i
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Biro Pengembangan BPR dan UMKM
Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan
UMKM Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat
Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794
Fax. (021) 351.8951
Besar Harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang
pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus
memperluas replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut.
i
No UNSUR PEMBINAAN URAIAN
8 Analisis sensitivitas
(1) Kenaikan Biaya variabel 46%
Analisis Profitabilitas :
NPV Rp. 39.164
IRR 14,11%
Net B/C Ratio 1,00
Pay Back Period 47,9 bulan (<4 tahun)
Penilaian Layak
(2) Kenaikan Biaya variabel 47%
Analisis Profitabilitas :
NPV (-) Rp. 786.422
IRR 13,78%
Net B/C Ratio 0,99
Pay Back Period > 4 tahun
Penilaian Tidak Layak
(3) Penurunan Pendapatan 12%
Analisis Profitabilitas :
NPV Rp. 2.254.075
IRR 14,63%
Net B/C Ratio 1,02
Pay Back Period 47,6 bulan (< 4 tahun)
Penilaian Layak
(4) Penurunan Pendapatan 13%
Analisis Profitabilitas :
NPV (-) Rp. 2.104.838
IRR 13,41%
Net B/C Ratio 0,99
Pay Back Period >4 tahun
Penilaian Tidak Layak
v
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Hal
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
RINGKASAN ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR FOTO .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
v
4.5. Teknologi.................................................................................37
4.6 Proses Produksi......................................................................38
4.7 Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi............................................50
4.8 Produksi Optimum...................................................................52
4.9 Kendala Produksi....................................................................52
DAFTAR PUSTAKA................................................................81
DAFTAR ISTILAH........................................................................83
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................91
Gambar Hal
DAFTAR FOTO
Foto Hal
4.1 Model Kolam Pemeliharan Induk......................................................30
4.2 Model Kolam/Bak Pengolahan Air....................................................31
4.3 Model Wadah Pemberokan Induk.....................................................31
4.4 Model Bangsal (Panti Benih)............................................................32
4.5 Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva.....................................33
4.6 Model Wadah Penetasan Artemia....................................................33
4.7 Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin...............................................35
4.8 Induk Patin Hasil Seleksi dan Ovaprim.............................................37
4.9 Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad..........................................40
4.10 Proses Pemijahan Ikan Patin..................................................................42
4.11 Alat Bantu dan Proses Penetasan Telur...........................................43
4.12 Corong Penetasan Telur...................................................................43
Tabel Hal
1.1 Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan
di Kabupaten Kampar Tahun 2008-2009 5
........................................
1.2 Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten
Kampar Tahun 2008 dan 2009 ....................................................... 6
1.3 Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten
Kampar Tahun 2008 dan 2009 ....................................................... 7
3.1 Perkembangan Harga Benih Patin Siam 18
...........................................
4.1 Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam 22
..........................
4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin ................ 24
4.3 Komposisi Pakan Buatan untuk Indukan Patin 39
.................................
4.4 Jenis Pakan Berdasarkan Umur dalam Pemeliharaan
Benih Patin Siam 44
.............................................................................
5.1 Asumsi untuk Analisis Keuangan 59
.....................................................
5.2 Komposisi Biaya Investasi ................................................................ 61
5.3 Komposisi Biaya Operasional ........................................................... 63
5.4 Komponen dan Struktur 66
Biaya ........................................................
5.5 Perhitungan Angsuran 66
Kredit ..........................................................
5.6 Proyeksi Produksi dan Pendapatan .................................................. 67
5.7 Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha ...................................... 68
5.8 Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha ................................................. 69
5.9 Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin ......................................... 70
5.10 Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik ........................................... 71
5.11 Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun ............................................ 72
i
5.12 Analisis Sensitivitas Kombinasi ......................................................... 73
1
Pembenihan Ikan
14
12
10
2004
2005
8 2006
Produksi
4
6
0
D
Ri
Bant
Kalte
Lampu
Kal
Kal
Ja
Kal
Lain
Lain
Ja
Provinsi
Gambar 1.1. Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006 (Sumber: DKP, 2007)
Salah satu wilayah kegiatan produksi ikan air tawar di Indonesia pada
umumnya dan ikan patin pada khususnya, yaitu Provinsi Riau. Hal ini yang
menjadi salah satu pertimbangan bahwa penyusunan buku pola pembiayaan
ini dilakukan berdasarkan hasil survei di wilayah tersebut. Disamping itu,
beberapa wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau sudah ditetapkan
sebagai Kawasan Minapolitan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI
dengan Surat Keputusan Nomor Kep.32/MEN/2010, tertanggal 14 Mei 2010.
Wilayah minapolitan Provinsi Riau meliputi Kabupaten Kampar, Rokan Hulu,
Bengkalis, Kota Dumai, Kuantan Sengingi, dan Indragiri Hilir. Hal ini
disebabkan karena pada umumnya wilayah kabupaten dan kota tersebut
merupakan wilayah kegiatan budidaya ikan air tawar, kecuali Kabupaten
Bengkalis yang merupakan wilayah kegiatan budidaya air tawar dan payau.
Disamping itu kegiatan budidaya air tawar juga terdapat di Kota Pekanbaru
dan Kabupaten Palalawan.
Seiring dengan kondisi tersebut di atas, jumlah Rumah Tangga
Perikanan (RTP) budidaya, tenaga kerja, dan lahan budidaya juga relatif
banyak di wilayah tersebut. Jumlah RTP dan tenaga kerja budidaya tawar
pada tahun 2008 masing- masing mencapai 225 RTP dan 361 tenaga kerja.
Jumlah RTP dan tenaga kerja tertinggi terdapat di Kabupaten Kampar,
masing-masing mencapai 56% dan 63% dari total yang terdapat di Provinsi
Riau. Selanjutnya luas lahan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada tahun
2008 mencapai 143.569 m2 dengan jumlah dan nilai produksi masing-masing
152.994 ton dan Rp 14 miliar. Produksi perikanan budidaya tawar Provinsi
Riau sekitar 75% berasal dari Kabupaten Kampar. Meskipun demikian, luas
area budidaya di Kabupaten Kampar hanya 3% atau menempati urutan ke
lima di Provinsi Riau (DKP-Riau, 2009).
Pembenihan merupakan salah satu bagian dari budidaya tawar selain
pembesaran. Unit pembenihan ikan air tawar di Provinsi Riau terdiri dari Unit
Pembenihan Rakyat (UPR) yang hampir 100% adalah milik perorangan serta
Balai Benih Ikan (BBI). Luas fasilitas pembenihan (Bak, kolam induk, dan
kolam pendederan) pada tahun 2008 mencapai 25.478 m2. Benih ikan air
tawar yang diproduksi diantaranya adalah ikan lele, patin, nila, mas, gurame,
3
Pembenihan Ikan
baung, dan
nilem. Produksi benih tertinggi adalah benih ikan lele, patin, dan nila yang
pada umumnya berasal dari Kabupaten Kampar. Benih hasil produksi UPR
dan BBI pada umumnya (±75%) dijual ke petani pembesar (DKP-Riau, 2009).
Namun demikian kebutuhan benih ikan air tawar di Provinsi Riau masih sangat
tinggi. Hal ini tampak bahwa volume penjualan benih lebih tinggi dari hasil
produksinya. Dengan demikian terdapat benih yang berasal dari luar dan
diperdagangkan di Provinsi Riau.
Dengan perkembangan perikanan budidaya tawar yang pesat di
Kabupaten Kampar sejak akhir tahun 1990an, maka Kabupaten Kampar
(terutama wilayah Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kecamatan Kampar)
ditetapkan sebagai Kawasan Sentra Produksi (KSP) Budidaya Ikan di Provinsi
Riau berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Riau No. KPTS
99/II/2000, tertanggal 28 Februari 2000. Selanjutnya berdasarkan Keputusan
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) No. Kep.69/DJ-
P2HP/2007 tertanggal 5 Juni 2007, Kabupaten Kampar merupakan “Lokasi
Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan”, dengan komoditinya
adalah “nugget, kerupuk, dan selai ikan patin”.
