Judul: Aplikasi Teknologi Budidaya Terkini pada Budidaya Pembesaan Ikan Lele
(Clarias sp.)
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakutas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas
Hang Tuah
Surabaya, 2020
Menyetujui :
Pembimbing
Mengetahui:
Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Ketua Program Studi Perikanan
DR. Viv Djanat Prasita, MAp. Sc. Titiek Indira Agustin, S.Pi., MP
NIK. 01050 NIK. 01252
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................vii
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Skema aliran nitrogen pada system budidaya dengan telnologi bioflok .............25
2. Program pakan untuk ikan lele ..................................................................25
3. Jurnal rujukan ............................................................................................26
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
digunakan untuk menjaga kualitas air, dimana memanfaatkan kembali air yang sudah
digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus (Djokosetiyanto et al.,
2006; Fauzzia et al., 2013), sehingga sistem ini bersifat hemat air (Sidik, 2002;
Djokosetiyanto et al., 2006; Prayogo et al., 2012). Teknologi akuaponik adalah
kombinasi budidaya ikan dan tanaman menggunakan sistem resirkulasi air (Rakocy
et al. 2006). Sistem ini dapat menghemat penggunaan air dalam budidaya ikan
sampai 97% (ECOLIFE, 2011).
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Lapangan ini bertujuan untuk menganalisis aplikasi teknologi
budidaya terkini pada budidaya pembesaran ikan lele (Clarias sp.) skala
pembesaran.
1.3 Manfaat
Manfaat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan bagi mahasiswa tentang
teknologi budidaya terkini pada budidaya perikanan.
2. Dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat khususnya pelaku
budidaya mengenai aplikasi teknologi dan sistem budidaya yang efisien dalam
mengelola limbah budidaya pada budidaya pembesaran ikan lele (Clarias sp.).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan lele secara umum memiliki tubuh yang licin, berlendir, tidak bersisik
dan bersungut atau berkumis. Lele memiliki kepala yang panjang, hampir
mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Kepalanya pipih ke bawah
(depressed) dengan bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat.
3
Tulang pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang. Di ruangan inilah
terdapat alat pernapasan tambahan berupa labirin, yang bentuknya sertpei
rimbunan dedaunan dan berwarna kemerahan. Fungsi labirin ini untuk mengambil
oksigen langsung dari udara. Dengan alat pernapasan tambahan ini, ikan lele
mampu bertahan hidup dalam kondisi oksigen (O₂) yang minimum (Supardi,
2003). Mulut terletak pada ujung moncong (terminal) dengan dilengkapi 4 buah
sungut (kumis). Mulut lele dilengkapi gigi atau hanya berupa permukaan kasar di
mulut bagian depan. Di dekat sungut, terdapat alat olfaktori yang berfungsi untuk
perabaan dan penciuman serta penglihatan yang kurang berfungsi dengan baik.
Lele memiliki tiga buah sirip tunggal, yakni sirip punggung (dorsal), sirip ekor
(caudal), dan sirip dubur (anal). Sirip punggung dan sirip dubur tersebut
berfungsi untuk menjaga keseimbangan. Sirip dadanya dilengkapi dengan sirip
yang keras dan runcing yang disebut patil.
2.2 Habitat
Habitat atau lingkungan hidup lele banyak ditemukan di perairan tawar, di
dataran rendah hingga sedikit payau. Di alam, ikan lele hidup di sungai-sungai
yang arusnya mengalir secara perlahan atau lambat, kolam, danau, waduk, rawa,
serta genangan air tawar lainnya. Ikan ini lebih menyukai perairan yang tenang,
tepian dangkal dan terlindung, ikan lele memiliki kebiasaan membuat atau
menempati lubang-lubang di tepi sungai atau kolam (Rachmatun, 2007).
