Anda di halaman 1dari 11

MUNAS ICEMPO, HARI KIMIA PEMBANGKIT 2009, JAKARTA 1-2 DESEMBER 2009

PENGARUH MOISTURE BATUBARA LOW RANK TERHADAP PERFORMA


POWER PLANT DAN PEMANFAATAN PANAS GAS BUANG SEBAGAI SUMBER
PANAS UNTUK EXTERNAL COAL DRYING GUNA MENINGKATKAN
EFFICIENCY DAN MENGURANGI POLUTAN SAAT MENGGUNAKAN
BATUBARA LOW RANK
Agus Wibawa1, Rahmat Hidayat Ayak2
1. Engineer Mekanik, Departemen Enjiniring, Unit Pembangkitan Paiton, PT.Pembangkitan Jawa Bali
2. Engineer Kimia, Departemen Enjiniring, Unit Pembangkitan Paiton, PT.Pembangkitan Jawa Bali
Kontak Person:
Agus Wibawa
Telepon: 081-332830225, E-mail: agus.wibawa@ptpjb.com ; aghost.wibawa@gmail.com

Abstraksi – Batubara low rank mengandung moisture yang nasional (RUPTL,2006). Melihat komposisi produksi listrik per
lebih tinggi bila dibandingkan batubara high rank. Hal ini jenis bahan bakar di Jawa Bali (representasi nasional), sebagian
menyebabkan pembangkit yang menggunakan batubara low rank besar pembangkit adalah berbahan bakar batubara (Gb.2).
memiliki thermal efficiency rendah, polutan tinggi, banyak Kebijakan ini untuk mengantisipasi tingginya harga bahan
permasalahan di sisi pemeliharaan dan operasional. Makalah ini
membahas tentang pengaruh moisture batubara terhadap
bakar minyak dan gas. Batubara yang akan digunakan di
peralatan utama pembangkit seperti furnace, pulverizer, air pembangkit baru adalah batubara low rank karena memang
heater, electric precipitator, coal handling dan ash handling. Selain cadangannya yang paling banyak.
itu juga akan dibahas pengaruh moisture terhadap boiler Karakteristik batubara low rank adalah memiliki kadar
efficiency serta produksi polutan (CO2, SOx, NOx, particulate fly moisture tinggi dan nilai kalor yang rendah [10]. Dua
ash). Sebuah konsep external drying dengan fixed bed drier yang karakteristik ini menyebabkan pembangkit yang berbahan
memanfaatkan panas dari gas buang dibahas di makalah ini bakar low rank akan menemui banyak permasalahan, baik di
sebagai salah satu alternatif solusi penyelesaian. Target yang sisi operasional, maintenance maupun polutan [2]. Dari sisi
ingin dicapai adalah penurunan moisture dan kenaikkan nilai operasional, moisture yang tinggi menyebabkan boiler
kalor batubara low rank sebelum masuk ruang bakar (furnace).
Untuk memprediksi performa drying, dilakukan perhitungan
efficiency rendah [1]. Sedangkan nilai kalor yang rendah
analitis matematis dan eksperimen pada fixed bed drier dari plate menyebabkan tingginya auxillary power (power untuk
fin and tube water to air heat exchanger. Sebagai estimasi, pulverizer, primary air fan, force draft fan, induce draft fan,
dilakukan perhitungan secara menyeluruh terhadap coal and ash handling motor). Dengan naiknya beban di
kemungkinan pemasangan fixed bed drying system di power plant. pulverizer, fan dan motor maka jelas reliability akan menurun
Termasuk prediksi performa pembangkit (heat rate, boiler serta biaya maintenance akan tinggi. Batubara low rank juga
efficiency, auxillary power) dan perkiraan biaya investasi serta menyebabkan polutan yang tinggi (CO2, SOx, NOx, fly ash
potensi keuntungan yang didapatkan. Dengan menaikkan nilai particulate). Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk
kalor sebesar 111 kcal/kg maka boiler efficiency dan thermal mengatasi permasalahan tersebut diatas adalah dengan
efficiency bisa naik 0.30% dan 0.12%. Secara overall performance,
pengeringan batubara memberikan pengaruh positif terhadap
melakukan coal treatment yaitu dengan mengeringkan batubara
power plant. Pemasangan fixed bed drier untuk external drying bisa sebelum dibakar di furnace [4],[10]. Proses pengeringan akan
menaikkan efficiency, reliability dan menurunkan polutan. Dan menurunkan kadar moisture batubara sehingga nilai kalor
secara ekonomis layak untuk diimplementasikan pada power plant batubara akan naik. Proses pengeringan batubara seperti ini
yang menggunakan batubara low rank. dikenal sebagai external drying [5].

Kata kunci: batubara low rank, moisture, external drying Cadangan Batubara (2003)
Departemen ESDM