Produksi ikan budidaya tawar di Kabupaten Kampar pada tahun 2009
adalah 23.150,61 ton dan mayoritas adalah ikan patin (sekitar 10.000 ton atau
±46%), ikan mas sekitar 4.500 ton (±19%), dan sisanya adalah ikan nila,
lemak, lele, gurami, baung, dan lain sebagainya (Tabel 1.1). Selanjutnya,
produksi ikan budidaya tersebut berasal dari budidaya di kolam seluas sekitar 700
ha dan karamba seluas 7.000 ha. Budidaya ikan di kolam tersebar di seluruh
wilayah kecamatan, sedangkan budidaya dalam karamba terdapat paling tidak
di 16 dari 20 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kampar. Produksi tahun
2009 mengalami peningkatan sebesar 19,96% dibanding dengan produksi
tahun 2008.
5
Pembenihan Ikan
pembudidaya pembesaran ikan patin secara lokal (di dalam dan luar wilayah
kabupaten) dan interinsular (di luar wilayah Provinsi Riau).
Pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Kampar tersebar di 18 dari 20
kecamatan. Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Kampar tahun
2009, unit pembenihan yang banyak diantaranya adalah di Kecamatan
Perhentian Raja (25 unit); XIII Koto Kampar (21 unit); Kampar (8 unit);
kemudian di Kecamatan Bangkinang, Bangkinang Barat, dan Tambang
masing-masing 6 unit. Di wilayah kecamatan lainnya hanya berkisar antara 1-
4 unit.
Dari total produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Kampar pada tahun
2009 (Tabel 1.2), produksi benih ikan tertinggi adalah ikan patin (±46%),
kemudian diikuti oleh ikan lele (±35%) dan sisanya adalah benih ikan nila
hitam, mas, nila merah, baung, dan gurami. Sedangkan produksi benih dari
BBI Kabupaten Kampar hanya sekitar 2,3 juta ekor pada tahun 2009 dan
mengalami peningkatan hampir 200% dibanding tahun 2008. Volume produksi
benih dari BBI yang tertinggi adalah ikan nila (±50%), kemudian diikuti oleh
benih ikan patin (±23%), dan sisanya adalah benih ikan bawal tawar, mas,
serta lele.
7
Pembenihan Ikan
Sumber : Disper Kampar, 2009
9
Pembenihan Ikan
2.1.Profil Pengusaha
9
Pembenihan Ikan
2.2.Profil Usaha
sekitar 6-12 siklus per-tahun. Waktu pemeliharaan tersebut terdiri dari 12-16
hari untuk pemeliharaan di bak larva dan 8-12 hari di bak/kolam pendederan.
Bak pendederan juga dapat menggunakan bak pemeliharaan larva atau
penetasan telur. Untuk mendapatkan benih ukuran > 2 inchi, maka lama
waktu pendederan di bak/kolam pendederan sekitar 18 - 22 hari, sehingga
jumlah total waktu yang dibutuhkan kurang dari 40 hari per-siklus. Sedangkan
untuk kegiatan pembesaran membutuhkan waktu 6-8 bulan untuk mencapai
ukuran 1 kg, sebagai ukuran yang umum dipasarkan.
Usaha mikro dan kecil pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar
pada umumnya memiliki sarana/fasilitas pembenihan berupa: (1) kolam induk;
(2) bak atau kolam pengolahan air; (3) wadah isolasi/pemberokan induk; (4)
bangsal pembenihan (panti benih) yang terbuat dari bangunan permanen atau
semi permanen; (5) bak penetasan dan pemeliharaan larva/benih; (6) wadah
penetasan artemia sebagai pakan alami, dan (7) peralatan untuk
meningkatkan suhu dan oksigen media pemeliharaan larva/benih; serta (8)
sarana dan peralatan penunjang lainnya. Selain sarana dan fasilitas tersebut,
dalam pembenihan patin dibutuhkan bahan berupa indukan patin. Di
Kabupaten Kampar umumnya pengusaha pembenihan patin memiliki Induk
Pokok (Parent Stock, PS) yang terdiri dari induk patin betina dengan jumlah
80-200 ekor dengan bobot >3 kg/ekor, sedangkan induk patin jantan
berjumlah 60-100 dengan bobot >2 kg/ekor. Calon induk ini dibeli dari petani
pembesar, kemudian di rawat sendiri atau hasil pembesaran sendiri oleh para
pengusaha.
Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar menggunakan jasa
tenaga kerja sebanyak 3 - 8 orang karyawan per-unit usaha dan 1 – 2 orang
berasal dari anggota keluarga. Upah karyawan berkisar antara Rp 1,5 – Rp 2
juta per bulan, selain itu karyawan memperoleh bonus produksi dan tunjangan
hari raya (THR) sebesar 1 kali gaji.
Pengusaha yang menjadi model mempunyai pembukuan sederhana
yang cukup rapi dan tertib serta terkontrol, sehingga pembagian hasil usaha
dapat dihitung dengan jelas. Kesadaran perlunya pembukuan dapat
ditimbulkan karena
1
Pembenihan Ikan
adanya budaya untuk berlaku jujur diantara pekerja dan pengusaha serta
karena adanya pembinaan dari bank pemberi pembiayaan.
Usaha pembenihan ikan patin ini juga ditunjang dengan adanya
kelompok pembenih dan penangkar ikan patin yang bernama Asosiasi
Pengusaha, Pembenih, dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK). Kelompok ini
merupakan wadah bagi para pembenih ikan patin dan ikan air tawar lainnya
untuk membahas permasalahan- permasalahan dalam bahan dan teknologi
pembenihan serta untuk menetukan kesamaan harga pasar.
Hal ini sesuai dengan program pemerintah daerah berupa program sosial
untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat serta potensi daerah.
Plafon kredit yang disediakan oleh BPR setempat untuk pembenihan
ikan maksimal Rp 50 juta dengan grace period 3 bulan, bunga 6%, dan jangka
waktu pengembalian selama 3 tahun. Hal ini disebabkan karena kredit
pembiayaan pembenihan ikan patin selama ini mempunyai performance yang
lebih baik dibanding usaha pembenihan lainnya. Untuk usaha lainnya seperti
selai patin dan usaha budidaya ikan dalam karamba, plafon kreditnya adalah
Rp 25 juta. Namun demikian, BPR ini juga mempunyai plafon kredit modal
kerja yang lebih tinggi sebagai kredit executing di bidang perikanan (misalnya
Rp 150 juta) terhadap usaha perikanan yang terintegrasi (misalnya kombinasi
usaha perdagangan ikan segar, pembesaran patin, dan pabrik pakan ikan
skala home industry). Untuk kredit sejenis ini, bunga ditetapkan sebesar 18%,
grace period selama 3 bulan dan jangka waktu pengembalian selama 4 tahun.
Persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh kredit dari dana
bergulir (Channeling) yaitu ijin usaha, agunan berupa girik/sertifikat
tanah/bangunan dan atau BPKB kendaraan serta keterangan kelayakan usaha
serta analisis usaha berdasarkan hasil orientasi lapangan (on the spot) dengan
metode Rapid Rural Appraisal (RRA). Disamping itu, mengingat sumber dana
kredit adalah dana bergulir pemda, maka persyaratan lain yang diperlukan
adalah rekomendasi dari Dinas Perikanan sebagai instansi pemda yang
bertugas dalam pembinaan dan pengelolaan teknis usaha.
Jumlah pembiayaan yang disediakan melalui BPR ini dinilai pengusaha
pembudidaya ikan patin belum mencukupi untuk menutup biaya investasi dan
operasional. Sebagai contoh, salah seorang pembenih ikan patin, menyatakan
biaya yang diajukan ke bank untuk pembenihan ikan patin selama jangka
waktu 2-3 tahun sebesar Rp. 300 juta dan jumlah dana kredit yang diberikan
hanya sebesar Rp. 50 juta.
