FILLET IKAN
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
FILLET IKAN
BANK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Buku
Pola Pembiayaan Usaha Fillet Ikan (irisan daging ikan tanpa tulang) ini mampu diselesaikan.
Penyusunan buku ini dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM), terutama untuk menyediakan informasi baik bagi perbankan, UMKM
pengusaha maupun calon pengusaha yang berminat mengembangkan usaha tersebut. Informasi
pola pembiayaan disajikan juga dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (www.bi.go.id).
Buku Pola Pembiayaan Usaha Fillet Ikan mengambil sampel di Desa Tegalsari Barat
Kecamatan Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Penyusunan buku dilakukan melalui survei
langsung ke lapangan dan in depth interview terhadap pengusaha fillet ikan, wawancara dan
diskusi dengan dinas/instansi terkait serta dengan pihak perbankan.
Dalam penyusunan buku pola pembiayaan ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP) dan memperoleh masukan dan
saran dari banyak pihak antara lain PT. Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk,
PT Bank Negara Indonesia (Persero), Bukopin, Bank Niaga, Bank Permata, Bank Panin, Bank
Internasional Indonesia, Bank Danamon serta narasumber yang terkait baik asosiasi maupun
perorangan. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan
Usaha Fillet Ikan, Bank Indonesia cq Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan
UMKM (BUMKM - DKBU) menyampaikan terimakasih.
Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi
penyempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat
menghubungi: Biro Pengembangan UMKM Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia
dengan alamat:
Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi
yang berarti bagi pengembangan UMKM.
i
USAHA FILLET IKAN
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
……………………………………………………………………
RINGKASAN EKSEKUTIF ii
..………………………………………….…………………
DAFTAR ISI iv
……………………………………………………………………………...
DAFTAR TABEL vi
…………………………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR vii
……………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN 1
...……………………………………………………….…….
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel 1.2 Halaman
Produksi Ikan menurut Jenis Pengolahan 1
.........................................
3
Usaha Pengolahan Ikan Skala Rumah Tangga - Kota Tegal
..............
Ta 3.1 Penggunaan Hasil Produksi 9
bel Fillet ......................................................
Ta 3.2 Permintaan, Harga dan Nilai Fillet 1
bel Ikan ............................................. 0
Ta 3.3 Produksi, Permintaan, Penawaran dan Potensi Pasar Fillet - Kota
bel Tegal ............................................................................................... 1
0
Ta 3.4 Produksi dan Nilai Produksi Perikanan – Kota 1
bel Tegal ......................... 1
Ta 4.1 Alat dan Fungsi ............................................................................... 1
bel 5
Ta 4.2 Harga Bahan Baku 1
bel Ikan ................................................................... 7
Ta 4.3 Standar Mutu Air untuk Pengolahan Hasil 1
bel Perikanan ....................... 7
Ta 5.1 Asumsi dan Parameter untuk Analisis 2
bel Keuangan .............................. 8
Ta 5.2 Biaya Investasi Fillet Ikan 2
bel ………………………………………………. 9
Ta 5.3 Biaya Operasional Fillet 3
bel Ikan ............................................................ 0
Ta 5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Fillet 3
bel Ikan ..................... 1
Ta 5.5 Angsuran Pokok, Bunga Kredit Investasi dan Modal 3
bel Kerja ................ 2
Ta 5.6 Produksi dan 3
bel Pendapatan ................................................................ 3
Ta 5.7 Proyeksi Laba Rugi Usaha Fillet 3
bel Ikan ................................................. 3
Ta 5.8 Kelayakan Usaha Fillet Ikan 3
bel …………………………………………… 5
Ta 5.9 Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun .………. 3
bel …………………… 5
Ta 5.1 Analisis Sensitivitas: Biaya Operasional 3
bel 0 Naik .................................... 6
Ta 5.1 Analisis Sensitivitas : Perubahan Pendapatan turun dan Biaya
bel 1 operasional naik ……….………………………………………………. 3
6
DAFTAR GAMBAR
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
Kekayaan sumberdaya laut Indonesia sangat berlimpah, dua per tiga wilayah Indonesia
terdiri dari laut, potensi perikanan sebesar 6,26 juta ton/tahun dengan keragaman jenis ikan
namun belum seluruhnya dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2005, total produksi
perikanan 4,71 juta ton, dimana 75% (3,5 juta ton) berasal dari tangkapan laut. Apabila dilihat dari
tingkat pemanfaatan, terutama untuk ikan-ikan non ekonomis belum optimal. Hal ini disebabkan
pemanfaatannya masih terbatas dalam bentuk olahan tradisional dan konsumsi segar. Ekspor
hasil perikanan Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh ikan dalam bentuk gelondongan
dan belum diolah (DKP,2007).