I. PENDAHULUAN Lignite
(1,5114.07 juta ton)
0.99%
15.51%
Dari data Departmen Energi dan Sumber Daya Mineral 26.13% Subbituminous
(33,190.53 juta ton)
(ESDM), sebagian besar deposit batubara di Indonesia adalah
tergolong batubara low rank yaitu subbituminous dan lignite. Bituminous (8,969.76
juta ton)
Besarnya sekitar 83% dari total deposit (Gb.1). Sedangkan
sebagian kecilnya adalah medium dan high rank yaitu 57.38% Anthracite (58.68
juta ton)
bituminous sebesar 16% dan Anthracite sebesar 1%. Sampai
tahun 2020, pemerintah berencana membangun 20.000 MW
pembangkit listrik baru untuk memenuhi kebutuhan listrik Gb.1. Cadangan batubara nasional (ESDM,2003)
proses drying telah selesai maka partikel batubara mulai
mengalami perubahan komposisi dengan melepas volatile dan
terjadilah pembakaran (ignition). Volatile adalah kandungan
gas-gas yang ada di batubara. Dalam proses ini akan terjadi
pelepasan carbon monoxide, hydrocarbon dan soot. Proses
devolatilization dikenal juga sebagai tahap pyrolysis. Tahap
akhir dari proses pembakaran batubara adalah char
combustion. Saat devolatilization komplit, yang tersisa dari
batubara adalah carbon char dan ash. Laju terbakarnya char
tergantung pada laju reaksi kimia dari reaksi carbon-oxygen di
permukaan char dan laju diffusi internal oxygen dalam lapisan
batas (boundary layer). Reaksi permukaan menghasilkan CO
yang kemudian bereaksi di luar partikel membentuk CO2.
Reaksi carbon char dengan oxygen di permukaan akan
Gb.2. Komposisi produksi listrik per jenis bahan bakar (RUPTL,2006)
membentuk carbon monoksida (CO) dan carbon dioksida
(CO2), tetapi produk utamanya adalah carbon monoksida:
II. MAKSUD DAN TUJUAN C + ½ O2 CO (1)
Permukaan carbon akan bereaksi dengan carbon dioksida dan
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk uap air :
menerangkan pengaruh moisture yang tinggi pada batubara low C + CO2 2CO (2)
rank terhadap performa dari steam coal power plant C + H2 O CO + H2 (3)
(combustion, efficiency, reliability, emission). Selain itu, CO +½ O2 CO2 (4)
makalah ini juga membahas kemungkinan pemanfaatan panas
dari flue gas untuk sumber panas pada proses external drying Total waktu yang dibutuhkan batubara untuk terbakar
guna mengatasi permasalahan yang muncul akibat penggunaan sempurna (burn out time) adalah merupakan penjumlahan dari
batubara low rank. drying time, pyrolysis time dan burnout char time. Jumlah
moisture batubara akan mempengaruhi drying time. Drying
III. PENGARUH MOISTURE TERHADAP time, pyrolysis time dan burnout char time bisa dihitung
PERFORMA POWER PLANT dengan persamaan (5), (6) dan (7):
A. Definisi Moisture Batubara
Batubara memiliki kandungan yang beraneka ragam dengan t dry ≈
(mwi c w + mdf cdf )(373 − Ti ) + mwi h fg (5)
range yang sangat lebar. Secara umum batubara mengandung hA p (Ta − T p )
moisture, volatile mater, ash dan fixed carbon [11]. Volatile ⎡ m p − mc − ma ⎤
mater adalah kandungan gas-gas yang mudah menguap seperti: − ln ⎢ ⎥
H, S, O, N. Fixed carbon adalah kadar karbon yang ada di ⎢⎣ m pi − mc − m a ⎥⎦
batubara. Sedangkan ash adalah bagian dari batubara yang t pyr = (6)
k pyr
tersisa saat proses pembakaran dan sudah tidak dapat terbakar
lagi (noncombustible residu). Total moisture batubara
didefinisikan sebagai pengurangan berat batubara saat moisture dmC ⎛ 12 ⎞
= −πd 2 ⎜ ⎟k e ρ O2 (7)
pada batubara menguap ke atmosphere pada temperatur, waktu dt ⎝ 16 ⎠
dan aliran udara tertentu (ASTM D3302). Moisture yang ada di
batubara bisa dibagi menjadi 2 yaitu inherent moisture (terikat Semakin tinggi moisture maka drying time makin lama
dalam molekul) dan free moisture. Secara umum, moisture sehingga burnout time juga lama. Hal ini bisa menyebabkan
mengakibatkan penurunan boiler efficiency dan menambah titik penyalaan api (ignition point) pada fasa devolitization
hampir sebagian besar ukuran komponen di boiler [14]. akan semakin mundur sehingga terjadi delay combustion.
Moisture juga akan berpengaruh terhadap flame stability dan
B. Pengaruh Terhadap Proses Pembakaran coal pipe erossion. Semakin tinggi moisture maka flame
Proses pembakaran batubara sedikit lebih komplek bila stability akan rendah dan coal pipe erossion tinggi [11].
dibandingkan dengan minyak atau gas. Proses pembakaran
batubara sendiri adalah melalui tiga tahap yaitu: pengeringan C. Pengaruh Moisture Terhadap Nilai Kalor
(drying), penguapan volatile (devolatilization) dan pembakaran Nilai kalor batubara sangat dipengaruhi kadar moisture.
char (char combustion). Drying adalah proses Semakin tinggi moisture batubara maka nilai kalor akan
penguapan/pengeringan moisture di dalam batubara. Drying semakin rendah. Perhitungan nilai kalor batubara sesuai
time adalah waktu yang diperlukan untuk memanaskan partikel standart ASTM D 3286 adalah:
batubara sampai vaporization point (titik penguapan) dan
menguapkan semua kandungan moisture yang ada. Ketika
⎛ 100 ⎞ Banyak penelitian, eksperimen dan referensi yang membahas
HHVdb = ⎜ ⎟ ⋅ HHVadb (8) masalah external coal drying antara lain [4],[6],[7],[10]. Levi
⎝ 100 − IM ⎠
[9] melakukan penelitian dan eksperimen skala laboratorium
⎛ 100 − TM ⎞ pada fluidized bed drying dengan menggunakan PRB low rank
HHVar = ⎜ ⎟ ⋅ HHVdb (9)
⎝ 100 ⎠ coal (Gb.5). Data dari hasil eksperimen dan penelitian tersebut
Substitusi (7) dan (8): kemudian digunakan untuk mendisain dan implementasi di
⎛ 100 − TM ⎞ ⎛ 100 ⎞ Coal Creek Power Plant USA [10]. Sebagai sumber panas
HHVar = ⎜ ⎟⋅⎜ ⎟ ⋅ HHVadb (10) untuk fluidized bed external drying digunakan panas dari outlet
⎝ 100 ⎠ ⎝ 100 − IM ⎠
water condensor (Gb.6). Hasil yang didapatkan adalah
penurunan moisture batubara memberikan effek peningkatan
HHVdb adalah nilai kalor saat tidak ada moisture di batubara. power plant performance yaitu kenaikan boiler efficiency
HHVadb adalah nilai kalor batubara saat masih ada inherent akibat penurunan moisture batubara (Gb.7a). Penurunan
moisture dan HHVar adalah nilai kalor saat ada inherent dan
moisture juga menyebabkan kenaikan nilai kalor batubara
surface moisture. Proses drying akan menurunkan total sehingga total flow dan power untuk pulverizer, primary air
moisture (TM). Yang perlu diperhatikan adalah bahwa fan, forced draft fan dan induced draft fan turun (Gb.7b,8a,8b).
kenaikkan nilai kalor akan terjadi apabila pengeringan terjadi
secara eksternal (external drying) artinya produk moisture yang
menguap dari batubara tidak terbawa masuk ke ruang bakar
(furnace) boiler tetapi dibawa keluar dari sistem. Apabila
moisture tidak keluar dari sistem tetapi tetap masuk ke ruang
bakar maka proses pengeringan seperti ini dikenal sebagai
internal drying. Karena itu maka pada proses internal drying,
pengeringan tidak menaikkan nilai kalor batubara yang masuk
ke ruang bakar. Gb.3 dan 4 menunjukkan perbedaan antara
internal drying dan external drying pada steam coal power
Gb.5. Skematik fluidized bed drier (Levy,2005)
plant.

