kembali ke kolam menjadi ”bersih” dari amonia
dan mempunyai kondisi yang lebih layak untuk budidaya ikan. Fungsi resirkulasi
pada sistem akuaponik sangat berkaitan erat dengan proses ”pencucian” sampah-
sampah sisa metabolisme ikan (faeces) dan sisa-sisa pakan yang tidak tercerna
(Nugroho RA et al., 2012).
Sistem akuaponik mereduksi amonia dengan menyerap air buangan budidaya
atau air limbah dengan menggunakan akar tanaman sehingga amonia yang terserap
mengalami proses oksidasi dengan bantuan oksigen dan bakteri, amonia diubah
menjadi nitrat (Widyastuti, 2008). Pada kegiatan budidaya dengan sistem tanpa
pergantian air, bakteria memiliki peranan penting dalam menghilangkan partikel
amonia melalui proses nitrifikasi (Rully, 2011).

7
BAB III
METODE PELAKSANAAN

Praktek Kerja Lapangan ini menggunakan metode studi literatur. Metode studi
literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Zed, 2008 :
3). Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian,
khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek
teoritis maupun aspek manfaat praktis. Dengan melakukan studi kepustakaan, para
peneliti mempunyai pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah
yang hendak diteliti (Darmadi, 2011).
Studi literatur ini menitikberatkan pada sistem teknologi bioflok, resirkulasi,
dan akuaponik dengan mengacu pada 9 pustaka pokok, yaitu :
1. Rusherlistyani, Sudaryati D dan Heriningsih S. 2017. Budidaya Lele dengan
Sistem Kolam Bioflok. Yogyakarta: LPPM UPN VY.
2. Windriani, U. 2017. Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok. Jakarta: Direktorat
Produksi dan Usaha Budidaya.
3. Adharani N, dkk. 2016. Manajemen kualitas air dengan teknologi bioflok: studi
kasus pemeliharaan ikan lele (Clarias sp.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 21
(1): 35 – 40.
4. Ghofur M. 2017. Pemanfaatan saluran irigasi untuk budidaya ikan lele
sangkuriang (Clarias gariepinus Var Sangkuriang) dengan sistem resirkulasi di
Desa Pudak Kecamatan Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi
Jambi. Jurnal Akuakultur Sungai dan Danau. 2 (1): 1 – 8.
5. Primaningtyas AW, Hastuti S dan Subandiono. 2015. Performa produksi ikan
lele (Clarias gariepinus) yang dipelihara dalam sistem budidaya berbeda.
Journal of Aquaculture Management and Technology. 4 (4): 51 – 60.
6. Lestari NAA, Diantari R dan Efendi E. 2015. Penurunan fosfat pada sistem
resirkulasi dengan penambahan filter yang berbeda. Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. 3 (2): 367 – 374.

8
7. Dauhan RES, Efendi E dan Suparmono. 2014. Efektifitas sistem akuaponik
dalam mereduksi konsentrasi amonia pada sistem budidaya ikan. Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 3 (1): 297 – 302.
8. Kurniawan A dan Asriani E. 2016. Analisis reduksi limbah nitrogen berdasarkan
jenis media tanam dan konsentrasi protein pakan berbeda pada budidaya ikan lele
dengan sistem akuaponik. Jurnal Sumberdaya Perairan. 10 (1): 26 – 29.
9. Nugroho RA, et al. 2012. Aplikasi teknologi aquaponic pada budidaya ikan air
tawar untuk optimalisasi kapasitas produksi. Jurnal Saintek Perikanan. 8 (1): 46
– 51.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Teknologi Bioflok


Beberapa penelitian yang berhubungan dengan parameter kualitas air
menggunakan teknologi bioflok disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter kualitas air menggunakan teknologi bioflok


No Peneliti Hasil Penelitian
.
1 Simanjuntak ICBH (2017) Pengukuran amoniak di awal dan di akhir
penelitian menunjukkan kisaran 0,1 – 0,16
mg/L dan 0,018 – 0,094 mg/L. Hasil ini
menunjukkan selama penelitian berlangsung
kondisi kualitas air media baik dan tidak
menunjukkan lonjakan penurunan maupun
kenaikan kualitas air, sehingga layak untuk
menunjang kehidupan lele dumbo. Kadar
nitrit air selama penelitian berkisar antara
0,45 – 0,86 mg/L, sehingga masih dalam
kisaran normal untuk mendukung
kelulushidupan organisme air. Menurut
Effendi (2003) kadar nitrit pada perairan
mampu untuk menunjang kehidupan yaitu
dibawah 1 mg/L.
2 Dediyanto K, et al. (2019) Dari hasil pengukuran suhu dan pH selama
penelitian menunjukkan bahwa masih dalam
taraf kelayakan pemeliharaan ikan budidaya.
Hasil pengukuran suhu air kisaran 25-28ºC
dan pH berkisar 6-9. Hal tersebut sesuai

10
pendapat Effendie (2003) dalam Suminto
(2016) kisaran suhu optimal untuk kegiatan
budidaya ikan lele adalah berada pada
kisaran 25-30ºC dan pH kisaran 6,5-8,6.
Hasil pengukuran amonia mulai awal
penelitian pada budidaya sistem bioflok
menunjukkan kondisi kualitas air yang baik
dan tidak adanya lonjakan penurunan dan
kenaikan kualitas air.
3 Adharani N, et al. (2016) TAN merupakan toxic (un-ionized), amonia
(NH₃), non toxic (ionized), dan amonium
(NH₄⁺), besarnya amonia toxic un-ionized
ditentukan dengan pengukuran TAN hingga
mendapatkan konsentrasi (mg/l) yang
menggambarkan kondisi perairan. Di akhir
pengamatan, rendahnya konsentrasi TAN
berkisar antara 2,28-3,19 mg/l pada semua
perlakuan konsorsium dibandingkan
perlakuan kontrol sebesar 5,47 mg/l telah
memenuhi standar baku mutu yang
direkomendasikan oleh Stone dan
Thomforde (2004), yaitu <4 mg/l. Begitu
pula hasil kisaran amonia pada setiap
perlakuan konsorsium berkisar antara
0,0001656-0,0002331 mg/l memenuhi
standar baku mutu yang ditetapkan menurut
PPRI-82/2011, yaitu <0,02 mg/l. Hasil uji
statistik konsorsium terbaik terhadap
konsentrasi TAN dan amonia adalah
konsorsium Kayajaga dengan nilai rata-rata

11
TAN sebesar 2,3640 mg/l dan nilai mean
amonia sebesar 0,000885 mg/l. Konsorsium
kayajaga terdiri dari beberapa jenis bakteri
dari genus Bacillus diantaranya B. subtilis,
B. aquimaris, B. megaterium, dan B.
pumillus.

Gambar 2. Prinsip teknologi bioflok (Kurniawan A, Asriani E dan Sari SP, 2018)

Sistem bioflok merupakan salah satu cara budidaya menggunaan bakteri


sebagai pendukung dalam proses akselerasi ikan. Bakteri yang digunakan dapat
dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber makanan. Hal ini dikarenakan bakteri
heterotrof maupun autotrof dapat mengonversi limbah organik secara intensif
menjadi kumpulan mikroorganisme yang berbentuk flok (de Schryver & Verstraete

