Anda di halaman 1dari 152

Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

PEMBENIHAN IKAN PATIN


POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)

PEMBENIHAN IKAN PATIN


KATA PENGANTAR

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian


nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM
masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk
mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku
UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank,
baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan,
maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke
perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki
keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu.
Di sisi lain, ternyata perbankan juga membutuhkan informasi tentang
komoditas yang potensial untuk dibiayai.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan
bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta
menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud
mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan
informasi pola pembiayaan untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk
model/pola pembiayaan komoditas (Lending Model). Sampai saat ini, Bank
Indonesia telah menghasilkan 112 judul buku pola pembiayaan komoditi
pertanian, industri dan perdagangan dengan sistem pembiayaan konvensional
dan 30 judul dengan sistem syariah. Dalam upaya menyebarluaskan lending
model tersebut kepada masyarakat maka buku pola pembiayaan ini telah
dimasukkan dalam website Sistem Informasi Terpadu Pengembangan UKM
(SI-PUK) yang terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI)
dan dapat diakses melalui internet di alamat www.bi.go.id.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah bersedia membantu dan bekerjasama serta memberikan masukan
selama penyusunan buku lending model. Bagi pembaca yang ingin
memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin
mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi:

i
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Biro Pengembangan BPR dan UMKM
Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan
UMKM Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat
Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794
Fax. (021) 351.8951

Besar Harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang
pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus
memperluas replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut.

Jakarta, November 2010

i POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
USAHA PEMBENIHAN IKAN LELE

No UNSUR PEMBINAAN URAIAN


1 Jenis usaha Usaha Pembenihan Ikan Patin
2 Lokasi usaha Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang
dan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi
Riau
3 Dana yang digunakan Investasi = Rp. 147.010.000
Modal Kerja = Rp. 44.208.000
Total = Rp.
191.219.000
4 Sumber dana
a. Kredit (40%) Rp. 94.170.400
b. Modal Sendiri (60%) Rp. 141.255.600
Suku Bunga per tahun = 14%
Jangka Waktu Kredit = 3 tahun
5 Periode pembayaran kredit Pengusaha melakukan angsuran pokok dan
angsuran bunga setiap bulan selama
jangka waktu kredit
6 Kelayakan usaha
A Periode proyek 4 tahun
B Produk utama Benih Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)
C Skala proyek Pendapatan per tahun : Rp. 149.600.000
D Teknologi Pemijahan buatan dan Pendederan
E Pemasaran produk Pembudidaya/pembesaran ikan patin di lokal
kabupaten dan luar kabupaten dalam provinsi,
pedagang pengumpul untuk pasar antar
kabupaten
7 Kriteria kelayakan usaha
NPV Rp. 54.092.039
IRR 28,94%
Net B/C Ratio 1,37
Pay Back Period 3,2 tahun
BEP rata-rata Rupiah = Rp.
32.351.554 Benih Ikan Patin =
Penilaian 190.303 ekor Layak dilaksanakan

i
No UNSUR PEMBINAAN URAIAN
8 Analisis sensitivitas
(1) Kenaikan Biaya variabel 46%
Analisis Profitabilitas :
NPV Rp. 39.164
IRR 14,11%
Net B/C Ratio 1,00
Pay Back Period 47,9 bulan (<4 tahun)
Penilaian Layak
(2) Kenaikan Biaya variabel 47%
Analisis Profitabilitas :
NPV (-) Rp. 786.422
IRR 13,78%
Net B/C Ratio 0,99
Pay Back Period > 4 tahun
Penilaian Tidak Layak
(3) Penurunan Pendapatan 12%
Analisis Profitabilitas :
NPV Rp. 2.254.075
IRR 14,63%
Net B/C Ratio 1,02
Pay Back Period 47,6 bulan (< 4 tahun)
Penilaian Layak
(4) Penurunan Pendapatan 13%
Analisis Profitabilitas :
NPV (-) Rp. 2.104.838
IRR 13,41%
Net B/C Ratio 0,99
Pay Back Period >4 tahun
Penilaian Tidak Layak

i POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
No UNSUR PEMBINAAN URAIAN
(5) Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel 9% dan Penurunan Pendapatan
9%
Analisis Profitabilitas :
NPV Rp. 4.732.363
IRR 15,32%
Net B/C Ratio 1,03
Pay Back Period 47,1 bulan (<4 tahun)
Penilaian Layak
(6) Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel 10% dan Penurunan Pendapatan
10%
Analisis Profitabilitas :
NPV (-) Rp. 804.157
IRR 13,77%
Net B/C Ratio 0,99
Pay Back Period >4 tahun
Penilaian Tidak Layak

v
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

v POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
RINGKASAN ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR FOTO .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN


2.1 Profil Pengusaha ................................................................. 9
2.2 Profil Usaha.............................................................................10
2.3 Pola Pembiayaan....................................................................12

BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN


3.1 Aspek Pasar............................................................................15
3.1.1 Permintaan.....................................................................15
3.1.2 Penawaran.....................................................................16
3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar.........................17
3.2 Aspek Pemasaran...................................................................18
3.2.1 Harga..............................................................................18
3.2.2 Jalur Pemasaran............................................................19
3.2.3 Kendala Pemasaran.......................................................20

BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI


4.1 Lokasi Usaha...........................................................................21
4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan.............................................24
4.3 Bahan Baku.............................................................................36

4.4 Tenaga Kerja...........................................................................36

v
4.5. Teknologi.................................................................................37
4.6 Proses Produksi......................................................................38
4.7 Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi............................................50
4.8 Produksi Optimum...................................................................52
4.9 Kendala Produksi....................................................................52

BAB V ASPEK KEUANGAN


5.1 Pemilihan Pola Usaha .......................................................... 55
5.2 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan 58
..................
5.3 Komposisi dan Struktur Biaya Investasi dan
Biaya Operasional ............................................................... 61
5.3.1 Biaya Investasi ............................................................ 61
5.3.2 Biaya Operasional ...................................................... 63
5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ........................ 65
5.5 Produksi dan Pendapatan ................................................... 67
5.6 Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point 67
..................
5.7 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha 69
..............................
5.8 Analisis Sensitivitas ............................................................. 70

BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN


6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial......................................................75
6.2 Aspek Dampak Lingkungan.....................................................75

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan..............................................................................77
7.2 Saran.......................................................................................79

DAFTAR PUSTAKA................................................................81
DAFTAR ISTILAH........................................................................83
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................91

v POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1.1 Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006


(Sumber: DKP, 2007) ................................................................... 2
3.1 Jalur Pemasaran Benih Patin 19
.........................................................
4.1 Bagan Alir Proses Produksi Benih Ikan Patin 51
..................................

DAFTAR FOTO

Foto Hal
4.1 Model Kolam Pemeliharan Induk......................................................30
4.2 Model Kolam/Bak Pengolahan Air....................................................31
4.3 Model Wadah Pemberokan Induk.....................................................31
4.4 Model Bangsal (Panti Benih)............................................................32
4.5 Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva.....................................33
4.6 Model Wadah Penetasan Artemia....................................................33
4.7 Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin...............................................35
4.8 Induk Patin Hasil Seleksi dan Ovaprim.............................................37
4.9 Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad..........................................40
4.10 Proses Pemijahan Ikan Patin..................................................................42
4.11 Alat Bantu dan Proses Penetasan Telur...........................................43
4.12 Corong Penetasan Telur...................................................................43

x POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
DAFTAR TABEL

Tabel Hal
1.1 Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan
di Kabupaten Kampar Tahun 2008-2009 5
........................................
1.2 Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten
Kampar Tahun 2008 dan 2009 ....................................................... 6
1.3 Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten
Kampar Tahun 2008 dan 2009 ....................................................... 7
3.1 Perkembangan Harga Benih Patin Siam 18
...........................................
4.1 Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam 22
..........................
4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin ................ 24
4.3 Komposisi Pakan Buatan untuk Indukan Patin 39
.................................
4.4 Jenis Pakan Berdasarkan Umur dalam Pemeliharaan
Benih Patin Siam 44
.............................................................................
5.1 Asumsi untuk Analisis Keuangan 59
.....................................................
5.2 Komposisi Biaya Investasi ................................................................ 61
5.3 Komposisi Biaya Operasional ........................................................... 63
5.4 Komponen dan Struktur 66
Biaya ........................................................
5.5 Perhitungan Angsuran 66
Kredit ..........................................................
5.6 Proyeksi Produksi dan Pendapatan .................................................. 67
5.7 Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha ...................................... 68
5.8 Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha ................................................. 69
5.9 Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin ......................................... 70
5.10 Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik ........................................... 71
5.11 Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun ............................................ 72

i
5.12 Analisis Sensitivitas Kombinasi ......................................................... 73

x POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
BAB I
PENDAHULUAN

Ikan patin (Pangasius spp.) merupakan salah satu komoditi perikanan


yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Permintaan lokal dan ekspor ikan patin
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena daging
ikan patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa
dagingnya khas, enak, lezat, dan gurih. Ikan ini dinilai lebih aman untuk
kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging
ternak. Keunggulan ini menjadikan patin sebagai salah satu primadona
perikanan tawar.
Ikan patin adalah ikan perairan tawar yang termasuk ke dalam famili
pangasidae dengan nama umum adalah catfish. Populasi di alam ditemukan
di sungai-sungai besar di daerah Sumatera, Kalimantan, dan sebagian di
Jawa. Di daerah penyebarannya tersebut di Indonesia, terdapat sekitar 14
jenis ikan patin, termasuk ikan patin siam (Slembrouck et al., 2005). Selain di
Indonesia, ikan patin juga banyak ditemukan di kawasan Asia seperti di
Vietnam, Thailand, dan China. Diantara beberapa jenis patin tersebut, yang
telah berhasil dibudidayakan, baik dalam pembenihan maupun pembesaran
dalam skala usaha mikro, kecil, dan menengah adalah 2 spesies, yakni ikan
patin siam (Pangasius hypophthalmus; nama latin sebelumnya adalah P.
sutchi) dan patin jambal (Pangasius djambal). Patin siam mulai berhasil
dipijahkan di Indonesia pada tahun 1981, sedangkan patin jambal pada tahun
1997. Di samping itu terdapat patin hasil persilangan (hibrida) antara patin
siam betina dengan patin jambal jantan, yang dilakukan oleh Loka Riset
Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) dan
dikenal dengan “patin pasupati” (Pangasius sp.). Ketiga jenis ikan patin
tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kendala tersendiri dalam
budidaya, baik dari kegiatan pembenihan maupun pembesaran. Kendala yang
relatif besar dihadapi dalam pembenihan ikan adalah terhadap ikan patin
jambal.

1
Pembenihan Ikan

Sebagai salah satu primadona perikanan air tawar, masyarakat mulai


melakukan budidaya pembesaran patin, karena produksinya dari alam
semakin menurun. Perkembangan pembesaran patin di beberapa wilayah di
Indonesia mulai meningkat pada tahun 1990an. Meskipun demikian, pada
dekade tersebut pembenihan ikan patin masih terkonsentrasi di daerah Jawa
Barat, khususnya Sukabumi dan Bogor. Perkembangan yang pesat untuk
kegiatan pembenihan ikan patin dimulai tahun 2000an.
Wilayah produsen ikan patin di Indonesia meliputi Sumatera (terutama
Provinsi Riau, Jambi, Lampung, dan Sumatera Selatan), seluruh wilayah
provinsi di Kalimantan, dan Jawa (terutama Provinsi Jawa Barat, Banten, dan
DKI Jakarta). Produksi ikan patin dari wilayah tersebut dari tahun 2004-2006
disajikan pada Gambar 1.1. Produksi yang demikian berasal dari budidaya di
kolam dan karamba. Volume produksi yang tinggi di beberapa wilayah
tersebut, tentu seiring dengan kebutuhan benih, baik yang berasal dalam
wilayah provinsi sendiri maupun dari luar provinsi.

14

12

10
2004
2005
8 2006
Produksi

4
6

0
D
Ri

Bant

Kalte
Lampu

Kal

Kal
Ja

Kal
Lain

Lain
Ja

Sumatera Jawa Kalimantan

Provinsi

Gambar 1.1. Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006 (Sumber: DKP, 2007)

2 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
PENDAHULUAN

Salah satu wilayah kegiatan produksi ikan air tawar di Indonesia pada
umumnya dan ikan patin pada khususnya, yaitu Provinsi Riau. Hal ini yang
menjadi salah satu pertimbangan bahwa penyusunan buku pola pembiayaan
ini dilakukan berdasarkan hasil survei di wilayah tersebut. Disamping itu,
beberapa wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau sudah ditetapkan
sebagai Kawasan Minapolitan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI
dengan Surat Keputusan Nomor Kep.32/MEN/2010, tertanggal 14 Mei 2010.
Wilayah minapolitan Provinsi Riau meliputi Kabupaten Kampar, Rokan Hulu,
Bengkalis, Kota Dumai, Kuantan Sengingi, dan Indragiri Hilir. Hal ini
disebabkan karena pada umumnya wilayah kabupaten dan kota tersebut
merupakan wilayah kegiatan budidaya ikan air tawar, kecuali Kabupaten
Bengkalis yang merupakan wilayah kegiatan budidaya air tawar dan payau.
Disamping itu kegiatan budidaya air tawar juga terdapat di Kota Pekanbaru
dan Kabupaten Palalawan.
Seiring dengan kondisi tersebut di atas, jumlah Rumah Tangga
Perikanan (RTP) budidaya, tenaga kerja, dan lahan budidaya juga relatif
banyak di wilayah tersebut. Jumlah RTP dan tenaga kerja budidaya tawar
pada tahun 2008 masing- masing mencapai 225 RTP dan 361 tenaga kerja.
Jumlah RTP dan tenaga kerja tertinggi terdapat di Kabupaten Kampar,
masing-masing mencapai 56% dan 63% dari total yang terdapat di Provinsi
Riau. Selanjutnya luas lahan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada tahun
2008 mencapai 143.569 m2 dengan jumlah dan nilai produksi masing-masing
152.994 ton dan Rp 14 miliar. Produksi perikanan budidaya tawar Provinsi
Riau sekitar 75% berasal dari Kabupaten Kampar. Meskipun demikian, luas
area budidaya di Kabupaten Kampar hanya 3% atau menempati urutan ke
lima di Provinsi Riau (DKP-Riau, 2009).
Pembenihan merupakan salah satu bagian dari budidaya tawar selain
pembesaran. Unit pembenihan ikan air tawar di Provinsi Riau terdiri dari Unit
Pembenihan Rakyat (UPR) yang hampir 100% adalah milik perorangan serta
Balai Benih Ikan (BBI). Luas fasilitas pembenihan (Bak, kolam induk, dan
kolam pendederan) pada tahun 2008 mencapai 25.478 m2. Benih ikan air
tawar yang diproduksi diantaranya adalah ikan lele, patin, nila, mas, gurame,

3
Pembenihan Ikan
baung, dan

4 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
PENDAHULUAN

nilem. Produksi benih tertinggi adalah benih ikan lele, patin, dan nila yang
pada umumnya berasal dari Kabupaten Kampar. Benih hasil produksi UPR
dan BBI pada umumnya (±75%) dijual ke petani pembesar (DKP-Riau, 2009).
Namun demikian kebutuhan benih ikan air tawar di Provinsi Riau masih sangat
tinggi. Hal ini tampak bahwa volume penjualan benih lebih tinggi dari hasil
produksinya. Dengan demikian terdapat benih yang berasal dari luar dan
diperdagangkan di Provinsi Riau.
Dengan perkembangan perikanan budidaya tawar yang pesat di
Kabupaten Kampar sejak akhir tahun 1990an, maka Kabupaten Kampar
(terutama wilayah Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kecamatan Kampar)
ditetapkan sebagai Kawasan Sentra Produksi (KSP) Budidaya Ikan di Provinsi
Riau berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Riau No. KPTS
99/II/2000, tertanggal 28 Februari 2000. Selanjutnya berdasarkan Keputusan
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) No. Kep.69/DJ-
P2HP/2007 tertanggal 5 Juni 2007, Kabupaten Kampar merupakan “Lokasi
Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan”, dengan komoditinya
adalah “nugget, kerupuk, dan selai ikan patin”.
Produksi ikan budidaya tawar di Kabupaten Kampar pada tahun 2009
adalah 23.150,61 ton dan mayoritas adalah ikan patin (sekitar 10.000 ton atau
±46%), ikan mas sekitar 4.500 ton (±19%), dan sisanya adalah ikan nila,
lemak, lele, gurami, baung, dan lain sebagainya (Tabel 1.1). Selanjutnya,
produksi ikan budidaya tersebut berasal dari budidaya di kolam seluas sekitar 700
ha dan karamba seluas 7.000 ha. Budidaya ikan di kolam tersebar di seluruh
wilayah kecamatan, sedangkan budidaya dalam karamba terdapat paling tidak
di 16 dari 20 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kampar. Produksi tahun
2009 mengalami peningkatan sebesar 19,96% dibanding dengan produksi
tahun 2008.

5
Pembenihan Ikan

Tabel 1.1. Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan di


Kabupaten Kampar Tahun 2008-2009 (ton)

No Jenis ikan Tahun 2009


1. Mas 4.461,45
2. Patin 10.793,00
3. Nila 2.103,97
4. Bawal 812,87
5. Gurami 876,78
6. Lele 1.655,37
7. Lemak 1.871,26
8. Baung 501,26
9. Lain-lain 74,65
Total Produksi 2009 23.150,61
Total Produksi 2008 19.297,77
Peningkatan (%) 19,96
Sumber : Disper Kampar, 2009

Usaha pembenihan dan pembesaran ikan patin adalah salah satu


andalan kegiatan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada umumnya dan
Kabupaten Kampar pada khususnya. Kegiatan pembenihan ikan patin di
Kabupaten Kampar pada awalnya dilakukan oleh petani untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dalam pembesaran ikan patin. Dengan bertambahnya
jumlah pembudidaya untuk pembesaran ikan patin, maka pasokan benih
terasa mulai berkurang dan harganya menjadi mahal. Untuk itu, pada tahun
2000 dan dengan dukungan pemerintah daerah, para pembudidaya ikan patin
menjadikan kegiatan pembenihan sebagai suatu usaha guna menghasilkan
benih ikan patin yang langsung dipasarkan kepada

6 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
PENDAHULUAN

pembudidaya pembesaran ikan patin secara lokal (di dalam dan luar wilayah
kabupaten) dan interinsular (di luar wilayah Provinsi Riau).
Pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Kampar tersebar di 18 dari 20
kecamatan. Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Kampar tahun
2009, unit pembenihan yang banyak diantaranya adalah di Kecamatan
Perhentian Raja (25 unit); XIII Koto Kampar (21 unit); Kampar (8 unit);
kemudian di Kecamatan Bangkinang, Bangkinang Barat, dan Tambang
masing-masing 6 unit. Di wilayah kecamatan lainnya hanya berkisar antara 1-
4 unit.
Dari total produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Kampar pada tahun
2009 (Tabel 1.2), produksi benih ikan tertinggi adalah ikan patin (±46%),
kemudian diikuti oleh ikan lele (±35%) dan sisanya adalah benih ikan nila
hitam, mas, nila merah, baung, dan gurami. Sedangkan produksi benih dari
BBI Kabupaten Kampar hanya sekitar 2,3 juta ekor pada tahun 2009 dan
mengalami peningkatan hampir 200% dibanding tahun 2008. Volume produksi
benih dari BBI yang tertinggi adalah ikan nila (±50%), kemudian diikuti oleh
benih ikan patin (±23%), dan sisanya adalah benih ikan bawal tawar, mas,
serta lele.

Tabel 1.2. Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten


Kampar Tahun 2008 dan 2009

No Jenis ikan Tahun 2008 Tahun 2009 Peningkatan (%)


1. Mas 2.785.534 3.025.176 8.60
2. Patin 30.804.585 33.060.852 7.32
3. Nila Merah 1.261.988 1.368.532 8.44
4. Nila Hitam 7.879.933 8.355.248 6.03
5. Baung 805.456 864.336 7.31
6. Lele 23.358.212 25.137.772 7.62
7. Gurami 225.592 216.084 -4.21
Jumlah 67.121.300 72.028.000 7,31

7
Pembenihan Ikan
Sumber : Disper Kampar, 2009

8 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
PENDAHULUAN

Tabel 1.3. Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar


Tahun 2008 dan 2009

No Jenis ikan Tahun 2008 Tahun 2009 Peningkatan (%)


1. Mas 101.066 197.689 95.60
2. Patin 124.355 544.854 338.14
3. Nila 507.290 1.149.306 126.56
6. Lele 32.340 124.166 283.94
7. Bawal 30.520 319.999 948.49
Jumlah 795.571 2.336.016 193.63
7. Gurami 225.592 216.084 -4.21
Jumlah 67.121.300 72.028.000 7,31
Sumber : Disper Kampar, 2009

Dari 98 UPR di Kabupaten Kampar, sekitar 15 UPR adalah UPR ikan


patin yang tersebar di 9 kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan XIII Koto
Kampar dan Kampar masing-masing 4 UPR, kemudian di 7 kecamatan lainnya
(Kecamatan Bangkinang, Bangkinang Barat, Bangkinang Seberang, Tapung
Hulu, Salo, Tambang, dan Kampar Kiri), masing-masing satu unit UPR patin.
Beberapa UPR di Kecamatan Kampar, Tampang, dan Kampar Kiri juga
mengkombinasikan pembenihan patin dengan baung atau patin dengan lele.
Sedangkan UPR lainnya adalah kegiatan pembenihan ikan lele, nila hitam,
mas, nila merah, baung, dan gurami yang dilakukan secara mono dan multi
species.
Pada umumnya para pembudidaya ikan patin di Kabupaten Kampar
tidak mengkhususkan usahanya pada kegiatan pembenihan, namun
mengkombinasikannya dengan pembesaran dan/atau pembuatan pakan ikan.
Produksi benih patin di setiap UPR berkisar antara 100.000-500.000 ekor
benih patin per-siklus dengan 6-12 siklus per-tahun. Benih ikan patin yang
dominan

9
Pembenihan Ikan

diminati konsumen adalah ukuran 1 - 2 inchi atau kategori P II (A) dengan


harga berkisar antara Rp.170,- s.d. Rp. 250 per-ekor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian tentang pola
pembiayaan pembenihan ikan patin yang diharapkan berguna sebagai salah satu
referensi bank dan masyarakat yang berminat mengembangkan usaha
pembenihan ikan patin.