Gb.3. Steam coal power plant dengan internal drying system (Stultz,1992) Gb.6. Fluidized bed drier di Coal Creek Power Plant USA (Levy,2005)

(a) (b)
Gb.4. Steam coal power plant dengan coal enternal drying system Gb.7. Pengaruh moisture terhadap (a) boiler efficiency dan (b) coal flow
(Chattopadhyay,2001) (Levy, 2005)
E. Pengaruh Terhadap Peralatan Utama Boiler
Masing-masing karakteristik batubara memiliki pengaruh
yang berbeda-beda terhadap peralatan utama di boiler.
Moisture batubara akan berpengaruh terhadap furnace,
pulverizer, air heater, force draft fan, primary air fan, induced
draft fan, coal and ash handling (Tabel 1).

Furnace
Fungsi furnace (ruang bakar) adalah untuk media proses
combustion sehingga terjadi heat transfer dari combustion
product ke working fluid. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
(a) (b) selain karena nilai kalor yang rendah maka batubara low rank
Gb.8. Pengaruh moisture terhadap (a) air flow dan (b) power untuk pulverizer
dan fan (Levy, 2005)
dengan moisture yang tinggi menyebabkan lamanya burn out
time. Oleh sebab itu dibutuhkan furnace dengan sizing yang
D. Pengaruh Terhadap Boiler Efficiency lebih besar/tinggi untuk dapat mengakomodasi selesainya burn
Boiler efficiency loss method bisa dihitung dengan out time [14]. Diharapkan seluruh tahapan combustion (drying,
persamaan (11) dan (12), seperti pada [1]. Dari perhitungan devolatilization, char combustion) selesai di ruang bakar. Jadi
boiler efficiency loss method terlihat bahwa terdapat komponen semakin rendah kualitas batubara maka furnace sizing juga
loss due to moisture in fuel (Gb.9). Artinya semakin tinggi akan semakin besar/tinggi (Gb.10).
moisture di batubara maka loss due moisture juga akan TABEL 1
semakin tinggi sehingga boiler efficiency akan rendah [1], PENGARUH KARAKTERISTIK BATUBARA TERHADAP PERALATAN UTAMA BOILER
sesuai persamaan (14). Secara umum, kenaikkan moisture 10%
akan menurunkan boiler efficiency sekitar 1% [17].
η loss = 1 − Loss (11)
Loss = Ldg + Lmf + Lhf + Lma + Lcr + Lradl + Lunml (12)
dimana:

Ldg =
( )
Wg`14 ⋅ c p ⋅ Tg15nl − Ta8 ⋅ 100
(13)
HHV
⎛Mf ⎞
⎟ ⋅ (H v15 − H w8 ) ⋅ ⎛⎜
100 ⎞
Lmf = ⎜⎜ ⎟ ⎟ (14)
⎝ 100 ⎠ ⎝ HHV ⎠
⎛ H ⎞ ⎛ 100 ⎞
Lhf = 8.936 ⋅ ⎜ ⎟ ⋅ (H v15 − H w8 ) ⋅ ⎜ ⎟ (15)
⎝ 100 ⎠ ⎝ HHV ⎠
⎛ H ⎞
Lma = (Wma ` ) ⋅ (Wa ` ) ⋅ (H v15 − H v8 ) ⋅ ⎜ ⎟ (16)
⎝ 100 ⎠
⎛ H ⎞
Lcr = (Wdr ` ) ⋅ (H dr ` ) ⋅ ⎜ ⎟ (17)
⎝ 100 ⎠ Sumber: ABB CE,1985