2.3 Pertumbuhan
Menurut (Mudjiman 1998 dalam Ratnasari 2011), pertumbuhan didefinisikan
sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran, maupun volume seiring
dengan berubahnya waktu. Dengan demikian pertumbuhan dapat dilihat dari fisik,
berupa perubahan panjang dan berat. Berupa perubahan komposisi tubuh, seperti :
protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan air. Seluler berupa perubahan ukuran,
jumlah, volume dari sel dan kandungan mineralnya. Energi, berupa perubahan
kandungan energi, pada dasarnya merupakan konversi protein, lemak, dan
4
karbohidrat. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti
umur, dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk
memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal
merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi
sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas
dan kuantitas (Effendi 2002 dalam Ratnasari 2011).
5
2.5 Pembesaran Ikan Lele (Clarias sp.)
Pembesaran ikan merupakan kegiatan penumbuhan ikan dari benih hingga
mencapai ukuran konsumsi, untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Ikan lele yang
dinilai baik untuk dijadikan ikan konsumsi adalah jika telah mencapai jumlah 6 – 10
ekor per kg. Masa pemeliharaan ikan lele dalam kegiatan pembesaran yaitu selama 3
– 4 bulan atau tergantung dari permintaan pasar (Khairuman dan Amri, 2002 : 131).
Secara garis besar, kegiatan pembesaran ikan lele meliputi, persiapan kolam,
penebaran benih, pemeliharaan dan pemanenan (Kurniawan D, 2013).
6
Teknologi resirkulasi termasuk salah satu teknologi yang sekarang sedang
dikembangkan di dunia dalam bidang perikanan darat. Sistem ini telah banyak di
terapkan dibeberapa negara maju, seperti Amerika, Canada, Inggris, dan German.
Sistem akuakultur resirkulasi pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada
awal tahun 1960. Dimana pada masa itu didapati pencemaran sungai berasal dari
pencemaran organik yang bersumber dari tempat-tempat pembiakan ikan dan udang.
Untuk menghindari dari pencemaran ini, beberapa kaidah telah dibuat oleh
pemerintah setempat, salah satunya adalah sistem akuakultur resirkulasi (Yacob N,
2009).
7
BAB III
METODE PELAKSANAAN
Praktek Kerja Lapangan ini menggunakan metode studi literatur. Metode studi
literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Zed, 2008 :
3). Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian,
khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek
teoritis maupun aspek manfaat praktis. Dengan melakukan studi kepustakaan, para
peneliti mempunyai pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah
yang hendak diteliti (Darmadi, 2011).
Studi literatur ini menitikberatkan pada sistem teknologi bioflok, resirkulasi,
dan akuaponik dengan mengacu pada 9 pustaka pokok, yaitu :
1. Rusherlistyani, Sudaryati D dan Heriningsih S. 2017. Budidaya Lele dengan
Sistem Kolam Bioflok. Yogyakarta: LPPM UPN VY.
2. Windriani, U. 2017. Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok. Jakarta: Direktorat
Produksi dan Usaha Budidaya.
3. Adharani N, dkk. 2016. Manajemen kualitas air dengan teknologi bioflok: studi
kasus pemeliharaan ikan lele (Clarias sp.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 21
(1): 35 – 40.
4. Ghofur M. 2017. Pemanfaatan saluran irigasi untuk budidaya ikan lele
sangkuriang (Clarias gariepinus Var Sangkuriang) dengan sistem resirkulasi di
Desa Pudak Kecamatan Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi
Jambi. Jurnal Akuakultur Sungai dan Danau. 2 (1): 1 – 8.
5. Primaningtyas AW, Hastuti S dan Subandiono. 2015. Performa produksi ikan
lele (Clarias gariepinus) yang dipelihara dalam sistem budidaya berbeda.
Journal of Aquaculture Management and Technology. 4 (4): 51 – 60.
6. Lestari NAA, Diantari R dan Efendi E. 2015. Penurunan fosfat pada sistem
resirkulasi dengan penambahan filter yang berbeda. Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. 3 (2): 367 – 374.