1
Pembenihan Ikan
Jenis kredit lainnya yang tersedia di Provinsi Riau pada umumnya dan
Kabupaten Kampar pada khususnya untuk sektor perikanan adalah kredit
umum perorangan dengan skim modal kerja dan plafon < Rp. 500 juta dari
Perusahaan Modal Ventura di daerah tersebut. Sumber dana kredit ini adalah
dari Pemerintah Provinsi Riau. Performance jenis kredit umum perorangan ini
masih rendah untuk sektor perikanan, karena adanya beberapa kendala yang
dihadapi bank untuk melakukan analisis pembiayaan. Namun demikian, salah
seorang pengusaha ikan patin yang terintegrasi (pembenihan, pembesaran,
pembuatan pakan) di Kabupaten Kampar, telah mendapat kredit ini sebanyak
2 kali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dengan jumlah kredit masing-
masing Rp. 265 juta dan Rp. 500 juta.
Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis
pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity
(kemampuan membayar dari usaha yang dijalankan), capital (permodalan),
collateral (jaminan/agunan) dan condition (kondisi usaha: lokasi usaha,
pemasaran, pengalam kerja, aspek hukum, dan ekonomi usaha). Analisis
pembiayaan dengan prinsip 5C menekankan pada aspek karakter calon
debitur. Namun mengingat karakter usaha sulit dinilai, biasanya perbankan
setempat (khususnya BPR dan Perusahaan Modal Ventura) dalam pemberian
kredit kepada sektor perikanan pada umumnya dan kegiatan pembenihan
patin pada khususnya, didasarkan pada aspek kelayakan usaha (termasuk
kinerja atau performance dan prospek usaha), usaha lain yang mendukung
serta jaminan. Disamping itu prospek pemasaran dan sistem pembayaran
dalam usaha juga tetap menjadi perhatian penting karena aspek pemasaran
diakui merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelayakan usaha
3.1.Aspek Pasar
3.1.1. Permintaan
1
Pembenihan Ikan
3.1.2. Penawaran
1
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.2.1. Harga
1
Pembenihan Ikan
Sampai saat ini relatif tidak ada kendala yang dihadapi pengusaha
pembenih ikan patin di Kabupaten Kampar dalam hal dalam pemasaran benih
patin, bahkan produksi benih patin dengan permintaan pasar belum dapat
terpenuhi seluruhnya. Namun demikian, dalam kondisi tertentu, terjadi
persaingan harga yang kurang sehat antara pembenih dan atau disebabkan
oleh penangkar dan pedagang antar kabupaten/provinsi serta pedagang benih
yang benihnya berasal dari luar Provinsi Riau (benih dari Jawa Barat atau
Jakarta). Untuk itu peran Asosiasi Pengusaha, Pembenih dan Penangkar Ikan
Kampar (APPIK) sangat penting dalam mengendalikan hal ini.
2
BAB IV
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Dalam budidaya ikan pada umumnya dan ikan patin pada khususnya
terdapat 3 (tiga) sub sistem pemeliharaan, yaitu pembenihan, pendederan,
dan pembesaran. Pembenihan ikan patin pada umumnya bersamaan dengan
sub- sistem pendederan, baik pendederan di dalam bak dan kadang
dikombinasikan dengan pendederan di dalam kolam untuk mendapatkan
benih kelas tebar kategori P II A (ukuran 1-2 inchi) maupun hanya di dalam
kolam untuk mendapatkan benih kategori P II B (ukuran 2-3 inchi). Namun
demikian ada pula kegiatan pendederan yang hanya dilakukan di dalam bak
pemeliharaan larva (tanpa menggunakan kolam). Pembenihan adalah
kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan telur sampai dengan larva.
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan patin hasil pembenihan
untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa adaptasi sebelum dipelihara
di tempat pembesaran. Agar dapat memperoleh produk benih sesuai dengan
target kuantitas dan kualitas yang diharapkan serta tepat waktu sesuai dengan
permintaan, maka dalam proses produksi benih ikan patin terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi dan akan dijelaskan dalam uraian di bawah
ini.
4.1.Lokasi Usaha
2
Pembenihan Ikan
di atas lahan stabil dengan kemiringan <10%, dekat dengan sumber air, bebas
dari segi gangguan bencana alam, gangguan pencemaran, gangguan
keamanan, dan gangguan predator (khususnya di kolam pendederan), serta
mempunyai aksessibilitas transportasi yang baik dengan mobil atau kendaraaan
roda 4-6. Lahan tersebut dapat berada di sekitar lahan pekarangan rumah di
area permukiman yang tergolong jarang dengan jarak lebih dari 10 m dari
rumah atau di sekitar lahan perkolaman atau persawahan atau lahan
kebun/ladang tradisional.
Air merupakan salah satu komponen penting dari proses produksi benih.
Air yang digunakan untuk kegiatan pembenihan berasal dari air tanah (sumur
tanah dangkal atau sumur bor) dan atau air permukaan (aliran mata air/anak
sungai yang dibendung, air sungai, air irigasi, dan bendungan), dengan
kualitas yang layak atau baik serta kuantitas yang mencukupi. Kisaran kualitas
air untuk pembenihan patin disajikan pada Tabel 4.1. Air sebaiknya dapat
dialirkan dengan sistem gravitasi dan ditampung terlebih dahulu dalam bak
atau kolam penampungan, namun jika tidak memungkinkan digunakan
bantuan pompa.
Untuk pemeliharaan induk dapat menggunakan air sungai atau air irigasi
dengan kecerahan >30 cm, karena ikan patin tidak terlalu menyukai air yang
jernih. Namun demikian, untuk pembenihan patin jenis “Pasupati”
membutuhkan air yang relatif jernih dengan kadar oksigen yang tinggi pada
pemeliharaan larva/ benih, pendederan, pembesaran dan/atau pemeliharan
induk.
Pada penetasan telur dan pemeliharaan larva digunakan air yang bersih
dan jernih (air sumur, aliran mata air/air sungai) dengan pH sekitar 7 dan
kadar besi yang rendah. Jika menggunakan air sumber dengan pH yang relatif
rendah, diperlukan upaya perlakukan awal dengan pengapuran. Air tanah
yang mengandung kadar besi yang tinggi, sebaiknya tidak digunakan, dan jika
digunakan memerlukan perlakukan awal. Begitu juga halnya dengan air
irigasi, bahwa perlakukan dengan pengendapan dan cara penyaringan masih
diperlukan, apabila kondisi air kurang layak. Perlakuan terhadap air dengan
pH yang rendah atau kadar besi yang relatif tinggi serta perlakuan terhadap air
irigasi yang kurang layak, tentu akan menambah biaya produksi.
Para pembenih patin siam di Kabupaten Kampar, sebagian
menggunakan sistem pendederan dalam kolam dan sebagian menggunakan
bak pemeliharaan larva sebagai sarana pendederan. Pendederan di dalam
bak pemeliharaan larva dilakukan dengan mengurangi tingkat kepadatan
dalam pemeliharan benih atau sesuai dengan tingkat kepadatan di dalam
kolam pendederan. Alasan pembenih menggunakan bak pemeliharaan larva
sebagai wadah pendederan, diantaranya adalah untuk menekan kematian
benih dari pemangsaan predator. Air sumber yang digunakan untuk
pendederan dalam kolam adalah air bersih yang dapat berasal dari air
sungai/bendungan.
Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar sebagian besar
menggunakan sumber air dari sumur bor dengan kedalaman 15-25 m.
Keasaman (pH) air sumur bor ini pada umumnya adalah sekitar 5, sehingga
diperlukan perlakuan berupa treatment air. Air sumber untuk kolam induk
digunakan air sungai/bendungan dengan pH 5,5–6,5, sehingga diperlukan
pengapuran tanah kolam induk dan pendederan sebelum digunakan.