Dari total produksi tangkapan laut, sebesar 57,05 % dimanfaatkan dalam bentuk basah,
sebesar 30,19% bentuk olahan tradisional dan sebesar 10,90 % bentuk olahan modern dan
olahan lainnya 1,86% Sedangkan dari ekspor tahun 2005 sebesar 857.782 ton, 80% diantaranya
didominasi produk olahan modern sedangkan produk olahan tradisional hanya sekitar 6%.
Upaya untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan pemanfaatan produksi hasil
tangkapan laut adalah dengan pengembangan produk bernilai tambah, baik olahan tradisional
maupun modern. Saat ini produk bernilai tambah yang diproduksi di Indonesia masih dari ikan
ekonomis seperti tuna, udang dan lain sebagainya yang memiliki nilai jual meski tanpa dilakukan
proses lanjutan. Apabila ingin merubah nilai jual ikan non ekonomis maka salah satu cara yang
bisa ditempuh adalah melalui diversivikasi pengolahan produk perikanan agar lebih bisa diterima
oleh masyarakat dan sesuai dengan selera pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat, aman, sehat melalui asupan gizi/vitamin/protein dari produk hasil perikanan dan
ketahanan pangan. Berikut ini disajikan data produksi ikan olahan Indonesia tahun 2000- 2005.
Tabel 1.1
Produksi Ikan Menurut Jenis Pengolahan
Produksi Ikan Olahan Menurut Jenis Pengolahan ( Ton)
Jenis Pengolahan Tah
un
2 2 2 2 2 20
0 0 0 0 0 05
0 0 0 0 0
0 1 2 3 4
Kering/A 611.662 584.394 571.577 598.235 483.471 478.317
sin 66.457 134.071 124.628 121.491 123.555 95.776
Pindang 16.581 21.607 7.251 9.342 15.731 13.911
Diawetka Te 7.950 13.442 4.996 4.911 5.331 6.452
n Peragia ra 76 524 2 6 204 71
n si 37.641 36.561 53.905 56.574 66.516 88.690
P 9.195 30.158 53.045 52.355 17.516 28.012
e 305.923 307.235 319.237 573.911 636.303 699.224
d 21.227 25.299 36.913 28.415 36.137 49.211
a 1.640 12.204 16.612 8.635 6.458 7.251
Keca 1.078.352 1.165.49 1.188.364 1.453.875 1.391.222 1.466.915
p
1
Pendahuluan
Asapan 5
Lainnya
Beku
Kalengan
Tepung Ikan
JUML
AH
2 FILLET IKAN
Hasil dari usaha tersebut sangat tergantung pada proses pengolahannya. Untuk
mendapatkan mutu terbaik dari proses pengolahan ikan dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan bahan dan alat yang digunakan. Usaha pengolahan ikan tidak hanya sebatas pada
pengolahan menjadi produk yang masih berbentuk ikan tetapi juga pengolahan menjadi bentuk
lain. Salah satu bentuk pengolahan dapat berupa fillet.
Fillet ikan adalah suatu irisan daging ikan tanpa tulang. Ketika mendengar kata fillet maka
akan terbayang jenis fillet ikan “golongan mahal”, seperti fillet Salmon, Kakap Merah (Lutjanus
argentimaculatus), Kerapu (Serranidae) dan sebagainya. Sebenarnya fillet dapat dikategorikan
menurut bahan bakunya yaitu fillet yang berasal dari ikan ekonomis seperti Salmon, Kakap Merah
(Lutjanus argentimaculatus), Kerapu (Serranidae), dan fillet dari jenis ikan non ekonomis; Kurisi
(Nemipterus nematophorus), Swanggi (Priacanthus tayenus), Biji Nangka/kuniran (Upeneus
sulphureus), Pisang-pisang (Caesio chrysozomus), Paperek (Leiognathus sp), dan Gerot-gerot
(Pomadasys sp). Jenis yang kedua ini merupakan bentuk mengoptimalkan pemanfaatan ikan
hasil tangkapan melalui pengembangan produk bernilai tambah.
Salah satu bentuk usaha dalam mengoptimalkan pemanfaatan ikan adalah dengan
mengembangkan fillet dan produk lanjutannya (gel-based products) (Wahyuni, 2002). Fillet ikan
non ekonomis digunakan sebagai bahan baku produk makanan olahan lanjut antara lain seperti
baso, sosis, burger, otak-otak, siomay, nugget, empek-empek, krupuk ikan dan produk lainnya.
Dalam lending model ini dilakukan penelitian di Kota Tegal yang mempunyai potensi
industri pengusahaan hasil perikanan yang cukup bagus. Fillet ikan merupakan salah satu
komoditas unggulan Kota Tegal yang banyak diminati oleh konsumen. Usaha ini sudah
berkembang sejak tahun 1999, yang dimulai oleh tiga pengusaha fillet ikan. Usaha fillet ini
berkembang pesat sehingga pada tahun 2007 pengusaha yang bergerak di bidang ini menjadi 35
pengusaha. Lokasi usaha fillet ikan di Desa Tegalsari Kecamatan Tegal Barat dengan dengan
produksi total sebesar 12 – 15 ton/hari (DKP kota Tegal, 2007).