1 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

2.1.Profil Pengusaha

Pengusaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar terdapat di 9


kecamatan, yaitu di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kampar, Bangkinang,
Bangkinang Barat, Bangkinang Seberang, Tapung Hulu, Salo, Tambang, dan
Kampar Kiri. Pengusaha tersebut tergolong pengusaha mikro dan kecil,
merupakan penduduk asli setempat, berada dalam golongan usia produktif
(39 - 50 tahun) dengan pendidikan pada umumnya adalah SLTA - Sarjana.
Usaha pembenihan ikan patin tersebut merupakan sumber penghasilan utama
mereka. Usaha sampingannya adalah pembesaran dan/atau pengolahan ikan
patin atau pembuatan pakan, dan bahkan sebagai pedagang ikan (segar atau
olahan) serta sebagian kecil melakukan usaha pembenihan patin bersamaan
dengan pembenihan ikan lele dan atau baung.
Pengusaha pembenihan ikan patin di wilayah tersebut di atas telah
menguasai teknik budidaya dengan baik dan sesuai dengan arahan dari Dinas
Perikanan Kabupaten Kampar serta dukungan dari pemerintah daerah. Teknik
budidaya diperoleh dari berbagai sumber antara lain: (1) sebagai pegawai
atau buruh BBI atau Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP); (2) sebagai
buruh UPR;
(3) tukar menukar pengalaman dengan sesama pengusaha pembenih ikan
patin; dan (4) penyuluhan dari Balai Benih Ikan Air Tawar Kabupaten Kampar.
Terdapat beberapa alasan dari para pengusaha dalam menjalankan
usaha pembenihan ikan patin, antara lain karena: (1) harga benih patin relatif
baik dan stabil; (2) secara ekonomis menguntungkan; (3) pemasaran sudah
terjamin dan sudah jelas pembelinya; bahkan sebelum benih mencapai ukuran
jual sudah ada yang memesan, karena banyak petani pembesaran ikan patin
di lingkungan wilayah kabupaten dan luar Kabupaten Kampar serta bahkan di
luar Provinsi Riau,

9
Pembenihan Ikan

sehingga permintaan pasar akan benih patin tergolong tinggi; (4)


pengetahuan/ keterampilan sudah dikuasai atau teknologi pembenihan ikan patin
sudah dikuasai;
(5) kondisi alam/potensi sumber daya dan ekologi wilayah mendukung; dan
(6) hobby. Selain itu, ditunjang oleh SDM yang mendukung, bahan baku
berupa calon induk banyak tersedia sehingga mudah diperoleh. Ikan patin
merupakan komoditi ekspor (terutama hasil olahannya dalam bentuk fillet,
nugget, selai, dan kerupuk ikan patin) serta adanya rencana pendirian pabrik
fillet ikan patin yang didukung oleh pemerintah daerah serta pihak swasta.

2.2.Profil Usaha

Pembenihan ikan patin umumnya dilakukan oleh perorangan dengan


mengadopsi teknologi yang berkembang dalam pembenihan ikan air tawar.
Usaha pembenihan ikan patin mulai berkembang di Kabupaten Kampar sejak
tahun 2000 dengan jenis yang dibenihkan adalah patin siam (Pangasius
hypophthalmus). Disamping itu usaha ini merupakan usaha pokok keluarga
dan sebagian besar belum berbentuk badan hukum, tetapi memiliki Surat Izin
Usaha Perikanan (SIUP). Lahan yang digunakan untuk pembenihan patin
adalah lahan milik sendiri, baik yang berada di sekitar rumah atau lahan
pekarangan atau lahan yang terpisah sama sekali dari lahan rumah. Namun
demikian, beberapa pengusaha yang menjadi responden menyewa kolam
untuk pemeliharaan induk pada awal usahanya, sedangkan panti benih
berada di lahan milik sendiri. Dalam perkembangannya, lahan untuk kolam
induk yang disewa, pada akhirnya dibeli oleh pengusaha tersebut.
Jenis usaha budidaya patin yang dijalankan mayoritas adalah gabungan
pembenihan dengan pembesaran. Beberapa pengusaha melakukan kegiatan
pembesaran patin hanya sebagai sampingan dengan kontribusi penghasilan
sekitar 50% - 80% dari pembenihan dan 20% – 50% dari pembesaran. Dalam
kegiatan pembenihan patin dan untuk memproduksi benih berukuran 1 - 2
inchi, pengusaha menghabiskan waktu sekitar 20-25 hari per-siklus dan
dapat memproduksi

1 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

sekitar 6-12 siklus per-tahun. Waktu pemeliharaan tersebut terdiri dari 12-16
hari untuk pemeliharaan di bak larva dan 8-12 hari di bak/kolam pendederan.
Bak pendederan juga dapat menggunakan bak pemeliharaan larva atau
penetasan telur. Untuk mendapatkan benih ukuran > 2 inchi, maka lama
waktu pendederan di bak/kolam pendederan sekitar 18 - 22 hari, sehingga
jumlah total waktu yang dibutuhkan kurang dari 40 hari per-siklus. Sedangkan
untuk kegiatan pembesaran membutuhkan waktu 6-8 bulan untuk mencapai
ukuran 1 kg, sebagai ukuran yang umum dipasarkan.
Usaha mikro dan kecil pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar
pada umumnya memiliki sarana/fasilitas pembenihan berupa: (1) kolam induk;
(2) bak atau kolam pengolahan air; (3) wadah isolasi/pemberokan induk; (4)
bangsal pembenihan (panti benih) yang terbuat dari bangunan permanen atau
semi permanen; (5) bak penetasan dan pemeliharaan larva/benih; (6) wadah
penetasan artemia sebagai pakan alami, dan (7) peralatan untuk
meningkatkan suhu dan oksigen media pemeliharaan larva/benih; serta (8)
sarana dan peralatan penunjang lainnya. Selain sarana dan fasilitas tersebut,
dalam pembenihan patin dibutuhkan bahan berupa indukan patin. Di
Kabupaten Kampar umumnya pengusaha pembenihan patin memiliki Induk
Pokok (Parent Stock, PS) yang terdiri dari induk patin betina dengan jumlah
80-200 ekor dengan bobot >3 kg/ekor, sedangkan induk patin jantan
berjumlah 60-100 dengan bobot >2 kg/ekor. Calon induk ini dibeli dari petani
pembesar, kemudian di rawat sendiri atau hasil pembesaran sendiri oleh para
pengusaha.
Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar menggunakan jasa
tenaga kerja sebanyak 3 - 8 orang karyawan per-unit usaha dan 1 – 2 orang
berasal dari anggota keluarga. Upah karyawan berkisar antara Rp 1,5 – Rp 2
juta per bulan, selain itu karyawan memperoleh bonus produksi dan tunjangan
hari raya (THR) sebesar 1 kali gaji.
Pengusaha yang menjadi model mempunyai pembukuan sederhana
yang cukup rapi dan tertib serta terkontrol, sehingga pembagian hasil usaha
dapat dihitung dengan jelas. Kesadaran perlunya pembukuan dapat
ditimbulkan karena

1
Pembenihan Ikan

adanya budaya untuk berlaku jujur diantara pekerja dan pengusaha serta
karena adanya pembinaan dari bank pemberi pembiayaan.
Usaha pembenihan ikan patin ini juga ditunjang dengan adanya
kelompok pembenih dan penangkar ikan patin yang bernama Asosiasi
Pengusaha, Pembenih, dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK). Kelompok ini
merupakan wadah bagi para pembenih ikan patin dan ikan air tawar lainnya
untuk membahas permasalahan- permasalahan dalam bahan dan teknologi
pembenihan serta untuk menetukan kesamaan harga pasar.

2.3. Pola Pembiayaan

Pola pembiayaan usaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar


pada awalnya berasal dari dana pengusaha sendiri (modal sendiri), baik
sebagai dana investasi maupun modal kerja atau biaya operasional. Selanjutnya
pola pembiayaan untuk pengembangan investasi dan biaya operasional berasal
dari: (1) keuntungan hasil usaha; (2) kredit bank (Channeling); dan (3). bantuan
dari Dinas Perikanan. Bantuan dari dinas dan kredit bank mempunyai proporsi
yang berbeda antar pengusaha.
Skim bantuan dari dinas adalah bantuan stimulus dari dana sosial dan
hibah untuk pemula. Bantuan ini diberikan kepada usaha perorangan dan
kelompok dan jika bantuan untuk kelompok hanya pada 1 desa dalam 1
kecamatan dan maksimal 4-5 kelompok dalam setahun. Khusus untuk
pembenihan patin, bantuan dari dinas berupa pengadaan induk patin dan
perbaikan sarana kolam atau fasilitas pembenihan lainnya.
Selanjutnya skim pembiayaan budidaya patin, baik pembenihan maupun
pembesaran atau keduanya yang tersedia adalah skim kredit agribisnis
dengan jenis kredit modal kerja yang berasal dari dana bergulir pemda (Kredit
Channeling) yang ditempatkan di BPR. Kredit ini juga diberikan kepada
perorangan untuk pembudidaya ikan air tawar lainnya, pedagang bakulan,
industri skala rumah tangga (home industry) pakan ikan dan lain sebagainya
di bidang agribisnis.

1 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

Hal ini sesuai dengan program pemerintah daerah berupa program sosial
untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat serta potensi daerah.
Plafon kredit yang disediakan oleh BPR setempat untuk pembenihan
ikan maksimal Rp 50 juta dengan grace period 3 bulan, bunga 6%, dan jangka
waktu pengembalian selama 3 tahun. Hal ini disebabkan karena kredit
pembiayaan pembenihan ikan patin selama ini mempunyai performance yang
lebih baik dibanding usaha pembenihan lainnya. Untuk usaha lainnya seperti
selai patin dan usaha budidaya ikan dalam karamba, plafon kreditnya adalah
Rp 25 juta. Namun demikian, BPR ini juga mempunyai plafon kredit modal
kerja yang lebih tinggi sebagai kredit executing di bidang perikanan (misalnya
Rp 150 juta) terhadap usaha perikanan yang terintegrasi (misalnya kombinasi
usaha perdagangan ikan segar, pembesaran patin, dan pabrik pakan ikan
skala home industry). Untuk kredit sejenis ini, bunga ditetapkan sebesar 18%,
grace period selama 3 bulan dan jangka waktu pengembalian selama 4 tahun.
Persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh kredit dari dana
bergulir (Channeling) yaitu ijin usaha, agunan berupa girik/sertifikat
tanah/bangunan dan atau BPKB kendaraan serta keterangan kelayakan usaha
serta analisis usaha berdasarkan hasil orientasi lapangan (on the spot) dengan
metode Rapid Rural Appraisal (RRA). Disamping itu, mengingat sumber dana
kredit adalah dana bergulir pemda, maka persyaratan lain yang diperlukan
adalah rekomendasi dari Dinas Perikanan sebagai instansi pemda yang
bertugas dalam pembinaan dan pengelolaan teknis usaha.
Jumlah pembiayaan yang disediakan melalui BPR ini dinilai pengusaha
pembudidaya ikan patin belum mencukupi untuk menutup biaya investasi dan
operasional. Sebagai contoh, salah seorang pembenih ikan patin, menyatakan
biaya yang diajukan ke bank untuk pembenihan ikan patin selama jangka
waktu 2-3 tahun sebesar Rp. 300 juta dan jumlah dana kredit yang diberikan
hanya sebesar Rp. 50 juta.

1
Pembenihan Ikan

Jenis kredit lainnya yang tersedia di Provinsi Riau pada umumnya dan
Kabupaten Kampar pada khususnya untuk sektor perikanan adalah kredit
umum perorangan dengan skim modal kerja dan plafon < Rp. 500 juta dari
Perusahaan Modal Ventura di daerah tersebut. Sumber dana kredit ini adalah
dari Pemerintah Provinsi Riau. Performance jenis kredit umum perorangan ini
masih rendah untuk sektor perikanan, karena adanya beberapa kendala yang
dihadapi bank untuk melakukan analisis pembiayaan. Namun demikian, salah
seorang pengusaha ikan patin yang terintegrasi (pembenihan, pembesaran,
pembuatan pakan) di Kabupaten Kampar, telah mendapat kredit ini sebanyak
2 kali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dengan jumlah kredit masing-
masing Rp. 265 juta dan Rp. 500 juta.
Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis
pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity
(kemampuan membayar dari usaha yang dijalankan), capital (permodalan),
collateral (jaminan/agunan) dan condition (kondisi usaha: lokasi usaha,
pemasaran, pengalam kerja, aspek hukum, dan ekonomi usaha). Analisis
pembiayaan dengan prinsip 5C menekankan pada aspek karakter calon
debitur. Namun mengingat karakter usaha sulit dinilai, biasanya perbankan
setempat (khususnya BPR dan Perusahaan Modal Ventura) dalam pemberian
kredit kepada sektor perikanan pada umumnya dan kegiatan pembenihan
patin pada khususnya, didasarkan pada aspek kelayakan usaha (termasuk
kinerja atau performance dan prospek usaha), usaha lain yang mendukung
serta jaminan. Disamping itu prospek pemasaran dan sistem pembayaran
dalam usaha juga tetap menjadi perhatian penting karena aspek pemasaran
diakui merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelayakan usaha

1 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

3.1.Aspek Pasar

3.1.1. Permintaan

Permintaan terhadap benih ikan patin cenderung meningkat dari tahun


ke tahun seiring dengan perkembangan budidaya ikan patin yang semakin
meluas di beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya di Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Sumatera Barat. Di
Kabupaten Kampar, permintaan pasar terhadap benih ikan patin yang sangat
besar diindikasikan dengan banyaknya pesanan yang datang kepada para
pembenih di daerah ini. Benih yang banyak diminati atau dipasarkan adalah
benih kelas tebar kategori P II A (ukuran 1-2 inchi). Sementara itu permintaan
benih kelas tebar kategori P I (ukuran <1 inchi) dan P II B (ukuran 2-3 inchi)
relatif sedikit, sehingga relatif sedikit juga pengusaha pembenih yang
membesarkan benih ikan patin di kolam pendederan sampai ukuran >2-3
inchi. Permintaan tersebut cenderung masih bersifat lokal (di dalam wilayah
kabupaten atau provinsi) dan sebagian kecil dari luar provinsi. Hal ini tampak
dari data penjualan benih patin oleh pengusaha pembenihan, bahwa sekitar
75-80% benih yang dijual adalah untuk memenuhi kebutuhan petani
pembesaran ikan patin di Kabupaten Kampar, sedangkan 10- 20% untuk
memenuhi permintaan di luar kabupaten dalam wilayah Provinsi Riau (Rokan
Hulu, Palalawan, dan Kuantan Singingi) serta kurang dari 10% adalah untuk
memenuhi permintaan petani dari Provinsi Sumatera Barat.
Dengan memperhatikan perkembangan penjualan benih patin di Provinsi
Riau pada tahun 2008 yang mencapai 173,7 juta benih, permintaan benih
patin yang terbesar adalah dari Kabupaten Indragiri Hulu (100 juta benih),
kemudian disusul dengan Kabupaten Palalawan (57 juta benih), Kabupaten
Kampar, Kota

1
Pembenihan Ikan

Pekanbaru dan Dumai (DKP-Riau, 2009). Berdasarkan informasi yang diperoleh di


lapangan bahwa untuk memenuhi kebutuhan benih patin di Provinsi Riau,
masih dipasok dari Jawa Barat atau Jakarta dengan benih ukuran <1 inchi
(benih kelas tebar kategori P I). Benih tersebut dibesarkan terlebih dahulu oleh
pedagang penangkar menjadi ukuran 1-2 inchi (benih kelas tebar kategori P II
A).
Permintaan pasar terhadap benih ikan patin diperkirakan akan semakin
meningkat dengan drastis di masa yang akan datang. Hal ini berkaitan
dengan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tentang
akselerasi pembangunan perikanan tahun 2010-2014, bahwa produksi
perikanan budidaya tawar Nasional akan ditingkatkan menjadi 1,8 juta ton.
Dari volume yang demikian, sekitar 13% (237 ribu ton) diproyeksikan berasal dari
Kabupaten Kampar. Sementara itu, dari Kabuapaten Kampar sendiri
diproyeksikan mayoritas adalah produksi ikan patin sebagai salah satu
andalan Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar pada
khususnya. Dengan asumsi bahwa 80% benih patin digunakan di wilayah
Kabupaten Kampar dan dengan proyeksi produksi patin hasil pembesaran, maka
kebutuhan benih patin akan meningkat rata-rata sekitar 35% per-tahun.
Peningkatan ini belum termasuk untuk memenuhi kebutuhan permintaan dari
luar kabupaten, baik di dalam maupun di luar wilayah Provinsi Riau.

3.1.2. Penawaran

Dengan memperhatikan perkembangan produsi dan penjualan benih


patin di Provinsi Riau maka penawaran atau pemasok benih patin yang
tertinggi adalah dari Kabupaten Kampar (± 85%), kemudian diikuti dengan
Kota Pekanbaru (± 10%) dan sisanya dari Kabupaten Palalawan, Kota Dumai,
dan Indragiri Hulu (DKP-Riau, 2009). Disamping itu terdapat pasokan benih
patin di Provinsi Riau yang berasal dari Jawa Barat, terutama patin siam dan
patin pasupati.
Produksi benih patin dari Kabupaten Kampar pada tahun 2009 adalah
sekitar 33 juta benih atau 46% dari total produksi benih ikan perairan tawar

1 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Kabupaten Kampar (Diskan Kampar, 2009). Penawaran benih dari hasil
produksi

1
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

yang demikian masih dibawah permintaan, terutama di luar kabupaten di


dalam provinsi dan luar Provinsi Riau.

3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar

Persaingan diantara para pembenih pada umumnya tidak ada, karena


masing- masing pembenih sudah memiliki pelanggan. Namun demikian
persaingan akan muncul dari pemasok benih dari luar Kabupaten Kampar
atau luar Provinsi Riau (benih dari Jawa Barat atau Jakarta). Persaingan tersebut
berkaitan dengan kualitas benih dan harga. Perbedaan harga terjadi pada
tingkat pengusaha pembenihan (produsen) dengan pedagang benih
(penangkar benih) atau pedagang antar kabupaten. Sebagai contoh, harga
jual benih patin siam ukuran < 1 inchi di Bogor dan Jakarta adalah < Rp
100/ekor. Benih ini di jual di Pekanbaru oleh penangkar benih antara Rp 120 –
Rp 130/ekor, sedangkan harga pasar benih ukuran tersebut di Kabupaten
Kampar sekitar Rp 150/ekor. Dengan demikian persaingan pasar akan
semakin dirasakan oleh pengusaha pembenih. Perbedaan harga lainnya yang
mungkin terjadi adalah terhadap pelanggan tetap produser dengan yang
bukan pelanggan dengan perbedaan harga tersebut sekitar 10% di bawah
harga minimal pasar.
Dalam mengatasi persaingan usaha tersebut, pengusaha pembenihan
ikan
patin lebih cenderung memasarkan benih ukuran 1-2 inchi dengan harga
antara Rp 170 - Rp 250/ekor. Benih ukuran yang demikian relatif kuat
dipelihara di kolam pembesaran. Disamping itu, para pengusaha juga cenderung
memberikan service kepada pembeli atau pembudidaya dalam bentuk
konsultasi pemeliharaan awal. Bahkan ada pula yang memberi jaminan
pengganti benih yang mati selama masa pengangkutan dan pemeliharaan awal
di kolam pembesaran dengan penambahan jumlah sekitar 10% dari yang di beli
atau di tebar.
Permintaan pasar akan benih patin masih belum terpenuhi seluruhnya
oleh pengusaha pembenih patin di Kabupaten Kampar dari produksi benih
patin yang dihasilkan. Pada tahun 2009 total permintaan benih patin 40 juta
1
Pembenihan Ikan
ekor

1 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

benih di Kabupaten Kampar, sedangkan produksi adalah 33 juta ekor benih.


Hal ini menunjukkan bahwa permintaan lebih besar dari pada produksi,
sehingga peluang pasar benih patin masih terbuka. Peluang pasar benih patin
akan semakin besar dengan adanya program pemerintah dalam
meningkatkan produksi patin di wilayah produser patin di Indonesia pada
umumnya dan Provinsi Riau pada khususnya.

3.2. Aspek Pemasaran

3.2.1. Harga

Berdasarkan informasi dari Dinas Perikanan Kabupaten Kampar, harga


pasar benih patin relatif stabil setiap tahunnya. Kenaikan harga terjadi pada
tahun 2009 untuk setiap ukuran benih sebesar Rp 5,- s.d. Rp 25,- (Tabel 3.1).
Harga benih tersebut dapat turun sekitar 10% di tingkat produser (pengusaha
pembenih). Dari ketiga kelompok ukuran benih, konsumen lebih menyukai
benih ukuran 1-2 inchi. Hal ini terkait dengan harga dan daya tahan benih.

Tabel 3.1. Perkembangan Harga Benih Patin Siam

Jenis/Mutu/ Tahun dan harga jual benih/ekor (Rp)


Ukuran
2006 2007 2008 2009 2010
1 inchi 170 175 175 180 180
2 inchi 170 180 200 225 250
3 inchi 400 400 425 450 450
Sumber: Disper-Kampar (2010)

1
Pembenihan Ikan

3.2.2. Jalur Pemasaran

Benih patin umumnya langsung dijual oleh pembenih ke pembudidaya


ikan yang ada di dalam kabupaten dan penangkar atau pedagang antar
kabupaten untuk di luar Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau. Rantai
pemasaran benih patin dapat dilihat pada Gambar 3.1. Penjualan secara
langsung tersebut mencapai sekitar 70-90% (rata-rata 80%), baik dengan cara
pembeli datang langsung ke lokasi pembenihan maupun pemesanan benih
melalui telpon. Dengan demikian, harga yang diterima produsen atau
pengusaha pembenih rata-rata 85-90% dari harga yang dibayarkan konsumen
(pembudidaya pembesaran). Penerimaan pembenih yang lebih rendah dari
harga yang dibayarkan konsumen disebabkan karena biaya transportasi untuk
pengiriman benih ke lokasi konsumen atau penangkar.
Pengusaha pembenihan patin melakukan pemanenan benih, penghitungan,
dan pengepakan sendiri terhadap benih yang dijual. Selanjutnya dilakukan
pengiriman dengan sarana transportasi yang dimiliki pembenih ke lokasi
konsumen. Sedangkan biaya transportasi ke lokasi konsumen di luar provinsi,
ditanggung oleh pembeli atau pedagang benih antar provinsi tersebut.