8
7. Dauhan RES, Efendi E dan Suparmono. 2014. Efektifitas sistem akuaponik
dalam mereduksi konsentrasi amonia pada sistem budidaya ikan. Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 3 (1): 297 – 302.
8. Kurniawan A dan Asriani E. 2016. Analisis reduksi limbah nitrogen berdasarkan
jenis media tanam dan konsentrasi protein pakan berbeda pada budidaya ikan lele
dengan sistem akuaponik. Jurnal Sumberdaya Perairan. 10 (1): 26 – 29.
9. Nugroho RA, et al. 2012. Aplikasi teknologi aquaponic pada budidaya ikan air
tawar untuk optimalisasi kapasitas produksi. Jurnal Saintek Perikanan. 8 (1): 46
– 51.
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
pendapat Effendie (2003) dalam Suminto
(2016) kisaran suhu optimal untuk kegiatan
budidaya ikan lele adalah berada pada
kisaran 25-30ºC dan pH kisaran 6,5-8,6.
Hasil pengukuran amonia mulai awal
penelitian pada budidaya sistem bioflok
menunjukkan kondisi kualitas air yang baik
dan tidak adanya lonjakan penurunan dan
kenaikan kualitas air.
3 Adharani N, et al. (2016) TAN merupakan toxic (un-ionized), amonia
(NH₃), non toxic (ionized), dan amonium
(NH₄⁺), besarnya amonia toxic un-ionized
ditentukan dengan pengukuran TAN hingga
mendapatkan konsentrasi (mg/l) yang
menggambarkan kondisi perairan. Di akhir
pengamatan, rendahnya konsentrasi TAN
berkisar antara 2,28-3,19 mg/l pada semua
perlakuan konsorsium dibandingkan
perlakuan kontrol sebesar 5,47 mg/l telah
memenuhi standar baku mutu yang
direkomendasikan oleh Stone dan
Thomforde (2004), yaitu <4 mg/l. Begitu
pula hasil kisaran amonia pada setiap
perlakuan konsorsium berkisar antara
0,0001656-0,0002331 mg/l memenuhi
standar baku mutu yang ditetapkan menurut
PPRI-82/2011, yaitu <0,02 mg/l. Hasil uji
statistik konsorsium terbaik terhadap
konsentrasi TAN dan amonia adalah
konsorsium Kayajaga dengan nilai rata-rata
11
TAN sebesar 2,3640 mg/l dan nilai mean
amonia sebesar 0,000885 mg/l. Konsorsium
kayajaga terdiri dari beberapa jenis bakteri
dari genus Bacillus diantaranya B. subtilis,
B. aquimaris, B. megaterium, dan B.
pumillus.
Gambar 2. Prinsip teknologi bioflok (Kurniawan A, Asriani E dan Sari SP, 2018)
12
2009; Avnimelech 2012 dalam Adharani et al. 2016). Sistem bioflok dapat
memberikan keuntungan terutama dalam mempertahankan kualitas air terutama
dalam menurunkan limbah budidaya seperti amonia sesuai 3 penelitian di atas.
Penelitian yang dilakukan Simanjuntak ICBH (2017) menggunakan perlakuan
perbedaan konsentrasi bakteri penyusun bioflok pada sistem bioflok. Penelitian yang
dilakukan oleh Dediyanto K, et al. (2019) menggunakan probiotik fish megaflok
dalam sistem bioflok. Sedengkan, penelitian yang dilakukan Adharani N, et al. (2016)
menggunakan perlakuan perbedaan molase dan bakteri pada sistem bioflok.
Budidaya ikan dengan menerapkan teknologi bioflok berarti memperbanyak
bakteri/mikroba yang menguntungkan dalam media budidaya ikan, sehingga dapat
memperbaiki dan menjaga kestabilan mutu air, menekan senyawa beracun seperti
amoniak, menekan perkembangan bakteri yang merugikan (bersifat pathogen)
sehingga ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Suprapto, 2013).