Melimpahnya hasil tangkapan ikan non ekonomis di Kota Tegal merupakan faktor
pendukung keberhasilan usaha ini. Selain fillet ikan terdapat usaha perikanan skala rumah tangga
lainnya. Berikut data usaha perikanan skala rumah tangga berdasarkan jumlah pengusaha dan
jenis usahanya:
Tabel 1.2
Usaha Pengolahan Ikan skala Rumah Tangga
Kota Tegal
No. Jenis Usaha Pengolah Ikan Jumlah
1. Pengolah Ikan Asin 61
2. Pengolah Ikan Segar 38
3. Pengolah Ikan Fillet 35
4. Pengasapan/Pemindangan 64
5. Pembuatan Terasi. 11
6. Pengolah Kerupuk Ikan/Udang 10
7. Pengumpul Benih/Ikan Lele 1
8. Penampung Limbah Padat Fillet Ikan 7
Jumlah 227
Sumber: Bappeda Kota Tega,l 2007.
Pengolahan fillet ikan menguntungkan banyak pihak dan meningkatkan efisiensi secara
keseluruhan. Konsumen dapat memperoleh produk yang praktis sehingga waktu yang dibutuhkan
untuk memasak menjadi lebih cepat. Bagi produsen, fillet merupakan upaya memperoleh nilai
tambah karena hasil dari penjualan fillet lebih tinggi daripada ikan dijual utuh. Limbah hasil
produksi fillet berupa kepala ikan, jeroan dan tulang ikan dapat diolah menjadi tepung ikan,
makanan unggas, pupuk atau produk lainnya. Jadi jika dilihat secara keseluruhan dalam usaha
fillet ikan terjadi peningkatan efisiensi karena tidak ada limbah terbuang.
Pengolahan fillet bisa dikembangkan lebih luas di Indonesia untuk pemanfaatan produksi
perikanan dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Hasil tangkapan ikan di Indonesia sangat beraneka ragam.
b. Hampir semua jenis ikan dapat dibuat sebagai bahan baku fillet
c. Fillet kondisi beku dapat disimpan jangka panjang sebagai bahan baku produk makanan
olahan.
d. Fillet mempunyai volume lebih kecil dari ikan utuh
e. Fillet dan produk lanjutannya dapat memberikan nilai tambah untuk nelayan serta
perbaikan gizi masyarakat.
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.2.2. BRI
BRI memberikan kredit kepada pengusaha fillet dalam bentuk Kredit Umum Pedesaan
(Kupedes). Kupedes adalah fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit (bukan oleh Kantor
Cabang) untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil dan mikro yang layak (eligible).
Fasilitas ini diberikan untuk semua kebutuhan pembiayaan usaha mikro (micro financing) di
masyarakat dengan prosedur yang relatif mudah dan sederhana, baik untuk tujuan produktif
maupun konsumtif. Tujuan Kupedes adalah membantu anggota masyarakat yang membutuhkan
dana untuk pembiayaan usaha mikro, baik yang bersifat modal kerja, investasi, maupun
keperluan lainnya. Sifat kredit adalah kredit komersial dengan bunga 1,5 % sampai 2 % per bulan.
Pengusaha yang mengajukan kredit dilayani berdasarkan domisili tempat tinggal. Putusan
kredit maksimal 7 hari kalender untuk putusan Ka Unit dan 14 hari untuk putusan Kanca BRI.
Jangka waktu maksimal 24 bulan untuk Kupedes Modal Kerja, dan 36 bulan untuk Kupedes
Investasi. Semua nasabah kupedes diikutkan program Asuransi Jiwa dengan beban biaya BRI.
Bagi nasabah yang mengangsur secara tepat waktu selama periode tertentu diberikan PBTW
(Pendapatan Bunga Tepat).
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Melihat penggunaan hasil fillet yang begitu luas maka dapat lihat peluang pasar yang juga
luas. Daerah yang menjadi tujuan pemasaran adalah Cirebon, Jakarta, Bandung, Sidoarjo, dan
Palembang. Fillet produksi Kota Tegal yang dikiring ke Palembang merupakan bahan utama
pembuatan empek-empek dan kemplang. Fillet dipasok ke Sidoarjo sebagai bahan pembuatan
krupuk. Di Bandung fillet digunakan sebagai bahan pembuatan siomay, sedangkan di Jakarta fillet
digunakan sebagai bahan bakso ikan, otak-otak atau nugget.