12
2009; Avnimelech 2012 dalam Adharani et al. 2016). Sistem bioflok dapat
memberikan keuntungan terutama dalam mempertahankan kualitas air terutama
dalam menurunkan limbah budidaya seperti amonia sesuai 3 penelitian di atas.
Penelitian yang dilakukan Simanjuntak ICBH (2017) menggunakan perlakuan
perbedaan konsentrasi bakteri penyusun bioflok pada sistem bioflok. Penelitian yang
dilakukan oleh Dediyanto K, et al. (2019) menggunakan probiotik fish megaflok
dalam sistem bioflok. Sedengkan, penelitian yang dilakukan Adharani N, et al. (2016)
menggunakan perlakuan perbedaan molase dan bakteri pada sistem bioflok.
Budidaya ikan dengan menerapkan teknologi bioflok berarti memperbanyak
bakteri/mikroba yang menguntungkan dalam media budidaya ikan, sehingga dapat
memperbaiki dan menjaga kestabilan mutu air, menekan senyawa beracun seperti
amoniak, menekan perkembangan bakteri yang merugikan (bersifat pathogen)
sehingga ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Suprapto, 2013).
Dalam penerapan teknologi bioflok memanfaatkan penumpukan bahan
organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran ikan maupun jasad yang mati seperti
plankton dan lain-lain sebagai sediaan hara untuk merangsang pertumbuhan bakteri
yang akan menghasilkan flok. Oleh karena itu dalam teknologi ini pergantian air
dapat diminimalkan. Bahan organik diusahakan teraduk secara terus menerus,
sehingga terurai dalam kondisi cukup oksigen (aerob).
Perkembangan mikroba dalam media budidaya diharapkan didominasi oleh
bakteri/mikroba yang menguntungkan. Untuk itu perlu dilakukan penambahan
mikroba/bakteri probiotik secara berkala ke dalam media budidaya. Penambahan
karbon organik seperti molase (tetes tebu) atau gula pasir atau tepung terigu atau leri
(air cucian beras) akan mempercepat perkembangan mikroba/bakteri heterotrof yang
menguntungkan. Selanjutnya bakteri-bakteri tersebut akan membentuk konsorsium
dan terjadi pembentukan flok dengan adanya bahan organik yang cukup tinggi di
dalam media budidaya.
Bahan organik yang merupakan limbah diaduk dan diaerasi. Bahan organik
yang tersuspensi akan diuraikan oleh bakteri heterotrof secara aerobik menjadi
senyawa anorganik. Bila bahan organik mengendap (tidak teraduk) maka akan terjadi

13
kondisi yang anaerobik. Hal ini akan merangsang bakteri anaerobik mengurai bahan
organik menjadi bahan organik yang lebih sederhana (asam organik, alkohol) serta
senyawa yang bersifat racun (amoniak, nitrit, H₂S, metana).

4.2 Teknologi Resirkulasi


Beberapa penelitian yang berhubungan dengan parameter kualitas air
menggunakan teknologi resirkulasi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter kualitas air menggunakan teknologi resirkulasi


No Peneliti Hasil Penelitian
.
1 Ghofur M (2017) Data kualitas air yang didapatkan berada pada kisaran
yang sesuai dengan kriteria pemeliharaan ikan lele
sangkuriang. Kandungan oksigen berada diatas 3 mg/l
suhu berkisar antara 27-32 °C dan pH 6-8. Kualitas air
yang terus dijaga dengan baik melalui pergantian air,
serta pemberian pakan yang mencukupi untuk ikan. Hal
ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air yang
diukur termasuk pada kategori layak untuk
pemeliharaan ikan lele sangkuriang.
2 Santoso AA, Kandungan amonia total di media penelitian berkisar
Muarif dan antara 0,041-0,060 mg/l. Menurut Pescod (1973)
Rosmawati (2018) kandungan amonia pada yang layak bagi kehidupan
ikan, yaitu kurang dari 1 mg/l. Penggunaan sistem
resirkulasi dapat memperbaiki kualitas air, karena pada
sistem resirkulasi sisa metabolisme dan sisa pakan dapat
terangkat. Selama masa pemeliharaan, nilai pH yang
diperoleh relatif stabil dan berkisar antara 6,5-7, hal ini
diduga karena adanya arang pada sistem resirkulasi
yang dapat berfungsi sebagai penyangga pH air (pH

14
buffer). Menurut Landau (1992), arang dapat membantu
mempertahankan nilai pH air karena tersusun atas
kalsium karbonat.
3 Lestari NAA, Pemberian filter pada sistem resirkulasi menunjukkan
Diantari R dan adanya pengaruh yang signifikan terhadap penurunan
Efendi E (2015) konsentrasi fosfat. Penurunan konsentrasi fosfat
tertinggi terjadi pada filter arang sebanyak 0,02675
mg/l, sedangkan penurunan konsentrasi terendah terjadi
pada filter zeolit sebanyak 0,021 mg/l. Pada filter arang
terlihat lebih besar dalam menurunkan konsentrasi fosfat
dibandingkan filter lainnya. Arang tempurung kelapa
yang mengandung karbon aktif mampu menyerap fosfat
dengan daya serap yang hampir sama dalam kondisi pH
asam maupun basa.