Gb.9. Diagram losses pada boiler efficiency loss method (ABB CE,1985) Gb.10. Pengaruh jenis batubara terhadap furnace sizing (ABB CE,1985)
Pulverizer
Fungsi utama pulverizer adalah untuk menggrinding Fans
batubara agar mencapai ukuran mesh yang diinginkan (70% Seperti penjelasan sebelumnya, kenaikkan moisture akan
lolos 200 mesh). Sedangkan fungsi kedua adalah untuk menurunkan boiler efficiency. Hal ini menyebabkan kenaikkan
pengeringan (internal drying). Jadi pulverizer capacity kebutuhan flow batubara dan udara pada beban yang sama.
dibedakan menjadi dua yaitu mechanical capacity yang terkait Kenaikkan moisture akan menyebabkan kenaikkan aliran
kemampuan pulverizer dalam menggrinding dan thermal primary air yang sangat besar untuk proses drying sehingga
capacity yang terkait kemampuan untuk mengeringkan aliran secondary air menurun untuk mendapatkan total air
batubara. Mechanical pulverizer capacity biasanya dinyatakan yang dibutuhkan [14]. Dari Gb.11 terlihat bahwa kenaikkan
dalam standart capacity. Sedangkan actual pulverizer capacity moisture batubara 1% akan menaikkan aliran udara primary
dihitung dari perkalian antara standart capacity dengan sekitar 2.5% dan menurunkan aliran udara secondary sekitar
capacity factor. Capacity factor adalah correction factor 1%. Kenaikkan moisture akan menaikkan jumlah gas buang.
terhadap standart capacity sebagai akibat perbedaan Kenaikkan moisture sebesar 10% akan menaikkan laju alir
karakteristik batubara. Adapun capacity factor yang massa gas di IDFan sebesar 1%. Dengan penambahan moisture
berpengaruh adalah: HGI, moisture, feed coal size dan maka otomatis terjadi kenaikkan power untuk Primary Air Fan
pulverizer coal fineness [18]. Semakin tinggi HGI, semakin (PAFan) dan Induce Draft Fan (IDFan), tetapi akan
rendah moisture, feed coal size dan coal fineness maka menurunkan power Force Draft Fan (FDFan).
capacity factor akan semakin tinggi (Gb.11). Jadi semakin
tinggi moisture akan menyebabkan batubara semakin sulit Electric Precipitator
digiling sehingga mechanical pulverizer capacity akan turun Electric precipitator (EP) berfungsi untuk menangkap fly
(Gb.10). Kenaikkan moisture sekitar 5% akan menurunkan ash hasil dari pembakaran batubara. Saat terbakar di furnace,
mechanical pulverizer capacity sekitar 5% [14]. sulfur dan moisture akan bereaksi membentuk sulfur dioxide
(SO2) dan sulfur trioxide (SO3). Sulfur trioxide yang terbentuk
Air Heater dapat menurunkan resistivity. Jadi secara umum semakin tinggi
Air heater berfungsi menaikkan efficiency boiler dengan kadar moisture dan sulfur maka sulfur trioxide juga akan
cara memanfaatkan panas dari gas buang untuk memanaskan semakin tinggi sehingga resistivity semakin rendah. Resistivity
udara masuk boiler (primary and secondary air). Batubara yang rendah akan menaikkan performa EP. Mositure juga
dengan high sulfur akan menghasilkan sulfur trioxide (SO3) berpengaruh terhadap proses pengumpulan fly ash di
dengan konsentrasi tinggi di gas buang. Sulfur trioxide bisa precipitator hopper. Moisture yang bereaksi dengan mineral
membentuk sulfuric acid (H2SO4) bila berekasi dengan ash akan membentuk garam hidroskopik (hydroscopic salt)
moisture. Sulfuric acid yang terkondensasi dapat menyebabkan yang bersifat lengket sehingga menyulitkan dalam
korosi di air heater, duct, precipitator, ID Fan dan stack liner. pengumpulan fly ash di hopper. Karena itu, moisture batubara
Untuk mencegah hal itu maka temperature rata-rata cold-end low rank yang tinggi akan mengakibatkan fly ash mudah untuk
air heater harus dijaga agar diatas dew-point temperature di ditangkap di collecting electrode EP tetapi akan sulit
dengan air preheating system [14]. jatuh/turun ke fly ash hopper [14].

Gb.11. Pulverizer capacity factor untuk HGI, moisture, feed size dan fineness
(Stultz,1992) Gb.12. Pengaruh moisture terhadap primary air flow dan secondary air flow
(ABB CE,1985)
Coal and Ash Handling System IV. TEKNOLOGI UGRADE KUALITAS BATUBARA
Surface moisture harus dipertimbangkan saat mendesain
sistem konveyor. Semakin tinggi surface moisture maka Sebagai sumber energi, awalnya batubara termasuk kurang
batubara akan semakin sulit dilewatkan konveyor. Hal ini perlu dimanfaatkan bila dibandingkan dengan minyak atau gas. Hal
sekali diperhatikan pada saat loading batubara ke silo terutama ini terkait dengan masalah lingkungan atau efficiency karena
saat batubara dalam kondisi basah (karena hujan atau bawaan batubara mengandung beberapa impurities. Tantangan untuk
dari tambang). Seringkali loading terhambat karena batubara meningkatkan kualitas batubara (upgrading) secara teknologi
plugging ataupun tergelincir saat basah. Disinilah perlunya cukup besar. Gb.14 menunjukkan 3 aspek yang harus
monitoring oleh petugas di lapangan agar mengontrol batubara diturunkan bila diinginkan untuk meningkatkan kualitas
mana yang akan di loading saat di stock pile. Untuk batubara yaitu: ash, sulfur dan moisture [11]. Secara prinsip,
mengatasinya, diusahakan agar memilih batubara yang kering ada tiga teknologi yang bisa dipilih untuk meningkatkan
terlebih dahulu atau dengan mengurangi volume loading saat kualitas batubara yaitu: mixing/blending, sparation dan
batubara basah. conversion [11]. Blending adalah metode pencampuran 2 atau
lebih jenis batubara untuk mendapatkan moisture, sulfur dan
Pengaruh Polutan (CO2, NOx, SOx, fly ash dust) ash yang diinginkan. Cara ini adalah yang paling mudah dan
Semakin tinggi moisture batubara maka boiler efficiecy seringkali dipakai oleh penambang batubara untuk memenuhi
akan turun sehingga diperlukan flow batubara tinggi. kualitas batubara yang diinginkan oleh pasar. Sparation adalah
Kenaikkan flow batubara akan menaikkan polutan CO2, SO2 teknologi yang digunakan untuk memisahkan moisture, sulfur
dan produksi fly ash particulate. NOx pada proses pembakaran dan ash yang ada di batubara tanpa reaksi kimia. Sedangkan
batubara pada prinsipnya terbentuk dari oksidasi organic teknologi conversion adalah menghilangkan kandungan
nitrogen di batubara (fuel-NOx) tetapi beberapa NOx dapat moisture, sulfur dan ash dari batubara dengan cara sparation
terbentuk saat temperature pembakaran dari oksidasi N2 pada dan reaksi kimia (Tabel 2). Proses pengeringan batubara yang
proses pembakaran udara (thermal-NOx). Sedangkan sebagian dibahas dalam makalah ini termasuk dalam teknologi sparation
kecil NOx bisa terbentuk dari pembakaran organic dan pyric yaitu menghilangkan moisture batubara dengan panas (heat)
sulphure di batubara. Kandungan combustible sulphure akan tanpa terjadi reaksi kimia.
terkonversi menjadi SO2 saat teroksidasi [12]. Bosoagaa [2]
berhasil memodelkan dan menunjukkan secara eksperimen
bahwa semakin tinggi kadar moisture maka NOx yang
terbentuk juga akan semakin tinggi. Sedangkan ukuran partikel
batubara berpengaruh sebaliknya. Gb.13 menunjukkan prediksi
NOx untuk dry coal small particle, dry coal medium particle
dan moisure coal medium particle [2]. Jadi semakin rendah
moisture dan semakin tinggi nilai kalor batubara maka boiler
efficiency semakin tinggi dan kebutuhan flow batubara akan
semakin rendah sehingga polutan (CO2, NOx, SOx, fly ash dust)
yang dihasilkan juga akan semakin rendah.