Dalam penerapan teknologi bioflok memanfaatkan penumpukan bahan
organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran ikan maupun jasad yang mati seperti
plankton dan lain-lain sebagai sediaan hara untuk merangsang pertumbuhan bakteri
yang akan menghasilkan flok. Oleh karena itu dalam teknologi ini pergantian air
dapat diminimalkan. Bahan organik diusahakan teraduk secara terus menerus,
sehingga terurai dalam kondisi cukup oksigen (aerob).
Perkembangan mikroba dalam media budidaya diharapkan didominasi oleh
bakteri/mikroba yang menguntungkan. Untuk itu perlu dilakukan penambahan
mikroba/bakteri probiotik secara berkala ke dalam media budidaya. Penambahan
karbon organik seperti molase (tetes tebu) atau gula pasir atau tepung terigu atau leri
(air cucian beras) akan mempercepat perkembangan mikroba/bakteri heterotrof yang
menguntungkan. Selanjutnya bakteri-bakteri tersebut akan membentuk konsorsium
dan terjadi pembentukan flok dengan adanya bahan organik yang cukup tinggi di
dalam media budidaya.
Bahan organik yang merupakan limbah diaduk dan diaerasi. Bahan organik
yang tersuspensi akan diuraikan oleh bakteri heterotrof secara aerobik menjadi
senyawa anorganik. Bila bahan organik mengendap (tidak teraduk) maka akan terjadi
13
kondisi yang anaerobik. Hal ini akan merangsang bakteri anaerobik mengurai bahan
organik menjadi bahan organik yang lebih sederhana (asam organik, alkohol) serta
senyawa yang bersifat racun (amoniak, nitrit, H₂S, metana).
14
buffer). Menurut Landau (1992), arang dapat membantu
mempertahankan nilai pH air karena tersusun atas
kalsium karbonat.
3 Lestari NAA, Pemberian filter pada sistem resirkulasi menunjukkan
Diantari R dan adanya pengaruh yang signifikan terhadap penurunan
Efendi E (2015) konsentrasi fosfat. Penurunan konsentrasi fosfat
tertinggi terjadi pada filter arang sebanyak 0,02675
mg/l, sedangkan penurunan konsentrasi terendah terjadi
pada filter zeolit sebanyak 0,021 mg/l. Pada filter arang
terlihat lebih besar dalam menurunkan konsentrasi fosfat
dibandingkan filter lainnya. Arang tempurung kelapa
yang mengandung karbon aktif mampu menyerap fosfat
dengan daya serap yang hampir sama dalam kondisi pH
asam maupun basa.
15
Penelitian yang dilakukan Ghofur M (2017) pada teknologi resirkulasi yaitu
dengan memanfaatkan saluran irigasi untuk budidaya ikan lele sangkuriang (Clarias
gariepinus Var Sangkuriang). Penelitian yang dilakukan Santoso AA, Muarif dan
Rosmawati (2018) yaitu dengan perlakuan perbedaan padat tebar terhadap
kelangsungan hidup ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada teknologi resirkulasi.
Sedangkan, penelitian yang dilakukan Lestari NAA, Diantari R dan Efendi E (2015)
yaitu dengan perlakuan penambahan filter yang berbeda pada teknologi resirkulasi
terhadap penurunan kadar fosfat. Ketiga penelitian tersebut membuktikan bahwa
teknologi resirkulasi berperan penting dalam memperbaiki kualitas air dan dapat
menjaga akumulasi atau mengumpulnya hasil metabolisme beracun sehingga kadar
atau daya racun dapat dikurangi dalam media pemeliharaan ikan lele.
Sistem resirkulasi merupakan rantai penanganan dan pengolahan air dan
sistem produksi dimana air mengalir dari bak pemeliharaan menuju proses
pengelolaan kemudian kembali ke bak pemeliharaan (Losordo dan Timmons 1994).