Pedagang Pembudidaya antarikan


Pembenih Penangkar
Kabupaten

Gambar 3.1. Jalur Pemasaran Benih Patin

2 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

3.2.3. Kendala Pemasaran

Sampai saat ini relatif tidak ada kendala yang dihadapi pengusaha
pembenih ikan patin di Kabupaten Kampar dalam hal dalam pemasaran benih
patin, bahkan produksi benih patin dengan permintaan pasar belum dapat
terpenuhi seluruhnya. Namun demikian, dalam kondisi tertentu, terjadi
persaingan harga yang kurang sehat antara pembenih dan atau disebabkan
oleh penangkar dan pedagang antar kabupaten/provinsi serta pedagang benih
yang benihnya berasal dari luar Provinsi Riau (benih dari Jawa Barat atau
Jakarta). Untuk itu peran Asosiasi Pengusaha, Pembenih dan Penangkar Ikan
Kampar (APPIK) sangat penting dalam mengendalikan hal ini.

2
BAB IV
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

Dalam budidaya ikan pada umumnya dan ikan patin pada khususnya
terdapat 3 (tiga) sub sistem pemeliharaan, yaitu pembenihan, pendederan,
dan pembesaran. Pembenihan ikan patin pada umumnya bersamaan dengan
sub- sistem pendederan, baik pendederan di dalam bak dan kadang
dikombinasikan dengan pendederan di dalam kolam untuk mendapatkan
benih kelas tebar kategori P II A (ukuran 1-2 inchi) maupun hanya di dalam
kolam untuk mendapatkan benih kategori P II B (ukuran 2-3 inchi). Namun
demikian ada pula kegiatan pendederan yang hanya dilakukan di dalam bak
pemeliharaan larva (tanpa menggunakan kolam). Pembenihan adalah
kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan telur sampai dengan larva.
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan patin hasil pembenihan
untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa adaptasi sebelum dipelihara
di tempat pembesaran. Agar dapat memperoleh produk benih sesuai dengan
target kuantitas dan kualitas yang diharapkan serta tepat waktu sesuai dengan
permintaan, maka dalam proses produksi benih ikan patin terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi dan akan dijelaskan dalam uraian di bawah
ini.

4.1.Lokasi Usaha

4.1.1.Tanah dan Lahan

Tanah untuk lokasi pembenihan, terutama untuk kolam induk dan


pendederan yang menggunakan kolam tanah dapat dipilih dari lahan dengan
tanah liat atau lempung berpasir dan tidak poreus, berwarna coklat atau
kehitaman, tingkat keasaman (pH tanah) >6, dengan tekstur 50-60% liat atau
liat berlempung, fraksi pasir kurang dari 20%, dan sisanya serbuk bahan
organik. Lokasi tersebut berada

2
Pembenihan Ikan

di atas lahan stabil dengan kemiringan <10%, dekat dengan sumber air, bebas
dari segi gangguan bencana alam, gangguan pencemaran, gangguan
keamanan, dan gangguan predator (khususnya di kolam pendederan), serta
mempunyai aksessibilitas transportasi yang baik dengan mobil atau kendaraaan
roda 4-6. Lahan tersebut dapat berada di sekitar lahan pekarangan rumah di
area permukiman yang tergolong jarang dengan jarak lebih dari 10 m dari
rumah atau di sekitar lahan perkolaman atau persawahan atau lahan
kebun/ladang tradisional.

4.1.2. Sumber Air

Air merupakan salah satu komponen penting dari proses produksi benih.
Air yang digunakan untuk kegiatan pembenihan berasal dari air tanah (sumur
tanah dangkal atau sumur bor) dan atau air permukaan (aliran mata air/anak
sungai yang dibendung, air sungai, air irigasi, dan bendungan), dengan
kualitas yang layak atau baik serta kuantitas yang mencukupi. Kisaran kualitas
air untuk pembenihan patin disajikan pada Tabel 4.1. Air sebaiknya dapat
dialirkan dengan sistem gravitasi dan ditampung terlebih dahulu dalam bak
atau kolam penampungan, namun jika tidak memungkinkan digunakan
bantuan pompa.

Tabel 4.1. Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam

No. Parameter kualitas air Satuan Nilai


1. Suhu °C 28 - 31
2. pH - 6,5 - 8
3. Oksigen terlarut mg/l >3
4. Amoniak mg/l < 0,2
5. Nitrit mg/l < 0,01
Sumber: LRPTBPAT (2007)

2 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

Untuk pemeliharaan induk dapat menggunakan air sungai atau air irigasi
dengan kecerahan >30 cm, karena ikan patin tidak terlalu menyukai air yang
jernih. Namun demikian, untuk pembenihan patin jenis “Pasupati”
membutuhkan air yang relatif jernih dengan kadar oksigen yang tinggi pada
pemeliharaan larva/ benih, pendederan, pembesaran dan/atau pemeliharan
induk.
Pada penetasan telur dan pemeliharaan larva digunakan air yang bersih
dan jernih (air sumur, aliran mata air/air sungai) dengan pH sekitar 7 dan
kadar besi yang rendah. Jika menggunakan air sumber dengan pH yang relatif
rendah, diperlukan upaya perlakukan awal dengan pengapuran. Air tanah
yang mengandung kadar besi yang tinggi, sebaiknya tidak digunakan, dan jika
digunakan memerlukan perlakukan awal. Begitu juga halnya dengan air
irigasi, bahwa perlakukan dengan pengendapan dan cara penyaringan masih
diperlukan, apabila kondisi air kurang layak. Perlakuan terhadap air dengan
pH yang rendah atau kadar besi yang relatif tinggi serta perlakuan terhadap air
irigasi yang kurang layak, tentu akan menambah biaya produksi.
Para pembenih patin siam di Kabupaten Kampar, sebagian
menggunakan sistem pendederan dalam kolam dan sebagian menggunakan
bak pemeliharaan larva sebagai sarana pendederan. Pendederan di dalam
bak pemeliharaan larva dilakukan dengan mengurangi tingkat kepadatan
dalam pemeliharan benih atau sesuai dengan tingkat kepadatan di dalam
kolam pendederan. Alasan pembenih menggunakan bak pemeliharaan larva
sebagai wadah pendederan, diantaranya adalah untuk menekan kematian
benih dari pemangsaan predator. Air sumber yang digunakan untuk
pendederan dalam kolam adalah air bersih yang dapat berasal dari air
sungai/bendungan.
Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar sebagian besar
menggunakan sumber air dari sumur bor dengan kedalaman 15-25 m.
Keasaman (pH) air sumur bor ini pada umumnya adalah sekitar 5, sehingga
diperlukan perlakuan berupa treatment air. Air sumber untuk kolam induk
digunakan air sungai/bendungan dengan pH 5,5–6,5, sehingga diperlukan
pengapuran tanah kolam induk dan pendederan sebelum digunakan.

2
Pembenihan Ikan

4.2.Fasilitas Produksi dan Peralatan

Fasilitas produksi dan peralatan yang dibutuhkan dalam pembenihan ikan


patin dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin

No. Jenis Keterangan

A. Fasilitas Produksi

1. Kolam induk/ Kolam air tenang yang berfungsi untuk perawatan


Wadah calon induk dan induk dasar;
pemeliharaan Konstruksi tanah atau pematang beton; ukuran 100-
induk 250 m2; kedalaman air 0,8-1,0 m; padat tebar 2-4
ekor/m2 untuk patin siam. Kemiringan kolam ke arah
pembuangan air sekitar 3%.
Untuk kolam induk dapat pula menggunakan:
a. Fence:
Konstruksi dari bambu atau kayu; ukuran 100-200
m2; kedalaman air 0,8-1,0 m, padat tebar 2
ekor/m2 untuk patin siam.
b. Karamba Jaring Apung (KJA)
Konstruksi terbuat dari kerangka bambu, kayu atau
besi. Ukuran minimal 4m x 4m x 4m, jaring terbuat
dari polyethyline, PE 210 D9 sampai D18, ukuran
mata jaring minimal 1 inchi. Padat tebar 3 ekor/m3
untuk patin siam.

2 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

No. Jenis Keterangan

2. Wadah Digunakan untuk treatment air sumber kegiatan


treatment air pembenihan; umumnya digunakan oleh pengusaha
bersih pembenihan ikan patin di Kab. Kampar, karena air
sumber berasal dari air sumur yang mempunyai pH
relatif rendah atau air sungai dengan pH rendah dan
kekeruhan relatif tinggi;
Konstruksi wadah dari beton atau kolam tanah;
ukuran disesuaikan dengan kebutuhan; terdiri dari
kolam penambahan kapur tohor (CaO) dan kolam
sedimentasi atau filtrasi serta kolam penampungan air
bersih.

3. Wadah Wadah isolasi ini berfungsi untuk pemberokan induk


yang
isolasi/ telah diseleksi serta pemeliharan induk betina yang
sudah
pemberokan dilakukan penyuntikan; Wadah ini dapat terbuat dari
induk kontruksi kayu yang dilapisi plastik atau bagian dari
kolam
induk yang di sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1
m
atau disesuaikan), namun mendapatkan kualitas air
yang
baik yakni oksigen yang cukup (> 3 ppm) serta suhu air
normal (28-30 °C); Selama pemeliharaan induk
dihindari
jangan sampai stres, misalnya akibat penanganan
yang
tidak hati-hati atau gangguan dari pengaruh
lingkungan.
Induk yang stres dapat mengakibatkan kegagalan
dalam
ovulasi dan pemijahan.

2
Pembenihan Ikan

No. Jenis Keterangan


4. Bangunan/ Untuk penempatan bak penetasan dan atau
panti pemeliharaan larva, wadah penetasan artemia sebagai
pembenihan pakan alami serta peralatan lainnya; Bangunan ini
(Hatchery) berupa bangunan permanen atau semi permanen. Jika
panti benih berupa bangunan tradisional, perlu
dipasang
terpal untuk menutpi dinding dalam menjaga fluktuasi
suhu media pemeliharaan antara siang dan malam
hari. Bangun panti benih sebaiknya juga beratapkan
seng atau asbes dan pada beberapa bagian di pasang
seng plastik untuk membantu cahaya matahari masuk
ke dalam bangsal pembenihan; ukuran 120-300 m2;
Tinggi dinding bangunan ± 2–2,5 m dan tinggi total
bangunan ± 3,0–3,5 m.
5. Bak Untuk menetaskan telur ikan patin dan atau
pembesaran
penetasan benih sampai ukuran 1 inchi.
dan Konstruksi bak dari kayu balok dan papan (misalnya
pemeliharaan kayu meranti) berukuran 4m x 1m x 0,4 m (panjang
x lebar x tinggi) dengan dilapisi plastik tebal. Tinggi
bak secara keseluruhan 0,8 m dan digunakan untuk
menampung air dengan kedalaman 0,4 m. Bak ini
mempunyai 2 outlet guna sirkulasi air dan pengurasan
total. Ukuran bak ini dapat bervariasi, misalnya 8 x 1,4
x 0,4 m dan bak ini dapat pula menggunakan fiber.
Catatan: Pembenih patin siam di Kab. Kampar sebagian
menggunakan bak ini sebagai wadah pendederan
(pendederan I dan atau II A). Jika menggunakan bak
ini sebagai wadah pendederan I, maka penetasan telur
dilakukan dengan sistem corong.

2 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

No. Jenis Keterangan

6. Wadah Untuk menetaskan cyste artemia, ukuran 15-20 L


penetasan (dapat menggunakan galon air mineral), jumlah 4-10
artemia unit (dapat disesuaikan).

7. Kolam Untuk adaptasi dan pembesaran benih mencapai


pendederan ukuran > 1 inchi (2-3 inchi). Konstruksi tanah;
ukuran 100-200 m2; kedalaman air 0,5 - 0,8 m;
jumlah 2-4 unit atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Catatan: Kolam ini tidak selalu diperlukan oleh
sebagian pembenih patin siam di Kab. Kampar.

B. Peralatan

1. Hapa jaring 1 Untuk menghalau induk ke arah wadah


pemeliharaan yang lebih sempit dalam proses
seleksi induk; bahan waring dengan ukuran 20m x
1m (dapat disesuaikan); jumlah 1-2 unit
(disesuaikan)

2. Hapa jaring 2 Untuk menangkap induk dalam proses seleksi;


bahan waring dengan ukuran 10m x 2m
(disesuaikan); jumlah 1-2 unit (disesuaikan) dan
hapa jaring ini tidak selalu harus ada atau
digunakan.

3. Scop net/ Untuk menangkap induk dari kolam induk atau


Seser besar wadah isolasi; ukuran disesuaikan; seser dapat
dan kasar dibuat dari waring ataupun jaring nilon; jumlah 5
unit.

4. Alat suntik Untuk menyuntikan hormon (ovaprim) pada induk


patin; ukuran 2,5–3 mL; jumlah 2-5 unit
(disesuaikan).

2
Pembenihan Ikan

No. Jenis Keterangan


5. Pompa air Untuk memompakan air ke sistem aliran atau bak
treatment, bak penetasan dan pemeliharaan benih,
dan lain sebagainya. Jenis dan jumlah disesuaikan
dengan kebutuhan.
Catatan: Pembenih di Kab. Kampar membutuhkan
beberapa jenis dan kapasitas pompa air dengan
jumlah 4-6 unit, diantaranya: pompa jet pump untuk
air sumber dari sumur bor ke bak/kolam treatment,
pompa air dari bak treatment ke bak/kolam
penampungan, pompa air dari bak/kolam
penampungan air ke bak penetasan dan
pemeliharaan larva, pompa sirkulasi air panas.
6. Sistem aliran Untuk menyalurkan air bersih, air sistem resirkulasi
air atau air panas dan pipa pembuangan air media
pemeliharan larva/benih melalui satu set sistem
perpipaan (pipa PVC dan slang plastik); ukuran dan
jumlah disesuaikan dengan kebutuhan.

7. Hi-blow Untuk menjaga kandungan oksigen dalam bak


penetasan dan pmeliharan larva/benih serta
penetasan artemia dengan komponen terdiri dari
pipa PVC, slang dan batu aerasi serta kran
pengatur aerasi; jumlah 3-5 unit dan ukuran pipa
dapat disesuaikan.
9. Baskom/ Untuk wadah pemijahan buatan, jumlah 3-5 unit
piring besar (dapat disesuaikan)

10. Bulu ayam Alat bantu pemijahan buatan; jumlah secukupnya


(dapat disesuaikan).

2 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

No. Jenis Keterangan


11. Hapa jaring/ Wadah untuk penempatan telur hasil pemijahan
Trai (plankton buatan dalam proses penetasan; Ukuran 0,7m x
net) dengan 0,7m; jumlah 30-60 unit (dapat disesuaikan).
rangka kayu Catatan: Trai ini tidak dugunakan jika penetasan telur
reng. dengan sistem corong.
12. Scop net/ Untuk menangkap benih patin, ukuran dan jumlah
Seser kecil disesuaikan dengan kebutuhan.
dan halus
13. Saringan Penyaring air yang ditempat di pipa pembuangan,
halus jumlah 20-50 unit (dapat disesuaikan).
14. Termometer Untuk mengukur suhu air
15. pH meter/ Untuk mengukur pH air
Lakmus
16. Dandang Untuk pemanas air dengan sistem resirkulasi dalam
alumunium meningkatkan suhu media pemeliharaan; kapasitas
60-80 L; jumlah 2-3 unit.
17. Genset Untuk sumber cadangan energi listrik; jumlah 1 unit,
kapasitas 3 KWH.
18. DO meter/ Bersifat opsional: untuk mengukur DO media
Test kit air pemeliharaan induk, larva atau benih.
19. Kateter/ Bersifat opsional: untuk pengecekan kondisi telur
Kanulator dalam gonad ikan betina; jumlah 3 unit
20. Timbangan Bersifat opsional: untuk penimbangan induk
21. Mikroskop Bersifat opsional: Untuk pengamatan benih yang
terserang penyakit.

2
Pembenihan Ikan

Kolam induk atau perawatan induk pada umumnya adalah kolam tanah
dan dapat pula menggunakan kolam dengan pematang tembok. Kolam ini
terdiri dari 2-4 unit atau 1 unit kolam yang dapat disekat dengan jaring
pembatas menjadi 2-4 bagian dengan luasan masing-masing 100-250 m2
(Foto 4.1). Induk patin jantan dan betina dapat dipelihara dalam kolam secara
bersamaan atau secara terpisah atau kolam yang sama yang diberi sekat
secara terpisah, dengan padat penebaran sekitar 2-4 ekor/m2. Pemberian
sekat pemisah bukan hanya untuk memisahkan pemeliharaan induk patin
jantan dan betina, tetapi untuk mengurangi stres induk pada saat seleksi di
kolam induk; pemeliharaan calon induk dengan induk (indukan yang sudah
dipijahkan dan indukan yang belum dipijahkan), karena induk jantan dan
betina digunakan hanya sekitar 3-4 kali pemijahan dan setelah itu
dikategorikan sebagai induk afkir.

Foto 4.1. Model Kolam Pemeliharan Induk

Bak atau kolam pengolahan air tidak diperlukan apabila air sumber
mempunyai kualitas yang baik. Pengolahan air ini diperlukan jika
menggunakan air sumur bor atau air sumur tanah dangkal sebagai air sumber
kegiatan pembenihan dan mempunyai keasaman (pH) <6,5. Bak/kolam ini
terdiri dari 3 unit dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
berupa kolam tanah atau bak beton

3 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

(Foto 4.2). Unit pertama digunakan untuk treatment air menggunakan kapur,
sehingga dapat meningkatkan pH air, kemudian unit kedua adalah bak filtrasi
dan unit ke tiga sebagai penampungan air bersih. Volume kapur yang
digunakan adalah sebanyak 5-30 kg/bulan.
Wadah isolasi/pemberokan induk yang telah diseleksi serta pemeliharan
induk betina yang sudah dilakukan penyuntikan merupakan kolam induk yang
di sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1 m atau disesuaikan) dan/atau bak
dari kontruksi kayu yang dilapisi plastik (Foto 4.3). Jumlah wadah
isolasi/pemberokan induk 2-3 unit untuk memisahkan indukan jantan dan
betina.

Foto 4.2. Model Kolam/Bak Pengolahan Air

Foto 4.3. Model Wadah Pemberokan Induk

3
Pembenihan Ikan

Bangsal pembenihan atau panti benih pada umumnya adalah bangunan


permanen (Foto 4.4) dengan ukuran yang bervariasi sesuai skala usaha atau
target produksi (ukuran 120-300 m2 atau disesuaikan). Namun demikian panti
benih dapat pula berupa bangunan semi permanen atau bangsal terbuka. Jika
bangsal pembenihan merupakan bangunan semi permanen atau bangsal
terbuka, maka dinding bangunan sebaiknya ditutup dengan terpal. Hal ini
sangat berguna untuk menjaga keseimbangan suhu media dan udara di dalam
panti benih pada siang dan malam hari serta hiegen lingkungan di dalam
bangsal pembenihan dan keamanan. Bangsal pembenihan berfungsi sebagai
tempat bak penetasan patin, penetasan Artemia, dan gudang.

Foto 4.4. Model Bangsal (Panti Benih)

Bak penetasan dan pemeliharaan larva yang terdapat di dalam panti


benih, difungsikan oleh sebagian pengusaha sebagai bak pemeliharaan benih
(sampai benih dijual atau dibesarkan di dalam kolam pembesaran). Pada
umumnya bak ini terbuat dari balok dan papan kayu meranti dan dilapisi
dengan plastik tebal/karpet plastik (Foto 4.5). Bak ini berukuran 4 x 1 x 0,8-1
m (kedalaman air sekitar 0,4 m) dengan jumlah berkisar antara 10-25 unit per-
pengusaha, tergantung skala usaha atau target produksi benih (100.000-
500.000 benih per-siklus per-pengusaha).

3 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

Jumlah larva yang dipelihara di dalam bak ini sekitar 20.000 - 30.000 ekor atau
sekitar 16 - 25 larva/liter.

Foto 4.5. Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva

Selanjutnya fasilitas pembenihan juga mempunyai wadah penetasan artemia


sebagai pakan alami. Wadah ini berukuran sekitar 20 liter dan menggunakan
galon air mineral dengan jumlah sekitar 4-10 unit (Foto 4.6).

Foto 4.6. Model Wadah Penetasan Artemia

3
Pembenihan Ikan

Bak atau kolam pendederan tidak selalu digunakan atau dibutuhkan, kecuali:
(1) untuk adaptasi atau aklimatisasi benih selama beberapa hari di lingkungan
kolam dan mendapatkan asupan pakan buatan, sebelum benih tersebut di jual
atau digunakan sendiri di kolam pembesaran; (2) apabila ingin membesarkan
benih sampai ukuran sekitar 2 inchi atau lebih, karena beberapa konsumen
benih menginginkan benih dengan ukuran tersebut.
Usaha pembenihan juga dilengkapi dengan sarana untuk meningkatkan
suhu dan oksigen media pemeliharaan larva/benih. Sarana untuk meningkat
suhu pada umumnya secara semi-modern, yaitu memanaskan air di dalam
dandang alumunium dengan kayu bakar (Foto 4.7 A, B, C, D) atau kompor
minyak tanah. Dalam 1 siklus pembenihan menggunakan kayu bakar sebanyak 1
truk, sedangkan minyak tanah sekitar 50-60 liter. Kegiatan ini dilakukan di luar
panti benih dan disalurkan dengan sistem resirkulasi ke dalam bak
pemeliharaan larva melalui sistem perpipaan dan menggunakan bantuan
pompa air (Foto 4.7 E, F). Kapasitas dandang pemanas ini sekitar 80 liter air
dengan jumlah berkisar antara 2-3 unit. Sedangkan untuk meningkatkan
kandungan oksigen di dalam media pemeliharaan larva digunakan Hi-blow
mikro blower dengan 40-60 titik aerator per-blower (Foto
4.7 G). Untuk menjalankan mikro blower, diperlukan aliran listrik yang berasal dari
PLN atau menggunakan genset cadangan (Foto 4-7 H).