Potensi dan peluang pasar dunia hasill fillet ikan non ekonomis cukup baik. Permintaan
fillet tahun 2001 yang berupa produk Sebiraki head on, Sebiraki head off, Harabiraki, Whole bone
less, Dress tail on dan fillet skin on, mencapai 600 ton/bulan. Fillet tersebut berasal dari ikan yang
ukurannya maksimal 500 gram. Pada tahun mendatang seiring dengan perkembangan konsumsi
ikan dunia maka tidak tertutup kemungkinan pangsa pasar untuk fish fillet jenis ini bisa sebagus
pangsa pasar fillet kakap merah (http://www.dsfi.net.id\ ).
FILLET IKAN
Tabel 3.2
Permintaan, Harga dan Nilai Fillet
Ikan
Deskripsi Perminta harga nilai
an
fish fillet: 600 $4 per kilo $ 12 juta
Sebiraki head on
Sebiraki head off ton per
Harabiraki bulan
Whole bone less
Dress tail on fillet skin
on
Sumber : DSFI, 2007 (http://www.dsfi.net.id\)
Total ekspor perikanan Indonesia ke Amerika Serikat pada 2006 bernilai 785,97 juta dolar
AS terjadi peningkatan sebesar 7,39 prosen dibandingkan tahun sebelumnya. Produk ekspor
perikanan Indonesia ke AS tahun 2006 meliputi antara lain udang, fillet, ikan beku, ikan nila, tuna,
cumi- cumi, ikan bertulang, ikan kering, dan ikan asin (Antara, 2007).
3.1.1 Permintaan
Permintaan fillet ikan dari luar negeri sangat bagus, tetapi keterbatasan penguasaan
keterampilan dan penerapan teknologi modernlah yang membuat pengusahaan fillet Kota Tegal
belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Pada saat ini pengusaha belum memiliki jaringan
pemasaran ke luar negeri. Melihat jumlah tenaga kerja dan potensi kelautan maka tantangan
tersebut sangat mungkin terpenuhi di masa mendatang.
Permintaan pasar fillet dalam negeri sangat bagus, berdasarkan hasil survey pengusaha
fillet masih belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Salah satu sampel pengusaha fillet
hanya mampu memenuhi 3 ton per hari dari permintaan 6 ton per hari untuk pasar Cirebon.
Tabel 3.3
Produksi, Permintaan, Penawaran dan Potensi Pasar Fillet Kota Tegal
Tahun Produksi Perminta Penawar Potensi
Ikan an Fillet an Fillet Pasar
(Kg) (Kg) (Kg) Fillet
(Kg)
2003 3.197.472,50 639.495 426.330 213.165
2005 3.580.650,00 716.130 477.420 238.710
2010* 5.967.750,00 1.193.550 795.700 397.850
2015* 7.758.075,00 1.551.615 1.034.410 517.205
2020* 8.951.625,00 1.790.325 1.193.550 596.775
Rata-rata 392.741
Keterangan : *Data estimasi
Sumber: Profil Rencana Usaha Ppp Th.2004 Ketersediaan Bahan Baku, Bappeda Kota Tegal,
Aspek Pasar dan Pemasaran
2007.
Dari tabel di atas dapat dilihat potensi pasar yang cukup tinggi. sehingga usaha fillet ini
akan kerkembang lebih baik lagi dengan menerapkan prosedur penggolahan yang baik (Good
Manufacture Practice/GMP). Sejalan dengan perkembangan konsumsi ikan nasional meningkat
sekitar 3% per tahun dan konsumsi dunia meningkat sekitar 4%, merupakan pasar yang cukup
prospektif bagi pengembangan usaha perikanan.
3.1.2 Penawaran
Dengan melihat tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pengusaha hanya mampu memproduksi fillet
477.420 kg pada tahun 2005. Kondisi seperti ini belum mencukupi kebutuhan pasar di Indonesia,
karena hasil produksi harus didistribusikan ke beberapa kota seperti Jakarta, Bandung,
Palembang, Sidoarjo dan Cirebon.
Untuk mengusahakan fillet ini harus didukung dengan ketersedian bahan bahu yang
cukup sehingga kontinyuitas produksi dapat dijaga dan stabil. Berikut ini disajikan produksi dan
nilai produksi perikanan Kota Tegal:
Tabel 3.4
Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Kota Tegal 2002 - 2006
Dari data pada tabel diatas dapat dilhat bahwa produksi mengalami penurunan. Bagi
usaha fillet jenis ini hal itu tidak menimbulkan masalah yang berarti. Hal ini disebabkan bahan
baku yang digunakan bisa dari berbagai macam jenis ikan.
Pengusaha
Pedagang
ekspor pengecer
Konsumen
akhir
Bagan 3.1
Jalur Pemasaran Fillet.
3.2.2 Kendala Pemasaran.
Salah satu kendala pemasaran produk perikanan yang sering ditemui adalah kurangnya
informasi mengenai tingkat harga di setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Pengusaha belum
memiliki bargain power dalam menentukan harga. Dari hasil survey diketahui bahwa harga masih
ditentukan oleh pedagang. Sistem penjualannya pun masih menggunakan sistem kepercayaan
dengan pembayaran tidak secara tunai. Pedagang fillet umumnya membayar secara tempo
dalam jangka waktu 1 minggu sampai dengan 1 bulan. Kondisi seperti ini sangat merugikan
pengusaha karena setiap berproduksi membutuhkan modal kerja yang cukup tinggi.