Sistem resirkulasi menggambarkan tingkat teknologi yang telah diterapkan dalam
akuakultur pada masa ini (Stickney, 1993). Penggunaan sistem resirkulasi
diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi, karena pemanfatan air lebih ramah
lingkungan untuk pertumbuhan ikan (Zonnefeld et al., 1991). Sistem resirkulasi
mampu menurunkan tingkat konsentrasi amoniak, hingga dalam kisaran 31 - 43%
(Djokosetiyanto et al., 2006; Putra dan Pamukas, 2011).
Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang
sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara
sebuah filter atau ke dalam wadah (Fauzzia et al., 2013), sehingga sistem ini bersifat
hemat air (Sidik, 2002 ; Prayogo et al.,2012). Oleh karena itu sistem ini merupakan
salah satu alternatif model budidaya yang memanfaatkan air secara berulang dan
berguna untuk menjaga kualitas air (Djokosetiyanto et al., 2006).
Recirculation Aquaculture System merupakan teknik budidaya yang
menggunakan teknik akuakultur dengan kepadatan tinggi dalam ruang tertutup
(indoor), serta kondisi lingkungan yang terkontrol sehingga mampu meningkatkan
produksi ikan pada lahan dan air yang terbatas (Lukman, 2005).
16
4.3 Teknologi Akuaponik
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan parameter kualitas air
menggunakan teknologi akuaponik disajikan pada Tabel 3.
17
Manan A (2017) dilakukan, pemberian probiotik komersil B
(Lactobacillus, Nitrosomonas dan Bacillus)
dengan penggunaan dosis 0,25 ml/L terbukti
dapat menurunkan kadar amonia sebesar
0,204 mg/L, nitrit sebesar 0,012 mg/L dan
nitrat sebesar 2,731 mg/L dalam perairan,
sehingga probiotik komersil B dapat
digunakan pada budidaya ikan lele (Clarias
sp.) dalam sistem akuaponik dengan harapan
dapat mengurangi tingkat konsumsi air dan
dapat digunakan untuk meningkatkan
produksi budidaya.
Gambar 4. Prinsip teknologi akuaponik (Kurniawan A, Asriani E dan Sari SP, 2018)
Penelitian yang dilakukan oleh Dauhan RES, Efendi E dan Suparmono (2014)
dan Pratama WD, Prayogo dan Manan A (2017) pada teknologi akuaponik adalah
dengan menggunakan tanaman kangkung sebagai media filter pada limbah budidaya
ikan lele. Namun, penelitian yang dilakukan Pratama WD, Prayogo dan Manan A
18
(2017) menambahkan perlakuan berupa pemberian probiotik berbeda terhadap
kualitas air pada budidaya ikan lele dalam sistem akuaponik. Sedangkan, penelitian
yang dilakukan oleh Asriani E dan Kurniawan A (2016) menggunakan jenis media
tanam yang berbeda yaitu arang sekam dan serbuk gergaji pada teknologi akuaponik.
Ketiga penelitian tersebut membuktikan bahwa teknologi akuaponik dapat
memperbaiki dan menjaga kualitas air dalam budidaya ikan lele.
Akuaponik merupakan sistem resirkulasi dengan menggunakan prinsip
integrasi tanaman sayur/herbal/hias dengan budidaya ikan. Diver (2005)
menyebutkan bahwa sistem ini memanfaatkan simbiosis mutualisme antara tanaman
dan ikan berdasarkan pada pemanfaatan buangan hasil metabolisme ikan oleh
tanaman, penerapan sistem polikultur, efisiensi pemanfaatan air, penyediaan produk
pangan organik dan peningkatan pendapatan.
Sistem akuaponik dalam prosesnya menggunakan air dari kolam ikan
kemudian disirkulasikan ke tanaman melalui pompa. Bakteri nitrifikasi mengubah
limbah ikan sebagai nutrien yang dapat dimanfaatkan tanaman. Kemudian tanaman
akan berfungsi sebagai filter vegetasi yang akan mengurai zat racun tersebut menjadi
zat yang tidak berbahaya bagi ikan dan suplai oksigen pada air yang digunakan untuk
memelihara ikan.