Gb.14. Kategori low rank coal dan high rank coal (NEDO, 2003)

TABEL 2
PRINSIP DASAR TEKNOLOGI UNTUK UPGRADE KUALITAS BATUBARA

Sumber: NEDO, 2003


Gb.13. Pengaruh coal size dan moisture terhadap terbentuknya NOx
(Bosoagaa,2004)
V. PEMANFAATAN FLUE GAS SEBAGAI SUMBER PANAS PADA
FIXED BED DRYING SYSTEM

Dari pembahasan sebelumnya telah dijelaskan


pengaruh moisture batubara terhadap performa power plant.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan dan
meningkatkan kualitas batubara low rank adalah dengan
mengeringkan batubara (external drying). Salah satu fakor
utama agar proses drying menjadi layak untuk
dipertimbangkan adalah ketersediaan sumber panas dimana
sebisa mungkin memanfaatkan sumber panas terbuang (waste
heat). Karena alasan inilah coal drying kurang berkembang di
pertambangan batubara [6]. Di tambang batubara, tidak ada
panas terbuang yang bisa dimanfaatkan sehingga biaya untuk
drying belum terlalu ekonomis dibandingkan dengan
keuntungan akibat kenaikkan nilai kalor. Tentu saja itu tidak
berlaku untuk semua negara. Untuk power plant, ada beberapa Gb.16. Pemanfaatan flue gas untuk external drying system (Agus,2009)
panas terbuang yang bisa dimanfaatkan. Di makalah ini akan
dibahas pemanfaatan panas terbuang dari flue gas sebagai
sumber panas untuk external drying dengan tipe fixed bed B. Perhitungan Analitis Matematis
drying. Proses pengeringan batubara pada fixed bed drier termasuk
pada proses pengeringan yang menggunakan capillary theory.
A. Fixed Bed Drying System Capillary theory mengasumsikan bahwa tumpukan batubara
Komponen utama dari sistem pengering yang dibahas disini adalah sebuah kumpulan nonporous solid yang dilingkupi oleh
adalah plate fin and tube heat exchanger dan water coil heater. ruang kosong (space) yang disebut pore. Moisture berada pada
Adapun cara kerja sistem pengering adalah sebagai berikut: celah (interstice) solid sebagai liquid di surface atau sebagai
flue gas memanaskan air melalui water coil heater yang free moisture di cell cavity. Moisture bergerak karena gravity
ditempatkan di stack. Produk air panas kemudian ditampung di dan capillary yang membentuk suatu jalan (passageway) untuk
dalam Air Preheater Drain Tank (APH Drain Tank). Air panas continuous flow. Pada proses drying, pergerakan moisture
ini kemudian dipompa menuju plate fin and tube heat terjadi karena adanya suction pressure akibat keluarnya udara
exchanger yang berfungsi mentransfer panas dari air ke udara. yang berada di dalam pore diantara lapisan batubara. Proses
Udara panas inilah yang kemudian digunakan untuk pengeringan yang termasuk golongan ini antara lain adalah
memanaskan batubara di atas belt conveyor saat pengisian minerals, clay soil dan sand [13]. Moisture content pada falling
batubara ke silo. Sistem pengering seperti ini dikenal sebagai period untuk capillary theory dapat dihitung dengan
fixed bed drying. Disebut fixed bed drying karena tidak ada menggunakan persamaan:
pergerakan relatif antar partikel selama proses pengeringan. ( )
⎛ − h t − t s' θ f ⎞
W = We + (Wc − We ) exp⎜ ⎟ (18)
Kalau ada pergerakan relatif antar partikel saat pengeringan ⎜ ρ s dλ(Wc − We ) ⎟
maka disebut fluidized bed drying. Beberapa tipe drying yang ⎝ ⎠
lain adalah: rotary kiln, mechanical thermal (MTE),
pressurized flash drying [13]. Secara heat transfer, fluidized Moisture content (W) tergantung pada critical moisture (Wc),
bed drying lebih baik bila dibandingkan fixed bed karena setiap equilibrium moisture (We), perpindahan panas konveksi (h),
partikel batubara kontak dengan udara pemanas. Tetapi dari temperatur udara pemanas (t), temperatur surface batubara (ts),
sisi operasional dan teknologi, fixed bed drying lebih sederhana drying time (θf), berat jenis batubara (ρs) dan panas laten
dan mudah. Skematik fixed bed drier dan sistem pengering penguapan (λ). Besar surface temperature batubara bisa
yang dibahas disini bisa dilihat pada Gb.15 dan 16. dihitung dengan menggunakan persamaan heat transfer untuk
transient, semi-infinite solid, with surface convection [8]:

T ( x, t ) = Ti + (T∞ − Ti )
⎧⎪ ⎛ x ⎞ ⎡ ⎛ hx h 2αt ⎞⎤ ⎡ ⎛ x h αt ⎞⎤ ⎫⎪ (19)
⎨erfc⎜⎜ ⎟⎟ − ⎢epx⎜ + 2 ⎟⎥ ⎢erfc⎜ + ⎟⎥ ⎬
α ⎜ k k ⎟ ⎢ ⎜ α k ⎟⎥
⎪⎩ ⎝ 2 t ⎠ ⎣⎢ ⎝ ⎠⎦⎥ ⎣ ⎝ 2 t ⎠⎦ ⎪⎭