Gambar 3. Prinsip teknologi resirkulasi (Fadhil R, 2013)

15
Penelitian yang dilakukan Ghofur M (2017) pada teknologi resirkulasi yaitu
dengan memanfaatkan saluran irigasi untuk budidaya ikan lele sangkuriang (Clarias
gariepinus Var Sangkuriang). Penelitian yang dilakukan Santoso AA, Muarif dan
Rosmawati (2018) yaitu dengan perlakuan perbedaan padat tebar terhadap
kelangsungan hidup ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada teknologi resirkulasi.
Sedangkan, penelitian yang dilakukan Lestari NAA, Diantari R dan Efendi E (2015)
yaitu dengan perlakuan penambahan filter yang berbeda pada teknologi resirkulasi
terhadap penurunan kadar fosfat. Ketiga penelitian tersebut membuktikan bahwa
teknologi resirkulasi berperan penting dalam memperbaiki kualitas air dan dapat
menjaga akumulasi atau mengumpulnya hasil metabolisme beracun sehingga kadar
atau daya racun dapat dikurangi dalam media pemeliharaan ikan lele.
Sistem resirkulasi merupakan rantai penanganan dan pengolahan air dan
sistem produksi dimana air mengalir dari bak pemeliharaan menuju proses
pengelolaan kemudian kembali ke bak pemeliharaan (Losordo dan Timmons 1994).
Sistem resirkulasi menggambarkan tingkat teknologi yang telah diterapkan dalam
akuakultur pada masa ini (Stickney, 1993). Penggunaan sistem resirkulasi
diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi, karena pemanfatan air lebih ramah
lingkungan untuk pertumbuhan ikan (Zonnefeld et al., 1991). Sistem resirkulasi
mampu menurunkan tingkat konsentrasi amoniak, hingga dalam kisaran 31 - 43%
(Djokosetiyanto et al., 2006; Putra dan Pamukas, 2011).
Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang
sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara
sebuah filter atau ke dalam wadah (Fauzzia et al., 2013), sehingga sistem ini bersifat
hemat air (Sidik, 2002 ; Prayogo et al.,2012). Oleh karena itu sistem ini merupakan
salah satu alternatif model budidaya yang memanfaatkan air secara berulang dan
berguna untuk menjaga kualitas air (Djokosetiyanto et al., 2006).
Recirculation Aquaculture System merupakan teknik budidaya yang
menggunakan teknik akuakultur dengan kepadatan tinggi dalam ruang tertutup
(indoor), serta kondisi lingkungan yang terkontrol sehingga mampu meningkatkan
produksi ikan pada lahan dan air yang terbatas (Lukman, 2005).

16
4.3 Teknologi Akuaponik
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan parameter kualitas air
menggunakan teknologi akuaponik disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter kualitas air menggunakan teknologi akuaponik


No Peneliti Hasil Penelitian
.
1 Dauhan RES, Efendi E dan Pengukuran kualitas air dilakukan selama 60
Suparmono (2014) hari. Parameter yang diukur adalah suhu, pH,
dan oksigen terlarut. Hasil parameter
pengukuran kualitas air antara lain suhu
berkisar 22-32°C, pH berkisar 5-8, dan
oksigen terlarut berkisar 0,1-10 mg/l. Secara
keseluruhan parameter kualitas air selama
penelitian masih dalam kisaran yang normal.
2 Asriani E dan Kurniawan A Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
(2016) dengan menggunakan media arang sekam
dan serbuk gergaji pada sistem akuaponk,
diperoleh hasil tentang jumlah amonia dan
nitrit di dalam perairan budidaya ikan lele
yang diberikan pakan dengan konsentrasi
protein berbeda. Arang sekam memiliki
kemampuan mereduksi amonia dengan rata-
rata 78,96% sedangkan serbuk gergaji rata-
rata 39,1%. Dalam hal mereduksi nitrit, juga
diperoleh hasil yang tidak jauh berbeda,
dimana kemampuan arang sekam dalam
mereduksi nitrit berada pada angka 74,57%,
terpaut sekitar 8,02% lebih tinggi
dibandingkan serbuk gergaji.
3 Pratama WD, Prayogo dan Berdasarkan hasil penelitian yang telah