2
Pembenihan Ikan
A. Fasilitas Produksi
2
Pembenihan Ikan
B. Peralatan
2
Pembenihan Ikan
2
Pembenihan Ikan
Kolam induk atau perawatan induk pada umumnya adalah kolam tanah
dan dapat pula menggunakan kolam dengan pematang tembok. Kolam ini
terdiri dari 2-4 unit atau 1 unit kolam yang dapat disekat dengan jaring
pembatas menjadi 2-4 bagian dengan luasan masing-masing 100-250 m2
(Foto 4.1). Induk patin jantan dan betina dapat dipelihara dalam kolam secara
bersamaan atau secara terpisah atau kolam yang sama yang diberi sekat
secara terpisah, dengan padat penebaran sekitar 2-4 ekor/m2. Pemberian
sekat pemisah bukan hanya untuk memisahkan pemeliharaan induk patin
jantan dan betina, tetapi untuk mengurangi stres induk pada saat seleksi di
kolam induk; pemeliharaan calon induk dengan induk (indukan yang sudah
dipijahkan dan indukan yang belum dipijahkan), karena induk jantan dan
betina digunakan hanya sekitar 3-4 kali pemijahan dan setelah itu
dikategorikan sebagai induk afkir.
Bak atau kolam pengolahan air tidak diperlukan apabila air sumber
mempunyai kualitas yang baik. Pengolahan air ini diperlukan jika
menggunakan air sumur bor atau air sumur tanah dangkal sebagai air sumber
kegiatan pembenihan dan mempunyai keasaman (pH) <6,5. Bak/kolam ini
terdiri dari 3 unit dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
berupa kolam tanah atau bak beton
(Foto 4.2). Unit pertama digunakan untuk treatment air menggunakan kapur,
sehingga dapat meningkatkan pH air, kemudian unit kedua adalah bak filtrasi
dan unit ke tiga sebagai penampungan air bersih. Volume kapur yang
digunakan adalah sebanyak 5-30 kg/bulan.
Wadah isolasi/pemberokan induk yang telah diseleksi serta pemeliharan
induk betina yang sudah dilakukan penyuntikan merupakan kolam induk yang
di sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1 m atau disesuaikan) dan/atau bak
dari kontruksi kayu yang dilapisi plastik (Foto 4.3). Jumlah wadah
isolasi/pemberokan induk 2-3 unit untuk memisahkan indukan jantan dan
betina.
3
Pembenihan Ikan
Jumlah larva yang dipelihara di dalam bak ini sekitar 20.000 - 30.000 ekor atau
sekitar 16 - 25 larva/liter.
3
Pembenihan Ikan
Bak atau kolam pendederan tidak selalu digunakan atau dibutuhkan, kecuali:
(1) untuk adaptasi atau aklimatisasi benih selama beberapa hari di lingkungan
kolam dan mendapatkan asupan pakan buatan, sebelum benih tersebut di jual
atau digunakan sendiri di kolam pembesaran; (2) apabila ingin membesarkan
benih sampai ukuran sekitar 2 inchi atau lebih, karena beberapa konsumen
benih menginginkan benih dengan ukuran tersebut.
Usaha pembenihan juga dilengkapi dengan sarana untuk meningkatkan
suhu dan oksigen media pemeliharaan larva/benih. Sarana untuk meningkat
suhu pada umumnya secara semi-modern, yaitu memanaskan air di dalam
dandang alumunium dengan kayu bakar (Foto 4.7 A, B, C, D) atau kompor
minyak tanah. Dalam 1 siklus pembenihan menggunakan kayu bakar sebanyak 1
truk, sedangkan minyak tanah sekitar 50-60 liter. Kegiatan ini dilakukan di luar
panti benih dan disalurkan dengan sistem resirkulasi ke dalam bak
pemeliharaan larva melalui sistem perpipaan dan menggunakan bantuan
pompa air (Foto 4.7 E, F). Kapasitas dandang pemanas ini sekitar 80 liter air
dengan jumlah berkisar antara 2-3 unit. Sedangkan untuk meningkatkan
kandungan oksigen di dalam media pemeliharaan larva digunakan Hi-blow
mikro blower dengan 40-60 titik aerator per-blower (Foto
4.7 G). Untuk menjalankan mikro blower, diperlukan aliran listrik yang berasal dari
PLN atau menggunakan genset cadangan (Foto 4-7 H).
A B
C D
E F
G H
Foto 4.7. Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin
3
Pembenihan Ikan
4.3.Bahan Baku
Bahan yang diperlukan antara lain indukan patin jantan dan betina (Foto
4.8 A), hormon buatan dan yang dipergunakan saat ini adalah ovaprim (Foto
4.8 B), pakan alami (artemia dan cacing sutera), pakan buatan untuk induk
dan benih, larutan fisiologis (larutan NaCl 0,9% atau larutan Ringer), garam
dapur atau obat- obatan untuk perawatan larva yang terkena penyakit, kapur
untuk meningkatkan pH air sumber yang rendah, kayu bakar atau minyak
tanah untuk bahan bakar pemanas air, solar untuk bahan bakar genset, dan
lain sebagainya.
Untuk target produksi benih patin siam persiklus dengan jumlah lebih
dari 100 ribu benih berukuran >1 inchi, dibutuhkan bahan berupa induk jantan
dengan jumlah 3-8 ekor yang berukuran > 2 kg/ekor dan betina 2-4 ekor
dengan ukuran > 3 kg/ekor. Selanjutnya dibutuhkan ovaprim 10 ml, larutan
fisiologis (NaCl 0,9%) 1-2 botol, artemia 3-10 kaleng, cacing rambut atau
cacing sutera 160-800 kaleng (@ 0,5 liter), pelet udang ukuran halus untuk
pakan benih di bak pemeliharaan dan pendederan sekitar 10-30 kg.
4.5.Teknologi
3
Pembenihan Ikan
3
Pembenihan Ikan
Pada umumnya, ciri induk jantan yang matang gonad adalah alat
kelamin (urogenital) membengkak dan berwarna merah tua (Foto 4.9 A).
Apabila bagian perut dekat lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan
putih kental (cairan sperma). Sedangkan induk ikan betina yang telah matang
gonad (Foto 4.9 B), memiliki ciri-ciri yang ditunjukkan dengan papila
membengkak dan berwarna merah tua, selain itu perut membengkak ke arah
4
Pembenihan Ikan
4.6.3. Pemijahan
Induk yang akan dipijahkan diberok dahulu 1-2 malam di dalam wadah
isolasi induk untuk mengurangi kadar lemak pada saluran pengeluaran telur
dan membuang kotoran/feces. Pemijahan dilakukan secara buatan melalui
pemberian rangsangan hormon untuk proses pematangan akhir gonad,
pengurutan untuk proses pengeluaran telur dan pembuahan dengan
mencampur sperma dan telur. Hormon yang digunakan adalah ovaprim atau
sejenisnya. Standar dosis ovaprim yang diberikan untuk induk betina adalah
0,5 mL/kg sedangkan untuk jantan adalah 0,2 mL/kg (bila diperlukan).
Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali pada bagian intramuskular dengan
interval waktu penyuntikan pertama dan kedua sekitar 6-12 jam. Penyuntikan
pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya 2/3 bagian lagi
diberikan pada penyuntikan kedua.
Setelah penyuntikan kedua, 6-8 jam kemudian dilakukan pengecekan
ovulasi induk. Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk
proses pembuahan. Bila pengeluaran telur dilakukan sebelum ovulasi (terlalu
cepat waktu), pengeluaran telur tidak akan lancar dan biasanya persentase
keberhasilan pembuahan akan kecil. Sedangkan bila terlalu lambat,
pembuahan biasanya juga gagal karena air sudah masuk ke dalam kantung
telur yang menyebabkan lubang mikrofil pada telur sudah tertutup.
Pengecekan ovulasi dilakukan dengan cara melakukan pengurutan pada
bagian dekat urogenital secara pelan dan hati-hati. Ovulasi sudah tercapai bila
sudah ada sedikit telur yang keluar sehingga pengurutan secara keseluruhan
dapat dilanjutkan untuk proses pembuahan.
Proses pembuahan didahului dengan penyiapan sperma yang
dikeluarkan dari induk jantan. Sperma ditampung dalam wadah dan
diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% (larutan infus) dengan perbandingan
sekitar 1 : 100. Sperma yang tercampur urine (air kencing ikan) sebaiknya
tidak digunakan.
Selanjutnya telur dikeluarkan dengan melakukan pengurutan induk
betina secara hati-hati dan ditampung dalam wadah. Tetesan air dalam wadah
4
Pembenihan Ikan
berulang tapi dalam tenggang waktu yang relatif singkat. Telur yang sudah
ditampung ditambahkan dengan sperma dan diaduk secara merata. Untuk
memudahkan pencampuran telur dan sperma dapat diberi tambahan larutan
fisiologis secukupnya. Proses pemijahan ikan patin disajikan pada Foto 4.10.
Telur yang sudah dibuahi diletakkan di atas trai hapa jaring dalam bak
pembenihan yang sudah disiapkan terlebih dahulu (Foto 4.11). Jumlah trai
hapa jaring (0,7m x 0,7m) dalam bak penetasan 4m x 1m x 0,4m sekitar 2-4
unit. Hapa jaring dilubangi di beberapa bagian yang berfungsi sebagai tempat
keluar benih patin yang menetas ke bak pembenihan. Aerasi yang cukup
untuk menjamin kandungan oksigen terlarut serta suhu perlu diperhatikan
agar proses penetasan
telur berjalan secara optimal. Pada suhu 29–30 °C biasanya telur mulai
menetas setelah inkubasi 18-24 jam. Setelah proses penetasan selesai, hapa
jaring diangkat karena pada saat penetasan terdapat sisa cangkang telur yang
dapat membusuk dan menyebabkan bahan beracun bagi larva. Alternatif lain
dalam penetasan telur dapat menggunakan corong (Foto 4.12)
4
Pembenihan Ikan
Benih ikan patin mempunyai sifat kanibal yang tinggi sehingga untuk
menghindarinya perlu diperhatikan waktu untuk pemberian pakan. Jenis pakan
untuk benih patin diberikan berdasarkan umur dari benih (Tabel 4.4). Pakan
pertama dapat diberikan sekitar 24 jam setelah menetas pada kisaran suhu
pemeliharaan 29–30 °C. Pakan yang diberikan berupa Artemia. Penyiapan
Artemia dilakukan pada saat telur patin menetas, sehingga pakan Artemia
diberikan pada saat benih sudah berumur 1 hari.
Tabel 4.4. Jenis Pakan Berdasarkan Umur Dalam Pemeliharaan Benih Patin
Siam
yang dimulai pada hari ketiga dengan air yang sesuai dengan kebutuhan
hidup larva. Tujuan dilakukannya penyiponan ini adalah untuk menghindari
penumpukan bahan organik yang berasal dari kotoran, larva yang mati atau
sisa pakan yang dapat mengakibatkan meningkatnya kandungan amoniak
dalam air. Penyiponan harus dilakukan setiap hari secara hati-hati. Pada saat
dilakukan penyiponan, batu aerasi diangkat agar sisa kotoran tidak teraduk
yang dapat berakibat mengotori badan air. Hal tersebut sering menyebabkan
stres pada larva dan bahkan berakibat fatal menyebabkan kematian larva.
Pemeliharaan larva/benih di bak pembenihan dapat dilakukan sampai umur
minimal 16-18 hari sebelum dipindah ke dalam kolam pendederan.
Pertimbangan pemindahan pemeliharaan dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.
4
Pembenihan Ikan
4
Pembenihan Ikan
a. Sistem terbuka
Pengangkutan benih dengan sistem terbuka biasanya menggunakan
drum plastik berkapasitas 200 L. Untuk mempertahankan kandungan oksigen
terlarut perlu ditambahkan fasilitas aerasi. Kapasitas angkut benih ikan patin
siam adalah 100 ekor/L air dengan lama waktu tempuh maksimal 10 jam.
Apabila lebih dari 10 jam perlu dilakukan penggantian air. Dalam
pengangkutan benih patin siam penambahan garam maksimal 5 ppt dan
perlakuan
suhu dingin sangat membantu. Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok
untuk benih ukuran relatif besar ( ukuran >2 inchi).
b. Sistem tertutup
Pengangkutan sistem tertutup biasanya dengan menggunakan kantong
plastik yang diberi tambahan oksigen. Perbandingan oksigen dan air adalah 2
: 1. Kapasitas angkut 50 g/L air untuk waktu tempuh maksimum 10 jam.
Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran kecil
(maksimum 1 inchi).
Pengusaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar melakukan
pengangkutan ikan dengan sistem tertutup dengan menggunakan plastik
ukuran 50 x 60 cm (10 L). Padat penebaran benih patin 1000 ekor/plastik.
Pengiriman benih patin menggunakan angkutan darat. Untuk penjualan benih
dalam kabupaten, para pembenih umumnya tidak melakukan pemberokan
pada benih, sedangkan penjualan keluar kabupaten/propinsi benih diberok
selama 2 hari. Pengiriman dengan sistem ini mempunyai waktu tempuh 10
jam, dan kepadatan benih dikurangi dalam kantong jika waktu tempuh lebih
dari 10 jam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih ikan patin yaitu:
1. Ketersediaan atau pengadaan kantong plastik sesuai kebutuhan.
Setiap kantong dibuat rangkap untuk menghindari kebocoran.
2. Benih ikan ditangkap dengan serokan halus (sambil dilakukan
penghitungan), kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.
3. Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan air
dengan oksigen adalah 1 : 2), setelah itu segera diikat.
4. Kantong-kantong plastik berisi benih, dimasukkan kedalam kardus
agar benih tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
5. Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam
dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang
hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya
cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan
mengurangi jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik.
5
Pembenihan Ikan
6. Pengangkutan lebih baik dilakukan pada saat pagi dan sore hari atau
pada saat kondisi cuaca tidak panas. Cuaca yang panas akan
meningkatkan suhu air untuk pengangkutan benih yang dapat
meningkatkan kematian benih.
Secara ringkas, proses produksi benih patin disajikan pada Gambar 4.1.
Pengelolaan Induk
• Jumlah, ukuran, dan proporsi indukan yang dipelihara
• Pemberian pakan buatan dengan protein 30-35%.
• Pengelolaan kualitas media pemeliharaan
• Pengecekan induk ikan yang sakit atau terinfeksi
Seleksi Induk
• Minimalkan penyebab Stress indukan dan
induk yang diseleksi.
• Isolasi dan pemberokan 1-2 malam
Pemijahan
• Penyuntikan hormon ovaprim
• Stripping
• Pemijahan buatan
Penetasan Telur
• Penetasan di atas hapa dalam bak
larva/ Penetasan dengan corong
• Kepadatan & Hatching rate
Pendederan di kolam
• Persiapan dan pengelolaan air
• Pemberian pakan buatan
• Padat penebaran dan sintasan
5
Pembenihan Ikan
Secara umum masalah atau titik kritis dalam proses produksi terjadi
pada; (1) manajemen induk; (2) manajemen air; (3) penetasan telur (4)
pemeliharaan larva dan benih, baik di bak pemeliharaan maupun di kolam
pendederan. Sedangkan permasalahan yang kadang dihadapi oleh pembenih
patin di Kabupaten Kampar saat ini adalah pH air tanah yang rendah, dan
pemeliharaan larva/benih berkaitan dengan penyakit pada musim hujan,
pasokan pakan cacing sutera (Tubifex) yang sering menjadi kendala atau
harganya mahal (Rp. 9.000,- s.d. Rp. 10.000/kaleng; @ 0,5 liter), sedangkan
kebutuhan pembudidaya sekitar 150-500 kaleng/siklus.
Manajemen sangat penting dalam proses produksi pembenihan patin,
mulai dari pengaturan jumlah, ukuran, proporsi jantan dan betina yang
dipelihara serta pemeliharaan induk. Masalah indukan selama ini belum
menjadi titik kritis, terutama dari segi jumlah dan ukuran. Hal ini disebabkan
karena tersedia calon induk yang sangat memadai dari petani pembesar atau
khusus pembesaran calon induk. Disamping itu, para pembenih juga
mempunyai kolam pembesaran yang digunakan untuk pemeliharaan ikan
untuk menjadi calon induk atau pemeliharan calon induk untuk menjadi induk
dasar.
Manajemen induk yang tidak kalah penting juga adalah pengaturan
ukuran dan jumlah dari calon induk dan induk produktif yang dipelihara.
Disamping itu pegaturan kolam pemeliharaan, sehingga induk induk tidak
hanya ditempat di satu kolam. Hal ini berguna untuk menekan stres pada
induk pada saat dilakukannya seleksi induk. Pengaturan kolam pemeliharaan
5
Pembenihan Ikan
pemisahan induk yang sudah beberapa kali pemijahan dengan induk yang
belum atau satu kali pemijhahan.
Selain pengaturan pemeliharaan, juga diperlukan pemberian pakan
dengan dengan protein tinggi. Hal ini untuk meningkatkan fekunditas dan
periode matang gonad serta mengurangi kandungan lemak dalam gonad.
Dalam mengurangi kandungan lemak dalam gonad, maka pakan induk sering
ditambahkan Vitamin E (VE) dengan pemberian 200 mg/kg induk dan dapat
diberikan 1-2 kali perbulan. Dengan demikian diharapkan hatching rate telur
dari induk yang dipelihara dapat meningkat.
Untuk mengatasi masalah air dengan sumber air tanah dengan pH yang
rendah atau air irigasi dengan kekeruhan relatif tinggi dan pH-nya juga
rendah, dilakukan dengan sistem pengolahan air sebagai air sumber kegiatan.
Pengolahan dilakukan dalam bak secara bertingkat, mulai dengan pemberian
kapur tohor (CaO), kemudian penyaringan dengan menggunakan lapisan ijuk
dan arang serta pengendapan.
Dalam mengatasi permasalahan penyakit di musim hujan, pembenih
ikan patin di Kabupaten Kampar menanganinya dengan satu atau kombinasi
dari dua teknik, yaitu dengan pemberian air garam ke dalam media
pemeliharaan dengan kadar 5 ppt atau meningkatkan suhu media
pemeliharaan menjadi 30-31°C atau kombinasi keduanya.
Untuk menangulangi masalah terhadap keterbatasan pasokan pakan
alami berupa cacing sutera, pembenih sering memperpanjang periode
pemberian pakan naupli artemia atau dengan mempercepat aplikasi
pemberian pakan buatan. Sedangkan upaya lain dapat dilakukan dengan
menggunakan pakan alami berupa Daphnia.
5
Pembenihan Ikan
berasal dari air yang dipanaskan
5
ASPEK KEUANGAN
ini. Selanjutnya skala teknologi proses produksi adalah yang umum digunakan
dan dapat diadopsi oleh masyarakat serta sarana dan fasilitas yang sesuai
sebagai konsekwensi teknologi yang digunakan dan/atau kebutuhan dalam
proses produksi.
Berdasarkan pertimbangan kriteria di atas, maka pola usaha yang dipilih
dalam pembenihan ikan patin siam ini adalah:
(1) Produksi benih kategori P II A (ukuran 1-2 inchi) minimal adalah
110.000 ekor per-siklus dengan 8 siklus per-tahun atau produksi dan
penjualan benih >880.000 ekor per-tahun. Benih tersebut adalah benih
patin siam kelas sebar hasil pemeliharaan di dalam bak larva dan atau
kolam pendederan. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi benih
ukuran 1-2 inchi tersebut sekitar 25-35 hari per-siklus, sedangkan
produksi 8 siklus per-tahun disebabkan karena induk ikan patin betina
mempunyai frekuensi tingkat kematangan gonad yang rendah pada
musim kemarau, sehingga menurun jumlah siklus produksi.
(2) Induk yang diperlukan untuk memproduksi benih yang demikian
adalah sekitar 1-2 ekor induk betina dengan berat 3-5 kg per-ekor dan
2-5 ekor induk jantan dengan berat 2-4 kg per-ekor. Dengan
menggunakan pakan buatan berprotein tinggi (28-35%), maka satu
induk betina ukuran tersebut dapat menghasilkan telur (fekunditas)
sekitar 150–500 ribu butir setiap pemijahan dan dapat dipijahkan
sekitar 2-3 kali dalam setahun dengan umur produktif 2-3 tahun.
(3) Dalam menjaga kontinuitas produksi dan sesuai dengan kapasitas
sarana dan fasilitas serta perlatan, maka jumlah indukan secara
keseluruhan berkisar antara 100-120 ekor dengan proporsi jumlah
jantan dan betina adalah 1 : 1,5-2. Disamping itu, minimal tersedia 6-
10 pasang induk dalam kondisi usia produktif untuk memulai usaha.
(4) Penetasan telur hasil pemijahan dapat menggunakan trai atau corong,
dengan rata-rata tingkat keberhasilan penetasan (hatching rate) dan
sintasan/kelangsungan hidup (survival rate) masing-masing adalah 70%.
5
Pembenihan Ikan
5
Pembenihan Ikan
Untuk memulai usaha pembenihan ikan patin ini, biaya investasi yang
dibutuhkan untuk areal seluas 800 m2 adalah Rp 147.010.000 dengan
komponen terbesar adalah pembelian lahan usaha dan bangunan panti benih
ikan patin. Secara rinci, investasi pembenihan ikan patin ini disajikan dalam
Tabel 5.2 dan Lampiran 2.
6
Pembenihan Ikan
Jumlah 147.010.000
A Biaya Variabel
a. Pakan alami
(2). Cacing
kaleng 180 10.000 1.800.000 14.400.000
rambut
b. Pakan buatan
kg 10 1.500 15.000 120,000
(pellet udang)
3 Pemijahan Induk
6
Pembenihan Ikan
b. Hormon buatan
botol 1 200.000 200.000 1,600,000
(Ovaprim)
Desinfektan dan
4
Obat-Obatan
c. Obat-obatan
kg 1 50.000 50.000 400.000
lainnya
5 Penunjang
6 Packing benih
tbg/
a. Oksigen 0.5 100.000 50.000 400.000
siklus
b. Plastik kantong
unit 100 2.000 200.000 1.600.000
tebal
B Biaya Tetap
Perawatan sarana
2 Rp./bln 1 500,000 500.000 4.000.000
dan fasilitas
6
Pembenihan Ikan
Dengan skala usaha yang dipilih, diperkirakan produksi telur dari 2 induk
ikan patin minimal 230.000 butir untuk satu kali pemijahan. Dengan hatching
rate rata-rata sekitar 70%, akan menghasilkan benih ukuran 1-2 inchi sekitar
110.000 ekor per-siklus (sintasan larva dan benih rata-rata 70%). Dengan 8
siklus produksi per-tahun, usaha ini diproyeksikan untuk dapat berproduksi
secara optimal mulai tahun pertama hingga akhir tahun ke-empat (sesuai
umur proyek). Dengan harga jual benih ukuran 1-2 inchi sebesar Rp. 170 per
ekor, maka proyeksi pendapatan yang diperoleh adalah sebesar Rp
18.700.000,- per-siklus atau sekitar Rp 149.600.000,- per-tahun. Proyeksi
produksi dan pendapatan usaha serta harga penjualan ditampilkan pada Tabel
5.6 dan Lampiran 5.
6
Pembenihan Ikan
Tahun
No Uraian Jumlah
1 2 3 4
Total
1 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000 598.400.000
Penerimaan
Total
2 118.115.822 113.721.204 109.326.585 106.946.167 448.109.778
Pengeluaran
Laba/Rugi
3 31.484.178 35.878.796 40.273.415 42.653.833 150.290.222
Sebelum Pajak
Laba Setelah
5 26.761.551 30.496.977 34.232.403 36.255.758 129.249.591
Pajak
Ekor benih
239.374 203.955 168.535 149.349 761.213
ikan
BEP
berdasarkan
8 26.761.551 30.496.977 34.232.403 36.255.758 129.249.591
biaya (Rupiah/
ekor benih)
a. Biaya
46 46 46 46 46
operasional
Seperti terlihat pada Tabel 5.8, usaha pembenihan ikan patin selama
kurun waktu 4 tahun rata-rata akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar
Rp 31.936.672,- per-tahun dan profit margin rata-rata 21,35% per-tahun
(Tabel 5.8). Dengan membandingkan pengeluaran untuk biaya tetap terhadap
biaya variabel dan total penerimaan, maka BEP usaha ini terjadi pada
penjualan senilai Rp. 40.693.631,- pada tahun pertama hingga Rp
25.389.370,- pada tahun ke-4, dengan BEP rata-rata sebesar Rp.
32.351.554,- untuk 190.303 ekor benih ikan patin. Selengkapnya proyeksi rugi
laba usaha ditampilkan pada Lampiran 8.
Uraian Nilai
Laba per tahun Rp. 31.936.672
Profit Margin 21,35%
BEP: Rupiah Rp. 32.351.554
Benih 190.303 ekor
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua
aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk
diperoleh dari penjualan benih ikan patin selama satu tahun. Untuk arus keluar
meliputi biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, termasuk angsuran pokok,
angsuran bunga, dan pajak penghasilan.
Evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai
kriteria investasi untuk mengukur kelayakan pendirian usaha pembenihan
patin, yaitu meliputi NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return),
Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio). Usaha pembenihan ikan patin dengan
pemilihan pola
6
Pembenihan Ikan
5.8.Analisis Sensitivitas
a. Skenario I
Sensitivitas kenaikan biaya variabel dimungkinkan dengan melihat
perkembangan ekonomi saat ini dan kenaikan harga BBM, sehingga
memunculkan asumsi peningkatan biaya produksi/ variabel, sedangkan
pendapatan dianggap tetap/konstan. Kenaikan biaya operasional terjadi
antara lain karena kenaikan biaya pakan dan bahan pembantu serta upah
tenaga kerja. Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel
ditampilkan pada Tabel 5.10 serta perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini
selengkapnya pada Lampiran 10 dan 11.
7
Pembenihan Ikan
b. Skenario II
Pendapatan usaha pembenihan ikan patin dapat saja turun per-
bulannya atau per-tahunnya, yang disebabkan oleh berbagai hal. Pendapatn
turun karena kualitas benih ikan patin kurang baik atau jumlah produksi benih
ikan patin berkurang, misalnya berkaitan dengan kendala penyakit pada
musim hujan. Analisis sensitivitas penurunan pendapatan ketika biaya
pengeluaran dianggap tetap/konstan disajikan pada Tabel 5.11 serta
perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 12
dan 13.
c. Skenario III
Analisis sensitivitas pada skenario III ini dilakukan dengan cara
mengkombinasikani sensitivitas pada skenario I dan II, yaitu peningkatan
biaya variabel sebesar 9% dan penurunan pendapatan 9%. Hasil analisis
sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel dan penurunan pendapatan secara
bersamaan ditampilkan pada Tabel 5.12 serta perhitungan arus kas untuk
sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 14 dan 15.
Dari Tabel 5.12 tampak bahwa pada kenaikan biaya variabel dan
penurunan pendapatan masing-masing sebesar 9% dan 9%, usaha tersebut
masih layak dilaksanakan pada tingkat suku bunga 14%, dengan
menghasilkan NPV positif dan IRR 15,32%, kemudian Net B/C Ratio lebih dari
satu (1,03) dan PBP 3,9 tahun. Namun demikian apabila biaya variabel naik
menjadi 10% dengan pendapatan turun sebesar 10%, maka proyek ini menjadi
tidak layak dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena NPV negatif, IRR lebih
kecil dari suku bunga (yaitu hanya 13,77%), dan Net B/C Ratio kurang dari
satu (0,99), dengan PBP melebihi umur proyek (>4 tahun).
7
Pembenihan Ikan
Aspek sosial ekonomi yang disajikan adalah tenaga kerja, baik sebagai
tenaga kerja langsung maupun tidak langsung dan pendapatan. Usaha
pembenihan ikan patin skala mikro dan kecil dapat menyerap tenaga kerja
langsung 3-8 orang dan tenaga kerja tidak langsung 4-5 orang. Tenaga kerja
tersebut sebagian besar berasal dari warga sekitar dan sebagian kecil adalah
keluarga serta dari luar daerah (Jawa). Terdapat beberapa alasan pengusaha
menggunakan tenaga kerja dari luar daerah, diantaranya adalah lebih disiplin
dan produktif.
7
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
nantinya aman
7
BAB
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.2. Saran
7
KESIMPULAN DAN SARAN
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7548: 2009 tentang Pakan
buatan untuk ikan patin (Pangasius sp.).
[DKP-Riau] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau. 2009. Statistik Perikanan
Budidaya Provinsi Riau Tahun 2008.
8
KESIMPULAN DAN SARAN
Khairuman & Sudenda, D. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif, Agro Media
Pustaka. Jakarta.
[LRPTBPAT] Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.
2007. Panduan teknik pembenihan ikan patin “pasupati”(Pangasius sp.). 19
hlm.
Sularto, R.H dan Evi, T. Petunjuk teknis pembenihan ikan patin Pasupati. Loka
Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. 2007.
Sutojo, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek, Konsep, Teknik & Kasus. Seri
Manajemen Bank No.66. PT Damar Mufia Pustaka. Jakarta.
Tave, D. 1996. Selective breeding programmes for medium-sized fish farms. FAO
Fish. Tech. Paper 352. 122 pp.
8
KESIMPULAN DAN SARAN
9. Fekunditas adalah jumlah telur ikan yang dikeluarkan per satuan bobot
tubuh.
10. Fototaksis positif adalah perilaku larva yang respon terhadap cahaya.
11. Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang
menghasilkan telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan.
12. Hatching Rate (HR) adalah tingkat atau angka keberhasilan penetasan
telur menjadi larva.
13. Induk penjenis (Great Grand Parent Stock, GGPS) adalah induk ikan
patin yang dihasikan oleh dan di bawah pengawasan penyelenggara
pemulia (SNI 01-6483.3-2000).
14. Induk Dasar (Grand Parent Stock, GPS) adalah induk keturunan
pertama dari induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk
dasar (SNI 01- 6483.3-2000).
15. Induk Pokok (Parent Stock, PS) adalah induk keturunan pertama dari
induk dasar (SNI 01-6483.3-2000).
16. Indukan adalah calon induk dan induk; calon induk adalah ikan dewasa
yang memerlukan beberapa waktu pemeliharaan untuk menjadi induk
yang produktif, sedangkan induk adalah ikan dewasa dalam umur
produktif dan hampir memijah.
17. Induk afkir adalah induk yang sudah melewati masa produktif dalam
menghasilkan telur atau sperma atau kualitas dan kuantitas produksi
telurnya menurun.