Dengan pemanasan maka moisture batubara setelah proses


pengeringan akan berkurang sehingga nilai kalor batubara akan
naik sesuai dengan persamaan:
Gb.15. Fixed bed drying system (Agus,2009)
⎛ ∆M ⎞ ⎛ 100 ⎞ (20)
HHV `ar = HHVar + ⎜ ⎟⋅⎜ ⎟ ⋅ HHV adb
⎝ 100 ⎠ ⎝ 100 − IM ⎠
dimana HHV `ar dan HHVar adalah nilai kalor batubara setelah
dan sebelum proses pengeringan. Dari persamaan (18) dan (19)
terlihat bahwa besar moisture batubara yang menguap
tergantung pada convection heat transfer coefficient (h) di sisi
udara dan temperatur udara yang mengenai batubara. Besar
heat transfer dari air panas ke udara pada fixed bed drier dapat
dihitung dengan metode Number of Transfer Unit, NTU [8]:
Q = m& w c pw (Twi − Two ) = m& a c pa (Tao − Tai )
= εq max = εC min (Twi − Tai ) (21)
dengan:
Gb.17. Skematik alat aksperimen fixed bed drying (Agus,2009)
⎛ C ⎞
ε = f ⎜⎜ NTU , min ⎟⎟ (22)
⎝ C max ⎠
UA
NTU ≡ (23)
Cmin
−1
⎛ 1 1 ⎞
UA = ⎜⎜ + Rw + ⎟ ⋅ Nt
⎟ (24)
h A
⎝ w i η h A
o a o ⎠
Sedangkan harga minimum heat capacitance rate (Cmin), dapat
dicari dari hot and cold capacitance rate yang menghasilkan
nilai terendah [8], dimana:
C h = m& w c pw (25)
Cc = m& a c pa (26)
Dengan menggunakan persamaan (19) sampai (26) maka besar
heat transfer dari air panas ke udara dan dari udara ke batubara
dapat dihitung secara analitis. Gb.18. Alat eksperimen fixed bed drying (Agus,2009)

C. Experiment Setup D. Analisa Hasil Eksperimen dan Perhitungan Analitis


Untuk mengetahui performa dari fixed bed drier secara Dari hasil eksperimen diperoleh bahwa semakin tinggi
real, maka dilakukan eksperimen. Hasil eksperimen kemudian temperatur air panas maka temperatur udara panas yang
digunakan sebagai verifikasi hasil perhitungan analitis. dihasilkan akan semakin tinggi, sesuai persamaan (21). Ini
Eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur menyebabkan temperatur permukaan batubara juga semakin
air panas dan ketebalan tumpukan batubara terhadap penurunan tinggi (Gb.19a), sesuai dengan persamaan (19). Pengaruh
moisture, drying rate dan kenaikkan nilai kalor batubara. Tipe ketebalan batubara terhadap moisture, drying rate dan nilai
heat exchanger yang digunakan dalam eksperimen adalah plate kalor pada temperature air pemanas 90oC dan temperatur udara
fin and flat tube heat exchanger (radiator dozer) dengan pemanas 75.3oC dapat dilihat seperti pada Gb.19b,20a,20b.
dimensi: 1.06x1.02x0.18 m. Temperatur air panas divariasi Proses heat transfer di permukaan adalah secara konveksi dan
pada 70oC, 80oC dan 90oC. Temperatur air panas dibatasi pada di bawah permukaan adalah konduksi. Besar heat transfer di
90oC karena pertimbangan kekuatan rubber lining di hot water permukaan jelas lebih tinggi bila dibandingkan dengan di
tank. Air dipanaskan dengan menggunakan electric heater dan bawah permukaan karena panas sulit menembus ke tumpukan
dipertahankan pada temperature tersebut. Sedangkan ketebalan batubara. Hal ini menyebabkan semakin tipis tumpukan
tumpukan batubara juga divariasi pada 5 cm, 10 cm dan 15 cm. batubara maka semakin tinggi juga penurunan moisture yang
Kecepatan udara yang melewati fan dibuat tetap pada 1.7 m/dt terjadi (Gb.19b). Begitu juga dengan drying rate (Gb.20a) dan
dengan cara mengatur frekuensi motor fan menggunakan motor kenaikkan nilai kalor (Gb.20b). Drying rate semakin lama akan
drive. Masing-masing variable tersebut kemudian diukur semakin menurun karena semakin lama moisture batubara akan
pengaruhnya terhadap temperatur permukaan batubara, semakin berkurang sehingga mass transfer antara udara dan
moisture, drying rate dan nilai kalor sebagai fungsi waktu. moisture juga akan semakin berkurang akibat perbedaan
Sample diambil setiap 10 min selama 60 min. Eksperimen konsentrasi moiture udara dan moisture batubara yang semakin
pengeringan dilakukan di Water Treatment Plant PLTU Paiton. kecil (Gb.20a). Kenaikkan nilai kalor semakin lama akan
Skematik dan alat eksperimen yang digunakan dapat dilihat semakin kecil dan kemudian konstan karena pada saat itu
pada Gb.17 dan 18. semua free moistre di batubara akan hilang dan yang tinggal
hanyalah inherent moisture (Gb.20b).
70
34%
exchanger yang diperlukan. Dari semua perhitungan tersebut,
65
Surface-90 C (exp)
Surface-78 C (exp)
Surface-90 C (teo)
Surface-78 C (teo)
bisa diperoleh hasil akhir yang menjadi tujuan utama yaitu
60
Surface-70 C (exp) Surface-70 C (teo) 32% berapa kenaikkan nilai kalor yang didapatkan serta bagaimana
performa power plant secara keseluruhan setelah dilakukan

M oisture C ontent, dry (% )


30%
55
modifikasi. Tabel 3 menunjukkan salah satu contoh
T e m p e ra tu re (C )

50 28% perhitungan jika fuidized bed drying diimplementasi di PLTU


45 26% Paiton. Saat ini PLTU Paiton menggunakan HHVar sekitar
40 Tebal 5 cm (aktual) 4983 kcal/kg. Dengan pengering batubara, HHVar bisa
Tebal 5 cm (teoritis)
35
24%
Tebal 10 cm (aktual) dinaikkan sebesar 111 kcal/kg dari awalnya 4983 kcal/kg
30
22%
Tebal 10 cm (teoritis)
Tebal 15 cm (aktual)
menjadi 5094 kcal/kg. Dari tabel tersebut terlihat bahwa
Tebal 15 cm (teoritis) thermal efficiency naik 0.12% dari 34.63% menjadi 34.75%
25 20%
0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60
(boiler efficiency naik 0.3%). Sedangkan gross plant heat rate
Waktu (min) Waktu (min) turun 8 kcal/kWh dari 2483 kcal/kWh menjadi 2475 kcal/kWh.
(a) (b) Estimasi biaya investasi yang diperlukan untuk pengering
Gb.19.(a) Pengaruh temperatur air pemanas terhadap temperature permukaan batubara adalah $USD 2.68 million. Potential saving yang
batubara dan (b) ketebalan tumpukan batubara terhadap moisture (Agus,2009) didapatkan dari peningkatan efficiency dan kenaikkan
reliability adalah $USD 0.81 million/year. Perkiraan payback
0.40% 5600 period untuk investasi adalah 3.3 year. Dari perhitungan
0.35%
Tebal 5 cm (aktual)
Tebal 5 cm (teoritis)
Tebal 5 cm,Tw=90C (akt)
Tebal 5 cm,Tw=90C (teo) estimasi tersebut terlihat bahwa external drying dengan fixed
5500
Tebal 10 cm (aktual)
Tebal 10 cm (teoritis)
Tebal 10 cm,Tw=90C (akt)
Tebal 10 cm,Tw=90C (teo) bed drier secara teknik dan ekonomis layak untuk
0.30%
diimplementasikan.
D rying R ate (% / m in)