17
Manan A (2017) dilakukan, pemberian probiotik komersil B
(Lactobacillus, Nitrosomonas dan Bacillus)
dengan penggunaan dosis 0,25 ml/L terbukti
dapat menurunkan kadar amonia sebesar
0,204 mg/L, nitrit sebesar 0,012 mg/L dan
nitrat sebesar 2,731 mg/L dalam perairan,
sehingga probiotik komersil B dapat
digunakan pada budidaya ikan lele (Clarias
sp.) dalam sistem akuaponik dengan harapan
dapat mengurangi tingkat konsumsi air dan
dapat digunakan untuk meningkatkan
produksi budidaya.

Gambar 4. Prinsip teknologi akuaponik (Kurniawan A, Asriani E dan Sari SP, 2018)

Penelitian yang dilakukan oleh Dauhan RES, Efendi E dan Suparmono (2014)
dan Pratama WD, Prayogo dan Manan A (2017) pada teknologi akuaponik adalah
dengan menggunakan tanaman kangkung sebagai media filter pada limbah budidaya
ikan lele. Namun, penelitian yang dilakukan Pratama WD, Prayogo dan Manan A

18
(2017) menambahkan perlakuan berupa pemberian probiotik berbeda terhadap
kualitas air pada budidaya ikan lele dalam sistem akuaponik. Sedangkan, penelitian
yang dilakukan oleh Asriani E dan Kurniawan A (2016) menggunakan jenis media
tanam yang berbeda yaitu arang sekam dan serbuk gergaji pada teknologi akuaponik.
Ketiga penelitian tersebut membuktikan bahwa teknologi akuaponik dapat
memperbaiki dan menjaga kualitas air dalam budidaya ikan lele.
Akuaponik merupakan sistem resirkulasi dengan menggunakan prinsip
integrasi tanaman sayur/herbal/hias dengan budidaya ikan. Diver (2005)
menyebutkan bahwa sistem ini memanfaatkan simbiosis mutualisme antara tanaman
dan ikan berdasarkan pada pemanfaatan buangan hasil metabolisme ikan oleh
tanaman, penerapan sistem polikultur, efisiensi pemanfaatan air, penyediaan produk
pangan organik dan peningkatan pendapatan.
Sistem akuaponik dalam prosesnya menggunakan air dari kolam ikan
kemudian disirkulasikan ke tanaman melalui pompa. Bakteri nitrifikasi mengubah
limbah ikan sebagai nutrien yang dapat dimanfaatkan tanaman. Kemudian tanaman
akan berfungsi sebagai filter vegetasi yang akan mengurai zat racun tersebut menjadi
zat yang tidak berbahaya bagi ikan dan suplai oksigen pada air yang digunakan untuk
memelihara ikan.
Ada tiga jenis keuntungan dalam sistem akuaponik yaitu ikan, tanaman, dan
bakteri yang menguntungkan. Ada dua jenis bakteri yang berbeda yaitu Nitrosomonas
dan Nitrobacter. Bakteri Nitrosomonas mengubah amonia menjadi nitrit dan
kemudian oleh bakteri Nitrobacter, nitrit diubah menjadi nitrat. Saat sampai ke
tanaman, nitrat diserap tanaman untuk membantu pertumbuhannya.
Proses siklus nitrogen anorganik menjadi nitrogen organik dilakukan oleh
mikroorganisme dan jamur. Sisa pakan dan kotoran ikan didekomposisi oleh bakteri
menjadi gas nitrogen berupa amonia. Sumber amonia di perairan berasal dari
pemecahan nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang didekomposisikan oleh
bakteri dan jamur. Amonia dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat yang dilakukan oleh
bakteri aerobik.