A B

3 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

C D

E F

G H
Foto 4.7. Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin

3
Pembenihan Ikan

4.3.Bahan Baku

Bahan yang diperlukan antara lain indukan patin jantan dan betina (Foto
4.8 A), hormon buatan dan yang dipergunakan saat ini adalah ovaprim (Foto
4.8 B), pakan alami (artemia dan cacing sutera), pakan buatan untuk induk
dan benih, larutan fisiologis (larutan NaCl 0,9% atau larutan Ringer), garam
dapur atau obat- obatan untuk perawatan larva yang terkena penyakit, kapur
untuk meningkatkan pH air sumber yang rendah, kayu bakar atau minyak
tanah untuk bahan bakar pemanas air, solar untuk bahan bakar genset, dan
lain sebagainya.
Untuk target produksi benih patin siam persiklus dengan jumlah lebih
dari 100 ribu benih berukuran >1 inchi, dibutuhkan bahan berupa induk jantan
dengan jumlah 3-8 ekor yang berukuran > 2 kg/ekor dan betina 2-4 ekor
dengan ukuran > 3 kg/ekor. Selanjutnya dibutuhkan ovaprim 10 ml, larutan
fisiologis (NaCl 0,9%) 1-2 botol, artemia 3-10 kaleng, cacing rambut atau
cacing sutera 160-800 kaleng (@ 0,5 liter), pelet udang ukuran halus untuk
pakan benih di bak pemeliharaan dan pendederan sekitar 10-30 kg.

4.4. Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja dalam usaha pembenihan patin tergantung kepada


skala usaha. Pada usaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar
menggunakan tenaga kerja dengan jumlah 3-8 orang di setiap unit
pembenihan.

3 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

Foto 4.8. Induk Patin Hasil Seleksi dan Ovaprim

4.5.Teknologi

Teknologi yang diterapkan dalam pembenihan patin yaitu pemijahan


buatan dan treatment air. Pemijahan buatan dilakukan karena patin (siam,
djambal, dan pasupati) dalam wadah budidaya sangat sulit untuk melakukan
pemijahan secara alami. Pemijahan buatan dilakukan dengan 2 metode yaitu
sistem kering dan sistem basah dan di Kabupaten Kampar umumnya
dilakukan dengan sistem basah atau kombinasi sistem basah dengan sistem
kering. Teknik metode pembuahan buatan yaitu:

a. Pembuahan sistem kering


Dalam sistem kering ini telur yang telah dikeluarkan dan ditampung
dalam wadah, kemudian dicampur dengan sperma yang baru/langsung
dikeluarkan dari induk jantan, kemudian dicampur dengan bulu ayam selama
kurang lebih 1 menit. Kemudian untuk aktifasi ditambahkan air yang kaya
oksigen sambil diaduk-aduk dengan bulu ayam. Selanjutnya dibilas dengan air
segar beberapa kali, kemudian ditetaskan.

3
Pembenihan Ikan

b. Pembuahan sistem basah


Pada sistem basah ini, sebelum telur dikeluarkan terlebih dahulu
dikeluarkan sperma dari induk jantan dan ditampung dalam wadah dan
diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis (larutan infus NaCl). Larutan
tersebut selain berfungsi sebagai pengencer juga berfungsi sebagai
pengawet. Spermatozoa dapat tahan hidup dalam larutan tersebut selama 12
– 24 jam pada suhu 5 – 10 °C.

4.6. Proses Produksi

4.6.1. Pengelolaan induk

Pengelolaan induk merupakan tahap awal untuk menghasilkan benih


yang berkualitas baik sehingga menentukan keberhasilan kegiatan
pembenihan ikan. Mutu induk yang baik ditunjang dengan pengelolaan yang
tepat diharapkan dapat menghasilkan benih dengan kualitas yang baik dan
jumlah yang mencukupi.
Kriteria induk yang akan digunakan, antara lain berdasarkan bentuk
fisik, ukuran berat, umur, dan kesehatan. Induk betina yang layak dipijahkan
telah berumur 3 tahun dan beratnya telah mencapai >3 kg/ekor. Sedangkan
induk jantan yang siap dipijahkan telah berumur 2 tahun dan beratnya
mencapai >2 kg/ekor. Induk yang akan dipijahkan harus sehat secara fisik,
yaitu tidak terinfeksi oleh penyakit, parasit, dan luka akibat benturan, pukulan,
goresan, sayatan, dan lain-lain.
Induk jantan dan betina dapat dipelihara bersama-sama pada satu
kolam atau bisa terpisah dengan kepadatan 2-4 ekor/m2. Induk sebaiknya
dibuat dalam beberapa kelompok dan dipelihara secara terpisah untuk dapat
digunakan pada proses pemijahan secara bergantian. Kolam pemeliharaan
induk dapat berupa kolam tanah atau tembok dan memiliki saluran
pemasukan dan pengeluaran air.
Manajemen induk adalah salah satu mata rantai lain yang amat penting
dalam proses produksi benih ikan patin, selain menajemen air dan

3 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
pemeliharaan larva serta benih. Jumlah indukan yang dipelihara disesuaikan
dengan skala usaha,

3
Pembenihan Ikan

karena harus memperhitungkan kebutuhan jumlah dan luasan kolam indukan


dan biaya untuk pakan. Disamping itu, perlu dihindari terjadi lonjakan jumlah
induk yang matang gonad dan siap dipijahkan harus dalam periode tertentu
atau sebaliknya, sehingga menjadi kendala dalam kontinuitas produksi atau
sarana yang tersedia tidak memadai baik jumlah dan kapasitasnya dalam
produksi. Pembenih patin di Kabupaten Kampar mempunyai indukan jantan
dan betina, masing berkisar antara 100-150 ekor jantan dan sekitar 200-250
ekor betina. Namun demikian, untuk skala ekonomis, diperkirakan jumlah total
indukan berkisar antara 100-120 ekor, dengan proporsi jantan dan betina 1:
1,5 – 2 ekor. Disamping itu, pengaturan ukuran indukan juga perlu menjadi
pertimbangan, yaitu dengan ukuran berat yang relatif mengikuti sebaran
normal miring ke kiri, baik untuk induk jantan maupun induk betina. Modus
sebaran normal bobot indukan adalah sekitar 3 kg untuk induk jantan dan 4 kg
untuk induk betina.
Pakan yang diberikan berupa pakan buatan dengan kualitas yang baik
dan
kuantitas yang mencukupi. Pakan harus memiliki kandungan protein 30 - 35%.
Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 3% bobot biomas/hari
dengan frekuensi pemberian pakan 2 - 3 kali/hari. Komposisi pakan buatan
untuk indukan patin berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun
2009 dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Komposisi Pakan Buatan untuk Indukan Patin

No. Komposisi Satuan Batas Nilai


1. Kadar air % maks 12
2. Kadar protein % min 35
3. Kadar lemak % min 7
4. Kadar serat kasar % maks 8
5. Kadar abu % maks 12

4 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

No. Komposisi Satuan Batas Nilai


6. Kadar Nitrogen bebas % maks 0,20
7. Cemaran mikroba/toksin
a. Kapang kol/g maks 50
b. Salmonella kol/g Negatif
c. Aflatoksin μg/kg maks 50
8. Kandungan antibiotik - - 0
Sumber: BSN (2009)

4.6.2. Seleksi Induk

Pada umumnya, ciri induk jantan yang matang gonad adalah alat
kelamin (urogenital) membengkak dan berwarna merah tua (Foto 4.9 A).
Apabila bagian perut dekat lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan
putih kental (cairan sperma). Sedangkan induk ikan betina yang telah matang
gonad (Foto 4.9 B), memiliki ciri-ciri yang ditunjukkan dengan papila
membengkak dan berwarna merah tua, selain itu perut membengkak ke arah

belakang (ke arah genital).


A B
A = Induk Jantan; B = Induk Betina (Sumber: LRPTBPAT,
2007) Foto 4.9. Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad

4
Pembenihan Ikan

4.6.3. Pemijahan

Induk yang akan dipijahkan diberok dahulu 1-2 malam di dalam wadah
isolasi induk untuk mengurangi kadar lemak pada saluran pengeluaran telur
dan membuang kotoran/feces. Pemijahan dilakukan secara buatan melalui
pemberian rangsangan hormon untuk proses pematangan akhir gonad,
pengurutan untuk proses pengeluaran telur dan pembuahan dengan
mencampur sperma dan telur. Hormon yang digunakan adalah ovaprim atau
sejenisnya. Standar dosis ovaprim yang diberikan untuk induk betina adalah
0,5 mL/kg sedangkan untuk jantan adalah 0,2 mL/kg (bila diperlukan).
Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali pada bagian intramuskular dengan
interval waktu penyuntikan pertama dan kedua sekitar 6-12 jam. Penyuntikan
pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya 2/3 bagian lagi
diberikan pada penyuntikan kedua.
Setelah penyuntikan kedua, 6-8 jam kemudian dilakukan pengecekan
ovulasi induk. Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk
proses pembuahan. Bila pengeluaran telur dilakukan sebelum ovulasi (terlalu
cepat waktu), pengeluaran telur tidak akan lancar dan biasanya persentase
keberhasilan pembuahan akan kecil. Sedangkan bila terlalu lambat,
pembuahan biasanya juga gagal karena air sudah masuk ke dalam kantung
telur yang menyebabkan lubang mikrofil pada telur sudah tertutup.
Pengecekan ovulasi dilakukan dengan cara melakukan pengurutan pada
bagian dekat urogenital secara pelan dan hati-hati. Ovulasi sudah tercapai bila
sudah ada sedikit telur yang keluar sehingga pengurutan secara keseluruhan
dapat dilanjutkan untuk proses pembuahan.
Proses pembuahan didahului dengan penyiapan sperma yang
dikeluarkan dari induk jantan. Sperma ditampung dalam wadah dan
diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% (larutan infus) dengan perbandingan
sekitar 1 : 100. Sperma yang tercampur urine (air kencing ikan) sebaiknya
tidak digunakan.
Selanjutnya telur dikeluarkan dengan melakukan pengurutan induk
betina secara hati-hati dan ditampung dalam wadah. Tetesan air dalam wadah

4 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
atau pada telur harus dihindari. Bila dikehendaki, pengurutan dapat dilakukan
secara

4
Pembenihan Ikan

berulang tapi dalam tenggang waktu yang relatif singkat. Telur yang sudah
ditampung ditambahkan dengan sperma dan diaduk secara merata. Untuk
memudahkan pencampuran telur dan sperma dapat diberi tambahan larutan
fisiologis secukupnya. Proses pemijahan ikan patin disajikan pada Foto 4.10.

Foto 4.10. Proses Pemijahan Ikan Patin (sumber: LRPTBPAT, 2007)

4.6.4. Penetasan Telur

Telur yang sudah dibuahi diletakkan di atas trai hapa jaring dalam bak
pembenihan yang sudah disiapkan terlebih dahulu (Foto 4.11). Jumlah trai
hapa jaring (0,7m x 0,7m) dalam bak penetasan 4m x 1m x 0,4m sekitar 2-4
unit. Hapa jaring dilubangi di beberapa bagian yang berfungsi sebagai tempat
keluar benih patin yang menetas ke bak pembenihan. Aerasi yang cukup
untuk menjamin kandungan oksigen terlarut serta suhu perlu diperhatikan
agar proses penetasan

4 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

telur berjalan secara optimal. Pada suhu 29–30 °C biasanya telur mulai
menetas setelah inkubasi 18-24 jam. Setelah proses penetasan selesai, hapa
jaring diangkat karena pada saat penetasan terdapat sisa cangkang telur yang
dapat membusuk dan menyebabkan bahan beracun bagi larva. Alternatif lain
dalam penetasan telur dapat menggunakan corong (Foto 4.12)

Foto 4.11. Alat Bantu dan Proses Penetasan Telur

Foto 4.12. Corong Penetasan Telur

4
Pembenihan Ikan

4.6.5. Pemeliharaan Benih

a. Pemberian Pakan dan Pengaturan Kualitas Air

Benih ikan patin mempunyai sifat kanibal yang tinggi sehingga untuk
menghindarinya perlu diperhatikan waktu untuk pemberian pakan. Jenis pakan
untuk benih patin diberikan berdasarkan umur dari benih (Tabel 4.4). Pakan
pertama dapat diberikan sekitar 24 jam setelah menetas pada kisaran suhu
pemeliharaan 29–30 °C. Pakan yang diberikan berupa Artemia. Penyiapan
Artemia dilakukan pada saat telur patin menetas, sehingga pakan Artemia
diberikan pada saat benih sudah berumur 1 hari.

Tabel 4.4. Jenis Pakan Berdasarkan Umur Dalam Pemeliharaan Benih Patin
Siam

Umur larva (hari) Jenis pakan


2-6 Artemia
7-15 Cacing sutera/Cacing rambut
> 15 Pelet

Pemberian pakan Artemia selanjutnya dapat dilakukan pada kisaran 4–5


jam sekali. Pakan diberikan secara ad libitum atau secukupnya dengan
memperhatikan nafsu makan ikan. Penggantian pakan dari Artemia ke cacing
rambut dapat dilakukan mulai hari ketujuh dengan memperhatikan bukaan
mulut larva. Bila suplai cacing rambut tidak ada, pemberian pakan buatan
masih mungkin dilakukan dengan memberikan adaptasi secukupnya. Pada
hari ke-16, larva patin sudah dapat diberi pakan buatan.
Untuk menjaga kondisi kualitas air tetap baik dilakukan penyiponan setiap
hari terhadap kotoran atau sisa pakan yang mengendap di dasar wadah
pemeliharaan. Disamping itu dilakukan pergantian air media pemeliharaan
sebanyak 30-50%

4 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

yang dimulai pada hari ketiga dengan air yang sesuai dengan kebutuhan
hidup larva. Tujuan dilakukannya penyiponan ini adalah untuk menghindari
penumpukan bahan organik yang berasal dari kotoran, larva yang mati atau
sisa pakan yang dapat mengakibatkan meningkatnya kandungan amoniak
dalam air. Penyiponan harus dilakukan setiap hari secara hati-hati. Pada saat
dilakukan penyiponan, batu aerasi diangkat agar sisa kotoran tidak teraduk
yang dapat berakibat mengotori badan air. Hal tersebut sering menyebabkan
stres pada larva dan bahkan berakibat fatal menyebabkan kematian larva.
Pemeliharaan larva/benih di bak pembenihan dapat dilakukan sampai umur
minimal 16-18 hari sebelum dipindah ke dalam kolam pendederan.
Pertimbangan pemindahan pemeliharaan dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.

b. Pengendalian Hama dan Penyakit

Secara prinsip lebih baik mencegah (preventif) dari pada mengobati


(kuratif).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit :
(1) Menjaga kebersihan wadah pemeliharaan,
(2) Menjaga stabilitas suhu agar tetap panas antara 28-31°C,
(3) Pakan terbebas dari parasit dan jamur,
(4) Menjaga kondisi air agar tetap baik yang selalu bersih dari sisa pakan.

Di Kabupaten Kampar benih patin umumnya terkena penyakit white


spot berupa bintik pada tubuh ikan yang disebabkan oleh jamur. Benih yang
terkena penyakit oleh pembenih diberikan garam dapur untuk pengobatan.
Pada benih patin penyakit yang umum adalah bakteri, parasit dan jamur.
Obat dan cara pengobatan terhadap penyakit tersebut berbeda-beda.
Alternatif obat dan cara pengobatan untuk penyakit pada benih patin antara
lain:

4
Pembenihan Ikan

(1) Penyakit Bakteri


Bakteri yang umum menyerang benih ikan patin adalah bakteri
Aeromonas hydrophylla. Tanda-tanda penyakit bakteri antara lain:
• Permukaan tubuh ikan ada bagian-bagian yang berwarna merah darah
terutama pada bahagian dada, pangkal sirip dan perut,
• Selaput lendir berkurang, tidak licin,
• Di beberapa bagian tubu ikan kulitnya melepuh,
• Sirip rusak dan pecah-pecah,
• Insang rusak dan berwarna keputih-putihan sampai kebiru-biruan,
• Ikan lemah, hilang keseimbangan serta mudah ditangkap.

Cara pengobatan untuk penyakit bakteri yaitu:


(a) Pengobatan dengan PK
Bagi ikan yang keadaan infeksinya belum parah dapat diobati dengan
Kalium Permanganat (PK) dengan dosis 2 gram/m3. Cara
pengobatannya dengan Kalium Permanganat (PK) adalah sebagai
berikut:
• Larutkan 2 gram PK ke dalam 1 liter air aduk sampai terlarut dengan
sempurna dan tebarkan pada wadah pemeliharan,
• Biarkan selama 30-60 menit dengan cara pengawasan terus
menerus,
• Apabila ikan memperlihatkan gejala keracunan, segera tambahkan air
segar ke dalam wadah pemeliharaan.
(b) Pengobatan dengan Oxytetracyclin (OTC)
Pengobatan dengan menggunakan Oxytetracyclin (OTC) sebanyak 5
gram/ m3. Cara pengobatannya dengan OTC adalah sebagai berikut:
(1)Larutkan 5 gram OTC kedalam 1 liter air sampai semua terlarut
sempurna,
(2)Tebarkan larutan tersebut ke dalam air pemeliharaan.
(3)Biarkan selama 3 jam, setelah itu tambahkan air segar,
(4)Apabila ikan belum sembuh bisa dilakukan pengobatan berulang
keesokan harinya dengan cara di atas sampai 3 kali pengobatan.

4 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

(2). Penyakit Parasiter


Penyakit parasiter yang umum menyerang benih ikan patin adalah
Ichthyopthirius multifilis atau disebut penyakit “Ich” atau disebut penyakit
White spot. Jenis penyakit ini sering muncul pada awal, akhir, dan selama
musim hujan. Tanda-tandanya adalah bahwa pada tubuh benih ikan patin
terdapat bintik-bintik putih, akan terlihat jelas di bawah mikroskop.

Cara Pengobatannya untuk penyakit parasiter yaitu:


(a) Pengobatan dengan garam dapur (NaCl)
Pengobatan terhadap benih patin yang terserang penyakit parasiter
dengan cara pemberian garam dapur (NaCl) pada media pemeliharaan
larva/benih serta menaikan suhu media. Cara pengobatannya dengan
garam dapur adalah sebagai berikut:
• Dosis pengobatan 1 ppt ( 1 kg/m3 air pemeliharaan benih). Larutkan
1 kg garam dapur ke dalam 2 liter air, kemudian aduk sampai
sempurna,
• Tebarkan larutan tadi ke dalam wadah pemeliharaan,
• Biarkan selama 1 jam dan lakukan pengawasan secara terus
menerus. Apabila benih ikan terlihat gelisah atau keracunan,
segera tambahkan air segar ke dalam media pemeliharaan,
• Apabila ikan belum sembuh, bisa dilakukan pengulangan
pengobatan
dengan cara di atas.
(b) Pengobatan dengan Formalin.
Pengobatan dengan formalin menggunakan dosis 10 ml formalin teknis
per 1 m3 air wadah pemeliharaan benih patin. Formalin teknis
merupakan formalin dengan kadar 40%. Cara pengobatan dengan
menggunakan formalin sebagai berikut:
• Taburkan 10 ml formalin ke dalam 1 m3 air pemeliharaan, aduk
sampai
merata,
• Biarkan selama 3 jam dalam pengawasan terus menerus, apabila

4
Pembenihan Ikan

ikan tidak kuat segera tambahkan air segar ke dalam media


pemeliharaan,
• Apabila ikan belum sembuh, bisa dilakukan pengulangan pengobatan
dengan cara di atas.
(c) Pengobatan dengan Methylene blue
Buat larutan baku 1% (stock solution) yang terdiri dari 1 gram serbuk
Methylene blue dicampur dengan 100 cc air bersih. Selanjutnya
campurkan 1-2 cc larutan tersebut untuk 1 liter air pemeliharaan
kemudian diaduk secara merata dan biarkan selama 24 jam. Apabila
masih belum sembuh bisa dilakukan pengobatan dengan cara diatas
sampai 3 kali pengobatan.

4.6.6. Panen dan Penanganan Hasil

Panen merupakan masa akhir pemeliharaan. Panen benih dilakukan


dengan pertimbangan kebutuhan pasar atau telah tercapainya target ukuran.
Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu benih ikan patin dipuasakan
(diberok) untuk mengosongkan isi perutnya, sehingga tidak banyak kotoran
yang dikeluarkan pada saat pengangkutan. Lamanya pemuasaan disesuaikan
dengan waktu tempuh dalam transportasi. Untuk waktu tempuh 10 jam
diperlukan pemuasaan minimal 24 jam.

Pengangkutan benih dapat dilakukan dengan 2 cara:

a. Sistem terbuka
Pengangkutan benih dengan sistem terbuka biasanya menggunakan
drum plastik berkapasitas 200 L. Untuk mempertahankan kandungan oksigen
terlarut perlu ditambahkan fasilitas aerasi. Kapasitas angkut benih ikan patin
siam adalah 100 ekor/L air dengan lama waktu tempuh maksimal 10 jam.
Apabila lebih dari 10 jam perlu dilakukan penggantian air. Dalam
pengangkutan benih patin siam penambahan garam maksimal 5 ppt dan
perlakuan

5 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

suhu dingin sangat membantu. Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok
untuk benih ukuran relatif besar ( ukuran >2 inchi).

b. Sistem tertutup
Pengangkutan sistem tertutup biasanya dengan menggunakan kantong
plastik yang diberi tambahan oksigen. Perbandingan oksigen dan air adalah 2
: 1. Kapasitas angkut 50 g/L air untuk waktu tempuh maksimum 10 jam.
Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran kecil
(maksimum 1 inchi).
Pengusaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar melakukan
pengangkutan ikan dengan sistem tertutup dengan menggunakan plastik
ukuran 50 x 60 cm (10 L). Padat penebaran benih patin 1000 ekor/plastik.
Pengiriman benih patin menggunakan angkutan darat. Untuk penjualan benih
dalam kabupaten, para pembenih umumnya tidak melakukan pemberokan
pada benih, sedangkan penjualan keluar kabupaten/propinsi benih diberok
selama 2 hari. Pengiriman dengan sistem ini mempunyai waktu tempuh 10
jam, dan kepadatan benih dikurangi dalam kantong jika waktu tempuh lebih
dari 10 jam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih ikan patin yaitu:
1. Ketersediaan atau pengadaan kantong plastik sesuai kebutuhan.
Setiap kantong dibuat rangkap untuk menghindari kebocoran.
2. Benih ikan ditangkap dengan serokan halus (sambil dilakukan
penghitungan), kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.
3. Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan air
dengan oksigen adalah 1 : 2), setelah itu segera diikat.
4. Kantong-kantong plastik berisi benih, dimasukkan kedalam kardus
agar benih tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
5. Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam
dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang
hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya
cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan
mengurangi jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik.