Tebal 15 cm (aktual) Tebal 15 cm,Tw=90C (akt)


5400 Tebal 15 cm,Tw=90C (teo)
HH V ar (kcal/kg )

Tebal 15 cm (teoritis)
0.25% Secara umum, ada dua metode yang bisa digunakan untuk
5300
0.20% mengatasi permasalahan yang timbul di pembangkit berbahan
0.15%
5200 bakar batubara saat menggunakan batubara low rank. Metode
5100
pertama adalah dengan boiler modification. Metode ini pada
0.10%
prinsipnya adalah dengan memodifikasi semua peralatan yang
0.05% 5000 ada di boiler yang terkait langsung dengan pemakaian batubara
0.00% 4900 (pulverizer, superheater, reheater, air heater, primary air fan,
10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60 secondary air fan dan induced draft fan). Modifikasi dilakukan
Waktu (min) Waktu (min) untuk mengatisipasi penggunaan batubara low rank. Modifikasi
(a) (b) juga harus dilakukan di sisi kontrol. Salah satu contoh power
Gb.20. (a) Pengaruh ketebalan tumpukan batubara terhadap dryng rate dan (b) plant yang berhasil mengatasi permasalahan saat menggunakan
nilai kalor (Agus,2009)
batubara low rank dengan metode pertama adalah J.H
Hasil pengukuran temperatur permukaan batubara, moisture, Campbell Generation di USA. Sedangkan modifikasi yang
drying rate dan nilai kalor saat eksperimen menunjukkan nilai dilakukan adalah: upgrade motor pulverizer untuk menambah
yang sangat mendekati hasil perhitungan analitis dengan kapasitas grinding, upgrade exhauster fan untuk menambah
menggunakan persamaan (19), (18) dan (9). Performa pressure dan flow primary air, penambahan direct-firing heater
pengeringan bisa ditingkatkan dengan menaikkan temperatur untuk menaikkan primary air temperature dan pemasangan
air panas dan kecepatan udara yang melewati fan, sesuai dynamic classifier untuk menambah fineness batubara [16].
dengan persamaan (21) dan (24). Yang perlu diperhatikan Metode pertama membutuhkan waktu yang lama dan resiko
adalah jangan sampai kenaikkan kecepatan udara membuat yang tinggi karena mengubah hampir semua peralatan utama di
pergerakan relatif antar partikel batubara. boiler yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan batubara dan
udara pembakaran. Sedangkan metode yang kedua adalah
E. Estimasi Implementasi di Power Plant dengan coal treatment. Pada metode ini, batubara low rank
Performa drying dari hasil perhitungan analitis yang diupgrade kualitasnya. Salah satu cara coal treatment adalah
mendekati hasil eksperimen bisa digunakan untuk mendesain dengan teknologi external drying seperti yang telah diterapkan
fixed bed eksternal drying system di power plant. Dengan di Coal Creek Power Plant. Metode kedua lebih tepat dan
mengetahui kecepatan konveyor batubara dan drying time effektif untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat
maka panjang heater yang dibutuhkan bisa didapatkan. pemakaian batubara low rank [10]. Karena dengan cara
Tentunya diperlukan juga data pendukung sebagai inputan tersebut tidak perlu mengubah desain boiler. Perubahan hanya
seperti: flow batubara, tebal bed batubara dan kecepatan dilakukan di supporting equipment (coal handling system). Hal
konveyor, temperatur dan flow gas buang. Dengan tersedianya ini menyebabkan metode kedua memiliki low cost, low risk
data tersebut maka bisa dihitung kapasitas panas yang tersedia and low maintenance. Saat ini metode kedua telah berkembang
dari gas buang. Kemudian bisa dihitung berapa persen moisture pesat seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan
batubara yang bisa diuapkan dengan target flow batubara yang batubara low rank dan tuntutan untuk menghasilkan penurunan
telah ditetapkan. Setelah itu baru dihitung dimensi heat polutan gas buang di power plant.
TABEL 3 [7] Ganskow L.R. (1994), Drying Technology, An International Journal, 12
PLANT PERFORMANCE SEBELUM DAN SETELAH PENGERIGAN (1&2), 47 (1994)
[8] Incropera Frank P. and DeWitt, David P., (1996), Fundamentals of Heat
and Mass Transfer, Wiley & Sons Inc., New York
[9] Levy Edward K, Hugo S. Caram, Zheng Yao (2004), Zhang Wei and
Nenad Sarunac, Kinetics of Coal Drying in Bubbling Fluidized Beds,
Proceedings Fifth World Congress on Particle Technology, Orlando,
Florida, April 2004
[10] Levy Edward K (2005), Use of Coal Drying to Reduce Water Consumed
in Pulverized Coal Power Plants, Quarterly Report for the Period.July 1,
2005 to September 30, 2005
[11] New Energy and Industrial Technology Development Organization
(NEDO), Center for Coal Utilization Japan (CCUJ), Technology
Transfer Project on Clean Coal Technology Coal Utilization
Technology (2003)
Sumber: Agus,2009
[12] Nimmo.W, Patsias A.A, Hampartsoumian E, Gibbs B.M, Williams P.T,
Simultaneous Reduction of NOx and SOx emmission from Coal
VI. KESIMPULAN DAN SARAN Combustion by Calcium Magnesium Acetate, Fuel 83 (2004) 149–155, 9
August 2003
Penggunaan batubara low rank akan menurunkan boiler [13] Perry Robert H.(1976), Perry’s Chemical Engineers’ Handbook,
McGraw-Hill, Seventh Edition (1997)
efficiency, menimbulkan permasalahan di sisi operasi dan [14] PLN (1993), Design and Operation Manual, ABB Combustion