Kendala lain adalah tingkat teknologi pendinginan fillet selama masa pengiriman.
Pendinginan hanya menggunakan es batu sehingga apabila es kurang atau terjadi transportasi
yang kurang lancar (macet) maka mutu fillet menjadi kurang bagus sehingga fillet dihargai rendah
oleh pembeli.
BAB IV
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Alat Fungsi
Pisau Mengiris ikan menjadi lembaran fillet
Garpu Mengerok sisa daging yang menempel pada
tulang
Meja Talenan untuk mengiris ikan menjadi fillet
Ember kecil Mencuci tangan pekerja saat pemiletan
Keranjang plastik Wadah fillet sebelum ditimbang
Plastik Pembungkus fillet ukuran 1 kg
Karet Pengikat plastik
Basket Wadah fillet setelah selesai ditimbang
Es batu Bahan pengawet fillet
Cool box Wadah penyimpanan fillet dengan pendingin
(fiber) menggunakan es batu yang sudah
ukuran 1 atau 5 siap dipasarkan
kw
Sumber: Data primer diolah.
1.ikan Coklatan
2.Kuniran
3.Kurisi
4.Swangi
Bahan baku diperoleh melalui pelelangan di TPI Jongor dan 2 TPI lainnya di Kota Tegal.
Jika ikan yang diperoleh dari TPI Kota Tegal dianggap kurang cukup maka pengusaha membeli
ikan di TPI Pemalang,Tegal dan Pekalongan.
Harga bahan baku cukup murah berkisar Rp1.800,- sampai dengan Rp2.300,- per kg.
secara terperinci disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.2
Harga Bahan Baku Ikan
Nama ikan Harga
(Rp/kg)
Terendah Tertingg Rata-rata
i
Coklatan 2.200 2.300 2.200
Kurisi 2.000 2.200 2.100
swangi 1.900 2.300 2.100
Kuniran 1.800 2.200 2.000
Sumber: Data diolah.
Tabel 4.3
Standar mutu air untuk pengolahan hasil perikanan
Kriteria Standar
mutu
Warna Jernih
Rasa dan Normal
bau
Nitrit 0,0 mg/l
Nitrat maks 20
mg/l
Klorida maks 250
mg/l
Sulfat 250 mg/l
Besi maks 0,2
mg/l
Mangan maks 0,1
mg/l
Timbal maks 0,5
mg/l
Tembaga maks 3 mg/l
PH 6,5-9
Kesadahan 5-10 D
Bakteri coli 0/100 ml
Sumber: Dewan Standarisasi Nasional, 1994.
Air untuk pencucian fillet harus disalurkan terpisah dan tidak berhubungan silang dengan
sistem saluran air kotor. Air untuk tujuan pencucian dan pengusahaan, sebelum dipakai harus
disaring atau dengan perlakuan lain sehingga air menjadi bersih (Dewan Standarisasi Nasional,
1994).
4.3.2.2 Es Batu
Es batu digunakan sebagai bahan pembantu pencegahan pembusukan/sebagai pengawet
bahan baku ikan dan fillet. Es yang digunakan dalam pengolahan ikan harus memenuhi kualitas
air minum dan tidak boleh terkontaminasi selama penanganan atau penyimpanan.
Es batu diperoleh dari pabrik es di sekitar lokasi pemiletan. Es batu diantar sampai lokasi
pemiletan oleh pabrik es. Harga es batu per blong Rp35.000,-. Es batu yang digunakan untuk
pengawetan ikan/fillet dicurah dahulu menjadi butiran es dengan menggunakan cusher. Bentuk
es curah lebih efektif dalam mendinginkan daripada es bentuk balok karena semakin luas
permukaannya sehingga lebih cepat mencair. Jadi semakin kecil ukuran buturan es semakin
cepat kemampuan mendinginkannya.
4.6.1 Penyortiran,
Sebelum ikan diolah, terlebih dahulu dipilih ikan yang masih dalam kondisi bagus dan
tidak membusuk. Ikan yang digunakan harus segar agar mudah dalam pemilletan dan
memperoleh produk yang bermutu tinggi.
Ikan segar yang digunakan sebaiknya telah melewati fase pengkakuan (rigor mortis). Fillet
yang diperoleh dari ikan yang belum dan sedang mengalami pengkakuan, fillet akan
mengkerut/berlekuk atau jaringan otot pecah (gaping) (BPTP, 2007).
Gambar 4.2
Sortir Ikan
4.6.2 Pencucian
Kemudian ikan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan
menghilangkan darah atau lendir.
Gambar 4.3
Pencucian Ikan.
4.6.3 Penimbangan
Ddilakukan dengan menggunakan timbangan gantung. Ikan yang akan ditimbang
ditempatkan dalam keranjang plastik.
Gambar 4.4
Penimbangan Ikan.
4.6.4 Pemiletan
Ddilakukan secara berkelompok dengan jumlah pekerja 4 orang pada satu meja.
Pemiletan meliputi tahapan sebagai berikut :
Gambar 4.5
Proses Pemiletan
a. Pembuatan fillet
Ikan diletakkan di atas meja/talenan. Kepala ikan menghadap ke kanan dan perut
menghadap ke arah pekerja (jika pekerja bukan kidal). Bagian bawah insang diiris
melintang sampai menyentuh tulang belakang.
Gambar 4.6
Memilet ikan
Daging diiris dari arah sayatan tadi mengarah ke ekor. Mata pisau diusahakan menyentuh
tulang belakang dan tulang perut rusuk yang membatasi badan dengan rongga perut tidak
terpotong pada waktu penyayatan, tapi tidak sampai melukainya. Ikan dibalikkan, dan
prosedur seperti di atas diulangi. Irisan yang diperoleh tersebut disebut fillet.
b. Pengulitan
Gambar 4.7
Pengulitan
Pengulitan dilakukan dilakukan untuk melepas kulit dari fillet. Daging yang tersisa pada
tulang dikerok dengan garpu dan dicampurkan dengan fillet.
Gambar 4.8
Pengerokan sisa daging pada
tulang
4.6.5 Pengemasan
Fillet yang diperoleh harus segera dipak dalam wadah yang sesuai dengan secepatnya.
Setiap saat fillet harus didinginkan untuk mencegah penurunan mutu dan selalu menjaga
kebersihan.
Gambar 4.9
Penimbangan dan pengemasan dalam kantong plastik
Pengemasan dilakukan dengan memasukkan fillet ke dalam kantong plastik. Tiap kantong
misalnya diisi dengan fillet sebanyak 1 kg, kemudian kantong plastik diikat dengan karet. Udara di
dalam kantong diupayakan seminimum mungkin. Fillet yang sudah dikemas disimpan dalam cool
box yang diberi es curah dan siap untuk dipasarkan.
Gambar 4.10
Fillet Ditata Dalam Cool box
Tahapan proses produksi dapat dilihat pada bagan sebagai berikut :
Penyortiran ikan
Pencucian ikan
Penimbangan ikan
Pemiletan
Tabel 5.1
Asumsi dan Parameter Untuk Analisis Keuangan
Secara lebih rinci asumsi dan parameter untuk analisis keuangan dijelaskan pada lampiran.
Selama jangka waktu proyek terdapat re-investasi dari beberapa komponen investasi
yaitu, perijinan, dan peralatan. Pada akhir periode proyek terdapat nilai sisa. Komponen biaya
investasi fillet ikan sebagaimana Tabel 5.2.
Lokasi usaha menempati kawasan industri di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari
dengan sistem sewa lahan dengan tarif resmi sebagaimana yang sudah diatur dan disepakati
antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Pemerintah Kota Tegal.
Modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp321.820.000,-. Modal kerja awal ini
merupakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai produksi awal yang dihitung
berdasarkan produksi fillet ikan selama 1 bulan produksi.
Dalam Lending model ini diasumsikan bahwa baik dana investasi dan modal kerja
bersumber dari kredit bank dan dana sendiri dengan komposisi 70% kredit bank dan 30% dana
sendiri.
Perhitungan angsuran kredit investasi dan modal kerja digunakan asumsi sebagai berikut:
a. Kredit investasi jangka waktu 3 tahun, suku bunga per tahun 18% menurun, angsuran pokok
dan bunga per bulan
b. Kredit modal kerja jangka waktu 1 tahun, suku bunga per tahun 18% menurun, angsuran
pokok dan bunga per bulan
Berdasarkan ketentuan kredit tersebut maka angsuran kredit dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.5.