5
Pembenihan Ikan

6. Pengangkutan lebih baik dilakukan pada saat pagi dan sore hari atau
pada saat kondisi cuaca tidak panas. Cuaca yang panas akan
meningkatkan suhu air untuk pengangkutan benih yang dapat
meningkatkan kematian benih.
Secara ringkas, proses produksi benih patin disajikan pada Gambar 4.1.

4.7. Jumlah, Jenis, Mutu Produksi

Pembenih umumnya sudah memiliki target jumlah produksi.


Berdasarkan pengamatan di lapangan, produksi benih rata-rata satu siklus
adalah 100.000
– 500.000 ekor benih patin. Proses produksi berlangsung dalam 1 - 1,3 bulan
persiklus. Benih ikan patin dijual dalam 3 kelompok ukuran yaitu <1 inchi
(kategori P I), 1- 2 inchi (kategori P II A), dan 2-3 inchi (kategori P II B).
Persentase permintaan benih kategori P II A sekitar 80-85%, sisanya benih
kategori P II B atau P I.

5 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI

Pengelolaan Induk
• Jumlah, ukuran, dan proporsi indukan yang dipelihara
• Pemberian pakan buatan dengan protein 30-35%.
• Pengelolaan kualitas media pemeliharaan
• Pengecekan induk ikan yang sakit atau terinfeksi

Seleksi Induk
• Minimalkan penyebab Stress indukan dan
induk yang diseleksi.
• Isolasi dan pemberokan 1-2 malam

Pemijahan
• Penyuntikan hormon ovaprim
• Stripping
• Pemijahan buatan

Penetasan Telur
• Penetasan di atas hapa dalam bak
larva/ Penetasan dengan corong
• Kepadatan & Hatching rate

Pemeliharaan Larva & Benih


• Pemberian pakan alami (Naupli artemia, Cacing sutera/Tubifex)
dari umur 2 -15 hari.
• Pemberian pakan buatan untuk benih berumur >15 hari
• Pengelolaan media pemeliharaan (penyiponan dari kotoran,
aerasi, sirkulasi air panas, dll.)
• Perawatan larva dan benih
• Padat penebaran dan Sintasan

Pendederan di kolam
• Persiapan dan pengelolaan air
• Pemberian pakan buatan
• Padat penebaran dan sintasan

Panen dan Penanganan Hasil


• Pemberokan dan pemanenan
• Penghitungan
• Packing dan pengangkutan.

Gambar 4.1. Bagan Alir Proses Produksi Benih Ikan Patin

5
Pembenihan Ikan

4.8. Produksi Optimum

Jumlah produksi dipengaruhi oleh tingkat keberhasilan dari benih patin


yang menetas. Secara teknis berdasarkan skala usaha yang ada maka produksi
optimum benih patin dapat mencapai 200.000-700.000 ekor/siklus dengan 6-
12 siklus/ tahun.

4.9. Kendala Produksi

Secara umum masalah atau titik kritis dalam proses produksi terjadi
pada; (1) manajemen induk; (2) manajemen air; (3) penetasan telur (4)
pemeliharaan larva dan benih, baik di bak pemeliharaan maupun di kolam
pendederan. Sedangkan permasalahan yang kadang dihadapi oleh pembenih
patin di Kabupaten Kampar saat ini adalah pH air tanah yang rendah, dan
pemeliharaan larva/benih berkaitan dengan penyakit pada musim hujan,
pasokan pakan cacing sutera (Tubifex) yang sering menjadi kendala atau
harganya mahal (Rp. 9.000,- s.d. Rp. 10.000/kaleng; @ 0,5 liter), sedangkan
kebutuhan pembudidaya sekitar 150-500 kaleng/siklus.
Manajemen sangat penting dalam proses produksi pembenihan patin,
mulai dari pengaturan jumlah, ukuran, proporsi jantan dan betina yang
dipelihara serta pemeliharaan induk. Masalah indukan selama ini belum
menjadi titik kritis, terutama dari segi jumlah dan ukuran. Hal ini disebabkan
karena tersedia calon induk yang sangat memadai dari petani pembesar atau
khusus pembesaran calon induk. Disamping itu, para pembenih juga
mempunyai kolam pembesaran yang digunakan untuk pemeliharaan ikan
untuk menjadi calon induk atau pemeliharan calon induk untuk menjadi induk
dasar.
Manajemen induk yang tidak kalah penting juga adalah pengaturan
ukuran dan jumlah dari calon induk dan induk produktif yang dipelihara.
Disamping itu pegaturan kolam pemeliharaan, sehingga induk induk tidak
hanya ditempat di satu kolam. Hal ini berguna untuk menekan stres pada
induk pada saat dilakukannya seleksi induk. Pengaturan kolam pemeliharaan

5 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
juga dapat dilakukan dengan

5
Pembenihan Ikan

pemisahan induk yang sudah beberapa kali pemijahan dengan induk yang
belum atau satu kali pemijhahan.
Selain pengaturan pemeliharaan, juga diperlukan pemberian pakan
dengan dengan protein tinggi. Hal ini untuk meningkatkan fekunditas dan
periode matang gonad serta mengurangi kandungan lemak dalam gonad.
Dalam mengurangi kandungan lemak dalam gonad, maka pakan induk sering
ditambahkan Vitamin E (VE) dengan pemberian 200 mg/kg induk dan dapat
diberikan 1-2 kali perbulan. Dengan demikian diharapkan hatching rate telur
dari induk yang dipelihara dapat meningkat.
Untuk mengatasi masalah air dengan sumber air tanah dengan pH yang
rendah atau air irigasi dengan kekeruhan relatif tinggi dan pH-nya juga
rendah, dilakukan dengan sistem pengolahan air sebagai air sumber kegiatan.
Pengolahan dilakukan dalam bak secara bertingkat, mulai dengan pemberian
kapur tohor (CaO), kemudian penyaringan dengan menggunakan lapisan ijuk
dan arang serta pengendapan.
Dalam mengatasi permasalahan penyakit di musim hujan, pembenih
ikan patin di Kabupaten Kampar menanganinya dengan satu atau kombinasi
dari dua teknik, yaitu dengan pemberian air garam ke dalam media
pemeliharaan dengan kadar 5 ppt atau meningkatkan suhu media
pemeliharaan menjadi 30-31°C atau kombinasi keduanya.
Untuk menangulangi masalah terhadap keterbatasan pasokan pakan
alami berupa cacing sutera, pembenih sering memperpanjang periode
pemberian pakan naupli artemia atau dengan mempercepat aplikasi
pemberian pakan buatan. Sedangkan upaya lain dapat dilakukan dengan
menggunakan pakan alami berupa Daphnia.

5 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB V
ASPEK KEUANGAN

Analisa keuangan ini mempunyai tujuan untuk mengetahui kelayakan


usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk
mengembalikan kredit yang diperoleh dari bank. Dengan demikian diharapkan
dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha
pembenihan ikan patin.

5.1. Pemilihan Pola Usaha

Pembenihan ikan patin siam mempunyai beberapa skala pola usaha,


baik ditinjau dari target atau realisasi produksi benih, proses produksi, jenis
dan volume sarana pembenihan, teknik penetasan telur, pemeliharaan larva
dan benih serta manajemen kualitas air. Sedangkan untuk pemijahan
menggunakan teknologi pemijahan buatan dengan penyuntikan hormon
(misalnya ovaprim sebagai hormon buatan), guna mestimulir terjadinya ovulasi,
selanjutnya pemijahan dilakukan melalui pemijahan buatan dengan cara
stripping. Hal ini mengingat bahwa masih sulitnya dilakukan pemijahan ikan
patin secara alami.
Ditinjau dari proses produksi, perbedaan terjadi diantaranya adalah
pada manajemen air, karena air sumber kegiatan pembenihan ada yang
berasal dari sumur bor dan ada pula dari bendungan anak sungai atau irigasi.
Dengan terjadinya perbedaan tersebut, maka akan berbeda pula biaya
investasi dan operasional dalam proses pengadaan air untuk kegiatan, guna
memperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan persyaratan dalam proses
produksi benih. Hal ini disebabkan karena kualitas air tanah dan air pemukaan
secara umum di Kabupaten Kampar mempunyai pH yang rendah. Begitu juga
halnya dalam menajemen air media pemeliharaan, terutama pengaturan suhu
air di malam hari dan atau penanggulangan terhadap penyakit. Air yang
digunakan pada sistem sirkulasi, peningkatan suhu media pemeliharaan

5
Pembenihan Ikan
berasal dari air yang dipanaskan

5 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK KEUANGAN

di dalam dandang pemanas dan pemanasan air tersebut menggunakan


bantuan kayu bakar atau kompor minyak tanah.
Dalam hal manajemen induk, pemeliharaan induk dilakukan di dalam
kolam yang kecil dengan padat penebaran sangat tinggi (>5 ekor induk/m 2),
dan ada pula dengan pola intensif (padat penebaran 3-5 ekor/m2) serta semi
intensif (padat penebaran 2-3 ekor/m2). Induk yang dipelihara juga bervariasi,
baik dari segi jumlah maupun ukuran (calon induk dan induk) serta ada pula
yang memisahkan pemeliharaan induk jantan dan betina.
Sarana dan fasilitas pembenihan juga bervariasi, mulai dari konstruksi
bangunan panti benih (hatchery) berupa banguan tradisional sampai
bangunan permanen serta variasi ukuran panti benih. Selanjutnya penetasan
telur ada yang menggunakan sistem corong dan adapula dengan sistem trai
hapa. Sedangkan bak pemeliharaan larva umumnya terbuat dari kayu yang
dilapisi dengan plastik tebal atau terpal dengan ukuran dan jumlah bak yang
bervariasi. Bak pemeliharaan larva ini ada pula yang difungsikan sebagai bak
pendederan. Disamping itu ada juga yang menggunakan bak fiber untuk
pemeliharaan larva.
Benih yang dihasilkan juga bervariasi dari segi ukuran dan umumnya
mengikuti kriteria benih ikan patin siam kelas tebar, yaitu benih ukuran <1
inchi (benih P I); ukuran 1 - 2 inchi (benih P II A), dan ukuran 2-3 inchi (benih
P II B), sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu SNI 01-6483.2-
2000 dan SNI 01-6483.4-2000 (BSN, 2000a,b). Benih yang banyak diminati
adalah ukuran 1-2 inchi. Produksi benih berkisar antara 100.000 – 500.000
ekor per-siklus dan 6-12 siklus per-tahun. Target produksi tersebut tentu
sangat dipengaruhi oleh input (jumlah induk yang dipelihara dan yang
dipijahkan dalam satu siklus) serta ukuran dan jumlah sarana pemeliharaan.
Disamping itu akan terjadi pula perbedaan biaya operasionalnya.
Untuk itu, dalam pemilihan pola usaha ini digunakan kriteria minimal
bahwa usaha tersebut bersifat ekonomis dan bankable. Kriteria yang
digunakan dalam pemilihan pola usaha adalah produksi benih, baik dari segi
jumlah dan ukuran benih yang dijual serta harganya sesuai dengan harga
pasar yang berlaku saat

5
ASPEK KEUANGAN

ini. Selanjutnya skala teknologi proses produksi adalah yang umum digunakan
dan dapat diadopsi oleh masyarakat serta sarana dan fasilitas yang sesuai
sebagai konsekwensi teknologi yang digunakan dan/atau kebutuhan dalam
proses produksi.
Berdasarkan pertimbangan kriteria di atas, maka pola usaha yang dipilih
dalam pembenihan ikan patin siam ini adalah:
(1) Produksi benih kategori P II A (ukuran 1-2 inchi) minimal adalah
110.000 ekor per-siklus dengan 8 siklus per-tahun atau produksi dan
penjualan benih >880.000 ekor per-tahun. Benih tersebut adalah benih
patin siam kelas sebar hasil pemeliharaan di dalam bak larva dan atau
kolam pendederan. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi benih
ukuran 1-2 inchi tersebut sekitar 25-35 hari per-siklus, sedangkan
produksi 8 siklus per-tahun disebabkan karena induk ikan patin betina
mempunyai frekuensi tingkat kematangan gonad yang rendah pada
musim kemarau, sehingga menurun jumlah siklus produksi.
(2) Induk yang diperlukan untuk memproduksi benih yang demikian
adalah sekitar 1-2 ekor induk betina dengan berat 3-5 kg per-ekor dan
2-5 ekor induk jantan dengan berat 2-4 kg per-ekor. Dengan
menggunakan pakan buatan berprotein tinggi (28-35%), maka satu
induk betina ukuran tersebut dapat menghasilkan telur (fekunditas)
sekitar 150–500 ribu butir setiap pemijahan dan dapat dipijahkan
sekitar 2-3 kali dalam setahun dengan umur produktif 2-3 tahun.
(3) Dalam menjaga kontinuitas produksi dan sesuai dengan kapasitas
sarana dan fasilitas serta perlatan, maka jumlah indukan secara
keseluruhan berkisar antara 100-120 ekor dengan proporsi jumlah
jantan dan betina adalah 1 : 1,5-2. Disamping itu, minimal tersedia 6-
10 pasang induk dalam kondisi usia produktif untuk memulai usaha.
(4) Penetasan telur hasil pemijahan dapat menggunakan trai atau corong,
dengan rata-rata tingkat keberhasilan penetasan (hatching rate) dan
sintasan/kelangsungan hidup (survival rate) masing-masing adalah 70%.

5
Pembenihan Ikan

(5) Fasilitas pembenihan dan luas lahan yang diperlukan dapat


disesuaikan serta status lahan adalah dibeli atau lahan milik sendiri,
namun tetap diberlakukan penilaian terhadap lahan.

5.2. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan

Untuk analisis kelayakan usaha berdasarkan pola usaha yang dipilih


sebagai kriteria usaha yang ekonomis diperlukan adanya beberapa asumsi
mengenai parameter teknologi proses maupun biaya, sebagaimana
terangkum dalam Tabel
5.1 dan Lampiran 1. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha
pembenihan ikan patin siam pada beberapa Usaha Perbenihan Rakyat (UPR)
di Kabupaten Kampar, diantaranya adalah: (1) Stanum Hatchery di Kelurahan
Langginang, Kecamatan Bangkinang; (2) Graha Pratama Fish Hatchery di
Desa Koto Masjid, Kecamatan XIII Koto Kampar; (3) Vagita Hatchery di Desa
Padang Mutung, Kecamatan Kampar. Disamping itu kajian ini juga
berdasarkan informasi yang diperoleh dari BBI dan Staf Dinas Perikanan
Kabupaten Kampar serta referensi lainnya.
Penentuan usia kegiatan pembenihan (periode proyek) selama 4 tahun
didasarkan atas pertimbangan investasi dan siklus produksi benih ikan patin.
Bangunan investasi sebenarnya mempunyai umur teknis yang lama (>10
tahun), tetapi alat-alat produksi lainnya umurnya relatif pendek (rata-rata 4-5
tahun). Harga benih ikan patin juga bervariasi, tergantung ukuran panjang
benih. Pada kajian ini, harga benih patin ukuran 1-2 inchi diasumsikan sebesar
Rp 170 per ekor, sebagai harga pasar atau harga yang sering terjadi di
lapangan.

5 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK KEUANGAN

Tabel 5.1. Asumsi untuk Analisis Keuangan

No Asumsi Satuan Nilai / Jumlah


1 Periode proyek Tahun 4
2 Periode pemeliharaan
a. Pemeliharaan larva dan benih di bak
ekor 50.000
per- siklus
b. Pemeliharaan benih di
% 35
bak/kolam pendederan per-
siklus
3 Luas lahan m2 800
4 Skala usaha
a Induk ikan patin ekor 116.000
(1). Jumlah induk jantan yang dipijahkan
ekor 4
per-siklus
(2). Jumlah induk betina yang dipijahkan
ekor 2
per-siklus
(3). Bobot induk jantan per-ekor kg 2-4
(4). Bobot induk betina per-ekor kg 3-5
b. Jumlah minimal telur yang ditetaskan per-
butir 230.000
siklus
c. Hatching rate % 70
d. Penebaran larva dan benih
(1). Padat penebaran di setiap bak
ekor 20.000
larva per-m3
(2). Padat penebaran di
ekor 10.000
bak/kolam pendederan per-
m3

5
Pembenihan Ikan

No Asumsi Satuan Nilai / Jumlah


(3). Ukuran benih di bak larva inchi 1
(4). Ukuran benih di bak/kolam
inchi 1,5 - 2,2
pendederan
9 e. Survival rate (SR) larva dan benih % 70
f. Produksi benih ukuran 1-2 inchi
(1). Siklus panen benih ukuran 1-2 inchi
kali 8
per-tahun
(2). Produksi benih ukuran 1-2 inchi per-
ekor 110.000
siklus
(3). Produksi benih ukuran 1-2 inchi per-
ekor 880.000
tahun
5 Tenaga kerja
a. Jumlah tenaga kerja orang 3
b. Upah tenaga kerja per-bulan Rp. 1.750.000
Harga rata-rata penjualan benih ukuran
6 Rp. 170
>1 inchi per-ekor
7 Suku Bunga per-tahun % 14
8 Proporsi Modal
a. Kredit % 40
b. Modal Sendiri % 60
9 Jangaka Waktu Kredit
a. Investasi Tahun 3
b. Modal Kerja Tahun 3

6 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK KEUANGAN

5.3. Komponen dan Struktur Biaya

Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin


dibedakan menjadi dua, yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya
investasi adalah komponen biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
dana awal pendirian usaha yang meliputi lahan/areal usaha, pembuatan
kolam induk dan kolam pendederan (jika diperlukan), panti benih, peralatan
dan sarana produksi. Sedangkan biaya operasional adalah seluruh biaya yang
harus dikeluarkan dalam proses produksi.

5.3.1. Biaya Investasi

Untuk memulai usaha pembenihan ikan patin ini, biaya investasi yang
dibutuhkan untuk areal seluas 800 m2 adalah Rp 147.010.000 dengan
komponen terbesar adalah pembelian lahan usaha dan bangunan panti benih
ikan patin. Secara rinci, investasi pembenihan ikan patin ini disajikan dalam
Tabel 5.2 dan Lampiran 2.

Tabel 5.2. Komposisi Biaya Investasi

Jumlah Harga per Jumlah


No Komponen Biaya Satuan Fisik Satuan (Rp) Biaya (Rp)

1 Lahan m2 800 40.000 32.000.000

2 Perizinan dan Sertifikasi 1.500.000

3 Pembuatan kolam induk unit 3 4.000.000 12.000.000


(pematang tanah); 10 x 10
x 1,2 m (panjang x lebar x
tinggi)

6
Pembenihan Ikan

Jumlah Harga per Jumlah


No Komponen Biaya Satuan Fisik Satuan (Rp) Biaya (Rp)

4 Pembuatan kolam unit 2 3.000.000 6.000.000


pendederan (pematang
tanah); 12 x 10 x 0,8 m

5 Hapa/Wadah pemberokan unit 2 100.000 200.000


induk; 3 x 2 m

6 Panti benih (120 m2) unit 1 45.000.000 45.000.000

7 Bak/kolam treatment air unit 3 2.000.000 6.000.000

8 Bak pembenihan unit 10 1.500.000 15.000.000

9 Wadah pakan alami 225.000

10 Pompa air Unit 4.000.000

11 Sumur bor Unit 1 2.500.000 2.500.000

12 Sistem perpipaan air Unit 1 4.000.000 4.000.000

13 Sistem Aerasi Unit 4.800.000

14 Alat tangkap Unit 1.085.000

15 Alat pemijahan dan Unit 650.000


penetasan

16 Alat dan sistem penunjang Unit 5.250.000

17 Induk dan calon induk Unit 6.800.000

Jumlah 147.010.000

6 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK KEUANGAN

5.3.2. Biaya Operasional

Secara umum, biaya operasional dalam usaha pembenihan ikan patin


dibedakan menjadi 2, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya tetap
sebesar Rp 48.000.000 pertahun, sedangkan biaya variabel sebesar Rp.
40.416.000,- pertahun, total biaya operasional adalah Rp. 88.416.00,- per-
tahun, dengan asumsi bahwa pada tahun pertama hingga tahun ke empat
usaha ini sudah dapat beroperasi dengan kapasitas 100% (Tabel 5.3)
Selengkapnya rincian kebutuhan biaya tetap dan biaya variabel ditampilkan
pada Lampiran 3 dan 4.

Tabel 5.3. Komposisi Biaya Operasional

Biaya per Jumlah Jumlah


Jumlah
No Struktur biaya Satuan satuan biaya biaya
Fisik
(Rp) 1 bulan (Rp) 1 tahun (Rp)

A Biaya Variabel

1 Pakan induk kg 120 8.000 960.000 7.680.000

Pakan larva dan


2
benih

a. Pakan alami

(1). Artemia kaleng 3 400.000 1.200.000 9.600.000

(2). Cacing
kaleng 180 10.000 1.800.000 14.400.000
rambut

b. Pakan buatan
kg 10 1.500 15.000 120,000
(pellet udang)

Sub jumlah 3.215.000 25.720.000

3 Pemijahan Induk

a. Jarum suntik unit 2 7.500 15.000 120,000

6
Pembenihan Ikan

Biaya per Jumlah Jumlah


Jumlah
No Struktur biaya Satuan satuan biaya biaya
Fisik
(Rp) 1 bulan (Rp) 1 tahun (Rp)

b. Hormon buatan
botol 1 200.000 200.000 1,600,000
(Ovaprim)

c. Larutan fisiologis botol 2 10.000 20.000 160.000

Sub jumlah 235.000 1.880.000

Desinfektan dan
4
Obat-Obatan

a. Kapur kg 5 6.000 30.000 240.000

b. Garam kg 10 1.200 12.000 96.000

c. Obat-obatan
kg 1 50.000 50.000 400.000
lainnya

Sub jumlah 92.000 736.000

5 Penunjang

a. Kayu bakar dan


atau Minyak Rp./bln 1 500.000 500.000 4.000.000
tanah

Sub jumlah 500.000 4.000.000

6 Packing benih

tbg/
a. Oksigen 0.5 100.000 50.000 400.000
siklus

b. Plastik kantong
unit 100 2.000 200.000 1.600.000
tebal

Sub jumlah 250.000 2.000.000

Jumlah Biaya Variabel 5.052.000 40.416.000

6 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK KEUANGAN

Biaya per Jumlah Jumlah


Jumlah
No Struktur biaya Satuan satuan biaya biaya
Fisik
(Rp) 1 bulan (Rp) 1 tahun (Rp)

B Biaya Tetap

1 Listrik Rp./bln 1 250,000 250.000 2.000.000

Perawatan sarana
2 Rp./bln 1 500,000 500.000 4.000.000
dan fasilitas

3 Tenaga kerja orang 3 1.750.000 5.250.000 42.000.000

Jumlah Biaya Tetap 6.000.000 48.000.000

Jumlah Biaya Operasional 11.052.000 88.416.000

5.4.Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja

Total kebutuhan biaya adalah sebesar Rp 235.426.000,- yang mana Rp


147.010.000,- adalah biaya investasi dan Rp 88.416.000,- adalah untuk modal
kerja. Biaya investasi tersebut diproyeksikan 40% atau sebesar Rp
58.804.000,- diperoleh dari kredit perbankan dan sisanya dari modal sendiri.
Kredit investasi ini seluruhnya diterima pada masa konstruksi dengan jangka
waktu pinjaman selama 3 tahun dan suku bunga 14% pertahun (Tabel 5.4).
Dengan asumsi dari skala usaha yang dipilih, maka modal kerja yang
dibutuhkan untuk memproduksi benih ikan patin adalah sebesar Rp
11.052.000,- per-siklus. Agar proses produksi berjalan dengan baik, lancar,
dan aman, maka modal kerja adalah sama dengan biaya operasional dan
over head cost untuk 8 (delapan) siklus produksi, sehingga modal kerja yang
diperlukan adalah Rp 88.416.000,- Dari jumlah tersebut, sebesar 40% (Rp
35.366.400,-) diperoleh dari kredit bank dengan jangka waktu pinjaman
selama 3 tahun dan suku bunga 14% pertahun. Penetapan jangka waktu
kredit selama 3 tahun didasarkan atas hasil wawancara dengan nara sumber
pembenih ikan patin di lokasi kajian.