18. Larva ikan patin siam adalah fase atau tingkatan benih ikan sejak telur
menetas sampai organ tubuhnya sempurna, umurnya 1-2 hari setelah
menetas dan masih mengandung kuning telur sebagai sumber
makanannya, berenang vertikal, lincah, fototaksis positif dan
bergerombol.
19. Matang gonad pada ikan betina adalah kondisi ikan yang sudah siap
8
KESIMPULAN DAN SARAN
8
KESIMPULAN DAN SARAN
Lampiran Hal
1 Asumsi Untuk Analisis Keuangan..........................................................93
2 Biaya Investasi.......................................................................................95
3 Biaya Variabel........................................................................................98
4 Biaya Tetap..........................................................................................100
5 Proyeksi Produksi dan Pendapatan Kotor...........................................101
6 Angsuran Kredit Investasi....................................................................101
7 Angsuran Kredit Modal Kerja.........................................................104
8 Proyeksi Laba Rugi Usaha.........................................................................107
9 Proyeksi Arus Kas................................................................................108
10 Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 46%.............................110
11 Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 47%............................112
12 Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 12%..............................114
13 Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 13%..............................116
14 Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 10% dan
Penurunan Pendapatan 9%................................................................118
15 Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 10% dan
Penurunan Pendapatan 10%........................................................120
16 Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Kelayakan Usaha........122
BANK INDONESIA 91
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Pembenihan Ikan Patin
93
LAMPIRAN
2 Perizinan dan
Sertifikasi
a. Perizinan Usaha kali 1 500.000 500.000 5 100.000 100.000
Pembenihan Ikan
7 Bak/kolam treatment air unit 3 2.000.000 6.000.000 10 600.000 3.600.000
Harga Umur
LAMPIRAN
Jumlah Jumlah Penyusutan Nilai
No Komponen Biaya Satuan per Satuan Ekonomis
Fisik nilai (Rp) Pertahun Sisa (Rp)
Rp Tahun
(Rp)
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
10 Pompa air
13 Aerasi
14 Alat tangkap
Pembenihan Ikan
Sumber dana investasi dari *) :
a. Kredit 40% 58.804.000
b. Dana sendiri 60% 88.206.000
9
Lampiran 3. Biaya Variabel
9
LAMPIRAN
Jumlah Harga per Jumlah biaya Jumlah biaya
No Komponen biaya Satuan
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
a. Pakan alami
3 Pemijahan Induk
5 Penunjang
6 Packing benih
Pembenihan Ikan
b. Plastik kantong tebal unit 100 2.000 200.000 1,600,000
LAMPIRAN
Jumlah Harga Per Jumlah Jumlah biaya
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
Keterangan: *) = Modal kerja yang diperlukan adalah sama dengan biaya operasional dan
over head cost untuk empat kali siklus usaha
Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Kotor
Angsuran Saldo
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
Tetap Akhir
Tahun-0 58.804.000 58.804.000 58.804.000
Pembenihan Ikan
Bulan -4 1.633.444 628.876 2.262.321 53.903.667 52.270.222
LAMPIRAN
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
Tetap Akhir
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
Pembenihan Ikan
Bulan -10 1.633.444 57.171 1.690.615 4.900.333 3.266.889
LAMPIRAN
Angsuran Saldo
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
Tetap Akhir
Tahun-0 35.366.400 35.366.400 35.366.400
Pembenihan Ikan
Bulan -2 982.400 126.075 1.108.475 10.806.400 9.824.000
LAMPIRAN
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
Tetap Akhir
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
Tahun Jumlah/
No Uraian
1 2 3 4 Rata-rata
1 Pendapatan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000 598.400.000
2 Pengeluaran
a. Biaya Variabel 40.416.000 40.416.000 40.416.000 40.416.000 161.664.000
b. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 192.000.000
c. Penyusutan 18.530.167 18.530.167 18.530.167 18.530.167 74.120.667
d. Angsuran bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 0 20.325.111
Jumlah 118.115.822 113.721.204 109.326.585 106.946.167 448.109.778
Laba sebelum
31.484.178 35.878.796 40.273.415 42.653.833 150.290.222
pajak
Pajak 15% 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075 21.040.631
Pembenihan Ikan
4 Profit margin % 17,89% 20,39% 22,88% 24,24% 21,60%
5 BEP (rupiah) 40.693.631 34.672.282 28.650.934 25.389.370 129.406.217
BEP (benih ikan
10
LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 88.206.000
b. Modal Kerja 53.049.600
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 147.010.000 238.016.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Arus Masuk untuk
- 149.600.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Menghitung IRR
ANALISIS
Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp. 54.561.039
IRR 28,94%
Net B/C 1,37
10
LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 88.206.000
b. Modal Kerja 53.049.600
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 147.010.000 238.016.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Arus Masuk untuk
- 149.600.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Menghitung IRR
ANALISIS
Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp 391.164
IRR 14,11%
Net B/C 1,00
11
LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 88.206.000
b. Modal Kerja 53.049.600
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 147.010.000 238.016.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Arus Masuk untuk
- 149.600.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Menghitung IRR
ANALISIS
Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) (-) Rp 786.442
IRR 13,78%
Net B/C 0,99
11
LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 131.648.000 131.648.000 131.648.000 131.648.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 88.206.000
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 117.608.000 255.220.400 131.648.000 131.648.000 198.274.000
Arus Masuk untuk
- 131.648.000 131.648.000 131.648.000 198.274.000
Menghitung IRR
ANALISIS
Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp 2.254.075
IRR 14,63%
Net B/C 1,02
11
LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 130.152.000 130.152.000 130.152.000 130.152.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 88.206.000
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 117.608.000 253.724.400 130.152.000 130.152.000 196.778.000
Arus Masuk untuk
- 130.152.000 130.152.000 130.152.000 196.778.000
Menghitung IRR
ANALISIS
Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) (-) Rp2.104.838
IRR 13,41%
Net B/C 0,99
11
LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 136.136.000 136.136.000 136.136.000 136.136.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 88.206.000
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 117.608.000 259.708.400 136.136.000 136.136.000 202.762.000
Arus Masuk untuk
- 136.136.000 136.136.000 136.136.000 202.762.000
Menghitung IRR
ANALISIS
Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp 4.732.363
IRR 15,32%
Net B/C 1,03
11
LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA
0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 134.640.000 134.640.000 134.640.000 134.640.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 88.206.000
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 117.608.000 258.212.400 134.640.000 134.640.000 201.266.000
Arus Masuk untuk
- 134.640.000 134.640.000 134.640.000 201.266.000
Menghitung IRR
ANALISIS
Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) (-) Rp 804.157
IRR 13,77%
Net B/C 0,99
12
Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
n B1 – Ct
NPV = ∑ –––––––––
t
t=1 (1 + i)
Keterangan :
Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh
pada tahun ke-t.
Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya
proyek pada tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya
tersebut dianggap merupakan modal atau dana
rutin/operasional.
NPV1
IRR = i1 + (i2 – i1) X –––––––––––––
(NPV1 – NPV2)
Keterangan :
IRR = Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam
%. NPV1 = Net Present Value pertama pada DF
terkecil
NPV2 = Net Present Value kedua pada DF
12
LAMPIRAN
terbesar i1 = Tingkat suku bunga /discount rate
pertama. i2 = Tingkat suku bunga /discount rate
kedua.
Keterangan :
Net BC = Nilai benefit-cost ratio.
NPV B-C Positif. = Net present value positif.
NPV B-C Negatif. = Net present value
negatif.
12
LAMPIRAN
Biaya Tetap.
a. Titik Impas (Rp.) = —————————————
Total Biaya Variabel.
1 - —————————
Hasil Penjualan.
c. Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian
titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total
pengeluaran.
Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan.
Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan
proyek.
Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total
Pengeluaran.
12
LAMPIRAN
1
Rumus DF per tahun = ———— , dimana
(1+ r) n
r = suku bunga
n = tahun 0, 1,..............n ; sesuai dengan tahun proyek
12