19
Limbah dari akuakultur seperti amonia dan nitrit dapat diserap dan digunakan
sebagai pupuk oleh tanaman hidroponik sehingga menurunkan konsentrasi cemaran
limbah amonia serta meningkatkan kualitas air. Untuk kegiatan budidaya perikanan
kualitas air yang tepat dan berada dalam kisaran layak berkaitan dengan pertumbuhan
ikan.
Perbaikan kualitas air dengan sirkulasi air melalui tanaman hidroponik
memberikan manfaat bagi ikan yang dipelihara memperoleh kondisi perairan
optimum tanpa perlakuan obat-obatan kimia, sehingga sistem akuaponik potensial
sebagai model budidaya organik.

20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Secara umum budidaya pembesaran ikan lele dengan menerapkan teknologi
terkini yaitu teknologi bioflok, teknologi resirkulasi, dan teknologi akuaponik dapat
menekan permasalahan utama dalam sistem budidaya secara intensif yaitu
konsentrasi limbah budidaya yang mengalami peningkatan yang sangat cepat karena
mampu memperbaiki kualitas air pada media budidaya sehingga meningkatkan
kelangsungan hidup ikan lele yang dibudidaya.
Keuntungan menggunakan teknologi bioflok yaitu produktifitas tinggi pada
lahan sempit dengan kepadatan tebar yang tinggi, memudahkan proses budidaya
dengan meminimalkan pergantian air, kebutuhan pakan berkurang karena
ketersediaan flok sebagai pakan alami. Keuntungan menggunakan teknologi
resirkulasi yaitu mencegah berkumpulnya ikan atau pakan pada suatu tempat,
membantu distribusi oksigen ke segala arah, menjaga hasil metabolit mengumpul
sehingga daya racun dapat ditekan. Keuntungan menggunakan teknologi akuaponik
yaitu mampu meminimalisir limbah hasil budidaya dan memperoleh hasil panen
ganda berupa ikan hasil budidaya dan sayuran.

5.2 Saran
Perlu kajian yang lebih mendalam tentang teknologi terkini lainnya sehingga
memperbanyak studi / penelitian yang terkait dengan kegiatan pembesaran ikan
lele di Indonesia dengan pendekatan multidisiplin.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adharani N, et al. 2016. Manajemen kualitas air dengan teknologi bioflok: studi
kasus pemeliharaan ikan lele (Clarias sp.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia.
21 (1): 35 – 40.

Apriyani, I. 2017. Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok: Teknik Pembesaran Ikan Lele
Sistem Bioflok Kelola Mina Sistem Pembudidaya. Yogyakarta: CV BUDI
UTAMA.

Asriani E dan Kurniawan A. 2016. Analisis reduksi limbah nitrogen berdasarkan


jenis media tanam dan konsentrasi protein pakan berbeda pada budidaya ikan
lele dengan sistem akuaponik. Jurnal Sumberdaya Perairan. 10 (1): 26 – 29.

Dauhan RES, Efendi E dan Suparmono. 2014. Efektifitas sistem akuaponik dalam
mereduksi konsentrasi amonia pada sistem budidaya ikan. Jurnal Rekayasa
dan Teknologi Budidaya Perairan. 3 (1): 297 – 302.

Dediyanto K, et al. 2019. Akselerasi performa ikan lele dengan sistem bioflok
menggunakan probiotik fish megaflok. Jurnal Lemuru. 1 (1): 34 – 43.

Ekasari J. 2009. Teknologi bioflok: teori dan aplikasi dalam perikanan budidaya
sistem intensif. Jumal Akuakultur Indonesia. 8 (2): 117 – 126.

Fadhil R. 2013. Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele/keli (Clarias
batrachus) dalam sistem akuakultur resirkulasi. Aceh Development
International Conference, Kuala Lumpur : 26-28 March 2013. 275 – 282.

Ghofur M. 2017. Pemanfaatan saluran irigasi untuk budidaya ikan lele sangkuriang
(Clarias gariepinus Var Sangkuriang) dengan sistem resirkulasi di Desa
Pudak Kecamatan Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.
Jurnal Akuakultur Sungai dan Danau. 2 (1): 1 – 8.