6
Pembenihan Ikan

Tabel 5.4. Komponen dan Struktur Biaya

No Komponen Biaya Proyek Persentase Total Biaya (Rp)


1 Biaya Investasi 147.010.000
a. Kredit 40% 58.804.000
b. Modal Sendiri 60% 88.206.000
2 Biaya Modal Kerja 88.416.000
a. Kredit 40% 35.366.400
b. Modal Sendiri 60% 53.049.600
3 Total Biaya Proyek 235.426.000
a. Kredit 40% 94.170.400
b. Modal Sendiri 60% 141.255.600

Kewajiban pengusaha dalam melakukan angsuran pokok dan angsuran


bunga dilakukan setiap bulan selama jangka waktu kredit, baik kredit investasi
maupun kredit modal kerja. Rekapitulasi jumlah angsuran kredit pertahun
dapat dilihat pada Tabel 5.5, sedangkan perhitungan jumlah angsuran kredit
perbulan selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 6 dan 7.

Tabel 5.5. Perhitungan Angsuran Kredit (dalam rupiah)

Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo


Tahun
Pokok Bunga Angsuran Awal Akhir
94.170.400 94.170.400
1 31.390.133 11.169.656 42.559.789 94.170.400 62.780.267
2 31.390.133 6.775.037 38.165.170 62.780.267 31.390.133
3 31.390.133 2.380.418 33.770.552 31.390.133 0

6 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK KEUANGAN

5.5.Produksi dan Pendapatan

Dengan skala usaha yang dipilih, diperkirakan produksi telur dari 2 induk
ikan patin minimal 230.000 butir untuk satu kali pemijahan. Dengan hatching
rate rata-rata sekitar 70%, akan menghasilkan benih ukuran 1-2 inchi sekitar
110.000 ekor per-siklus (sintasan larva dan benih rata-rata 70%). Dengan 8
siklus produksi per-tahun, usaha ini diproyeksikan untuk dapat berproduksi
secara optimal mulai tahun pertama hingga akhir tahun ke-empat (sesuai
umur proyek). Dengan harga jual benih ukuran 1-2 inchi sebesar Rp. 170 per
ekor, maka proyeksi pendapatan yang diperoleh adalah sebesar Rp
18.700.000,- per-siklus atau sekitar Rp 149.600.000,- per-tahun. Proyeksi
produksi dan pendapatan usaha serta harga penjualan ditampilkan pada Tabel
5.6 dan Lampiran 5.

Tabel 5.6. Proyeksi Produksi dan Pendapatan

Harga Penjualan Penjulan


No Produk Volume Unit
Jual (Rp) Per siklus (Rp) per Tahun (Rp)
1 Benih patin 880.000 ekor 170 18.700.000 149.600.000
TOTAL 18.700.000 149.600.000

5.6.Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point

Hasil proyeksi laba rugi usaha menunjukkan bahwa usaha pembenihan


ikan patin telah menghasilkan laba (setelah pajak) pada tahun pertama (kapasitas
100%) sebesar Rp 26.761.551,- dengan nilai profit on sales 17,89%, dan
mengalami peningkatan laba hingga tahun ke-4 yang berjumlah Rp
36.255.758,- dengan profit on sales 24,24% (Tabel 5.7).

6
Pembenihan Ikan

Tabel 5.7. Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha

Tahun
No Uraian Jumlah
1 2 3 4

Total
1 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000 598.400.000
Penerimaan

Total
2 118.115.822 113.721.204 109.326.585 106.946.167 448.109.778
Pengeluaran

Laba/Rugi
3 31.484.178 35.878.796 40.273.415 42.653.833 150.290.222
Sebelum Pajak

4 Pajak (15%) 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075 21.040.631

Laba Setelah
5 26.761.551 30.496.977 34.232.403 36.255.758 129.249.591
Pajak

6 Profit on Sales 17,89% 20,39% 22,88% 24,24% 21,60%

7 BEP: Rupiah 40.693.631 34.672.282 28.650.934 25.389.370 129.406.217

Ekor benih
239.374 203.955 168.535 149.349 761.213
ikan

BEP
berdasarkan
8 26.761.551 30.496.977 34.232.403 36.255.758 129.249.591
biaya (Rupiah/
ekor benih)

a. Biaya
46 46 46 46 46
operasional

b. Total biaya 134 129 124 122 127


Keterangan : Jumlah benih terjual per tahun = 880.000 ekor

6 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK KEUANGAN

Seperti terlihat pada Tabel 5.8, usaha pembenihan ikan patin selama
kurun waktu 4 tahun rata-rata akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar
Rp 31.936.672,- per-tahun dan profit margin rata-rata 21,35% per-tahun
(Tabel 5.8). Dengan membandingkan pengeluaran untuk biaya tetap terhadap
biaya variabel dan total penerimaan, maka BEP usaha ini terjadi pada
penjualan senilai Rp. 40.693.631,- pada tahun pertama hingga Rp
25.389.370,- pada tahun ke-4, dengan BEP rata-rata sebesar Rp.
32.351.554,- untuk 190.303 ekor benih ikan patin. Selengkapnya proyeksi rugi
laba usaha ditampilkan pada Lampiran 8.

Tabel.5.8. Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha

Uraian Nilai
Laba per tahun Rp. 31.936.672
Profit Margin 21,35%
BEP: Rupiah Rp. 32.351.554
Benih 190.303 ekor

5.7.Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha

Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua
aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk
diperoleh dari penjualan benih ikan patin selama satu tahun. Untuk arus keluar
meliputi biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, termasuk angsuran pokok,
angsuran bunga, dan pajak penghasilan.
Evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai
kriteria investasi untuk mengukur kelayakan pendirian usaha pembenihan
patin, yaitu meliputi NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return),
Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio). Usaha pembenihan ikan patin dengan
pemilihan pola

6
Pembenihan Ikan

usaha dan menggunakan asumsi yang ada menghasilkan NPV Rp 54.561.039


pada tingkat bunga 14% dengan nilai IRR adalah 28,94% dan Net B/C Ratio
1,37 (Tabel 5.9). Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan
bahwa usaha pembenihan ikan patin dengan skala minimal yang dipilih ini
sudah layak untuk dilaksanakan dengan Pay Back Period (PBP) selama 3,2
tahun. Proyeksi arus kas untuk kelayakan pembenihan ikan patin
selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 9.
Tabel 5.9. Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin

No Kriteria Nilai Justifikasi Kelayakan


1. NPV (Rp.) 54.561.039 >0
2. IRR (%) 28,94 > 14
3. Net B/C Ratio 1,37 > 1,00
4. Pay Back Period 3,2 tahun < 48 bulan (<4 tahun)
Kelayakan Layakan

5.8.Analisis Sensitivitas

Dalam suatu analisis kelayakan suatu proyek, biaya produksi dan


pendapatan biasanya akan dijadikan patokan dalam mengukur kelayakan
usaha karena kedua hal tersebut merupakan komponen inti dalam suatu
kegiatan usaha, terlebih lagi bahwa komponen biaya produksi dan pendapatan
juga didasarkan pada asumsi dan proyeksi sehingga memiliki tingkat
ketidakpastian yang cukup tinggi. Untuk mengurangi resiko ini maka
diperlukan analisis sensitivitas yang digunakan untuk menguji tingkat
sensitivitas proyek terhadap perubahan harga input maupun output. Dalam
pola pembiayaan ini digunakan tiga skenario sensitivitas, yaitu:

7 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK KEUANGAN

a. Skenario I
Sensitivitas kenaikan biaya variabel dimungkinkan dengan melihat
perkembangan ekonomi saat ini dan kenaikan harga BBM, sehingga
memunculkan asumsi peningkatan biaya produksi/ variabel, sedangkan
pendapatan dianggap tetap/konstan. Kenaikan biaya operasional terjadi
antara lain karena kenaikan biaya pakan dan bahan pembantu serta upah
tenaga kerja. Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel
ditampilkan pada Tabel 5.10 serta perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini
selengkapnya pada Lampiran 10 dan 11.

Tabel 5.10. Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik

No Kriteria Naik 46% Naik 47%


1. NPV (Rp.) 391.164 (-) 786.422
2. IRR (%) 14,11 13,78
3. Net B/C Ratio 1,00 0,99
4. Pay Back Period 47,9 bulan (4 tahun) >48 bulan (>4 tahun)
Kelayakan Layak Tidak layakan

Analisis sensitivitas berdasarkan Skenario I: menggunakan kenaikan


biaya variabel sebesar 46% dan asumsi biaya pendapatan tetap. Pada
kenaikan biaya variabel sebesar 46%, NPV positif dan IRR mencapai 14,11%
serta Net B/C Ratio masih relatif lebih besar dari satu, sedangkan PBP (Pay Back
Period) 4 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada suku bunga
14% dengan kenaikan biaya variabel sebesar 46%, maka proyek dengan pola
usaha yang dipilih dan asumsi yang digunakan dalam pola usaha tersebut masih
layak dilaksanakan. Namun pada kenaikan biaya variabel mencapai 47%,
ternyata proyek ini tidak layak dilaksanakan karena NPV negatif dan IRR
kurang dari tingkat suku bunga (yaitu 13,78%), Net B/C Ratio adalah 0,99,
sedangkan PBP lebih dari umur kegiatan (>4 tahun).

7
Pembenihan Ikan

b. Skenario II
Pendapatan usaha pembenihan ikan patin dapat saja turun per-
bulannya atau per-tahunnya, yang disebabkan oleh berbagai hal. Pendapatn
turun karena kualitas benih ikan patin kurang baik atau jumlah produksi benih
ikan patin berkurang, misalnya berkaitan dengan kendala penyakit pada
musim hujan. Analisis sensitivitas penurunan pendapatan ketika biaya
pengeluaran dianggap tetap/konstan disajikan pada Tabel 5.11 serta
perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 12
dan 13.

Tabel 5.11. Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun

No Kriteria Naik 12% Naik 13%


1. NPV (Rp.) 2.254.075 (-) 2.104.838
2. IRR (%) 14,63 13,41
3. Net B/C Ratio 1,02 0,99
4. Pay Back Period 47,6 bulan (4 tahun) >48 bulan ( >4 tahun)
Kelayakan Layak Tidak layakan

Analisis sensitivitas berdasarkan Skenario II, pada saat pendapatan


turun sebesar 12% diperoleh NPV positif, Net B/C Ratio relatif lebih besar dari
satu dengan IRR mencapai 14,63%. Dapat disimpulkan bahwa pada
penurunan pendapatan sebesar 12%, proyek tersebut masih layak
dilaksanakan. Penurunan pendapatan sebesar 13% menyebabkan Net B/C
Ratio kurang dari satu, NPV negatif, IRR 13,41% atau dibawah suku bunga,
dengan PBP yang diperoleh melebihi umur proyek (>4 tahun). Kondisi ini
menyebabkan usaha tidak layak dilaksanakan.

7 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
ASPEK KEUANGAN

c. Skenario III
Analisis sensitivitas pada skenario III ini dilakukan dengan cara
mengkombinasikani sensitivitas pada skenario I dan II, yaitu peningkatan
biaya variabel sebesar 9% dan penurunan pendapatan 9%. Hasil analisis
sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel dan penurunan pendapatan secara
bersamaan ditampilkan pada Tabel 5.12 serta perhitungan arus kas untuk
sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 14 dan 15.

Tabel 5.12. Analisis Sensitivitas Kombinasi

Biaya Variabel Naik Biaya Variabel Naik


No Kriteria 9% dan 10% dan
Pendapatan Turun 9% Pendapatan Turun 10%
1. NPV (Rp) 4.732.363 (-) 804.157
2. IRR (%) 15,32 13,77
3. Net B/C Ratio 1,03 0,99
4. Pay Back Period 47,1 bulan (3,9 tahun) >48 bulan (>4 tahun)
Kelayakan Layak Tidak layakan

Dari Tabel 5.12 tampak bahwa pada kenaikan biaya variabel dan
penurunan pendapatan masing-masing sebesar 9% dan 9%, usaha tersebut
masih layak dilaksanakan pada tingkat suku bunga 14%, dengan
menghasilkan NPV positif dan IRR 15,32%, kemudian Net B/C Ratio lebih dari
satu (1,03) dan PBP 3,9 tahun. Namun demikian apabila biaya variabel naik
menjadi 10% dengan pendapatan turun sebesar 10%, maka proyek ini menjadi
tidak layak dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena NPV negatif, IRR lebih
kecil dari suku bunga (yaitu hanya 13,77%), dan Net B/C Ratio kurang dari
satu (0,99), dengan PBP melebihi umur proyek (>4 tahun).

7
Pembenihan Ikan

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

7 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
BAB
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN
DAMPAK LINGKUNGAN

6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial

Aspek sosial ekonomi yang disajikan adalah tenaga kerja, baik sebagai
tenaga kerja langsung maupun tidak langsung dan pendapatan. Usaha
pembenihan ikan patin skala mikro dan kecil dapat menyerap tenaga kerja
langsung 3-8 orang dan tenaga kerja tidak langsung 4-5 orang. Tenaga kerja
tersebut sebagian besar berasal dari warga sekitar dan sebagian kecil adalah
keluarga serta dari luar daerah (Jawa). Terdapat beberapa alasan pengusaha
menggunakan tenaga kerja dari luar daerah, diantaranya adalah lebih disiplin
dan produktif.

Upah yang diberikan pengusaha pembenihan ikan sebagai pendapatan


pekerja adalah sekitar Rp 1,5 – Rp 2 juta perbulan, belum termasuk bonus
produksi dan tunjangan hari raya (THR). Upah tersebut jauh lebih tinggi dari
UMR setempat. Tenaga kerja yang produktif akan mendapatkan bonus
semakin tinggi tiap siklus atau tiap tahunnya. Sedangkan tenaga kerja tidak
langsung mendapat upah sesuai dengan harga pasar atau harga borongan
berdasarkan hasil kesepakatan.

6.2. Aspek Dampak Lingkungan

Kegiatan pembenihan ikan patin tidak menimbulkan limbah organik yang


dapat mencemari lingkungan. Limbah organik sisa pakan dalam kolam induk
dan benih yang mati serta sisa pakan di bak pembenihan tergolong sangat
kecil. Disamping itu, dalam rantai kegiatan pembenihan tidak menggunakan
berbagai bahan kimia dan obatan yang berbahaya serta produk yang
dihasilkan adalah berupa benih ikan yang berkualitas untuk dibesarkan dan

7
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN

nantinya aman

7 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
dikonsumsi masyarakat. Bahkan sebaliknya usaha ini rentan terhadap limbah yang
BAB
ditimbulkan oleh usaha industri dan usaha pertanian yang menggunakan
pestisida dan insektisida.

Pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar mayoritas menggunakan


air sumur bor sebagai sumber air bersih, dan sebagian kecil yang
menggunakan air sungai atau sumber mata air. Sampai saat ini belum ada
keluhan dari masyarakat terhadap pembenihan ikan patin yang dilaksanakan,
baik gangguan terhadap fluktuasi ketersedian air tanah maupun dampak dari
sisa pakan terhadap kualitas air sungai serta gangguan terhadap kesehatan
masyarakat. Secara umum, juga tidak ada persepsi negatif masyarakat di
sekitarnya terhadap kegiatan pembenihan maupun pembesaran patin.

7
BAB
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

a. Potensi pengembangan usaha pembenihan ikan patin di beberapa wilayah


kecamatan di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar
pada khsususnya sangat besar, karena budidaya pembesaran patin
merupakan salah satu perikanan air tawar yang menjadi andalan
daerah ini, sehingga kebutuhan benih sangat tinggi. Kondisi tersebut
ditunjang oleh potensi daerah, ketersediaan calon induk dari petani
pembudidaya, teknologi pembenihan sudah dikuasai, dan pemasaran
yang sangat baik.
b. Terdapat sekitar 15 UPR pembenihan patin diantara 98 UPR
pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Kampar, pola usaha UPR
mayoritas tergolong usaha mikro dan kecil. Disamping itu usaha
pembenihan dengan komoditi adalah patin siam (Pangasius
hypophthalmus), pada umumnya dilakukan secara bersamaan dengan
usaha pembesaran dan/atau usaha lainnya dengan proporsi usaha
pembenihan patin sekitar 50-80% dibanding usaha lainnya.
c. Pembenihan patin memerlukan biaya investasi dan modal kerja yang
besar agar layak secara ekonomis maupun bankable. Salah satu bank
yang sudah memberikan kredit kepada UPR patin di Kabupaten
adalah PD BPR Sarimadu dengan skim Channeling.
d. Skala usaha yang ekonomis dan bankable untuk pembenihan ikan
patin siam yaitu minimal dapat memproduksi dan menjual benih
ukuran 1-2 inchi sebanyak 110.000 ekor per-siklus dan 8 siklus per-
tahun. Untuk menjalan proyek dengan pola usaha tersebut diperlukan
total biaya investasi sebesar Rp 147.010.000,- yang dapat dibiayai dari
pinjaman kredit sebesar 40% (Rp 58.804.000,-) dan biaya sendiri
60% (Rp 88.206.000,-), dengan

7
KESIMPULAN DAN SARAN

bunga pinjaman 14% dan masa pinjaman kredit investasi selama 3


tahun. Sedangkan biaya modal kerja adalah sebesar Rp 88.416.000,-
guna dapat melaksanakan kegiatan minimal 8 (delapan) siklus
produksi dan selanjutnya dapat dibiayai dari keuntungan usaha. Modal
kerja tersebut dapat diperoleh dari biaya pinjaman kredit perbankan
sebesar 40% (Rp 35.366.400,-) dan biaya sendiri sebesar 60% (Rp
53.049.600,-), dengan bunga pinjaman 14% dan masa pinjaman kredit
selama 3 tahun.
e. Analisis keuangan dan kelayakan usaha pembenihan patin sesuai
dengan pola usaha yang dipilih dan asumsi yang digunakan adalah
layak untuk dilaksanakan dengan nilai NPV (Net Present Value) Rp
54.561.039 pada tingkat bunga 14% dengan nilai IRR adalah 28,94%;
Net B/C Ratio 1,37; dan Pay Back Period (PBP) selama 39 bulan atau
3,2 tahun. Usaha ini juga mampu melunasi kewajiban angsuran kredit
kepada bank.
f. Usaha pembenihan ikan patin kurang sensitif terhadap kenaikan biaya
variabel maupun penurunan pendapatan, karena usaha ini masih
dianggap layak bila kenaikan biaya variabel 9% dengan penurunan
pendapatan sampai 9%. Kenaikan biaya variabel sebesar 10% dengan
penurunan pendapatan sebesar 10%, menjadikan usaha tersebut tidak
layak (NPV Negatif).
g. Dengan peningkatan skala usaha melalui penambahan investasi dari
jumlah induk yang dipelihara dan dipijahkan dalam satu siklus
produski, kemudian penambahan biaya operasinal produksi, maka
pembenihan ikan patin yang dapat memproduksi benih lebih besar
daripada yang di lending modelkan, diperkirakan jauh lebih
menguntungkan dan sangat layak untuk dibiayai perbankan.
h. Pengembangan usaha pembenihan patin memberikan manfaat yang
positif dari aspek sosial ekonomi wilayah dengan terbukanya peluang
kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta tidak
menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan.

7 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
Pembenihan Ikan Patin

7.2. Saran

a. Berdasarkan potensi daerah, bahan, teknologi proses, prospek pasar


atau prospek usaha, dan aspek finansial, usaha pembenihan patin
layak untuk dibiayai, baik untuk kredit investasi maupun kredil modal
kerja atau gabungan keduanya. Hal ini disebabkan karena usaha ini
memerlukan bantuan modal dalam pengembangan usahanya, karena
selama ini pengusaha relatif kesulitan untuk mendapat modal usaha yang
proporsional dari perbankan.
b. Untuk menjamin kelancaran pengembalian kredit, pihak perbankan
seyogyanya juga turut berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini,
khususnya pada aspek keuangan, dan manajemen pembukuan.

7
KESIMPULAN DAN SARAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

8 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional, 2000a. SNI 01-6483.2-2000 tentang


Benih ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) kelas benih sebar

[BSN] Badan Standarisasi Nasional, 2000b. SNI 01-6483.4-2000 tentang Produksi


benih ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) kelas benih sebar.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7548: 2009 tentang Pakan
buatan untuk ikan patin (Pangasius sp.).

[Disper-Kampar] Dinas Perikanan Kabupaten Kampar. 2009. Laporan


Tahunan 2009.