Ada tiga jenis keuntungan dalam sistem akuaponik yaitu ikan, tanaman, dan
bakteri yang menguntungkan. Ada dua jenis bakteri yang berbeda yaitu Nitrosomonas
dan Nitrobacter. Bakteri Nitrosomonas mengubah amonia menjadi nitrit dan
kemudian oleh bakteri Nitrobacter, nitrit diubah menjadi nitrat. Saat sampai ke
tanaman, nitrat diserap tanaman untuk membantu pertumbuhannya.
Proses siklus nitrogen anorganik menjadi nitrogen organik dilakukan oleh
mikroorganisme dan jamur. Sisa pakan dan kotoran ikan didekomposisi oleh bakteri
menjadi gas nitrogen berupa amonia. Sumber amonia di perairan berasal dari
pemecahan nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang didekomposisikan oleh
bakteri dan jamur. Amonia dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat yang dilakukan oleh
bakteri aerobik.
19
Limbah dari akuakultur seperti amonia dan nitrit dapat diserap dan digunakan
sebagai pupuk oleh tanaman hidroponik sehingga menurunkan konsentrasi cemaran
limbah amonia serta meningkatkan kualitas air. Untuk kegiatan budidaya perikanan
kualitas air yang tepat dan berada dalam kisaran layak berkaitan dengan pertumbuhan
ikan.
Perbaikan kualitas air dengan sirkulasi air melalui tanaman hidroponik
memberikan manfaat bagi ikan yang dipelihara memperoleh kondisi perairan
optimum tanpa perlakuan obat-obatan kimia, sehingga sistem akuaponik potensial
sebagai model budidaya organik.
20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Secara umum budidaya pembesaran ikan lele dengan menerapkan teknologi
terkini yaitu teknologi bioflok, teknologi resirkulasi, dan teknologi akuaponik dapat
menekan permasalahan utama dalam sistem budidaya secara intensif yaitu
konsentrasi limbah budidaya yang mengalami peningkatan yang sangat cepat karena
mampu memperbaiki kualitas air pada media budidaya sehingga meningkatkan
kelangsungan hidup ikan lele yang dibudidaya.
Keuntungan menggunakan teknologi bioflok yaitu produktifitas tinggi pada
lahan sempit dengan kepadatan tebar yang tinggi, memudahkan proses budidaya
dengan meminimalkan pergantian air, kebutuhan pakan berkurang karena
ketersediaan flok sebagai pakan alami. Keuntungan menggunakan teknologi
resirkulasi yaitu mencegah berkumpulnya ikan atau pakan pada suatu tempat,
membantu distribusi oksigen ke segala arah, menjaga hasil metabolit mengumpul
sehingga daya racun dapat ditekan. Keuntungan menggunakan teknologi akuaponik
yaitu mampu meminimalisir limbah hasil budidaya dan memperoleh hasil panen
ganda berupa ikan hasil budidaya dan sayuran.
5.2 Saran
Perlu kajian yang lebih mendalam tentang teknologi terkini lainnya sehingga
memperbanyak studi / penelitian yang terkait dengan kegiatan pembesaran ikan
lele di Indonesia dengan pendekatan multidisiplin.
21
DAFTAR PUSTAKA
Adharani N, et al. 2016. Manajemen kualitas air dengan teknologi bioflok: studi
kasus pemeliharaan ikan lele (Clarias sp.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia.
21 (1): 35 – 40.
Apriyani, I. 2017. Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok: Teknik Pembesaran Ikan Lele
Sistem Bioflok Kelola Mina Sistem Pembudidaya. Yogyakarta: CV BUDI
UTAMA.
Dauhan RES, Efendi E dan Suparmono. 2014. Efektifitas sistem akuaponik dalam
mereduksi konsentrasi amonia pada sistem budidaya ikan. Jurnal Rekayasa
dan Teknologi Budidaya Perairan. 3 (1): 297 – 302.