Isa, M. 2014. Analisa usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias sp)
di Kabupaten Aceh Barat Daya [Skripsi]. Meulaboh (ID): Universitas Teuku
Umar.

Kartiningrum ED. 2015. Panduan Penyusunan Studi Literatur. Mojokerto: LPPM


Politeknik Kesehatan Majapahit.

Kurniawan A dan Asriani E. 2016. Aplikasi kolam bundar dan bioflok pada
pembesaran ikan lele di Kelompok Remaja Masjid Paritpadang, Sungailiat,
Bangka. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 3 (2): 53 – 60.

22
Kurniawan A, Asriani E dan Sari SP. 2018. Bioflok dan Akuaponik untuk Bangka
Belitung. Malang: Media Nusa Creative.

Lestari NAA, Diantari R dan Efendi E. 2015. Penurunan fosfat pada sistem
resirkulasi dengan penambahan filter yang berbeda. Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. 3 (2): 367 – 374.

Nugroho RA, et al. 2012. Aplikasi teknologi aquaponic pada budidaya ikan air tawar
untuk optimalisasi kapasitas produksi. Jurnal Saintek Perikanan. 8 (1): 46 –
51.

Pratama WD, Prayogo dan Manan A. 2017. Pengaruh pemberian probiotik berbeda
dalam sistem akuaponik terhadap kualitas air pada budidaya ikan lele (Clarias
sp.). Journal of Aquaculture Science. 1 (1): 27 – 35.

Primaningtyas AW, Hastuti S dan Subandiono. 2015. Performa produksi ikan lele
(Clarias gariepinus) yang dipelihara dalam sistem budidaya berbeda. Journal
of Aquaculture Management and Technology. 4 (4): 51 – 60.

Putra S, et al. 2016. Efektifitas kijing air tawar (Pilsbryoconcha exilis) sebagai
biofilter dalam sistem resirkulasi terhadap laju penyerapan amoniak dan
pertumbuhan ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus). Jurnal Rekayasa
dan Teknologi Budidaya Perairan. 4 (2): 497 – 506.

Rusherlistyani, Sudaryati D dan Heriningsih S. 2017. Budidaya Lele dengan Sistem


Kolam Bioflok. Yogyakarta: LPPM UPN VY.

Santoso AA, Muarif dan Rosmawati. 2018. Pengaruh padat tebar terhadap
kelangsungan hidup ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada sistem
resirkulasi. Jurnal Mina Sains. 4 (1): 11 – 16.

Setijaningsih L dan Suryaningrum LH. 2015. Pemanfaatan limbah budidaya ikan lele
(Clarias batrachus) untuk ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan sistem
resirkulasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati. 14 (3): 287 – 293.

Simanjuntak ICBH. 2017. Perbedaan konsentrasi bakteri penyusun bioflok terhadap


efisiensi pemanfaatan pakan, pertumbuhan, dan kelulushidupan lele dumbo
(Clarias gariepinus). Jurnal Sains Teknologi Akuakultur. 1 (1): 47 – 56.

Suprapto. 2013. Budidaya ikan lele dumbo dengan menerapkan teknologi bioflok.
Klinik IPTEK Mina Bisnis Pacitan. Jawa Timur.

Surya. 2010. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Direktorat Kesehatan Ikan dan
Lingkungan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta.

23
Su’udi M dan Wathon S. 2018. Peningkatan performa budidaya lele dumbo (Clarias
gariepinus, Burch) di Desa Serut Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Provinsi Jawa Timur. Warta Pengabdian. 12 (2): 298 – 306.

Windriani, U. 2017. Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok. Jakarta: Direktorat Produksi
dan Usaha Budidaya.

24
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Aliran Nitrogen Pada Sistem Budidaya Dengan Teknologi


Bioflok

Lampiran 2. Program Pakan Untuk Ikan Lele

25
Lampiran 3. Jurnal Rujukan

26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Anda mungkin juga menyukai