Anda di halaman 1dari 22

Ujian Akhir Semester : Mata Kuliah Perkembangan Teknologi Rumah Sakit

Nama : drg. Neva Judhanti Fatikasari


NIM : 216080196
Kelas : 35 B
Dosen Pengampu : Dr. Abdul. Aziz, BE, SE, SKM, MM, MARS
HP : 081324265942

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA
2023
Soal

No. 1 Study Kelayakan Bisnis

Sebagai Rumah Sakit rujukan respirasi nasional dengan kasus-kasus yang kompleks
yang memerlukan pemeriksaan penunjang maka Rumah Sakit memiliki rencana untuk
melakukan peremajaan peralatan dan pengembangan alat yang ditujukan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan radiologi yang selama ini digunakan. Pengadaan MRI yang sesuai dengan
perkembangan teknologi akan meningkatkan jumlah kunjungan pasien dan jumlah pemeriksaan,
meningkatkan mutu pemeriksaan. Alat MRI yang lebih canggih dan meningkatkan kepuasan
pasien terhadap layanan RS. Suatu usulan investasi melibatkan penggunaan sumber daya yang
tersedia sekarang dan diharapkan akan menghasilkan sumber daya yang lebih besar di masa yang
akan datang. Dengan melakukan Studi Kelayakan Bisnis (SKB) maka dapat mempelajari secara
mendalam tentang suatu usaha pengembangan alat MRI yang akan dijalankan dengan
menganalisis berbagai macam aspek, untuk menentukan alat tersebut layak atau tidak.

Keown et al (2017) mengemukakan ada 5 kriteria yang biasa digunakan untuk menentukan nilai
kelayakan investasi, yaitu sebagai berikut:

a. Metode PP (Payback Periode)


Analisis Investasi Metode Payback Period (PP) Setelah laporan arus kas diketahui maka
dapat dilakukan analisis investasi dengan menggunakan metode Payback Period (PP).
Dengan dua pendekatan yaitu metode Payback Period (PP) tanpa diskonto yang artinya
bahwa dalam perhitungan mengabaikan nilai suku bunga sehingga dengan kata lain ini
mengabaikan perubahan nilai waktu uang di masa depan dan metode Payback Period (PP)
dengan diskonto. Pendekatan ini berkebalikan dengan yang pertama, yaitu dalam
perhitungannya menggunakan nilai suku bunga sebagai diskonto (discount factor), sehingga
ini mempertimbangkan perubahan nilai waktu uang (time value) di masa depan. Lalu asumsi
suku bunga yang dipakai sebagai diskonto (discount factor) adalah nilai suku bunga bank
yang berlaku pada tahun 2013 saat awal investasi, yaitu i sebesar 6%
Metode payback periode (PP) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
pengembalian investasi suatu proyek atau usaha.

1
Payback Periode = Jumlah investasi x 12
Aliran kas bersih
Kriteria pada Payback Period adalah :

1) Jika Payback periodnya < waktu maksimum, maka usaha dapat diterima.
2) Jika Payback periodnya > waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut ditolak.

b. ARR (Average Rate of Return)


Merupakan cara untuk mengukur rata-rata pengembalian bunga dengan cara
membandingkan antara rata-rata laba sebelum pajak EAT dengan rata- rata investasi.

ARR = Rata - rata EAT (Average earning After Tax) x 100%


Rata - rata Investasi (Average Investemen)
Dengan : Rata - rata EAT = Total EAT
Umur Ekonomis (n)

Rata-rata investasi = Investasi


Umur Ekonomis (n)

c. NPV (Net Present Value)


Merupakan metode analisis keuangan yang memperhatikan adanya perubahan nilai uang
karena faktor waktu, proyeksi arus kas dapat dinilai sekarang (periode awal investasi)
melalui pemotongan nilai dengan faktor pengurang yang di kaitkan dengan biaya modal
(presentase bunga).
NPV = Total PV Aliran kas bersih – Total PV Investasi
Kriteria nilai NPV adalah :
Jika NPV > 0 maka investasi diterima.
Jika NPV < 0 maka investasi ditolak
d. IRR (Internal Rate of Return)
IRR adalah tingkat bunga yang akan diterima (PV Future procceds) sama dengan jumlah
nilai sekarang dari pengeluaran modal (PV Capital Outlays).
IRR = P1- C1 x P2 - P1

2
C2 –C1
Keterangan :
P1 = Tingkat Suku bunga 1
P2 = Tingkat Suku bunga 2
C1 = NPV 1
C2 = NPV 2
Kriteria penilaian IRR adalah jika IRR > dari suku bunga yang telah ditetapkan, maka
investasi diterima, jika IRR < dari suku bunga yang telah ditetapkan, maka investasi ditolak
e. PI ( Profitabilitas Indeks)
Indeks profitabilitas adalah rasio atau perbandingan antara jumlah nilai arus kas selama umur
ekonomisnya dan pengeluaran awal proyek.
PI = Total PV Kas Bersih
Total Investasi
Kriteria untuk Profitabilitas Indeks yaitu Proyek dinilai layak jika PI ≥1,00 dan sebaliknya
dinilai tidak layak jika PI < 1,00.

3
RS X adalah Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas memiliki kapasitas 600 tempat tidur,
terakreditasi untuk 16 bidang pelayanan kesehatan, dan merupakan rumah sakit pusat rujukan
(top referral) Nasional untuk masalah kesehatan respirasi. Pelayanan Kesehatan Respirasi
Sebagai RS tipe A dan rujukan respirasi nasional , maka kebutuhan akan peralatan penunjang
sangat dibutuhkan khususnya MRI dalam menegakkan suatu diagnosis.
Diketahui:

- Nilai perkiraan investasi sebesar Rp.20.000.000.000,-


- Metode yang digunakan untuk menghitung kelayakan investasi tingkat suku bunga bank
5%
- Umur Ekonomisnya 10 Tahun

Hitunglah Study Kelayakan Bisnis dengan Metode Sebagai Berikut:

a. PP (Payback Periode)
Payback Periode = Jumlah investasi x 12 x 30
Aliran kas bersih

= 836.615.000 x 12 x 30 = 97,2 hari


3.097.305.000

4
Jadi berdasarkan perhitungan payback periodenya bahwa modal akan kembali
dalam jangka waktu 6 tahun 97 hari.

b. ARR (Average Rate of Return)


Untuk mengukur berapa tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh dari suatu investasi.

Rata-rata EAT = Total EAT = 27.780.057.000 = 2.778.005.700


Umur ekonomis 10

Rata-rata investasi = Investasi = 20.000.000.000 = 2.000.000.000


Umur ekonomis 10

ARR = Rata-rata EAT x 100% = 2.778.005.700 x 100% = 138.9%


Rata-rata investasi 2.000.000.000

Dari data di atas, hasil ARR nya > tingkat keuntungan yang disyaratkan yaitu sebesar
100%, yakni sebesar 138,9%, maka proyek ini diterima.

c. NPV (Net Present Value)

Total bersih
Tahun ke pendapatan DF 5% --> 1/(1+r)t Investasi NPV
0 Rp20,000,000,000 1 90,000,000.00
1 Rp2,432,250,000 0.952 Rp2,315,502,000
2 Rp2,704,500,000 0.907 Rp2,452,981,500
3 Rp2,812,230,000 0.864 Rp2,429,766,720
4 Rp3,082,050,000 0.823 Rp2,536,527,150
5 Rp3,388,275,000 0.784 Rp2,656,407,600
6 Rp4,744,080,000 0.746 Rp3,539,083,680
7 Rp3,097,305,000 0.711 Rp2,202,183,855
8 Rp676,147,500 0.677 Rp457,751,858
9 Rp1,316,925,000 0.645 Rp849,416,625
10 Rp352,629,400 0.614 Rp2,165,144,823

5
Total Rp27,780,057,000 Rp21,604,765,811
NPV Rp1,604,765,811

Berdasarkan perhitungan di atas, NPV yang didapatkan bernilai positif dan


nilainya > 0, maka rencana pengembangan investasi layak untuk dilakukan.

d. IRR (Internal Rate of Return)

Pendapatan kas
Tahun bersih DF 5% PV 1 kas bersih DF 35% PV 2 kas bersih

2013 Rp2,432,250,000 0.952 Rp2,315,502,000 0.741 Rp1,802,297,250


2014 Rp2,704,500,000 0.907 Rp2,452,981,500 0.549 Rp1,484,770,500
2015 Rp2,812,230,000 0.864 Rp2,429,766,720 0.406 Rp1,141,765,380
2016 Rp3,082,050,000 0.823 Rp2,536,527,150 0.301 Rp927,697,050
2017 Rp3,388,275,000 0.784 Rp2,656,407,600 0.223 Rp755,585,325
2018 Rp4,744,080,000 0.746 Rp3,539,083,680 0.165 Rp782,773,200
2019 Rp3,097,305,000 0.711 Rp2,202,183,855 0.122 Rp377,871,210
2020 Rp676,147,500 0.677 Rp457,751,858 0.091 Rp61,529,423
2021 Rp1,316,925,000 0.645 Rp849,416,625 0.067 Rp88,233,975
2022 Rp352,629,400 0.614 Rp2,165,144,823 0.050 Rp176,314,725
Total Rp27,780,057,000 Rp21,604,765,811 Rp7,598,838,038

NPV 1 = C1 = Total PV 1 - Total investment


= 21,604,811 - 20.000.000.000
= 1.604.765.811

NPV 2 = C2 = Total PV 2 - Total Investment


= 7.598.838.038 - 20.000.000.000
= - 12.01.161.963

P1 = 5% = 0.05
P2 = 35% = 0.35

IRR = P1-C1 x P2 -P1

6
C2-C1
IRR = 0.05 - (1.604.765.811) x 0.35 - 0.05
( - 12.401.161.963) - (1.604.765.811)

IRR = 0.05 - (1.604.765.811) x 0,25


( - 12.401.161.963) - (1.604.765.811)

IRR = 0.05 + 481.429.743


14.005.927.774

IRR = 0.05 + 0.034


IRR = 0.084 x 100%
IRR = 8.4%

Nilai IRR yang diperoleh sebesar 8.4% lebih besar dari bunga deposito sebesar 5% maka
IRR diterima.

e. PI ( Profitabilitas Indeks)

P = Total PV Kas Bersih

Total Investasi
P = 21,604,765.811
20.000.000.000
P = 1,080

Berdasarkan penelusuran Profitabilitas Indeks di atas hasilnya adalah 1,080.


Berarti investasi alat MRI layak dilakukan dan dikembangkan, karena syarat PI
diterima adalah > 1.

7
Kesimpulan

a. PP (Payback Periode)
Jadi berdasarkan perhitungan payback periodenya bahwa modal akan kembali
dalam jangka waktu 6 tahun 97 hari. Jika payback periode atau PP lebih cepat dari
nilai ekonomis, maka investasi MRI dapat diterima.

b. ARR (Average Rate of Return)


Dari data di atas, hasil ARR nya > tingkat keuntungan yang disyaratkan yaitu
sebesar 100%, yakni sebesar 138,9%, maka proyek ini diterima.

c. NPV (Net Present Value)


Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan di atas, NPV yang didapatkan nilai
sebesar Rp 1.604.765.811, yang bernilai positif dan nilainya > 0, maka rencana
pengembangan investasi layak untuk dilakukan.

d. IRR (Internal Rate of Return)


Nilai IRR yang diperoleh sebesar 8.4% lebih besar dari bunga deposito sebesar 5%
maka IRR diterima.

e. PI ( Profitabilitas Indeks)

Berdasarkan penelusuran Profitabilitas Indeks di atas hasilnya adalah 1,08. Berarti


investasi alat MRI layak dilakukan dan dikembangkan, karena syarat PI diterima
adalah > 1.

Soal 2

Infusion Pump di Rumah Sakit “Sumber Sehat” dibeli dengan Harga Rp. 55.000.000,- pada
tahun akhir 2006. Usia teknis alat tersebut adalah 6 tahun, jika tingkat inflasi adalah 5 %. Berapa

8
nilai Investasi pada tahun 2011? Berapa nilai pengganti setelah usia teknis habis pada tahun
2012?

Diketahui:

Harga = Rp 55.000.000,- pada tahun 2006

Usia teknis = 6 tahun

Inflasi = 5%^ = 0.05

Ditanya:

a. Nilai investasi tahun 2011?


b. Nilai pengganti setelah usia teknis pada tahun 2012?

Jawab:

AIC2007 = IIC (1+r)t = 55.000.000 (1+0.05)1 = 55.000.000 (1.05) = Rp 9.625.000


L 6 6
t 2
AIC2008 = IIC (1+r) = 55.000.000 (1+0.05) = 55.000.000 (1.1025) = Rp 10.106.250
L 6 6
t 3
AIC2009 = IIC (1+r) = 55.000.000 (1+0.05) = 55.000.000 (1.15762) = Rp 10.611.563
L 6 6

AIC2010 = IIC (1+r)t = 55.000.000 (1+0.05)4 = 55.000.000 (1.21550) = Rp 11.142.141


L 6 6
t 5
AIC2011 = IIC (1+r) = 55.000.000 (1+0.05) = 55.000.000 (1.27628) = Rp 11.699.248
L 6 6
t 6
AIC2012 = IIC (1+r) = 55.000.000 (1+0.05) = 55.000.000 (1.34009) = Rp 12.284.210
L 6 6

No Tahun Nilai Investasi


1 AIC 2007 Rp9.625.000
2 AIC 2008 Rp10.106.250
3 AIC 2009 Rp10.611.563
4 AIC 2020 Rp11.142.141
5 AIC 2011 Rp11.699.248
6 AIC 2012 Rp12.284.210
Total RP65.468.411

9
a. Nilai investasi pada tahun 2011 = Rp 11.699.248
b. Nilai pengganti setelah usia teknis pada tahun 2012 = Rp 65. 468.411

Soal 3

Electrocardiograph Monitor yang ada di Rumah Sakit “Tetap Sehat”, mengalami kerusakan. Alat
tersebut dibeli dan mulai digunakan tahun 2010 bulan Juli, total penggunaan adalah : 3000 jam,
usia teknis diketahui : 16.054 jam Jika membeli Electrocardiograph baru dengan spesifikasi
sama, saat ini seharga : Rp. 75.420.000,-

Hitunglah biaya maksimum perbaikan (MMEL) untuk alat Electrocardiograph tersebut.

Diketahui:

Tahun beli dan digunakan = 2010 pada bulan Juli

Usia pakai = 3000 jam

Usia teknis = 16.054 jam

Harga = Rp 75.420.000

Ditanya: Biaya maksimum perbaikan (MMEL) untuk alat electrocardiograph?

Jawab:

Sisa usia teknis = Usia teknis - usia pakai

= 16.054 - 3000

= 13. 054

Usia manfaat = Sisa usia teknis


Usia Teknis

= 13.504

10
16.054
= 81.31%

MMEL = MEL factor x Usia Manfaat x Harga pengganti


= 90% x 81.31% x Rp 75.420.000
= Rp 55.191.062

Jadi berdasarkan perhitungan biaya maksimum perbaikan (MMEL) untuk alat


electrocardiograph adalah sebesar Rp 55.191.062. Maka secara ekonomi perbaikan
tersebut tidak layak dilaksanakan.

3. Berikan Argumentasi bahwa Perkembangan Teknologi Kesehatan perlu dilakukan


sebutkan dan jelaskan ?
Saat ini, dalam upaya memberikan pelayanan terbaik bagi pasien perlu dilakukan
perkembangan teknologi kesehatan. Apalagi di era teknologi saat ini yang berkembang
dengan pesat dan daya saing yang semakin tinggi pula, kebutuhan untuk melakukan
perkembangan teknologi kesehatan sangat perlu dilakukan. Pembangunan kesehatan di
Indonesia di masa yang akan datang perlu menghadirkan model fasilitas pelayanan kesehatan
yang tidak hanya berorientasi pada pasien dengan mengedepankan mutu dan keselamatan,
tetapi juga berorientasi pada efisiensi dalam penggunaan sumber daya yang ada.

4. