BUDIDAYA PEMBESARAN
IKAN NILA
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
BUDIDAYA PEMBESARAN
IKAN NILA
BANK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Buku
Pola Pembiayaan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila ini mampu diselesaikan. Penyusunan buku
ini dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM), terutama untuk menyediakan informasi baik bagi perbankan, UMKM pengusaha maupun
calon pengusaha yang berminat mengembangkan usaha tersebut. Informasi pola pembiayaan
disajikan juga dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (www.bi.go.id).
Buku Pola Pembiayaan usaha budidaya pembesaran ikan nila mengambil sampel di
Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah. Penyusunan buku dilakukan melalui survei langsung ke
lapangan dan in depth interview terhadap pelaku usaha, wawancara dan diskusi dengan
dinas/instansi terkait serta dengan pihak perbankan.
Dalam penyusunan buku pola pembiayaan ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP) dan memperoleh masukan dan
saran dari banyak pihak antara lain PT. Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, PT
Bank Negara Indonesia (Persero), Bukopin, Bank Niaga, Bank Permata, Bank Panin, Bank
Internasional Indonesia, Bank Danamon serta narasumber yang terkait baik asosiasi maupun
perorangan. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan
usaha budidaya pembesaran ikan nila, Bank Indonesia cq Biro Pengembangan UMKM - Direktorat
Kredit, BPR dan UMKM (BUMKM - DKBU) menyampaikan terimakasih.
Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi
penyempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat
menghubungi: Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Bank Indonesia
dengan alamat:
Gedung Tipikal (TP), Lt. 5
Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110
Telp: (021) 381-8581, Fax: (021) 351 – 8951
Email: Bteknis_PUKM@bi.go.id
Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi
yang berarti bagi pengembangan UMKM.
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN NILA
No UNSUR URAIAN
8 Kelayakan Usaha :
Periode Proyek 3 tahun
Produk yang Dihasilkan Ikan nila segar untuk dikonsumsi
Skala Usaha/Luas Areal 100 m2
Siklus Usaha Panen setiap 4 bulan (setahun 3 kali)
Tingkat Teknologi Sederhana yaitu pembesaran nila di kolam
budidaya
Pemasaran hasil Harga Rp 9.700,00 per kg dijual langsung ke
pedagang ikan
10 Analisis sensitivitas
(1) Penurunan Pendapatan
a. Sebesar 7%
NPV Rp2.320.853,-
IRR 21,92%
Net B/C Ratio 1,03
PBP (tahun) 5 musim
Penilaian Layak Dilaksanakan
b. Sebesar 8%
NPV - Rp1.602.258,-
IRR 18,67%
Net B/C Ratio 0,98
PBP (tahun) >3 (> dari enam musim)
Penilaian Tidak Layak Dilaksanakan
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
……………..................................………………………………......…
RINGKASAN EKSEKUTIF ii
………………………………………………………………………
DAFTAR ISI iv
……………………………………………………………………………………...
DAFTAR TABEL vi
…………………………………………………………………………..…….
DAFTAR GAMBAR vii
…………………………………………………………………………......
BAB I PENDAHULUAN 1
...……………………………………………………….…………......
1.1 Peran Budidaya Perikanan di Indonesia ………………….…………………….... 1
1.2 Perkembangan Perikanan Air Tawar …………………………………………….. 1
1.3 Budidaya Ikan Nila dan Prospeknya ……………………………………………… 2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Areal Potensi untuk Budidaya Ikan Air Tawar di Indonesia ........................... 2
Tabel 4.2 Gejala Klinis dan Pengobatan pada Ikan Nila yang Terkena Penyakit ........... 21
Tabel 5.1 Asumsi Teknis dan Parameter Keuangan Budidaya Pembesaran Ikan Nila .... 23
Tabel 5.4 Kebutuhan dan Sumber Dna Budidaya Pembesaran Ikan Nila ...................... 26
Tabel 5.5 Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ..................... 26
Tabel 5.6 Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila ………….. 27
Tabel 5.7 Proyeksi Laba Rugi Budidaya Pembesaran Ikan Nila ….…............................. 27
Gambar 3.1 Kolam Ikan Nila yang Dilengkapi dengan Timbangan ........................ 11
Gambar 4.2 Kolam Pembesaran Ikan Nila yang Memanfaatkan Sumber Air
(Umbul) ............................................................................................ 15
Gambar 4.3 Tingkat Kepadatan Ikan yang Tinggi di Kolam Pembesaran ............... 17
Gambar 4.4 Kolam yang Dilengkapi dengan Perangkat Pencegah Hama .............. 19
vii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB I
PENDAHULUAN
Perikanan Budidaya di Indonesia merupakan salah satu komponen yang penting di sektor
perikanan. Hal ini berkaitan dengan perannya dalam menunjang persediaan pangan nasional,
penciptaan pendapatan dan lapangan kerja serta mendatangkan penerimaan negara dari ekspor.
Perikanan budidaya juga berperan dalam mengurangi beban sumber daya laut. Di samping itu
perikanan budidaya dianggap sebagai sektor penting untuk mendukung perkembangan ekonomi
pedesaan.
Besarnya kontribusi perikanan budidaya dan penangkapan ikan air tawar terhadap total
produksi ikan nasional sebesar 29,1%. Total produksi perikanan budidaya meningkat 20,14% per
tahun dari 1.076.750 ton pada tahun 2001 menjadi 2.163.674 ton di tahun 2005. Peningkatan ini
merupakan dampak dari inovasi teknologi, pertambahan areal dan ketersediaan benih ikan yang
berkualitas. Pada tahun 2005, total produksi nasional dari budidaya ikan sebesar 2,16 juta ton
(Made L. Nurjana).
Menurut Made L. Nurjana (2006), perikanan budidaya air tawar dimulai sejak jaman
penjajahan Belanda dengan penebaran benih ikan karper/ikan mas (Cyprinus carpio) di kolam
halaman rumah di Jawa Barat, pada pertengahan abad 19. Praktek perikanan budidaya ini
kemudian menyebar ke bagian lain Pulau Jawa, pada awal abad 20. Namun demikian baru pada
akhir 1970 an terjadi peningkatan produksi yang luar biasa dari budidaya ikan air tawar. Adanya
pengenalan teknologi baru dalam perikanan memberikan kontribusi pada ketersediaan benih yang
dihasilkan dan perkembangan pakan ikan. Spesies yang umum dibudidayakan adalah ikan
karper/ikan mas (Cyprinus carpio), ikan nila (Oreochromis niloticus) dan gurami (Osphronemus
goramy).
Areal potensial untuk perikanan budidaya (Tabel 1.1) terdiri dari kolam, sawah (mina padi)
dan perairan umum. Perikanan budidaya di perairan umum meliputi karamba dan kolam. Perairan
umum yang cocok untuk budidaya ikan berupa sungai, danau, waduk dan lain-lain. Kegiatan
budidaya ikan yang dilakukan di perairan umum haruslah ramah lingkungan, produktif dan
1
Pendahuluan
Tabel 1.1 Areal Potensial untuk Budidaya Ikan Air Tawar di Indonesia
Ikan nila merupakan salah satu komoditas penting perikanan budidaya air tawar di
Indonesia. Ikan ini sebenarnya bukan asli perairan Indonesia, melainkan ikan introduksi yang
berasal dari Afrika (Khairuman dan Khairul Amri, 2006). Menurut sejarahnya, ikan nila pertama kali
didatangkan dari Taiwan ke Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Bogor pada tahun 1969. Setahun
kemudian ikan ini mulai disebarkan ke beberapa daerah. Pemberian nama nila berdasarkan
ketetapan Direktur Jenderal Perikanan tahun 1972. Nama tersebut diambil dari nama spesies ikan
ini, yakni nilotica yang kemudian diubah menjadi nila. Para pakar perikanan memutuskan bahwa
nama ilmiah yang tepat untuk ikan nila adalah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp.
Budidaya ikan nila disukai karena ikan nila mudah dipelihara, laju pertumbuhan dan
perkembangbiakannya cepat, serta tahan terhadap gangguan hama dan penyakit. Selain dipelihara
di kolam biasa seperti yang umum dilakukan, ikan nila juga dapat dibudidayakan di media lain
seperti kolam air deras, kantung jaring apung, karamba, sawah, bahkan dalam tambak (air payau)
sekalipun.
Salah satu daerah yang potensial untuk budidaya ikan nila di Indonesia adalah Provinsi
Jawa Tengah, khusunya Kabupaten Klaten. Bahkan ikan nila merupakan komoditas unggulah Jawa
Tengah. Ini mengingat ikan nila selain untuk konsumsi lokal juga merupakan komoditas ekspor
terutama ke Amerika Serikat dalam bentuk fillet (daging tanpa tulang dan kulit).
Budidaya ikan nila di wilayah Klaten, dilakukan di lahan kolam maupun lahan non-kolam
berupa sawah dan perairan umum seperti rawa/waduk, sungai dan genangan air lainnya.
Sementara itu luas lahan kolam di Kabupaten Klaten yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan
perikanan mencapai 110,37 ha. Namun demikian, mengingat kedalaman air dan debit air yang
terbatas dan cenderung berfluktuasi, maka hanya sebagian kecil saja yang bisa dimanfaatkan untuk
budidaya ikan. Sedangkan lahan non-kolam yang kini telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan
antara lain adalah sawah (mina padi), rawa/waduk (karamba dan jaring tancap), dan perairan
umum. Sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan air kolam adalah berupa mata air (umbul).
3
Pendahuluan
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
Di Kabupaten Klaten, perikanan budidaya ikan nila berkembang pesat. Perkembangan ini
didukung dengan adanya usaha pembenihan dan pembesaran.
Kegiatan pembenihan ikan nila di kolam sangat ditentukan oleh ketersediaan air yang
kontinyu dan dalam jumlah yang mencukupi. Di Kabupaten Klaten, Kecamatan Polanharjo dan
Kecamatan Tulung yang memiliki sumber air berlimpah berupa mata air, dikenal sebagai penghasil
benih ikan nila terbesar di wilayah tersebut. Kedua Kecamatan ini secara total memiliki andil
penyediaan benih sebesar 6,865 juta ekor/tahun atau 32,22% dari produksi benih ikan nila di
Kabupaten Klaten.
5
Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Usaha pembesaran ikan nila dilakukan di banyak Kecamatan di Kabupaten Klaten. Seperti
halnya usaha pembenihan, maka usaha pembesaran ikan nila di Kabupaten Klaten juga
berlangsung di lahan kolam maupun non kolam. Sentra pembesaran ikan di kolam terdapat di
Kecamatan Polanharjo, Kecamatan Karanganom dan Kecamatan Tulung. Faktor sumber air yang
melimpah serta banyak bermunculannya restoran apung dan kolam pemancingan di kedua
Kecamatan tersebut telah memicu usaha pembesaran ikan di sana.
Rerata produksi ikan konsumsi di kedua Kecamatan Polanhardjo sebesar 371,439 ton per
tahun sedangkan di Kecamatan Tulung 320,131 ton per tahun. Produksi ikan konsumsi di
Kecamatan Polanharjo secara pelan namun pasti terus mengalami peningkatan dibanding wilayah
lainnya. Terkait dengan perikanan budidaya ikan nila, maka pada buku pola pembiayaan usaha
kecil ini akan diuraikan lebih banyak tentang usaha pembersarannya.
Sampai saat ini petani ikan di Kecamatan Polanharjo dan Kecamatan Karanganom,
Kabupaten Klaten, belum ada yang memperoleh pinjaman dana dari perbankan. Kebutuhan dana
mereka dipenuhi oleh Koperasi Unit Desa (KUD). Untuk mendapat pinjaman, mereka harus menjadi
anggota KUD setempat. Pada umumnya mereka mengajukan pinjaman untuk biaya operasional,
antara lain untuk membeli benih atau pakan ikan. Pinjaman ini akan dilunasi setelah mereka panen
(dengan masa pinjaman sama dengan masa budidaya yaitu empat bulan). Bunga yang dibebankan
sebesar 2% per bulan.
7
Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Aspek pasar akan menguraikan tentang permintaan, penawaran serta analisis persaingan
dan peluang usaha budidaya ikan nila. Sedangkan pada aspek pemasaran akan dibahas mengenai
harga, jalur pemasaran produk, serta kendala pemasarannya.
3.1.1. Permintaan
Sampai saat ini permintaan ikan nila relatif besar yang ditunjukkan dengan hasil panen
yang hampir semuanya terserap oleh pasar. Permintaan tersebut baik untuk memenuhi pasar
domestik maupun pasar ekspor.
Pada pasar domestik permintaan ikan nila semakin meningkat seiring dengan semakin
tingginya kesadaran masyarakat mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein hewani. Data
menunjukkan bahwa pada tahun 2005, tingkat konsumsi ikan untuk masyarakat di Indonesia
mengalami kenaikan sebesar 4,51 prosen, yakni dari 23,95 kg/kapita/tahun menjadi 25,03
kg/kapita/tahun pada tahun 2006. Konsumsi ikan diperkirakan pada tahun 2007 akan menjadi
25,8 kg/kapita/tahun. Angka ini masih dibawah standar kecukupan pangan untuk ikan yang
ditetapkan yaitu sebesar 26,55 kg/kapita/tahun.
Sedangkan untuk pasar ekspor, salah satu pasar yang paling potensial adalah Amerika
Serikat. Saat ini Indonesia baru mampu memasok rata-rata 8.000 ton ikan nila per tahun (Agrina, 5
April 2007). Sementara ikan nila yang diimpor oleh Amerika Serikat dari berbagai negara sebanyak
158.253 ton. Ragam produk ikan nila yang diimpor oleh Amerika Serikat dalam bentuk utuh, fillet
(lempengan daging tanpa tulang) segar, dan fillet beku. Kebutuhan fillet ikan di Amerika setiap
tahunnya sekitar 90 juta ton. Di samping Amerika Serikat, masih banyak negara lain yang
membutuhkan pasokan ikan nila, seperti Jepang, Singapura, Hongkong, dan Eropa.
Sementara, pemasok fillet nila terbesar dunia adalah Cina, Indonesia, Thailand, Taiwan, dan
Filipina. Namun demikian jumlah seluruh pasokan tersebut masih jauh di bawah kebutuhan fillet
ikan nila. Bahkan berdasarkan data dari Food Agriculture Organization (FAO), kebutuhan ikan
untuk pasar dunia sampai tahun 2010 masih kekurangan pasokan sebesar 2 juta ton/tahun
9
Aspek Pasar dan Pemasaran
(Khairuman dan Khairul Amri, 2006). Pemenuhan kekurangan pasokan ikan ini dipenuhi dari hasil
usaha budidaya, salah satunya dari budidaya ikan nila.
Ekspor fillet nila dari Indonesia hingga saat ini hanya mampu melayani tak lebih dari 0,1%
dari permintaan pasar dunia. Peluang pasar yang masih begitu besar, menjadikan sektor bisnis
budidaya ikan nila sebagai salah satu andalan untuk menambah pemasukan devisa negara. Harga
fillet nila asal Indonesia di pasaran ekspor pun relatif tinggi, rata-rata US$ 6 per kilogram (Majalah
Trust/14/2005).
Pada pasal lokal, khususnya di wilayah penelitian, ikan nila disamping untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga untuk memasok ke restoran-restoran apung serta
tempat pemancingan, baik di Kabupaten Klaten maupun di luar Kabupaten Klaten. Biasanya usaha
kolam pemancingan akan membeli ikan nila dengan ukuran 1 kg berisi 3-4 ekor ikan nila.
Sedangkan, untuk memenuhi permintaan ekspor ikan nila, maka Di Kecamatan Tulung berdiri
pabrik Aquafarm, yang usahanya melakukan pengemasan fillet ikan nila untuk di ekspor ke luar
negeri, utamanya pasar Amerika.
Ada sejumlah alasan mengapa ikan nila sangat digemari. Warna dagingnya putih bersih,
kenyal, dan tebal seperti daging ikan kakap merah. Rasanya pun netral (tawar), sehingga mudah
diolah untuk berbagai rasa masakan. Karena merupakan hasil budi daya, pasokannya bisa
diperoleh setiap saat tanpa terpengaruh musim.
3.1.2. Penawaran
Produksi ikan nila di Kabupaten Klaten setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun
2005 produksi ikan nila di Kabupaten Klaten sebanyak 1.106.015 kg. Sedangkan pada tahun 2006,
produksi nila mengalami peningkatan sekitar 10 prosen menjadi 1.229.806 kg (Sub Dinas
Perikanan Kabupaten Klaten, 2007).
Sementara itu, luas lahan kolam di Kabupaten Klaten yang bisa dimanfaatkan untuk
kegiatan perikanan mencapai 110,37 ha. Lahan non kolam yang kini telah dimanfaatkan untuk
budidaya ikan antara lain adalah sawah (mina padi) dan rawa/waduk (karamba dan jaring tancap).
Dengan kondisi alamnya yang kaya akan sumber air, maka Kabupaten Klaten sangat potensial
untuk budidaya perikanan air tawar, khususnya ikan nila. Kolam-kolam pembesaran ikan nila ini
juga banyak dijumpai di pekarangan rumah.
Meskipun jumlah petani ikan nila cukup banyak di Kabupaten Klaten, namun karena
sampai saat ini jumlah permintaan lebih banyak dibandingkan penawaran, maka para petani ikan
nila di sana dapat dikatakan belum merasakan persaingan.
Peluang usaha untuk budidaya ikan nila ini masih sangat besar. Hal ini ditandai dengan
semakin meningkatnya kebutuhan akan pemenuhan gizi dari sumber protein hewani yang murah
serta kepedulian akan kesehatan dengan mengurangi konsumsi daging merah.
3.2.1. Harga
Penentuan harga ikan nila dilakukan oleh kelompok petani ikan dan pasar. Harga yang
diberikan untuk pedagang (yang membeli dalam jumlah banyak) berbeda dengan harga untuk
pembeli eceran. Saat survei dilakukan (tahun 2007), harga ikan nila untuk pembelian dalam jumlah
banyak sebesar Rp9.700,- per kilogram, sedangkan harga ikan nila eceran mencapai Rp12.000,-
per kilogram.
Jalur pemasaran ikan nila sangatlah sederhana. Pembeli (baik membeli dalam jumlah besar
maupun eceran) dapat langsung mendatangi pemilik kolam yang sedang panen dan membeli hasil
panenannya setelah ditimbang di tempat. Pembeli berasal dari daerah setempat dan luar daerah.
11
Aspek Pasar dan Pemasaran
Pembeli dalam partai besar (pedagang pengepul) akan menjual ikan nila tersebut untuk
restoran terapung atau tempat-tempat pemancingan. Pedagang pengepul akan mengangkut ikan
nila yang dibelinya dari pembudidaya ikan ke tempat pemancingan ikan di Kabupaten Klaten,
Boyolali, dan Semarang.
Masa budidaya usaha pembesaran ikan nila adalah 4 (empat) bulan. Apabila ikan berada di
kolam lebih dari waktu yang sudah ditentukan maka akan memperbesar biaya pakannya. Untuk itu
ikan nila setelah 4 bulan dipelihara di kolam pembesaran harus dipanen. Mengingat permintaan
ikan nila masih lebih besar dibandingkan penawarannya, sejauh ini pembudidaya ikan nila belum
merasakan adanya kendala dalam pemasaran, karena ikan yang dipanen selalu habis terjual.
BAB IV
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Lokasi usaha budidaya ikan nila sangat menentukan keberhasilan budidaya tersebut.
Terdapat beberapa persyaratan untuk lokasi budidaya ikan nila, antara lain :
a. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan ikan nila adalah jenis tanah liat/lempung. Jenis
tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat
pematang/dinding kolam.
b. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk
memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
c. Ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m di bawah permukaan
laut).
d. Air jangan terlalu keruh dan tidak tercemar baik dari limbah industri ataupun rumah tangga.
Kecerahan untuk di kolam yang baik + 45 cm sedangkan di tambak + 30 cm.
e. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih. Nilai
keasaman air (pH) berkisar 6-8,5 dengan nilai optimal 7-8.
f. Suhu air yang optimal berkisar antara 250C-300 C.
g. Ikan nila mampu hidup pada kadar garam 0-35 permil.
h. Dekat dengan sumber air, dimana sumber air bisa berasal dari saluran irigasi, sungai, sumur
ataupun umbul.
13
Aspek Teknis Produksi
Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan membesarkan benih
selepas dari kolam pendederan. Benih yang akan dibesarkan dapat berasal dari pendederan I
(gelondongan kecil) ataupun pendederan II. Kalau benih yang berasal pendederan II, berarti ukuran
benih sudah cukup besar, sehingga waktu yang dibutuhkan sampai panen tidak terlalu lama.
Usaha semacam ini mengandung resiko yang lebih kecil, karena tingkat mortalitasnya rendah.
Hasil panen yang seragam atau serempak pertumbuhannya dengan ukuran super adalah salah satu
target yang harus dicapai.
Ada 3 (tiga) faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha pembesaran, yaitu :
kualitas benih, kualitas pakan yang diberikan dan kualitas airnya itu sendiri.
1. Kualitas benih
Benih unggul berasal dari induk yang unggul, karena itu sebaiknya benih dibeli dari tempat
pembenihan yang dapat dipercaya atau yang telah mendapat rekomendasi dari pemerintah,
seperti BBI. Benih baik bisa berasal dari hasil rekayasa genetika seperti nila gift, proses seleksi,
proses persilangan dan sebagainya.
Ciri-ciri benih yang berkualitas yaitu tubuhnya tidak cacat/ luka, aktif berenang, senang
bergerombol dan apabila dikejutkan benih akan berpencar secara cepat, sisik teratur rapi dan
tidak kaku serta sirip lengkap dan proporsional.
2. Kualitas pakan
Pakan yang diberikan harus tepat dan dalam jumlah yang mencukupi. Yang dimaksud tepat
dalam hal ini adalah tepat ukuran, nilai nutrisi, keseragaman ukuran dan kualitas.
3. Kualitas air
Air yang digunakan untuk usaha pembesaran harus memenuhi syarat, dalam arti kandungan
kimia dan fisika harus layak, bebas dari pencemaran dan tersedia sepanjang waktu.
Langkah awal yang paling penting pada usaha budidaya pembesaran ikan nila adalah
mempersiapkan kolam yang akan digunakan sebagai sarana budidaya. Sebelum benih ditebarkan,
kolam harus dikeringkan selama beberapa hari. Selama pengeringan tanah perlu dibolak-balik agar
gas-gas beracun seperti H2S dan NH3 dapat menguap. Disamping itu perlu ada perbaikan
pematang, saluran air, pintu pemasukan dan pengeluaran. Hal ini dilakukan untuk mencegah
kebocoran yang menyebabkan hama masuk ke dalam kolam.
Gambar 4.2. Kolam Pembesaran Nila yang Memanfaatkan Sumber Air (Umbul)
Meskipun ada sisi baiknya, namun sumber air tersebut miskin plakton, sementara
kandungan nitrogen, besi, dan logam beratnya tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan
ikan yang dibudidayakan terganggu dan menimbulkan penyakit non infeksi.
15
Aspek Teknis Produksi
Untuk mendukung operasional maka diperlukan beberapa peralatan seperti: jala, anco,
drum, ember, timbangan, tabung oksigen, serok, jaring dan cangkul. Pada kolam intensif mestinya
harus dilengkapi dengan peralatan untuk mengukur kualitas air seperti: DO meter, pH meter,
Thermometer dan Spektrophotometer kalau memungkinkan. Alat yang terakhir ini sangat
diperlukan mengingat pada kolam intensif dihasilkan sisa buangan yang banyak dan
memungkinkan tercemarnya kolam tersebut ( NH3 dan H2S).
Benih ikan yang ditebarkan harus mempunyai kualitas yang baik dan seragam ukurannya.
Benih ditebar pada pagi/sore hari saat suhu udara masih rendah. Hal ini dimaksudkan supaya benih
ikan tidak mengalami stres.
Kepadatan atau kerapatan ikan yang dibudidayakan harus disesuaikan dengan standar atau
tingkatan budidaya. Peningkatan kepadatan akan menyebabkan daya dukung kehidupan ikan per
individu menurun. Kepadatan yang terlalu tinggi (overstocking) akan meningkatkan kompetisi
pakan, ikan mudah stress dan akhirnya akan menurunkan kecepatan pertumbuhan. Kepadatan
ikan yng dibudi-dayakan di karamba jaring apung (KJA) sebanyak 3-5 kg/m2, di keramba 5
kg/m2, sedangkan di kolam air deras antara 10-15 kg/m2.
Gambar 4.3. Tingkat Kepadatan Ikan Nila yang Tinggi di Kolam Pembesaran
Pembudidaya setempat menggunakan kepadatan 1 ton benih (sekitar 20.000 ekor) untuk
kolam seluas 100 m2. Benih yang ditebar ukurannya 5-7 cm dan diambil dari daerah setempat.
Padat penebaran sebesar itu dianggap sudah tinggi dan dapat dikategorikan dalam tipe usaha
pembesaran yang intensif.
Ikan nila termasuk dalam golongan ikan omnivora atau pemakan segala. Jenis, ukuran dan
jumlah pakan yang diberikan tergantung dari ukuran ikan nila yang dipelihara. Ada dua jenis pakan
ikan nila, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Disamping itu dapat pula diberikan pakan alternatif.
Pakan alami ikan nila adalah jasad - jasad renik, kutu air, cacing, jentik-jentik serangga dan
sebagainya. Pakan alternatif yang biasa diberikan adalah sisa - sisa dapur rumah tangga.
Yang perlu dicermati dalam pemberian pakan alternatif ini adalah bahwa pakan tersebut
merupakan reservoir parasit/mikro organisme, sehingga pemanfaatan makanan tersebut akan
melengkapi siklus hidup beberapa parasit ikan. Oleh karena itu pemberian pakan alternatif,
terutama yang sudah jelek kualitasnya (busuk) sejauh mungkin dihindari.
Kebersihan pakan, cara pemberian dan penyimpanannya perlu diperhatikan benar agar
transmisi parasit dan penyakit tidak terjadi pada hewan budidaya. Dengan melihat kekurangan
yang ada pada pakan alternatif/tambahan, maka seyogyanya ikan nila diberikan pakan buatan yang
memenuhi persyaratan baik nutrisinya maupun jumlahnya. Walaupun banyak nilai kebaikan dari
pakan buatan, tapi harus diperhatikan pula dari segi finansialnya, karena hampir 50% dari biaya
produksi merupakan biaya pakan.
17
Aspek Teknis Produksi
Pakan ikan yang digunakan oleh pembudidaya di daerah survei adalah pakan buatan (pelet).
Pakan ini diberikan dengan cara ditebarkan secara merata dengan tujuan adar setiap individu ikan
akan mendapatkannya, sehingga tidak terjadi persaingan. Dosis yang dipergunakan adalah 3-5%
dari bobot tubuhnya setiap hari. Pakan diberikan 2-3 kali sehari. Banyaknya pelet yang diberikan
untuk 1 ton benih ikan selama 4 bulan masa pemeliharaan sebanyak 170 zak, dengan berat 30 kg
per zak nya. Rincian pemberian pakan ikan dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.
4.3.3. Pemanenan
Panen ikan nila dilakukan secara total, yaitu dengan cara mengeringkan kolam hingga
ketinggian air tinggal 10 cm. Petak pemanenan atau petak penangkapan dibuat seluas 1 m2 di
depan pintu pengeluaran. Dengan demikian ikan yang sudah terkumpul akan mudah ditangkap.
Pemanenan dilakukan pada pagi hari saat cuaca belum panas dengan menggunakan waring yang
halus. Pemanenan dilakukan dengan hati-hati dan waktu yang secepatnya, hal ini untuk
menghindari luka pada ikan.
Kendala yang sering dihadapi oleh pembudidaya ikan nila adalah serangan hama dan
penyakit. Kerugian akibat hama biasanya tidak sebesar serangan penyakit. Meskipun demikian
kedua-duanya harus mendapat perhatian penuh, sehingga usaha budidaya dapat berhasil sesuai
dengan yang diharapkan.
Monitoring yang ketat dan konsisten merupakan langkah yang harus dikerjakan dalam
usaha budidaya yang modern. Monitoring tidak hanya dilakukan pada ikan yang dibudidayakan
saja, tetapi juga terhadap kondisi airnya.
Kalau diperhatikan dengan cermat, sebelum ikan terkena penyakit maka akan menunjukkan
gejala-gejala terlebih dahulu, diantaranya nafsu makan yang berkurang, gerakan menjadi lambat,
pengeluaran lendir yang berlebihan dan pada stadium selanjutnya akan terlihat perubahan warna,
bahkan mulai ada luka pada tubuhnya. Semua gejala tersebut dapat dilihat secara visual. Gejala ini
sebenarnya tidak hanya tampak pada ikannya saja, tapi juga kondisi airnya. Air kolam tampak lebih
kental atau pekat, akibat pengeluaran lendir yang berlebihan.
Apabila melihat gejala ini, maka harus segera dilakukan langkah pengobatan sebelum
penyakitnya menjadi lebih parah. Pengobatan yang lebih dini akan mengurangi jumlah ikan yang
mati, bahkan akan menyelamatkan ikan yang kita budidayakan.
4.4.1. Hama
Hama pada ikan nila yang biasanya ditemui adalah ular, kodok, “ucrit” (larva capung),
ikan–ikan buas, linsang dan burung pemakan ikan.
19
Aspek Teknis Produksi
4.4.2. Penyakit
Penyakit dapat disebabkan karena adanya gangguan dari jasad hidup atau sering disebut
dengan penyakit parasiter dan yang disebabkan oleh faktor fisik dan kimia perairan atau non
parasiter. Jasad hidup penyebab penyakit tersebut diantaranya adalah virus, jamur, bakteri,
protozoa, nematoda dan jenis udang renik.
Beberapa tindakan untuk mengatasi serangan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain:
Bakteri, jamur dan parasit merupakan sumber utama penyakit pada ikan nila, walaupun
demikian masih ada penyakit lain yang belum diketahui penyebabnya. Berikut ini disajikan tabel
yang memuat gejala klinis, diagnosa dan pengobatannya.
Tabel 4.2. Gejala Klinis dan Pengobatan pada Ikan Nila yang Terkena penyakit
21
Aspek Teknis Produksi
BAB V
ASPEK KEUANGAN
Usaha budidaya pembesaran ikan nila sangat potensial untuk dikembangkan mengingat
peluang pasar saat ini masih besar, baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Disamping
itu budidaya pembesaran ikan nila ini tidak membutuhkan tingkat teknologi tinggi dan peralatan
yang relatif mahal. Benih ikan nila dibeli pembudidaya dari Balai Benih Ikan (BBI) Sentral Janti atau
Unit Pembenihan Rakyat di Jeblok dan Sleman.
Hamparan lahan budidaya yang diusahakan oleh petani berbeda-beda antara pembudidaya
satu dengan lainnya. Salah satu pembudidaya ikan nila mengusahakan 100 m2 kolam pembesaran.
Dasar perhitungan yang akan dilakukan menggunakan asumsi dengan pendekatan satuan
luas budidaya. Satuan luas yang diambil sebagai dasar perhitungan yaitu satuan luas kolam
minimum 100 m2 (ukuran 10 m x 10 m) dalam luas lahan 110 m2. Periode proyek diasumsikan
selama 3 (tiga) tahun. Asumsi teknis dan parameter dapat ditampilkan pada tabel 5.1 dan lamp. 1.
Tabel 5.1. Asumsi Teknis dan Parameter Keuangan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila
No. U raian U n it Satu an H arg a/ u n it (R p )
23
Aspek Keuangan
Selain menggunakan tenaga sendiri, pembudidaya ikan nila juga menggunakan tenaga
kerja untuk membantu dalam usahanya. Upah tenaga kerja disesuaikan dengan standard hidup di
Kabupaten Klaten dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di sana. UMK Kabupaten Klaten tahun
2006 sebesar Rp480.250,- per bulan dengan rata- rata kenaikan Rp55.000,- (tahun 2007).
Sedangkan Kebutuhan Hidup Minimum di Kabupaten Klaten pada tahun 2006 sebesar
Rp566.764,- per bulan (Jawa Tengah Dalam Angka, 2006).
Biaya investasi adalah biaya tetap yang dikeluarkan pada saat memulai suatu usaha. Biaya
investasi utama dalam usaha budidaya ikan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Investasi aktiva tetap berupa pembuatan tanggul kolam dan saung untuk menunggu kolam.
2. Investasi peralatan berupa ember, jaring dan timbangan.
Secara rinci perhitungan biaya investasi disajikan pada tabel 5.2 atau lampiran 2 berikut ini:
Dari tabel 5.2 di atas dapat diketahui bahwa budidaya pembesaran ikan nila dengan luas
kolam 100 m2 memerlukan biaya investasi pada tahun ke 0 sebesar Rp28.520.000,-. Masing-
masing komponen biaya investasi disusut berdasarkan umur ekonomisnya dengan menggunakan
metode garis lurus (straight line method). Merujuk pada rata-rata umur ekonomis tersebut maka
diasumsikan jangka waktu proyek adalah 3 tahun.
Biaya operasional untuk budidaya pembesaran ikan nila meliputi pembelian benih ikan nila,
pakan, biaya sewa mobil, drum dan tabung okesigen untuk mengangkut benih dari penjual benih
ikan ke kolam pembudidaya, tenaga kerja (gaji pengelola dan upah tenaga kerja), isi tabung
oksigen, dan biaya listrik serta biaya pemeliharaan. Pada tabel 5.3 dan lampiran 3 disajikan rincian
biaya operasional (data terolah).
Keterangan
1 *) Periode budidaya = 4 bulan
2 **) Budidaya per tahun= 3 kali
3 Modal kerja diasumsikan untuk satu periode saja yaitu Rp 45.120.000,-. Pertimbangannya setiap akhir
periode/panen, pembudidaya langsung memperoleh pembayaran dan dapat langsung berproduksi lagi
Dari tabel 5.3 terlihat bahwa untuk usaha budidaya pembesaran ikan nila, setiap satu
periode budidaya (4 bulan) dibutuhkan biaya operasional sebesar Rp45.120.000,-. Jadi untuk
budidaya pembesaran ikan nila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dibutuhkan biaya operasional
sebesar Rp 135.360.000,- (untuk 3 kali periode budidaya). Dari jumlah ini, sebesar 82,78% nya
adalah biaya untuk pembelian pakan dan benih.
Kebutuhan dana untuk budidaya pembesaran ikan nila meliputi biaya investasi dan biaya
operasional. Pada umumnya pembudidaya memerlukan pinjaman (kredit) di awal usaha untuk
menutup biaya investasi dan biaya operasionalnya. Dana yang dibutuhkan untuk investasi dan
modal kerja awal sebesar Rp28.520.000,- + Rp45.120.000,- = Rp73.640.000,-.
Dari total kebutuhan dana awal di atas, sebagian akan dipenuhi sendiri oleh pembudidaya
dan sebagian lagi akan dipenuhi dari pinjaman (kredit) perbankan. Kebutuhan untuk membiayai
investasi akan dipenuhi dari kredit investasi yang mempunyai jangka waktu pengembalian 2 tahun.
Sedangkan kebutuhan untuk membiayai modal kerja akan dipenuhi dari kredit modal kerja yang
25
Aspek Keuangan
mempunyai jangka waktu pengembalian 1 tahun. Besarnya dana untuk masing-masing sumber
pembiayaan dapat dilihat pada tabel 5.4 atau lampiran 4.
Tabel 5.4. Kebutuhan dan Sumber Dana Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila
Sedangkan rincian angsuran per bulannya dapat dilihat di lampiran 3 dan lampiran 4. Tabel
5.5 menampilkan besarnya angsuran dan bunga kredit investasi dan modal kerja.
Tabel 5.5. Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja
Tahun Kredit Angsuran Angsuran Total Saldo Aw al Saldo Akhir
ke Pokok Bunga Angsuran
Perhitungan hasil diperoleh dari penjualan ikan nila siap konsumsi. Diasumsikan ikan nila
konsumsi mempunyai berat rata-rata 400gram. Merujuk pada jumlah bibit yang ditebar, tingkat
kematian/mortalitas serta harga jual per kg maka diperoleh pendapatan sebesar Rp.62.080.000
setiap periode atau Rp.186.240.000,- per tahun. Tabel 5.6, ditampilkan produksi dan pendapatan
yang diperoleh dari budidaya pembesaran ikan nila. Rinciaan perhitunganya dapat dilihat pada
lampiran 7.
Budidaya pembesaran ikan nila dilakukan selama 4 bulan untuk satu periode budidaya.
Untuk kolam seluas 100 m2 dapat ditebar 1.000 kg benih ikan atau ±20.000 ekor ikan dengan
ukuran 5-7 cm. Dalam satu periode budidaya diperoleh hasil panen seberat 6.400 kg ikan nila.
Rata-rata harga jual per kg sebesar Rp9.700,-.
Dengan menggunakan data dan asumsi yang ada, maka dapat diperhitungkan proyeksi
laba-rugi usaha budidaya ikan nila dengan menggunakan standar luasan kolam 100 m2. Proyeksi
laba-rugi usaha budidaya pembesaran ikan nila dapat dilihat pada tabel 5.7 atau lampiran 8.
Tabel 5.7. Proyeksi Laba Rugi Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila
TAHUN KE-
No Uraian 1 2 3 Rata-rata
1 Pendapatan 186,240,000 186,240,000 186,240,000 186,240,000
2 Biaya Operasional 135,360,000 135,360,000 135,360,000 135,360,000
3 Laba Kotor 50,880,000 50,880,000 50,880,000 50,880,000
Bunga Kredit 4,791,667 541,667 - -
4 Laba Sebelum Pajak 46,088,333 50,338,333 50,880,000 49,102,222
Biaya Penyusutan 3,506,667 3,506,667 3,506,667 3,506,667
5 Laba Kena Pajak 42,581,667 46,831,667 47,373,333 45,595,556
Pajak 4,258,167 4,683,167 4,737,333 4,559,556
6 Laba Bersih 38,323,500 42,148,500 42,636,000 41,036,000
7 Profit margin (%) 20.58 22.63 22.89 22.03
27
Aspek Keuangan
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun pertama budidaya pembesaran ikan nila
telah mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 38.323.500,-dengan profit margin sebesar
20,58%. Untuk tahun kedua dan ketiga besarnya laba yang diterima akan lebih besar karena
beban kredit yang semakin menurun seiring dengan pelunasan pinjamannya.
Sedangkan untuk Break Even Point (BEP) rata-rata penjualan adalah Rp.76.464.460,- dan
BEP rata-rata produksi adalah 3.983 kg. Perhitungan BEP secara rinci dapat dilihat pada lampiran 9.
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus
masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan ikan nila
hasil pembesaran (siap konsumsi) selama satu tahun, dimana asumsi kapasitas usaha berpengaruh
pada besarnya volume produksi yang akan menentukan nilai total penjualan, sehingga arus masuk
menjadi optimal. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya modal kerja, biaya operasional
termasuk angsuran pokok, angsuran bunga.dan pajak penghasilan.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan nila ini
menguntungkan karena pada discount factor 20% per tahun net B/C ratio sebesar 1,40 (> 1) dan
NPV sebesar Rp.29.782.631,- (> 0). Sedangkan nilai IRR 43,80% (> discount rate) maka berarti
proyek ini masih layak dilakukan sampai pada tingkat suku bunga sebesar 43,80% per tahun.
Perhitungan kelayakan ditampilkan pada table 5.8. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10.
Pada tabel 5.7 juga dapat diketahui bahwa jangka waktu pengembalian seluruh biaya
investasi/PBP (usaha) adalah ±2 tahun (2,08 tahun=empat musim budidaya). Dengan demikian
usaha ini layak dilaksanakan karena jangka waktu pengembalian investasi lebih kecil dari periode
proyek yaitu 3 tahun. Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa usaha
budidaya pembesaran ikan nila Layak dan Menguntungkan.
IRR 43.80%
PBP (usaha) - tahun 2.08 (empat musim)
PBP (kredit) 1.35
DF 20%
PV Benefit 398,098,148
PV Cost 368,315,517
B/C Ratio 1.08
NPV 29,782,631
NetB/C Ratio
Cash Flow (+) 103,388,681
Cash Flow (-) (73,640,000)
Net B/C ratio 1.40
Sumber : Data primer diolah
Analisis kelayakan investasi dan keuangan di atas didasarkan pada kondisi normal sesuai
dengan asumsi di Tabel 5.1, yang menunjukkan bahwa usaha budidaya ikan nila ini layak secara
finansial. Selain itu juga akan dilihat analisis sensitivitas dari usaha budidaya ini didasarkan pada
skenario perubahan variabel pendapatan dan biaya, sebagai berikut :
1. Skenario 1
Apabila terjadi penurunan pendapatan, sedang-kan biaya operasional dan komponen lainnya
tetap/konstan. Penurunan pendapatan ini dapat terjadi bila hasil produksi turun misalnya
karena adanya serangan hama dan penyakit atau harga jual ikan turun.
2. Skenario 2
Apabila terjadi kenaikan biaya operasional sedangkan pendapatan dan komponen lainnya
tetap/konstan. Kenaikan biaya operasional dapat berupa kenaikan harga benih, pakan dan
komponen biaya operasional lainnya.
3. Skenario 3
29
Aspek Keuangan
Apabila terjadi penurunan pendapatan dan juga kenaikan biaya operasional secara bersama-
sama.
Pada skenario I, dengan penurunan pendapatan usaha sebesar 7%, usaha budidaya
pembesaran ikan nila ini masih layak dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah
kriteria kelayakan investasi (pada discount rate 20%) yaitu: net B/C sebesar 1,03 (> 1), NPV sebesar
Rp.2.320.853,- (> 0), nilai IRR 21,92% (> discount rate), PBP (usaha) adalah lima musim (<3 tahun
periode proyek).
Saat pendapatan usaha turun sebesar 8%, usaha budidaya pembesaran ikan nila, sudah
tidak layak dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan investasi
(pada discount rate 18%) antara lain: NPV negatif (Rp1.602.258,-), nilai IRR 18,67% (< discount
rate), PBP (usaha) lebih lama dari umur proyek (> 3tahun) dan net B/C sebesar 0,98 (< 1).
b. Pendapatan turun = 8%
IRR 18.67%
PBP (usaha) - tahun >3
PBP (kredit) 2.08
DF 20%
PV Benefit 366,713,259
PV Cost 368,315,517
B/C Ratio 1.00
NPV (1,602,258)
NetB/C Ratio
Cash Flow (+) 72,003,792
Cash Flow (-) (73,640,000)
Pada skenario II, dengan kenaikan biaya operasional sebesar 10%, usaha budidaya ikan nila
ini masih layak dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan
investasi (pada discount rate 18%) antara lain: net B/C sebesar 1,02 (> 1), NPV sebesar
Rp.1.269.298,- (> 0), nilai IRR 21,05% (> discount rate), PBP (usaha) adalah lima musim (< 3tahun
periode proyek).
Ketika kenaikan biaya operasional mencapai 11% maka usaha ini sudah tidak layak
dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan investasi (pada
discount rate 20%) sebagai berikut: net B/C sebesar 0,98 (< 1), NPV negatif (Rp.1.582.035), dan
nilai IRR 18,68% (< discount rate). Selain itu PBP (usaha) lebih besar dari periode proyek yaitu 3
tahun.
31
Aspek Keuangan
Sedangkan skenario III, pada saat terjadi penurunan pendapatan sekaligus kenaikan biaya
operasional masing-masing sebesar 4%, usaha budidaya pembesaran ikan nila ini masih layak
dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan investasi (pada
discount rate 20%) sebagai berikut: net B/C sebesar 1,04 (> 1), NPV sebesar Rp. 2.684.853,- (> 0),
nilai IRR 22,22% (> discount rate), PBP (usaha) adalah lima musim (<3 tahun periode proyek).
IRR 22.22%
PBP (usaha) - tahun Lima musim
PBP (kredit) 1.94
DF 20%
PV Benefit 382,405,704
PV Cost 379,720,850
B/C Ratio 1.01
NPV 2,684,853
NetB/C Ratio
Cash Flow (+) 76,290,903
Cash Flow (-) (73,640,000)
Net B/C ratio 1.04
Hasil analisis sensitivitas di atas menunjukkan bahwa proyek ini lebih sensitif terhadap
penurunan pendapatan dibandingkan kenaikan biaya operasional. Dengan memperhatikan kriteria
jangka waktu pengembalian investasi (pay back period usaha), proyek ini sensitif pada penurunan
pendapatan sebesar 7%, artinya jika penurunan pendapatan lebih besar dari 7% tiap tahunnya
proyek ini menjadi tidak layak/merugi. Sedangkan jika dilihat dari perubahan biaya operasional,
proyek ini sensitif pada kenaikan biaya operasional sebesar 10% dengan asumsi biaya investasi dan
pendapatan tetap. Artinya jika kenaikan biaya operasional lebih besar dari 10% tiap tahun, proyek
ini menjadi tidak layak/merugi. Analisis sensitivitas gabungan menunjukkan bahwa proyek ini
sensitif pada kondisi terjadi penurunan pendapatan sekaligus kenaikan biaya operasional masing-
masing sebesar 4%.
BAB VI
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Usaha budidaya ikan nila memberikan manfaat secara ekonomis bagi masyarakat setempat,
antara lain berupa :
1. Penyediaan lapangan kerja, bukan hanya bagi petani ikan, tetapi juga pihak-pihak lain
yang terkait dengan usaha budidaya ini, seperti pedagang ikan, buruh, usaha
pengangkutan dan lain-lain.
2. Sumber pendapatan keluarga bagi pembudidaya dan pihak-pihak lain yang terkait dengan
usaha budidaya ini.
3. Meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDRB) Pemerintah Daerah setempat baik melalui
peningkatan volume produksi dan atau perluasan pasar.
4. Sumber penerimaan devisa negara melalui penjualan ikan nila baik dalam bentuk utuh
beku, fillet segar, atau fillet beku ke pasar luar negeri (ekspor).
5. Usaha ini juga memiliki kaitan ke hulu (backward linkage) yaitu pada usaha pembuatan
pakan ikan, pupuk buatan serta budidaya pembenihan ikan nila. Disamping itu juga
memiliki kaitan ke hilir (forward linkage) seperti pada usaha perdagangan ikan, jasa
pengangkutan, rumah makan, jasa rekreasi peman-cingan, pengolahan fillet ikan, dan
sebagainya.
Dengan tersedianya sumber protein yang harganya terjangkau oleh sebagian besar
masyarakat, maka secara tidak langsung usaha budidaya ikan nila ini juga bermanfaat untuk
memperbaiki gizi masyarakat. Disamping itu dengan menyediakan lapangan kerja, budidaya ikan
nila ini dapat berfungsi untuk mengurangi tingkat pengangguran, yang pada akhirnya juga
berdampak pada pengurangan kemiskinan dan kerawanan sosial.
33
Aspek Ekonomi, Sosial dan Dampak Lingkungan
Pada saat penggantian air kolam, maka air yang mengalir dari kolam ikan nila tersebut
bercampur dengan kotoran ikan, sisa-sisa makanan dan ikan yang mati, yang kadang-kadang
menimbulkan bau tidak sedap. Air kolam tersebut dapat dianggap mencemari ataupun
mendukung lingkungan tergantung pada lokasi budidaya. Jika lokasi budidaya ikan nila dilakukan
di perairan umum, dapat dianggap menimbulkan pencemaran air dan udara karena kotoran dan
baunya. Namun bila budidaya ikan ini dilakukan di lahan yang bercampur dengan tanaman atau di
sawah, air kolam yang bercampur kotoran ini justru dianggap menyuburkan tanaman.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang usaha budidaya pembesaran ikan nila dapat disimpulkan bahwa:
1. Usaha budidaya pembesaran ikan nila cocok dilakukan di daerah yang mempunyai sumber air
yang cukup dan bersih. Usaha ini mudah dilakukan karena ikan nila merupakan ikan yang
mudah dipelihara, laju pertumbuhan dan perkembangbiakannya cepat, serta relative tahan
terhadap gangguan hama dan penyakit.
2. Usaha ini memiliki prospek yang cerah. Peluang pasarnya, baik pasar domestik maupun pasar
internasional masih sangat terbuka, dengan diindikasikan permintaan yang cenderung
meningkat. Disamping dijual ke rumah tangga, kolam terapung dan kolam pancingan, ikan nila
yang cukup beratnya (lebih dari 0,5 kg/ekor) menjadi bahan untuk fillet yang akan di ekspor ke
luar negeri. Fillet ikan nila dari Indonesia hingga saat ini hanya mampu melayani tidak lebih dari
0,1% dari permintaan pasar dunia.
3. Hasil analisis kelayakan keuangan dengan menggunakan indikator NPV, IRR dan Net B/C Ratio
diperoleh hasil sebagai berikut :
a. NPV positif sebesar Rp.29.782.631,-.
b. IRR sebesar 43,80%, yang berarti lebih tinggi dari tingkat bunga bank diskonto sebesar
20%.
c. Net B/C Ratio sebesar 1,40 yang berarti usaha ini layak karena Net B/C Ratio > 1.
5. Berdasarkan analisis sensitivitas skenario 2 dengan asumsi terjadi kenaikan biaya operasional
sebesar 10%, sedangkan pendapatan dan komponen lainnya tetap/konstan, maka usaha
budidaya pembesaran ikan nila ini masih layak untuk dilaksanakan. Kelayakan usahanya dapat
35
Kesimpulan dan Saran
dilihat dari nilai NPV yang positif sebesar Rp1.269.298,-, IRR yang lebih besar dari tingkat suku
bunga (21,05% > 20%), dan Net B/C sebesar 1,02 lebih besar dari angka satu. Namun
demikian, apabila kenaikan biaya operasional lebih dari 10%, maka usaha ini tidak layak lagi
untuk dilaksanakan.
7. Usaha budidaya pembesaran ikan nila memberikan dampak positif terhadap kehidupan
ekonomi masyarakat setempat dalam bentuk penyediaan lapangan kerja dan atau sebagai
sumber pendapatan baik bagi pembudidaya ikan nila maupun pelaku usaha yang terkait
dengan usaha budidaya ini.
7.2. Saran
Meskipun penjualan ikan sudah memberikan keuntungan bagi pembudidaya, namun perlu
adanya penciptaan nilai tambah dari ikan-ikan yang tersisa (yang tidak terjual karena beratnya
relatif kecil atau ikan yang terluka). Misalnya pembuatan makanan dari ikan nila, seperti abon,
dendeng dan lain-lain. Untuk itu diperlukan intervensi dari Dinas Perikanan dan dinas terkait
lainnya (misalnya Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil) untuk mendampingi pembudidaya
ikan nila dalam mengolah hasil ikannya.
Disamping itu peranan dari Dinas Perikanan setempat masih sangat diperlukan untuk
memberikan bimbingan dan penyuluhan dalam usaha budidaya ikan nila agar tingkat kematian
ikan dapat diturunkan dan produktivitas pembudidaya dapat ditingkatkan.
Mengingat prospek dan potensinya yang besar maka perlu adanya keterlibatan lembaga
keuangan (perbankan) untuk membantu dalam pendanaan usaha budidaya ikan nila. Koordinasi
yang baik antara Dinas Perikanan dengan Perbankan setempat sehingga pembudidaya ikan nila ini
dapat memperoleh bantuan kredit dari perbankan.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Santoso, Nila: Sumber Protein Hewani, Bernilai Ekonomi Tinggi, 1996, Penerbit Kanisius
Kemal Prihatman, Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Proyek Pengembangan Ekonomi
Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Khairul Amri dan Khairuman, Budi daya Ikan Nila Secara Intensif, 2006, PT Agromedia Pustaka
Susanti Dian dkk, Pembenihan Nila Gift dan Jantanisasi, Departemen Pertanian Jawa Barat No.
35/Kpts/LP.120/X/2000
http://www.bi.go.id
http://www.bri.go.id
http://www.iptek.net.id
http://www.softwarelabs.com
37
Daftar Pustaka
LAMPIRAN
Lampiran 1: Asumsi Teknis dan Parameter Keuangan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila
No. Uraian Unit Satuan Harga per Nilai (Rp) Umur Penyusutan
unit (Rp) Ekonomis
1 Sewa lahan 110 m2 3,000,000 3,000,000 3 1,000,000
2 Pembuatan tanggul keliling dinding kolam 40 meter 400,000 16,000,000 8 2,000,000
3 Gubug / saung menunggu 1 unit 750,000 750,000 3 250,000
4 Harga Jaring 1 rol 350,000 350,000 3 116,667
5 Ember 2 buah 60,000 120,000 3 40,000
6 Timbangan 1 buah 300,000 300,000 3 100,000
7 Pengerukan Lahan 1 paket 8,000,000 8,000,000
39
Lampiran
Keterangan
1 *) Periode budidaya = 4 bulan
2 **) Budidaya per tahun= 3 kali
3 Modal kerja diasumsikan untuk satu periode saja yaitu Rp 45.120.000,-. Pertimbangannya setiap akhir
periode/panen, pembudidaya langsung memperoleh pembayaran dan dapat langsung berproduksi lagi
Lampiran 4: Kebutuhan dan Sumber Dana Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila
20,000,000
Bulan 1 833,333 166,667 1,000,000 19,166,667
Bulan 2 833,333 159,722 993,056 18,333,333
Bulan 3 833,333 152,778 986,111 17,500,000
Bulan 4 833,333 145,833 979,167 16,666,667
Bulan 5 833,333 138,889 972,222 15,833,333
Bulan 6 833,333 131,944 965,278 15,000,000
Bulan 7 833,333 125,000 958,333 14,166,667
Bulan 8 833,333 118,056 951,389 13,333,333
Bulan 9 833,333 111,111 944,444 12,500,000
Bulan 10 833,333 104,167 937,500 11,666,667
Bulan 11 833,333 97,222 930,556 10,833,333
Bulan 12 833,333 90,278 923,611 10,000,000
Bulan 13 833,333 83,333 916,667 9,166,667
Bulan 14 833,333 76,389 909,722 8,333,333
Bulan 15 833,333 69,444 902,778 7,500,000
Bulan 16 833,333 62,500 895,833 6,666,667
Bulan 17 833,333 55,556 888,889 5,833,333
Bulan 18 833,333 48,611 881,944 5,000,000
Bulan 19 833,333 41,667 875,000 4,166,667
Bulan 20 833,333 34,722 868,056 3,333,333
Bulan 21 833,333 27,778 861,111 2,500,000
Bulan 22 833,333 20,833 854,167 1,666,667
Bulan 23 833,333 13,889 847,222 833,333
Bulan 24 833,333 6,944 840,278 0
Total 20,000,000 2,083,333 22,083,333
41
Lampiran
Ringkasan Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Inv estasi dan Modal Kerja
Lampiran 7: Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila
Keterangan
a. Jumlah benih ditebar= 1000 kg=20.000 ekor
b. Tingkat mortalitas= 20%
c. Jumlah ikan hidup=20.000 - (20.000*20%) = 16.000 ekor
d. Rata-rata berat ikan saat panen = 400gram
e. Total berat ikan saat panen = (16.000 x 400g)/1000 = 6.400kg
43
Lampiran
TAHUN KE-
No Uraian 1 2 3 Rata-rata
1 Pendapatan 186,240,000 186,240,000 186,240,000 186,240,000
2 Biaya Operasional 135,360,000 135,360,000 135,360,000 135,360,000
3 Laba Kotor 50,880,000 50,880,000 50,880,000 50,880,000
Bunga Kredit 4,791,667 541,667 - -
4 Laba Sebelum Pajak 46,088,333 50,338,333 50,880,000 49,102,222
Biaya Penyusutan 3,506,667 3,506,667 3,506,667 3,506,667
5 Laba Kena Pajak 42,581,667 46,831,667 47,373,333 45,595,556
Pajak 4,258,167 4,683,167 4,737,333 4,559,556
6 Laba Bersih 38,323,500 42,148,500 42,636,000 41,036,000
7 Profit margin (%) 20.58 22.63 22.89 22.03
TAHUN
No Uraian 1 2 3
1 Hasil Penjualan Produk 186,240,000 186,240,000 186,240,000
2 Biay a Variabel
a Benih 33,000,000 33,000,000 33,000,000
b Pakan 79,050,000 79,050,000 79,050,000
c Pajak 4,258,167 4,683,167 4,737,333
Total Biay a Variabel 116,308,167 116,733,167 116,787,333
3 Biay a Tetap
a Tenaga kerja 21,600,000 21,600,000 21,600,000
b Produksi 1,710,000 1,710,000 1,710,000
c Biaya Penyusutan 3,506,667 3,506,667 3,506,667
d Bunga Kredit 4,791,667 541,667
Total Biay a Tetap 31,608,333 27,358,333 26,816,667
BEP Rata-rata
1 Nilai penjualan (Rp) 76,464,460
2 Jumlah Penjualan/produksi (kg) 3,983
45
Lampiran
Lampiran 10: Proyeksi Arus Kas Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila
TAHUN
URAIAN 0 1 2 3
Inflow
a. Pendapatan - 186,240,000 186,240,000 186,240,000
b. Dana sendiri 23,640,000
c. Kredit investasi 20,000,000
d. Kredit modal kerja 30,000,000
e. Nilai sisa 10,000,000
Total Inflow 73,640,000 186,240,000 186,240,000 196,240,000
Total Inflow untuk IRR - 186,240,000 186,240,000 196,240,000
Outflow
a. Investasi 28,520,000 - - -
b. Modal kerja 45,120,000
c. Biaya operasional - 135,360,000 135,360,000 135,360,000
d. Angsuran pokok 40,000,000 10,000,000
e. Bunga Kredit perbankan 4,791,667 541,667
f. Pajak - 4,258,167 4,683,167 4,737,333
Total Outflow 73,640,000 184,409,833 150,584,833 140,097,333
Total Outflow untuk IRR 73,640,000 139,618,167 140,043,167 140,097,333
47
Lampiran
TAHUN
URAIAN 0 1 2 3
Inflow
a. Pendapatan - 171,340,800 171,340,800 171,340,800
b. Dana sendiri 23,640,000
c. Kredit investasi 20,000,000
d. Kredit modal kerja 30,000,000
e. Nilai sisa 10,000,000
Total Inflow 73,640,000 171,340,800 171,340,800 181,340,800
Total Inflow untuk IRR - 171,340,800 171,340,800 181,340,800
Outflow
a. Investasi 28,520,000 - - -
b. Modal kerja 45,120,000
c. Biaya operasional - 135,360,000 135,360,000 135,360,000
d. Angsuran pokok 40,000,000 10,000,000
e. Bunga Kredit perbankan 4,791,667 541,667
f. Pajak - 4,258,167 4,683,167 4,737,333
Total Outflow 73,640,000 184,409,833 150,584,833 140,097,333
Total Outflow untuk IRR 73,640,000 139,618,167 140,043,167 140,097,333
49
Lampiran
TAHUN
URAIAN 0 1 2 3
Inflow
a. Pendapatan - 186,240,000 186,240,000 186,240,000
b. Dana sendiri 23,640,000
c. Kredit investasi 20,000,000
d. Kredit modal kerja 30,000,000
e. Nilai sisa 10,000,000
Total Inflow 73,640,000 186,240,000 186,240,000 196,240,000
Total Inflow untuk IRR - 186,240,000 186,240,000 196,240,000
Outflow
a. Investasi 28,520,000 - - -
b. Modal kerja 45,120,000
c. Biaya operasional - 150,249,600 150,249,600 150,249,600
d. Angsuran pokok 40,000,000 10,000,000
e. Bunga Kredit perbankan 4,791,667 541,667
f. Pajak - 4,258,167 4,683,167 4,737,333
Total Outflow 73,640,000 199,299,433 165,474,433 154,986,933
Total Outflow untuk IRR 73,640,000 154,507,767 154,932,767 154,986,933
51
Lampiran
TAHUN
URAIAN 0 1 2 3
Inflow
a. Pendapatan - 176,928,000 176,928,000 176,928,000
b. Dana sendiri 23,640,000
c. Kredit investasi 20,000,000
d. Kredit modal kerja 30,000,000
e. Nilai sisa 10,000,000
Total Inflow 73,640,000 176,928,000 176,928,000 186,928,000
Total Inflow untuk IRR - 176,928,000 176,928,000 186,928,000
Outflow
a. Investasi 28,520,000 - - -
b. Modal kerja 45,120,000
c. Biaya operasional - 142,128,000 142,128,000 142,128,000
d. Angsuran pokok 40,000,000 10,000,000
e. Bunga Kredit perbankan 4,791,667 541,667
f. Pajak - 4,258,167 4,683,167 4,737,333
Total Outflow 73,640,000 191,177,833 157,352,833 146,865,333
Total Outflow untuk IRR 73,640,000 146,386,167 146,811,167 146,865,333
Angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran bunga pada
periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap bulannya. Sedangkan jumlah ansguran
bunga tergantung sistem menurun atau flat.
Cicilan Pokok = Jumlah pinjaman/periode angsuran (n)
Bunga x %menurun = i % x jumlah (sisa) pinjaman
Bunga x %flat = i %x jumlah pinjaman/periode angsuran (n)
Jumlah angsuran = Cicilan Pokok + Bunga
b. Menghitung Jumlah Penyusutan (Depresiasi) dengan Metode Garis Lurus tanpa Nilai Sisa
Kriteria NPV menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang
penerimaan-penerimaan kas bersih (operational maupun terminal cash flow) di masa yang akan
datang. Apabila nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang
lebih besar daripada nilai sekarang investasi (NPV positif), maka proyek ini dikatakan
menguntungkan sehingga diterima. Sedangkan apabila lebih kecil (NPV negatif), maka proyek
ditolak karena dinilai tidak menguntungkan.
Perhitungan NPV dapat dinyatakan dalam formula berikut:
T
Bt Ct
NPV
t 0 (1 i ) t
dimana:
Bt = manfaat yang dihasilkan dari suatu proyek pada tahun t
Ct = biaya proyek yang bersangkutan pada tahun t
t = umur ekonomis
i = suku bunga
53
Lampiran
Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus
kas yang diharapkan di masa yang akan datang atau penerimaan kas dengan pengeluaran
investasi.
Dimana:
t = tahun ke
n = jumlah tahun
Io = nilai investasi awal
CFt = arus kas bersih
IRR = tingkat bunga yang dicari nilainya
Kriteria penilaiannya adalah jika IRR yang diperoleh nilainya lebih besar daripada rate of return
yang disyaratkan maka investasi dinyatakan dapat diterima. Sebaliknya apabila IRR yang
diperoleh nilainya lebih kecil daripada rate of return yang disyaratkan maka investasi dinyatakan
tidak layak
Analisa kelayakan yang digunakan hanya berupa Net Present Value (NPV) serta Internal Rate of
Return (IRR) yang dihitung dari proyeksi arus kas. Untuk menghitung besarnya NPV serta IRR
digunakan kaidah yang berlaku, yaitu :
Nilai penyusutan tidak dihitung
Nilai angsuran pokok dan bunga pinjaman tidak dihitung
Cash inflow atau penerimaan pada tahun terakhir ditambah dengan salvage value dari nilai
sisa harta tetap serta nilai modal kerja awal.
Contoh perhitungan NPV dan IRR dengan program Microsoft Excel adalah sebagai berikut:
a. Menyusun tabel cashflow dari proyeksi arus kas yang ada, misalnya:
A B C D E F G
b. Untuk mencari nilai NPV, maka diketik =NPV(0.2,b4:g4) kemudian tekan enter di keyboard
(angka 0.2 berarti tingkat sukubunga adalah 20%. Dari contoh ini akan diperoleh NPV = -
Rp.252,65. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat sukubunga 20% atau 0.2 diperoleh
NPV negatif, berarti proyek tidak layak jika diberi kredit dengan tingkat sukubunga 20%.
Apabila tingkat sukubunga diganti dengan 0.15 atau 15%, maka diperoleh NPV=
Rp.733.45 (positif, berarti proyek layak jika tingkat sukubunga kredit 15%).
c. Untuk mencari nilai IRR, maka diketik =IRR(b4:g4) kemudian tekan enter, hasil yang
diperoleh IRR = 18,59%. Hal ini berarti tingkat sukubunga kredit yang bisa diberikan
kepada proyek maksimum adalah 18,59% per tahun.
d. Untuk mengontrol hasil IRR tersebut benar atau salah bisa digunakan rumus NPV di atas
dengan merubah angka 0.2 dengan 0.1859. Jika hasil NPV = 0 (atau mendekati 0,
mengingat adanya pembulatan nilai IRR), maka berarti nilai IRR yang diperoleh sudah
benar.
BCR adalah perbandingan nilai sekarang dengan faktor diskonto tertentu antara arus
pendapatan dengan arus pembiayan proyek. Rasio manfaat biaya ini memberikan sinyal sampai
seberapa besar setiap satu tupiah yang diinvestasikan mampu memberikan manfaat.
55
Lampiran
B1 / 1 i t
1
B/C Ratio = t
C1 / 1 i t
1
Bila nilai B/C > 1 maka proyek layak diklaksanakan. Namun bila nilai B?C kurang dari satu
maka proyek tidak layak dilaksanakan.
Net B/C ratio adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present
value total dari benefit bersih dalam tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif. Sedangkan
penyebut terdiri dari present value total dari benefit bersih dalam tahun dimana benefit itu
bersifat negatif. Cara menghitung Net B/C dapat menggunakan rumus:
NPV
1
B CPositif
Net B/C Ratio = t
NPV
1
B CNegatif
Keterangan :
Net B/C Ratio = Nilai bersih benefit cost ratio
NPVB-C Positif = Net Present Value positif
NPVB-C Negatif = Net Present Value negatif
BEP adalah suatu kondisi pada saat tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan
besarnya pengeluaran proyek sehingga pada saat itu proyek tidak mengalami keuntungan
ataupun kerugian. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan beberapa cara:
Biaya Variabel
Total Biaya variabel
BEP (Satuan) =
Total Produksi
Biaya Total
Total Biaya tetap + Total biaya variabel
Biaya Total =
Total Produksi
Bila biaya variabel dan biaya tetap tidak dapat dipisahkan, maka perhitungan titik impas yang
digunakan proinsip total pendapatan = total pengeluaran, yaitu:
57
Lampiran