[Disper-Kampar] Dinas Perikanan Kabupaten Kampar. 2009. Statistik


Perikanan Budidaya Kabupaten Kampar Tahun 2009.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Statistik Perikanan


Budidaya Indonesia 2006. Ditjen Perikanan Budidaya-DKP, Jakarta. 131 hal.

[DKP-Riau] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau. 2009. Statistik Perikanan
Budidaya Provinsi Riau Tahun 2008.

Husen, U. 2003 Studi Kelayakan Bisnis, Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana


Bisnis secara Komprehensif. Edisi 2. PTGramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Iswanto, B., W. Pamungkas, dan Sularto. 2006. Evaluasi Keragaan Derajat


Fertilisasi, Penetasan, dan Abnormalitas Larva Ikan Patin Siam dan Hibrida (Patin
Siam Betina x Patin Jambal Jantan). Laporan Teknis Hasil Penelitian Loka Riset
Pemuliaan dan teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.

8
KESIMPULAN DAN SARAN

Khairuman & Sudenda, D. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif, Agro Media
Pustaka. Jakarta.

[LRPTBPAT] Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.
2007. Panduan teknik pembenihan ikan patin “pasupati”(Pangasius sp.). 19
hlm.

Slembrouck, J.; Komarudin, O.; Maskur dan Legendre, M. 2005. Petunjuk


Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia (Pangasius djambal). [Terjemahan dari:
Technical Manual for Artificial Propagation of The Indonesian Catfish]. Subandi
A dan Khan Z (penerjemah). Kerjasama IRD dengan PRPB-BRKP. Karya
Pratama. Jakarta.

Sunarma, A. 2007. Panduan singkat teknik pembenihan ikan patin (Pangasius


hypophthalmus). BBPBAT Sukabumi. 15 hlm.

Sularto, R.H dan Evi, T. Petunjuk teknis pembenihan ikan patin Pasupati. Loka
Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. 2007.

Sutojo, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek, Konsep, Teknik & Kasus. Seri
Manajemen Bank No.66. PT Damar Mufia Pustaka. Jakarta.

Tahapari, E., Sularto, W. Hadie, S. Pramono dan M. Syukron. 2007. Pembesaran


ikan pasupati di perairan payau bersalinitas rendah di Pekalongan. Laporan
penelitian.

Tave, D. 1996. Selective breeding programmes for medium-sized fish farms. FAO
Fish. Tech. Paper 352. 122 pp.

Yulfiperius, Mokoginta, I.; dan Jusadi, D. 2003. Pengaruh Kadar Vitamin E


(VE) dalam Pakan Terhadap Kualitas Telur Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus).
Jurnal lktiologi Intlonesia 3 (1): 11-18.

8 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
DAFTAR ISTILAH

1. Aklimatisasi adalah proses penyesuaian ikan terhadap lingkungan baru


atau terhadap lingkungan yang berbeda.
2. Benih adalah ikan pada umur dan ukuran tertentu yang belum dewasa
dan digunakan untuk kegiatan pembesaran.
3. Benih sebar adalah benih keturunan pertama dari induk pokok, induk
dasar atau induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih
sebar.
4. Benih sebar ikan patin, kelas benih sebar terdiri dari larva (ukuran 0,1-
0,2 inchi), benih ukuran 0,75-1,0 inchi, benih ukuran 1-2 inci, dan benih
ukuran 2-3 inci yang berasal dari induk pokok dan telah teruji
keunggulannya serta siap untuk disebarluaskan kepada
petani/pengguna (SNI 01-6483.2-2000 dan SNI 01-6483.4-2000).
5. Benih ikan patin P I adalah hasil pemeliharaan larva sampai mencapai
ukuran rata-rata 1 inchi atau umur sekitar 15 hari dan merupakan hasil
pemijahan induk kelas induk pokok antara induk jantan dan induk betina
bukan satu keturunan.
6. Benih ikan patin P II (A) adalah hasil pemeliharaan benih ukuran <1
inchi sampai mencapai ukuran benih 1-2 inchi atau berumur sekitar 30
hari dan merupakan hasil pemijahan induk kelas induk pokok antara
induk jantan dan induk betina bukan satu keturunan.
7. Benih ikan patin P II (B) adalah hasil pemeliharaan benih ukuran <1
inchi sampai mencapai ukuran 2-3 inchi atau berumur sekitar 45 hari
dan merupakan hasil pemijahan induk kelas induk pokok antara induk
jantan dan induk betina bukan satu keturunan.
8. Calon induk ikan patin adalah ikan patin yang dipelihara untuk menjadi
ukuran induk yang produktif dalam pembenihan.

8
KESIMPULAN DAN SARAN

9. Fekunditas adalah jumlah telur ikan yang dikeluarkan per satuan bobot
tubuh.
10. Fototaksis positif adalah perilaku larva yang respon terhadap cahaya.
11. Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang
menghasilkan telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan.
12. Hatching Rate (HR) adalah tingkat atau angka keberhasilan penetasan
telur menjadi larva.
13. Induk penjenis (Great Grand Parent Stock, GGPS) adalah induk ikan
patin yang dihasikan oleh dan di bawah pengawasan penyelenggara
pemulia (SNI 01-6483.3-2000).
14. Induk Dasar (Grand Parent Stock, GPS) adalah induk keturunan
pertama dari induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk
dasar (SNI 01- 6483.3-2000).
15. Induk Pokok (Parent Stock, PS) adalah induk keturunan pertama dari
induk dasar (SNI 01-6483.3-2000).
16. Indukan adalah calon induk dan induk; calon induk adalah ikan dewasa
yang memerlukan beberapa waktu pemeliharaan untuk menjadi induk
yang produktif, sedangkan induk adalah ikan dewasa dalam umur
produktif dan hampir memijah.
17. Induk afkir adalah induk yang sudah melewati masa produktif dalam
menghasilkan telur atau sperma atau kualitas dan kuantitas produksi
telurnya menurun.
18. Larva ikan patin siam adalah fase atau tingkatan benih ikan sejak telur
menetas sampai organ tubuhnya sempurna, umurnya 1-2 hari setelah
menetas dan masih mengandung kuning telur sebagai sumber
makanannya, berenang vertikal, lincah, fototaksis positif dan
bergerombol.
19. Matang gonad pada ikan betina adalah kondisi ikan yang sudah siap

8 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
untuk dikawinkan (dipijahkan) yang ditandai oleh diameter telur yang
sudah mencapai ukuran 1,0-1,2 mm, seragam dan tidak menggumpal
bila diberikan larutan sera, inti terlihat berada di pinggir serta warna telur
kekuningan. Pada ikan jantan ditandai oleh urogenitalnya yang
memerah, bila dilakukan pengurutan pada bagian perut akan
mengeluarkan sperma berwarna putih susu dan kental.
20. Mortalitas adalah tingkat atau angka kematian ikan selama periode
waktu tertentu.
21. Nilai Sisa (salvage value) adalah nilai sisa yang diperhitungkan dalam
tahun terakhir analisis arus kas sebagai tambahan penerimaan yang
dapat berupa nilai sisa investasi, barang-barang habis pakai yang sudah
dibeli tetapi belum terpakai dan produk yang belum jadi atau stok yang
belum terjual. Umumnya perhitungan nilai sisa menggunakan asumsi-
asumsi dan estimasi.
22. Ovulasi adalah keluarnya telur (ovum) dari kantong telur (ovarium).
23. Padat Penebaran (stocking density) adalah jumlah ikan yang dapat
ditanamkan per satuan luas (atau volume air) tempat pemeliharaan ikan
24. Pakan Alami (natural food) adalah pakan ikan yang berasal dari alam
dan langsung bisa diberikan pada ikan.
25. Pakan buatan (Prepared diet) adalah campuran dari berbagai bahan
baku pakan dengan kandungan nutrisi tertetu dalam bentuk crumble dan
pellet dengan tidak mengandung zat atau senyawa yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan paa ikan.
26. Panti benih (hatchery) adalah tempat pada tahap awal dari produksi
ikan dimana induk ikan dipijahkan (dikawinkan) untuk menghasilkan
benih.
27. Pemanenan adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan
tahap akhir proses produksi benih ikan patin siam kelas benih sebar
larva, benih ukuran 0,75 inchi, benih ukuran 1-2 inchi dan 2-3 inchi.

8
KESIMPULAN DAN SARAN

28. Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan


telur sampai dengan larva.
29. Pemberokan adalah perlakuan terhadap ikan dengan tidak diberi makan
untuk waktu tertentu.
30. Pemijahan adalah rangkaian kegiatan pengeluaran telur dari induk
betina dan sperma dari induk jantan serta pembuahan telur oleh
sperma.
31. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan patin hasil
pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa
adaptasi sebelum dipelihara di tempat pembesaran.
32. Pendederan pertama (PI) adalah pemeliharaan dari tingkat larva
ukuran 0,1-0,2 inchi sampai ke tingkat benih ukuran 0,75–1,0 inchi.
33. Pendederan kedua (PII di akuarium/bak/kolam) adalah pemeliharaan
benih dari tingkat ukuran 0,75 inchi sampai ke tingkat benih ukuran 1-2
inchi.
34. Pendederan kedua (PII dikolam) adalah pemeliharaan benih dari
tingkat benih ukuran 0,75 inci sampai ke tingkat benih ukuran 2-3 inchi.
35. Pra-produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam
memproduksi benih ikan patin siam kelas benih sebar yang terdiri dari
persyaratan : lokasi, sumber air, dan sarana (wadah, induk dasar, bahan
dan peralatan).
36. Proses produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam
rangkaian kegiatan untuk memproduksi benih ikan patin siam kelas
benih sebar.
37. Proses produksi induk ikan patin adalah pemeliharaan calon induk
jantan dan betina sampai ke fase yang siap untuk dipijahkan.
38. Profit Margin adalah keuntungan bersih dari pendapatan usaha
umumnya dinyatakan dalam persen perbandingan antara laba bersih
setelah pajak terhadap pendapatan usaha.

8 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
39. Stripping adalah pengurutan pada bagian perut untuk mengeluarkan
telur ikan betina atau sperma ikan jantan.
40. Surplus adalah selisih antara pendapatan penjualan hasil dan
pengeluaran investasi dan operasional dari suatu usaha
41. Survival Rate (SR) atau sintasan adalah tingkat atau angka
kelangsungan hidup ikan selama periode waktu tertentu.
42. UPR atau Usaha Perbenihan Rakyat adalah unit usaha atau kegiatan
masyarakat, baik secara individu maupun kelompok dalam
memproduksi benih ikan dan tidak berbentuk badan usaha atau
perusahaan.

8
KESIMPULAN DAN SARAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

8 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
LAMPIRAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal
1 Asumsi Untuk Analisis Keuangan..........................................................93
2 Biaya Investasi.......................................................................................95
3 Biaya Variabel........................................................................................98
4 Biaya Tetap..........................................................................................100
5 Proyeksi Produksi dan Pendapatan Kotor...........................................101
6 Angsuran Kredit Investasi....................................................................101
7 Angsuran Kredit Modal Kerja.........................................................104
8 Proyeksi Laba Rugi Usaha.........................................................................107
9 Proyeksi Arus Kas................................................................................108
10 Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 46%.............................110
11 Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 47%............................112
12 Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 12%..............................114
13 Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 13%..............................116
14 Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 10% dan
Penurunan Pendapatan 9%................................................................118
15 Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 10% dan
Penurunan Pendapatan 10%........................................................120
16 Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Kelayakan Usaha........122

BANK INDONESIA 91
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Pembenihan Ikan Patin

Lampiran 1. Asumsi Untuk Analisis Keuangan

No Asumsi Satuan Nilai / Jumlah


1 Periode proyek Tahun 4
2 Periode pemeliharaan
a. Pemeliharaan larva dan benih di bak per- hari 15
siklus
b. Pemeliharaan benih di bak/kolam hari 12
pendederan per-siklus
3 Luas lahan m2 800
4 Skala usaha
a Induk ikan patin
(1). Jumlah induk jantan yang dipijahkan per- ekor 4
siklus
(2). Jumlah induk betina yang dipijahkan per- ekor 2
siklus
(3). Bobot induk jantan per-ekor kg 2-4
(4). Bobot induk betina per-ekor kg 3-5
b. Jumlah minimal telur yang ditetaskan per- butir 230.000
siklus
c. Hatching rate % 70
d. Penebaran larva dan benih
(1). Padat penebaran di setiap bak larva ekor 20.000
per- m3
(2). Padat penebaran di bak/kolam ekor 10.000
pendederan per- m3
(3). Ukuran benih di bak larva inchi 1
(4). Ukuran benih di bak/kolam pendederan inchi 1,5 - 2,2

93
LAMPIRAN

No Asumsi Satuan Nilai / Jumlah


e. Survival rate (SR) larva dan benih % 70
f. Produksi benih ukuran 1-2 inchi
(1). Siklus panen benih ukuran 1-2 inchi per- kali 8
tahun
(2). Produksi benih ukuran 1-2 inchi per-siklus ekor 110.000
(3). Produksi benih ukuran 1-2 inchi per-tahun ekor 880.000
5 Tenaga kerja
a. Jumlah tenaga kerja orang 3
b. Upah tenaga kerja per-bulan Rp. 1.750.000
6 Harga rata-rata penjualan benih ukuran >1 Rp. 170
inchi per-ekor
7 Suku Bunga per-tahun % 14
8 Proporsi Modal
a. Kredit % 40
b. Modal Sendiri % 60
9 Jangaka Waktu Kredit
a. Investasi Tahun 3
b. Modal Kerja Tahun 3

94 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL


(PPUK)
Lampiran 2. Biaya Investasi
Nilai
Harga Umur
Jumlah Jumlah Penyusutan Nilai
No Komponen Biaya Satuan per Satuan Ekonomis
Fisik nilai (Rp) Pertahun Sisa (Rp)
Rp Tahun
(Rp)
1 Lahan (Beli) m2 800 40.000 32.000.000 10 3.200.000 19.200.000

2 Perizinan dan
Sertifikasi
a. Perizinan Usaha kali 1 500.000 500.000 5 100.000 100.000

b. Sertifikasi benih kali 1 1.000.000 1.000.000 5 200.000 200.000

Sub jumlah 2 1.500.000 10 300.000 300.000

3 Kolam induk (pematang unit 3 4.000.000 12.000.000 10 1.200.000 7.200.000


tanah); 10 x 10 x 1.2m

4 Kolam pendederan unit 2 3.000.000 6.000.000 10 600.000 3.600.000


(pematang tanah); 12 x
10 x 0.8m

5 Hapa/Wadah unit 2 100.000 200.000 10 20.000 120.000


pemberokan induk; 3
x2m

6 Panti benih (120 m2) unit 1 45.000.000 45.000.000 10 4.500.000 27.000.000

Pembenihan Ikan
7 Bak/kolam treatment air unit 3 2.000.000 6.000.000 10 600.000 3.600.000

8 Bak pembenihan unit 10 1.500.000 15.000.000 10 1.500.000 9.000.000

9 Wadah pakan alami

a. Penetasan artemia Unit 4 50.000 200.000 5 40.000 40.000

b. Cacing sutera Unit 5 5.000 25.000 5 5.000 5.000


9

Sub jumlah 9 225.000 45.000


Nilai
9

Harga Umur

LAMPIRAN
Jumlah Jumlah Penyusutan Nilai
No Komponen Biaya Satuan per Satuan Ekonomis
Fisik nilai (Rp) Pertahun Sisa (Rp)
Rp Tahun
(Rp)
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

10 Pompa air

a. Air sumur Unit 1 2.000.000 2.000.000 5 400.000 400.000

b. Pengolahan dan Unit 4 500.000 2.000.000 5 400.000 400.000


Sirkulasi

Sub jumlah 10 4.000.000 800.000 800.000

11 Sumur bor Unit 1 2.500.000 2.500.000 10 250.000 1.500.000

12 Sistem perpipaan air Unit 1 4.000.000 4.000.000 10 400.000 2.400.000

13 Aerasi

a Hi-blower Unit 4 700.000 2.800.000 5 560.000 560.000

b. Saluran sistem Unit 4 500.000 2.000.000 5 400.000 400.000


aerasi
Sub jumlah 13 4.800.000 960.000 960.000

14 Alat tangkap

a. Hapa jaring unit 1 1.000.000 1.000.000 10 100.000 600.000

b. Seser besar dan unit 3 20.000 60.000 10 6.000 36.000


kasar

c. Seser kecil dan halus unit 5 5.000 25.000 10 2.500 15.000

Sub jumlah 14 1.085.000 108.500 651.000

15 Alat Pemijahan dan


Penetasan
a. Baskom Unit 5 10.000 50.000 4 12.500 0

b. Trai penetasan telur Unit 30 20.000 600.000 4 150.000 0

Sub jumlah 15 650.000 162.500 0

16 Alat dan sistem


penunjang

a. Dandang aluminium/ Unit 2 200.000 400.000 5 80.000 80.000


Kompor

b. Saringan Unit 20 5.000 100.000 5 20.000 20.000


pembuangan air

c. Genset Unit 1 3.000.000 3.000.000 5 600.000 600.000

d. Tabung Oksigen Unit 1 1.750.000 1.750.000 5 350.000 350.000


Sub jumlah 16 5.250.000 1.050.000 1.050.000

17 Induk dan Calon induk

a. Jantan Ekor 40 50.000 2.000.000 3 666.667 0

b. Betina Ekor 80 60.000 4.800.000 3 1.600.000 0

Sub jumlah 17 6.800.000 4.679.167 0

Jumlah 147.010.000 18.530.167 66.626.000

Pembenihan Ikan
Sumber dana investasi dari *) :
a. Kredit 40% 58.804.000
b. Dana sendiri 60% 88.206.000
9
Lampiran 3. Biaya Variabel
9

LAMPIRAN
Jumlah Harga per Jumlah biaya Jumlah biaya
No Komponen biaya Satuan
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

Fisik satuan (Rp) (Rp) 1 tahun (Rp)


A Biaya Variabel

1 Pakan induk kg 120 8.000 960.000 7.680.000

Sub jumlah 1 960.000 7,680,000

2 Pakan larva dan benih

a. Pakan alami

(1). Artemia kaleng 3 400.000 1.200.000 9,600,000

(2). Cacing rambut kaleng 180 10.000 1.800.000 14,400,000

b. Pakan buatan (pellet kg 10 1.500 15.000 120,000


udang)

Sub jumlah 2 3.015.000 24,120,000

3 Pemijahan Induk

a. Jarum suntik unit 2 7.500 15.000 120,000

b. Hormon buatan botol 1 200.000 200.000 1,600,000


(Ovaprim)

c. Larutan fisiologis botol 2 10.000 20.000 160,000


Sub jumlah 3 235.000 1,880,000

4 Desinfektan dan Obat-


Obatan

a. Kapur kg 5 6.000 30.000 240,000

b. Garam kg 10 1.200 12.000 96,000

c. Obat-obatan lainnya kg 1 50.000 50.000 400,000

Sub jumlah 4 92.000 736,000

5 Penunjang

a. Kayu bakar dan atau Rp./bln 1 500.000 500.000 4,000,000


Minyak tanah

Sub jumlah 5 500.000 4,000,000

6 Packing benih

a. Oksigen tbg/ 0.5 100.000 50.000 400,000


siklus

Pembenihan Ikan
b. Plastik kantong tebal unit 100 2.000 200.000 1,600,000

Sub jumlah 6 250.000 2,000,000

Jumlah Biaya Variabel 5.052.000 40.416.000


9
Lampiran 4. Biaya Tetap
10

LAMPIRAN
Jumlah Harga Per Jumlah Jumlah biaya
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

No Komponen biaya Satuan


fisik Satuan (Rp) Biaya (Rp) 1 tahun (Rp)
1 Listrik Rp./bln 1 250.000 250.000 2.000.000
2 Maintenance Rp./bln 1 500.000 500.000 4.000.000
3 Tenaga kerja orang 3 1.750.000 5.250.000 42.000.000

Jumlah Biaya tetap 6.000.000 48.000.000

Total Biaya Operasional per siklus 11.052.000


Modal Kerja untuk 8 kali siklus 55.425.000
Sumber dana modal kerja dari *) :
a. Kredit 40% 35.366.400
b. Dana sendiri 60% 53.049.600

Keterangan: *) = Modal kerja yang diperlukan adalah sama dengan biaya operasional dan
over head cost untuk empat kali siklus usaha
Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Kotor

Harga Jual Penjualan Penjualan


No Produk Volume Unit
(Rp) 1 Bulan (Rp) 1 Tahun
(Rp)
1 Benih patin 880.000 ekor 170 18.700.000 149.600.000
TOTAL 18.700.000 149.600.000

Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi (Suku Bunga 14%) (Rp)

Angsuran Saldo
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
Tetap Akhir
Tahun-0 58.804.000 58.804.000 58.804.000

Bulan -1 1.633.444 686.047 2.319.491 58.804.000 57.170.556

Bulan -2 1.633.444 666.990 2.300.434 57.170.556 55.537.111

Bulan -3 1.633.444 647.933 2.281.377 55.537.111 53.903.667

Pembenihan Ikan
Bulan -4 1.633.444 628.876 2.262.321 53.903.667 52.270.222

Bulan -5 1.633.444 609.819 2.243.264 52.270.222 50.636.778

Bulan -6 1.633.444 590.762 2.224.207 50.636.778 49.003.333


10

Bulan -7 1.633.444 571.706 2.205.150 49.003.333 47.369.889


Angsuran Saldo
10

LAMPIRAN
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
Tetap Akhir
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

Bulan -8 1.633.444 552.649 2.186.093 47.369.889 45.736.444

Bulan -9 1.633.444 533.592 2.167.036 45.736.444 44.103.000

Bulan -10 1.633.444 514.535 2.147.979 44.103.000 42.469.556

Bulan -11 1.633.444 495.478 2.128.923 42.469.556 40.836.111

Bulan -12 1.633.444 476.421 2.109.866 40.836.111 39.202.667

Tahun-1 19.601.333 6.974.808 26.576.141

Bulan -1 1.633.444 457.364 2.090.809 39.202.667 37.569.222

Bulan -2 1.633.444 438.308 2.071.752 37.569.222 35.935.778

Bulan -3 1.633.444 419.251 2.052.695 35.935.778 34.302.333

Bulan -4 1.633.444 400.194 2.033.638 34.302.333 32.668.889

Bulan -5 1.633.444 381.137 2.014.581 32.668.889 31.035.444

Bulan -6 1.633.444 362.080 1.995.525 31.035.444 29.402.000

Bulan -7 1.633.444 343.023 1.976.468 29.402.000 27.768.556

Bulan -8 1.633.444 323.966 1.957.411 27.768.556 26.135.111

Bulan -9 1.633.444 304.910 1.938.354 26.135.111 24.501.667


Bulan -10 1.633.444 285.853 1.919.297 24.501.667 22.868.222

Bulan -11 1.633.444 266.796 1.900.240 22.868.222 21.234.778

Bulan -12 1.633.444 247.739 1.881.184 21.234.778 19.601.333

Tahun-2 19.601.333 4.230.621 23.831.954

Bulan -1 1.633.444 228.682 1.862.127 19.601.333 17.967.889

Bulan -2 1.633.444 209.625 1.843.070 17.967.889 16.334.444

Bulan -3 1.633.444 190.569 1.824.013 16.334.444 14.701.000

Bulan -4 1.633.444 171.512 1.804.956 14.701.000 13.067.556

Bulan -5 1.633.444 152.455 1.785.899 13.067.556 11.434.111

Bulan -6 1.633.444 133.398 1.766.842 11.434.111 9.800.667

Bulan -7 1.633.444 114.341 1.747.786 9.800.667 8.167.222

Bulan -8 1.633.444 95.284 1.728.729 8.167.222 6.533.778

Bulan -9 1.633.444 76.227 1.709.672 6.533.778 4.900.333

Pembenihan Ikan
Bulan -10 1.633.444 57.171 1.690.615 4.900.333 3.266.889

Bulan -11 1.633.444 38.114 1.671.558 3.266.889 1.633.444

Bulan -12 1.633.444 19.057 1.652.501 1.633.444 -

Tahun-3 19.601.333 1.486.434 21.087.768


10
Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja (Suku Bunga 14%) (Rp)
10

LAMPIRAN
Angsuran Saldo
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

Tetap Akhir
Tahun-0 35.366.400 35.366.400 35.366.400

Bulan -1 982.400 412.608 1.395.008 35.366.400 34.384.000

Bulan -2 982.400 401.147 1.383.547 34.384.000 33.401.600

Bulan -3 982.400 389.685 1.372.085 33.401.600 32.419.200

Bulan -4 982.400 378.224 1.360.624 32.419.200 31.436.800

Bulan -5 982.400 366.763 1.349.163 31.436.800 30.454.400

Bulan -6 982.400 355.301 1.337.701 30.454.400 29.472.000

Bulan -7 982.400 343.840 1.326.240 29.472.000 28.489.600

Bulan -8 982.400 332.379 1.314.779 28.489.600 27.507.200

Bulan -9 982.400 320.917 1.303.317 27.507.200 26.524.800

Bulan -10 982.400 309.456 1.291.856 26.524.800 25.542.400

Bulan -11 982.400 297.995 1.280.395 25.542.400 24.560.000

Bulan -12 982.400 286.533 1.268.933 24.560.000 23.577.600

Tahun-1 11.788.800 4.194.848 15.983.648

Bulan -1 982.400 275.072 1.257.472 23.577.600 22.595.200


Bulan -2 982.400 263.611 1.246.011 22.595.200 21.612.800

Bulan -3 982.400 252.149 1.234.549 21.612.800 20.630.400

Bulan -4 982.400 240.688 1.223.088 20.630.400 19.648.000

Bulan -5 982.400 229.227 1.211.627 19.648.000 18.665.600

Bulan -6 982.400 217.765 1.200.165 18.665.600 17.683.200

Bulan -7 982.400 206.304 1.188.704 17.683.200 16.700.800

Bulan -8 982.400 194.843 1.177.243 16.700.800 15.718.400

Bulan -9 982.400 183.381 1.165.781 15.718.400 14.736.000

Bulan -10 982.400 171.920 1.154.320 14.736.000 13.753.600

Bulan -11 982.400 160.459 1.142.859 13.753.600 12.771.200

Bulan -12 982.400 148.997 1.131.397 12.771.200 11.788.800

Tahun-2 11.788.800 2.544.416 14.333.216

Bulan -1 982.400 137.536 1.119.936 11.788.800 10.806.400

Pembenihan Ikan
Bulan -2 982.400 126.075 1.108.475 10.806.400 9.824.000

Bulan -3 982.400 114.613 1.097.013 9.824.000 8.841.600

Bulan -4 982.400 103.152 1.085.552 8.841.600 7.859.200

Bulan -5 982.400 91.691 1.074.091 7.859.200 6.876.800


10
Angsuran Saldo
10

LAMPIRAN
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
Tetap Akhir
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

Bulan -6 982.400 80.229 1.062.629 6.876.800 5.894.400

Bulan -7 982.400 68.768 1.051.168 5.894.400 4.912.000

Bulan -8 982.400 57.307 1.039.707 4.912.000 3.929.600

Bulan -9 982.400 45.845 1.028.245 3.929.600 2.947.200

Bulan -10 982.400 34.384 1.016.784 2.947.200 1.964.800

Bulan -11 982.400 22.923 1.005.323 1.964.800 982.400

Bulan -12 982.400 11.461 993.861 982.400 -

Tahun-3 11.788.800 893.984 12.682.784


Lampiran 8. Proyeksi Laba Rugi Usaha (Rp.)

Tahun Jumlah/
No Uraian
1 2 3 4 Rata-rata
1 Pendapatan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000 598.400.000
2 Pengeluaran
a. Biaya Variabel 40.416.000 40.416.000 40.416.000 40.416.000 161.664.000
b. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 192.000.000
c. Penyusutan 18.530.167 18.530.167 18.530.167 18.530.167 74.120.667
d. Angsuran bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 0 20.325.111
Jumlah 118.115.822 113.721.204 109.326.585 106.946.167 448.109.778

Laba sebelum
31.484.178 35.878.796 40.273.415 42.653.833 150.290.222
pajak
Pajak 15% 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075 21.040.631

3 Laba rugi 26.761.551 30.496.977 34.232.403 36.255.758 129.249.591

Pembenihan Ikan
4 Profit margin % 17,89% 20,39% 22,88% 24,24% 21,60%
5 BEP (rupiah) 40.693.631 34.672.282 28.650.934 25.389.370 129.406.217
BEP (benih ikan
10

239.374 203.955 168.535 149.349 761.213


patin)
Keterangan : Produksi benih per tahun = 880.000 ekor
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas
10

LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 88.206.000
b. Modal Kerja 53.049.600
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 147.010.000 238.016.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Arus Masuk untuk
- 149.600.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Menghitung IRR

B Arus Keluar (Outflow)


1. Biaya Investasi 147.010.000 - - - -
2. Biaya Variabel 40.416.000 40.416.000 40.416.000 40.416.000
3. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
4. Angsuran Pokok 31.390.133 31.390.133 31.390.133 -
5. Angsuran Bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 -
6. Pajak 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075
Total Arus Keluar 147.010.000 135.698.416 131.962.990 128.227.564 94.814.075
Arus Keluar
147.010.000 93.138.627 93.797.819 94.457.012 94.814.075
untuk
Menghitung IRR

C Arus Bersih (NCF) - 102.317.584 17.637.010 21.372.436 121.411.925


CASH FLOW UNTUK
D (147.010.000) 56.461.373 55.802.181 55.142.988 121.411.925
MENGHITUNG IRR
Discount Factor 1,0000 0,8772 0,7695 0,6750 0,5921
(14%)
Present Value (147.010.000) 49.527.520 42.937.966 37.219.946 71.885.606
E KUMULATIF (147.010.000) (97.482.480) (54.544.514) (17.324.567) 54.561.039

ANALISIS

Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp. 54.561.039
IRR 28,94%
Net B/C 1,37
10

PBP (Tahun) 3,2


Lampiran 10. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 46%
11

LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 88.206.000
b. Modal Kerja 53.049.600
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 147.010.000 238.016.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Arus Masuk untuk
- 149.600.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Menghitung IRR

B Arus Keluar (Outflow)


1. Biaya Investasi 147.010.000 - - - -
2. Biaya Variabel 59.007.360 59.007.360 59.007.360 59.007.360
3. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
4. Angsuran Pokok 31.390.133 31.390.133 31.390.133 -
5. Angsuran Bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 -
6. Pajak 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075
Total Arus Keluar 147.010.000 154.289.776 150.554.350 146.818.924 113.405.435
Arus Keluar
147.010.000 111.729.987 112.389.179 113.048.372 113.405.435
untuk
Menghitung IRR

C Arus Bersih (NCF) (29.402.000) 118.882.624 (954.350) 2.781.076 102.820.565


CASH FLOW UNTUK
D (147.010.000) 37.870.013 37.210.821 36.551.628 102.820.565
MENGHITUNG IRR
Discount Factor 1,0000 0,8772 0,7695 0,6750 0,5921
(14%)
Present Value (147.010.000) 33.219.310 28.632.518 24.671.308 60.878.029
E KUMULATIF (147.010.000) (113.790.690) (85.158.172) (60.486.864) 391.164

ANALISIS

Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp 391.164
IRR 14,11%
Net B/C 1,00
11

PBP (Tahun) 4,0


Lampiran 11. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 47%
11

LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 88.206.000
b. Modal Kerja 53.049.600
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 147.010.000 238.016.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Arus Masuk untuk
- 149.600.000 149.600.000 149.600.000 216.226.000
Menghitung IRR

B Arus Keluar (Outflow)


1. Biaya Investasi 147.010.000 - - - -
2. Biaya Variabel 59.411.520 59.411.520 59.411.520 59.411.520
3. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
4. Angsuran Pokok 31.390.133 31.390.133 31.390.133 -
5. Angsuran Bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 -
6. Pajak 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075
Total Arus Keluar 147.010.000 154.693.936 150.958.510 147.223.084 113.809.595
Arus Keluar
147.010.000 112.134.147 112.793.339 113.452.532 113.809.595
untuk
Menghitung IRR

C Arus Bersih (NCF) (29.402.000) 118.478.464 (1.358.510) 2.376.916 102.416.405


CASH FLOW UNTUK
D (147.010.000) 37.465.853 36.806.661 36.147.468 102.416.405
MENGHITUNG IRR
Discount Factor 1,0000 0,8772 0,7695 0,6750 0,5921
(14%)
Present Value (147.010.000) 32.864.784 28.321.530 24.398.511 60.638.733
E KUMULATIF (147.010.000) (114.145.216) (85.823.686) (61.425.175) (786.442)

ANALISIS

Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) (-) Rp 786.442
IRR 13,78%
Net B/C 0,99
11

PBP (Tahun) >4


Lampiran 12. Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 12%
11

LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 131.648.000 131.648.000 131.648.000 131.648.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 88.206.000
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 117.608.000 255.220.400 131.648.000 131.648.000 198.274.000
Arus Masuk untuk
- 131.648.000 131.648.000 131.648.000 198.274.000
Menghitung IRR

B Arus Keluar (Outflow)


1. Biaya Investasi 147.010.000 - - - -
2. Biaya Variabel 40.416.000 40.416.000 40.416.000 40.416.000
3. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
4. Angsuran Pokok 31.390.133 31.390.133 31.390.133 -
5. Angsuran Bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 -
6. Pajak 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075
Total Arus Keluar 147.010.000 135.698.416 131.962.990 128.227.564 94.814.075
Arus Keluar
147.010.000 93.138.627 93.797.819 94.457.012 94.814.075
untuk
Menghitung IRR

C Arus Bersih (NCF) (29.402.000) 119.521.984 (314.990) 3.420.436 103.459.925


CASH FLOW UNTUK
D (147.010.000) 38.509.373 37.850.181 37.190.988 103.459.925
MENGHITUNG IRR
Discount Factor 1,0000 0,8772 0,7695 0,6750 0,5921
(14%)
Present Value (147.010.000) 33.780.152 29.124.485 25.102.857 61.256.581
E KUMULATIF (147.010.000) (113.229.848) (84.105.363) (59.002.506) 2.254.075

ANALISIS

Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp 2.254.075
IRR 14,63%
Net B/C 1,02
11

PBP (Tahun) 4,0


Lampiran 13. Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 13%
11

LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 130.152.000 130.152.000 130.152.000 130.152.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 88.206.000
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 117.608.000 253.724.400 130.152.000 130.152.000 196.778.000
Arus Masuk untuk
- 130.152.000 130.152.000 130.152.000 196.778.000
Menghitung IRR

B Arus Keluar (Outflow)


1. Biaya Investasi 147.010.000 - - - -
2. Biaya Variabel 40.416.000 40.416.000 40.416.000 40.416.000
3. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
4. Angsuran Pokok 31.390.133 31.390.133 31.390.133 -
5. Angsuran Bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 -
6. Pajak 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075
Total Arus Keluar 147.010.000 135.698.416 131.962.990 128.227.564 94.814.075
Arus Keluar
147.010.000 93.138.627 93.797.819 94.457.012 94.814.075
untuk
Menghitung IRR

C Arus Bersih (NCF) (29.402.000) 118.025.984 (1.810.990) 1.924.436 101.963.925


CASH FLOW UNTUK
D (147.010.000) 37.013.373 36.354.181 35.694.988 101.963.925
MENGHITUNG IRR
Discount Factor 1,0000 0,8772 0,7695 0,6750 0,5921
(14%)
Present Value (147.010.000) 32.467.871 27.973.361 24.093.100 60.370.829
E KUMULATIF (147.010.000) (114.542.129) (86.568.767) (62.475.667) (2.104.838)

ANALISIS

Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) (-) Rp2.104.838
IRR 13,41%
Net B/C 0,99
11

PBP (Tahun) >4


Lampiran 14. Proyeksi Arus Kas Kenaikan Biaya Variabel 9% dan Penurunan Pendapatan 9%
11

LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 136.136.000 136.136.000 136.136.000 136.136.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 88.206.000
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 117.608.000 259.708.400 136.136.000 136.136.000 202.762.000
Arus Masuk untuk
- 136.136.000 136.136.000 136.136.000 202.762.000
Menghitung IRR

B Arus Keluar (Outflow)


1. Biaya Investasi 147.010.000 - - - -
2. Biaya Variabel 44.053.440 44.053.440 44.053.440 44.053.440
3. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
4. Angsuran Pokok 31.390.133 31.390.133 31.390.133 -
5. Angsuran Bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 -
6. Pajak 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075
Total Arus Keluar 147.010.000 139.335.856 135.600.430 131.865.004 98.451.515
Arus Keluar
147.010.000 96.776.067 97.435.259 98.094.452 98.451.515
untuk
Menghitung IRR

C Arus Bersih (NCF) (29.402.000) 120.372.544 535.570 4.270.996 104.310.485


CASH FLOW UNTUK
D (147.010.000) 39.359.933 38.700.741 38.041.548 104.310.485
MENGHITUNG IRR
Discount Factor 1,0000 0,8772 0,7695 0,6750 0,5921
(14%)
Present Value (147.010.000) 34.526.257 29.778.963 25.676.961 61.760.181
E KUMULATIF (147.010.000) (112.483.743) (82.704.779) (57.027.818) 4.732.363

ANALISIS

Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp 4.732.363
IRR 15,32%
Net B/C 1,03
11

PBP (Tahun) 3,9


Lampiran 15. Proyeksi Arus Kas Kenaikan Biaya Variabel 10% dan Penurunan Pendapatan 10%
12

LAMPIRAN
Tahun
No Uraian
KECIL (PPUK)
POLA PEMBIAYAAN USAHA

0 1 2 3 4
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 134.640.000 134.640.000 134.640.000 134.640.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
3. Modal Sendiri
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 88.206.000
4. Nilai Sisa Proyek 66.626.000
Total Arus Masuk 117.608.000 258.212.400 134.640.000 134.640.000 201.266.000
Arus Masuk untuk
- 134.640.000 134.640.000 134.640.000 201.266.000
Menghitung IRR

B Arus Keluar (Outflow)


1. Biaya Investasi 147.010.000 - - - -
2. Biaya Variabel 44.457.600 44.457.600 44.457.600 44.457.600
3. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
4. Angsuran Pokok 31.390.133 31.390.133 31.390.133 -
5. Angsuran Bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 -
6. Pajak 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075
Total Arus Keluar 147.010.000 139.740.016 136.004.590 132.269.164 98.855.675
Arus Keluar
147.010.000 97.180.227 97.839.419 98.498.612 98.855.675
untuk
Menghitung IRR

C Arus Bersih (NCF) (29.402.000) 118.472.384 (1.364.590) 2.370.836 102.410.325


CASH FLOW UNTUK
D (147.010.000) 37.459.773 36.800.581 36.141.388 102.410.325
MENGHITUNG IRR
Discount Factor 1,0000 0,8772 0,7695 0,6750 0,5921
(14%)
Present Value (147.010.000) 32.859.450 28.316.852 24.394.407 60.635.134
E KUMULATIF (147.010.000) (114.150.550) (85.833.698) (61.439.291) (804.157)

ANALISIS

Pembenihan Ikan
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) (-) Rp 804.157
IRR 13,77%
Net B/C 0,99
12

PBP (Tahun) >4


LAMPIRAN

Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan

1. Menghitung Jumlah Angsuran.


Angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran
bunga pada periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap
bulannya. Periode angsuran (n) adalah selama 36 bulan untuk kredit
investasi dan 12 bulan untuk kredit modal kerja.
Cicilan pokok = Jumlah Pinjaman dibagi periode angsuran
(n). Bunga = i% x jumlah (sisa) pinjaman.
Jumlah angsuran = Cicilan Pokok + Bunga.

2. Menghitung Jumlah Penyusutan/Depresiasi dengan Metode Garis Lurus


dengan Nilai Sisa 0 (nol).
Penyusutan = Nilai Investasi /Umur Ekonomis.

3. Menghitung Net Present Value (NPV).


NPV merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari
biaya. Adapun rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:

n B1 – Ct
NPV = ∑ –––––––––
t
t=1 (1 + i)

Keterangan :
Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh
pada tahun ke-t.
Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya
proyek pada tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya
tersebut dianggap merupakan modal atau dana
rutin/operasional.

12 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
Pembenihan Ikan

i = Tingkat suku bunga atau merupakan social opportunity cost


of capital.
n = Umur Proyek.

Untuk menginterpretasikan kelayakan suatu proyek, dapat dilihat dari hasil


perhitungan NPV sebagai berikut:
a. Apabila NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial;
b. Apabila NPV = nol, berarti proyek mengembalikan dananya persis sama
besar dengan tingkat suku bunganya (social opportunity cost of capital-
nya).
c. Apabila NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilanjutkan karena
proyek tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang
digunakan.

4. Menghitung Internal Rate of Return (IRR).


IRR merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama
dengan 0 (nol). IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas
investasi bersih dari suatu proyek, sepanjang setiap benefit bersih yang
diperoleh secara otomatis ditanamkan kembali pada tahun berikutnya dan
mendapatkan tingkat keuntungan i yang sama dan diberi bunga selama
sisa umur proyek. Cara perhitungan IRR dapat didekati dengan rumus
dibawah ini :

NPV1
IRR = i1 + (i2 – i1) X –––––––––––––
(NPV1 – NPV2)

Keterangan :
IRR = Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam
%. NPV1 = Net Present Value pertama pada DF
terkecil
NPV2 = Net Present Value kedua pada DF

12
LAMPIRAN
terbesar i1 = Tingkat suku bunga /discount rate
pertama. i2 = Tingkat suku bunga /discount rate
kedua.

12 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
Pembenihan Ikan

Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai


IRR sebagai berikut:
a. Apabila nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya
maka proyek tersebut layak untuk dikerjakan.
b. Apabila nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya
maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan.

5. Menghitung Net B/C.


Net benefit-cost ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu
proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya
terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana
benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebut terdiri atas present
value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit itu bersifat
negatif.
Cara menghitung Net B/C dapat menggunakan rumus dibawah ini:

NPV B-C Positif


Net B/C = –––––––––––––
NPV B-C Negatif

Keterangan :
Net BC = Nilai benefit-cost ratio.
NPV B-C Positif. = Net present value positif.
NPV B-C Negatif. = Net present value
negatif.

Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut:


a. Apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan.
b. Apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

12
LAMPIRAN

6. Menghitung Titik Impas (Break Even Point).


Titik impas atau titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) adalah
suatu keadaan dimana tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama
dengan besarnya pengeluaran pada suatu proyek, sehingga pada keadaan
tersebut proyek tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami
kerugian.
Terdapat beberapa rumus untuk menghitung titik impas yang dapat dipilih,
namun dalam buku ini digunakan rumus pada huruf a, b dan c di bawah ini
:

Biaya Tetap.
a. Titik Impas (Rp.) = —————————————
Total Biaya Variabel.
1 - —————————
Hasil Penjualan.

Titik Impas (Rp)


b. Titik Impas (satuan) = ——–———————
Harga satuan Produk

c. Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian
titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total
pengeluaran.
Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan.
Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan
proyek.
Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total
Pengeluaran.

Titik Impas (Rp.)


d. Titik Impas (n) = —————————— X Total

12 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
Pembenihan Ikan
Produksi. Hasil Penjualan (Rp.)

12
LAMPIRAN

7. Menghitung PBP (Pay Back Period atau Lama Pengembalian Modal)


PBP digunakan untuk memperkirakan lama waktu yang dibutuhkan proyek
untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam.
Cara menterjemahkan PBP untuk menetapkan kelayakan suatu proyek
adalah sebagai berikut:
a. Apabila nilai PBP lebih pendek dari jangka waktu proyek yang
ditetapkan maka suatu proyek dinyatakan layak.
b. Apabila nilai PBP lebih lama dari jangka waktu proyek maka suatu
proyek dinyatakan tidak layak.

8. Menghitung Discount Factor (DF).


DF dapat didefinisikan sebagai: “Faktor yang dipergunakan untuk
memperhitungkan nilai sekarang dari suatu jumlah yang diterima di masa
dengan mempertimbangkan tingkat bunga yang berlaku atau disebut juga“
faktor nilai sekarang (present worth factors)” DF diperhitungkan apabila
suatu proyek bersifat multi-period atau periode lebih dari satu kali. Dalam
hal ini periode lazim diperhitungkan dengan semester atau tahun. Nilai dari DF
berkisar dari 0 sampai dengan 1

Cara memperhitungkan DF adalah dengan rumus sebagai berikut :

1
Rumus DF per tahun = ———— , dimana
(1+ r) n
r = suku bunga
n = tahun 0, 1,..............n ; sesuai dengan tahun proyek

12 POLA PEMBIAYAAN USAHA


KECIL (PPUK)
Pembenihan Ikan

HALAMAN INI SENGAJA

12

Anda mungkin juga menyukai