maintenance serta meningkatkan polutan. Dampak negatif dari Engineering, January (1985)
penggunaan batubara low rank di power plant dapat [15] Ross Davide, Surya Doguparthy, Danh Huynh and Malcolm McIntosh
diminimalisir dengan pemasangan external drying system. (2004), Pressurised Flash Drying of Yallourn Lignite, Applied Energy
Fuel 84 (2004) 47–52
Secara umum, proses pengeringan dengan external drying [16] Stanley E.K, Herbert A.B. and James P, Ricard I (2003), Case Study:
dapat meningkatkan efficiency, menurunkan auxillary power Pulverizer Capacity Upgrades for Western Fuel, The PRB Coal Users’
(untuk pulverizer, fan dan motor), menurunkan polutan (CO2, Group (www.lookingcube.com/prbcoals), December 2004
SO2, NO2 dan fly ash). Secara teknis dan ekonomis, panas dari [17] Southern Company (1998), Heat Rate Handbook, Southern Company
Generating Plant Performance, 4th Edition (1998)
flue gas layak digunakan untuk sumber panas pengeringan [18] Stultz Steven C. and Kitto John B. (1992), Steam it’s Generations and
batubara. Performa pengeringan bisa ditingkatkan dengan Use, The Babcock & Wilcox Company, Ohio USA.
optimasi desain dari heat exchanger (temperature, flow dan
dimensi) sehingga bisa didapatkan penurunan moisture dan
kenaikkan nilai kalor yang lebih tinggi. Teknologi external DAFTAR SIMBOL
drying ini bisa diterapkan untuk pembangkit baru ataupun Ai 2
: inside area (m )
pembangkit lama yang ingin konversi ke low rank (coal Ao : outside area (m2)
switching). Dengan coal treatment melalui external drying Ap : luas permukaan partikel batubara (m2)
maka pembangkit lama yang mau melakukan coal switching Cmin : minimum heat capacitance rate (W/K)
Cmax : maxiumum heat capacitance rate (W/K)
tidak perlu melakukan perubahan (upgrade) di sisi furnace, cdf : energi dalam dry fuel (kJ/kg)
pulverizer ataupun fan, tetapi cukup dengan menambahkan c pa : air specific heat (J/kg.K)
external drying di coal handling system. Penempatan external
drying di coal handling system jelas tidak menggangu dan c pw : water specific heat (J/kg.K)
mengubah main equipment sehingga secara umum low cost, cw : energi dalam water (kJ/kg)
low risk dan low maintenance. d : diameter partikel char (kg); thickness of bed (m)
erfc : complementary error function
Epyr : Energy pyrolysis
h : convection heat transfer coefficient (W/m2K)
DAFTAR REFERENSI ha : air convection heat transfer coefficient (W/m2K)
hw : water convection heat transfer coefficient (W/m2K)
[1] ASME (1964), Steam Generating Units, ASME PTC 4.1 & 4.3, 345 East hfg : panas laten penguapan water (kJ/kg)
47th Street, New York 1064 HHVdb : high heating value dry basis (kcal/kg)
[2] Bosoagaa A, N. Panoiub, L. Mihaescub, R.I. Backreedyc, L. Mac, M, HHVadb : high heating value as dried basis (kcal/kg)
M. Pourkashanianc,*, and A. Williamsc (2004), The Combustion of HHVar : high heating value as receive (kcal/kg)
Pulverised Low Grade Lignite, Fuel 85 (2006) 1591–1598, February HHVar’ : high heating value as receive after drying (kcal/kg)
2006. IM : inherent moisture / equilibrium moisture
[4] Bullinger, M. Ness, N. Sarunac and E. K. Levy (2002), Coal Drying k : thermal conductivity (W/mK)
Improves Performance and Reduces Emissions, The 27th International ke : konstanta laju pembakaran effektif, g/(cm2.s.atm O2)
Technical Conference on Coal Utilization and Fuel System, Clearwater, kpyr : konstanta pyrolysis
Florida, March 4-7, 2002 k0, pyr : konstanta pyrolysis pada temperature ref.
[5] Chattopadhyay P, Boiler Operation Engineering Questions & Answers, m : laju alir massa water (kg/sec)
2nd edition, MCGraw-Hill, 2001 m& a : air mass flow rate (kg/s)
[6] Djordjevic Zoran, R Tomanec and A Spasic (2005), Present Conditions mC : massa karbon (kg)
and Trends of the Development in Coal Processing at The Kolubara mdf : massa dry fuel (kg)
Coal Mine – Serbia, Acta Montanistica Slovaca Ročník 10, 2005,
mimoriadne číslo 1, 82-86 m& w : water mass flow rate (kg/s)
mv : massa volatile (kg)
mwi : massa water (kg)
NTU : Number of Transfer Unit t s' : evaporating surface temperature (K)
R : konstanta gas ideal UA : overall heat transfer coefficient (W/K)
Rw : conduction resistance (K/W) Wc : critical moisture content (kg water/kg drysolid)
Ta : temperature primary air (K)
Tai : air inlet temperature (K) We : equilibrium moisture content (kg water/kgdrysolid)

Tao : air outlet temperature (K) α : thermal diffusivity (m2/s)


Ti : initial temperature of bed (K) ε : heat exchanger effectiveness
TM : total moisture
Tp : temperature partikel batubara (K)
ρ O2 : massa jenis oksigen (kg/m3)

Twi : water inlet temperature (K) ρs : bulk density dry material (kg/m3)

Two : water outlet temperature (K) θf : drying time in falling rate period (s)

T(x,t) : temperature of bed at time t and x position (K) λ : latent heat of vaporization (J/kg)

T∞ : ambient temperature (K)


ηo : outside overall surface efficiency

t : air temperature (K), circular fin thickness (m)


tc : coil tube thickness (m)

Anda mungkin juga menyukai