Dediyanto K, et al. 2019. Akselerasi performa ikan lele dengan sistem bioflok
menggunakan probiotik fish megaflok. Jurnal Lemuru. 1 (1): 34 – 43.
Ekasari J. 2009. Teknologi bioflok: teori dan aplikasi dalam perikanan budidaya
sistem intensif. Jumal Akuakultur Indonesia. 8 (2): 117 – 126.
Fadhil R. 2013. Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele/keli (Clarias
batrachus) dalam sistem akuakultur resirkulasi. Aceh Development
International Conference, Kuala Lumpur : 26-28 March 2013. 275 – 282.
Ghofur M. 2017. Pemanfaatan saluran irigasi untuk budidaya ikan lele sangkuriang
(Clarias gariepinus Var Sangkuriang) dengan sistem resirkulasi di Desa
Pudak Kecamatan Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.
Jurnal Akuakultur Sungai dan Danau. 2 (1): 1 – 8.
Isa, M. 2014. Analisa usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias sp)
di Kabupaten Aceh Barat Daya [Skripsi]. Meulaboh (ID): Universitas Teuku
Umar.
Kurniawan A dan Asriani E. 2016. Aplikasi kolam bundar dan bioflok pada
pembesaran ikan lele di Kelompok Remaja Masjid Paritpadang, Sungailiat,
Bangka. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 3 (2): 53 – 60.
22
Kurniawan A, Asriani E dan Sari SP. 2018. Bioflok dan Akuaponik untuk Bangka
Belitung. Malang: Media Nusa Creative.
Lestari NAA, Diantari R dan Efendi E. 2015. Penurunan fosfat pada sistem
resirkulasi dengan penambahan filter yang berbeda. Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. 3 (2): 367 – 374.
Nugroho RA, et al. 2012. Aplikasi teknologi aquaponic pada budidaya ikan air tawar
untuk optimalisasi kapasitas produksi. Jurnal Saintek Perikanan. 8 (1): 46 –
51.
Pratama WD, Prayogo dan Manan A. 2017. Pengaruh pemberian probiotik berbeda
dalam sistem akuaponik terhadap kualitas air pada budidaya ikan lele (Clarias
sp.). Journal of Aquaculture Science. 1 (1): 27 – 35.
Primaningtyas AW, Hastuti S dan Subandiono. 2015. Performa produksi ikan lele
(Clarias gariepinus) yang dipelihara dalam sistem budidaya berbeda. Journal
of Aquaculture Management and Technology. 4 (4): 51 – 60.
Putra S, et al. 2016. Efektifitas kijing air tawar (Pilsbryoconcha exilis) sebagai
biofilter dalam sistem resirkulasi terhadap laju penyerapan amoniak dan
pertumbuhan ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus). Jurnal Rekayasa
dan Teknologi Budidaya Perairan. 4 (2): 497 – 506.
Santoso AA, Muarif dan Rosmawati. 2018. Pengaruh padat tebar terhadap
kelangsungan hidup ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada sistem
resirkulasi. Jurnal Mina Sains. 4 (1): 11 – 16.
Setijaningsih L dan Suryaningrum LH. 2015. Pemanfaatan limbah budidaya ikan lele
(Clarias batrachus) untuk ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan sistem
resirkulasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati. 14 (3): 287 – 293.
Suprapto. 2013. Budidaya ikan lele dumbo dengan menerapkan teknologi bioflok.
Klinik IPTEK Mina Bisnis Pacitan. Jawa Timur.
Surya. 2010. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Direktorat Kesehatan Ikan dan
Lingkungan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta.
23
Su’udi M dan Wathon S. 2018. Peningkatan performa budidaya lele dumbo (Clarias
gariepinus, Burch) di Desa Serut Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Provinsi Jawa Timur. Warta Pengabdian. 12 (2): 298 – 306.
Windriani, U. 2017. Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok. Jakarta: Direktorat Produksi
dan Usaha Budidaya.
24
LAMPIRAN
25
Lampiran 3. Jurnal Rujukan
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35