Angsuran Pokok, Bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja
Tahun Bul Angsur Bunga jumlah saldo
an an Angsuran kredit
pokok
Tahun 0 0 0 365.774.325
Tahun 1 1 22.559.294 5.486.615 28.045.909 343.215.031
2 22.559.294 5.148.225 27.707.519 320.655.738
3 22.559.294 4.809.836 27.369.130 298.096.444
4 22.559.294 4.471.447 27.030.740 275.537.150
5 22.559.294 4.133.057 26.692.351 252.977.856
6 22.559.294 3.794.668 26.353.962 230.418.563
7 22.559.294 3.456.278 26.015.572 207.859.269
8 22.559.294 3.117.889 25.677.183 185.299.975
9 22.559.294 2.779.500 25.338.793 162.740.681
10 22.559.294 2.441.110 25.000.404 140.181.388
11 22.559.294 2.102.721 24.662.015 117.622.094
12 22.559.294 1.764.331 24.323.625 95.062.800
Tahun 2 13 3.960.950 1.425.942 5386892 91.101.850
14 3.960.950 1.366.528 5327477,75 87.140.900
15 3.960.950 1.307.114 5268063,5 83.179.950
16 3.960.950 1.247.699 5208649,25 79.219.000
17 3.960.950 1.188.285 5149235 75.258.050
18 3.960.950 1.128.871 5089820,75 71.297.100
19 3.960.950 1.069.457 5030406,5 67.336.150
20 3.960.950 1.010.042 4970992,25 63.375.200
21 3.960.950 950.628 4911578 59.414.250
22 3.960.950 891.214 4852163,75 55.453.300
23 3.960.950 831.800 4792749,5 51.492.350
24 3.960.950 772.385 4733335,25 47.531.400
Tahun 3 25 3.960.950 712.971 4673921 43.570.450
26 3.960.950 653.557 4614506,75 39.609.500
27 3.960.950 594.143 4555092,5 35.648.550
28 3.960.950 534.728 4495678,25 31.687.600
29 3.960.950 475.314 4436264 27.726.650
30 3.960.950 415.900 4376849,75 23.765.700
31 3.960.950 356.486 4317435,5 19.804.750
32 3.960.950 297.071 4258021,25 15.843.800
33 3.960.950 237.657 4198607 11.882.850
34 3.960.950 178.243 4139192,75 7.921.900
35 3.960.950 118.829 4079778,5 3.960.950
36 3.960.950 59.414 4020364,25 0
Hasil Produksi
Tahu Produk Harg Pendapatan
K Nilai (Rp)
n si a
g
1 Fillet 9,00 428,70 3,858,300,00 4,066,740,00
Limb 0 0 0 0
ah 300 694,80 208,440,000
0
2 Fillet 9,00 428,70 3,858,300,00 4,066,740,00
Limb 0 0 0 0
ah 300 694,80 208,440,000
0
3 Fillet 9,00 428,70 3,858,300,00 4,066,740,00
Limb 0 0 0 0
ah 300 694,80 208,440,000
0
4 Fillet 9,00 428,70 3,858,300,00 4,066,740,00
Limb 0 0 0 0
ah 300 694,80 208,440,000
0
5 Fillet 9,00 428,70 3,858,300,00 4,066,740,00
Limb 0 0 0 0
ah 300 694,80 208,440,000
0
Sumber: Lampiran 1.5.
Tabel 5.7
Proyeksi Laba Rugi Usaha Fillet Ikan (Rp)
Sumber: Lampiran 1.8.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa usaha fillet ikan merupakan usaha yang bisa
mendapatkan laba. BEP akan tercapai pada posisi penjualan Rp2.530.151.900,- dan pada saat
dicapai hasil produk 281.128 kg.
Tabel 5.9
Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun
Tabel 5.11
Analisis Sensitivitas Pendapatan turun dan Biaya operasional naik
Pendapatan Turun dan
Kriteria Kelayakan Biaya Operasional Naik
2% 3%
NPV Rp46,199,8 (Rp197,860,20
55 7)
IRR 21.85% -0.04%
Net B/C 1.09 0.62
Ratio
PBP 4.51 >5
(tahun)
Sumber : Data Primer, diolah
Pada tingkat suku bunga 18% jika pendapatan mengalami penurunan 2% dan biaya
operasional naik 2% maka usaha fillet menjadi tidak layak.
BAB VI
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
saluran air mampet dan menimbulkan bau yang kurang sedap. Kondisi pencemaran ini tidak
dikeluhkan oleh warga sekitar karena sebagian besar bermata pencaharian pada sektor
perikanan (nelayan, pengusaha, pedagang) sehingga mereka sudah terbiasa dengan bau ikan.
Sejalan dengan berkembangnya usaha fillet ikan maka perlu upaya pengembangan
usaha yang berwawasan lingkungan. Setiap pengusaha berkewajiban meminimalkan
pencemaran lingkungan dengan cara pengelolaan air limbah fillet yang baik. Untuk
pengembangan yang lebih luas dibutuhkan sarana pengelolaan limbah dengan membangun IPAL
secara terpadu.
38 FILLET IKAN
FILLET IKAN
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Usaha fillet ikan non ekonomis memiliki peluang dan potensi pengembangan di masa
mendatang mengingat pasar yang masih luas dan ketersedian bahan baku yang berlimpah.
2. Analisis kelayakan keuangan diperoleh hasil IRR 40,86% pada discount rate 18%, NPV positif
sebesar 290.259.918,- dan Net B/C Ratio sebesar 1,5, hal ini menunjukkan bahwa usaha fillet
ikan layak dilaksanakan.
3. Hasil Analisis sensitivitas usaha fillet ikan sensitif terhadap perubahan kenaikan biaya sampai
3%, sedangkan kenaikan biaya operasional sampai 3%.
4. Analisis sensifitas secara simultan yaitu penurunan pendapatan dan kenaikan biaya
operasional lebih dari 2% akan mengakibatkan usaha tidak layak dilaksanakan.
7.2 Saran
1. Untuk memperoleh rendemen daging ikan yang tinggi perlu suatu keahlian tersendiri dalam
melakukan filleting pada jenis ikan tertentu.
2. Selama proses produksi kesegaran daging ikan harus terus dijaga dengan senantiasa
mempertahankan rantai dingin yang dilakukan dengan menggunakan es yang cukup dan
merata.
3. Untuk pengembangan usaha lebih lanjut maka pengusaha fillet perlu menerapkan
pengolahan yang higienis sesuai GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP (Standard
Sanitation Operating Procedure) dan secara bertahap menerapkan HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point) agar mampu memasuki pasar yang lebih luas.
4. Untuk menggurangi pencemaran dari usaha fillet di kawasan industi pengolahan ikan, perlu
dibangun IPAL secara terpadu isehingga pencemaran dapat lebih ditekan.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta Bank Indonesia, 2004. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Pengasinan Ikan
Teri, Jakarta Haming, Murdifin, et.al, 2003. Studi Kelayakan Investasi, PPM,
Jakarta
Jusuf, Jopie, 1995. Analisis Kredit Untuk Account Officer, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Kemal, Tarwiyah. 2001, Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Dewan Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan 02/Men/2002 Tentang Sistem Manajemen Mutu
Terpadu Hasil Perikanan
Umar, Husein, 2003. Studi kelayakan Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Vitner, Yon, 2004. Ecolabelling Produk Perikanan Laut (Peluang atau Ancaman bagi
Perdagangan Perikanan, artikel Sea Food Ecolabelling Working Group (SEWG) Jakarta
Wahyuni,Mita, 2002. Teknologi Rekayasa Alat Pemisah Daging Dan Tulang Ikan (Meat Bone
Separator).
Daftar website
41
Daftar Pustaka
http://www.ristek.go.id
http://www.dfsi.net.id
http://www.dkp.go.id
http://www.bi.go.id
http://www.bapedakotategal.go.id
FILLET IKAN
43
Lampiran 1.2 Biaya Investasi Fillet Ikan
20.333.700.000
Lampiran 1.6 Perhitungan Angsuran Kredit
a. Pendapatan turun 2%
b. Pendapatan turun 3%
T
Bt Ct
NPV
(1 i)t
t 0
dimana:
Bt = manfaat yang dihasilkan dari suatu proyek pada tahun t
Ct = biaya proyek yang bersangkutan pada tahun t
t = umur ekonomis
I = suku bunga
d. Menghitung Internal Rate of Return (IRR)
Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari
arus kas yang diharapkan di masa yang akan datang atau penerimaan kas dengan
pengeluaran investasi.
Perhitungan IRR dapat dinyatakan dalam formula berikut:
n CFt
Io =
t=1 (1 + IRR)t
Dimana:
t = tahun ke
n = jumlah tahun
Io = nilai investasi awal
CFt = arus kas bersih
IRR = tingkat bunga yang dicari nilainya
Kriteria penilaiannya adalah jika IRR yang diperoleh nilainya lebih besar daripada rate of
return yang disyaratkan maka investasi dinyatakan dapat diterima. Sebaliknya apabila IRR yang
diperoleh nilainya lebih kecil daripada rate of return yang disyaratkan maka investasi dinyatakan
tidak layak
Analisa kelayakan yang digunakan hanya berupa Net Present Value (NPV) serta Internal
Rate of Return (IRR) yang dihitung dari proyeksi arus kas. Untuk menghitung besarnya NPV
serta IRR digunakan kaidah yang berlaku, yaitu :
a. Nilai penyusutan tidak dihitung
b. Nilai angsuran pokok dan bunga pinjaman tidak dihitung
c. Cash inflow atau penerimaan pada tahun terakhir ditambah dengan salvage value dari
nilai sisa harta tetap serta nilai modal kerja awal.
B/C Ratio =
B1/1 it
1
t
C1/1 it
1
Bila nilai B/C > 1 maka proyek layak diklaksanakan. Namun bila nilai B/C kurang dari satu
maka proyek tidak layak dilaksanakan
NPV BCPositif
NPV
1
BCNegatif
Keterangan :
Net B/C Ratio = Nilai bersih benefit cost ratio
NPVB-C Positif = Net Present Value positif
NPVB-C Negatif = Net Present Value negatif
Biaya Total
Total Biaya tetap + Total biaya variabel
Biaya Total =
Total Produksi
Bila biaya variabel dan biaya tetap tidak dapat dipisahkan, maka perhitungan titik impas
yang digunakan proinsip total pendapatan = total pengeluaran.
Titik Impas (Rp)
BEP (Satuan) = x Total Produksi
Harga Satuan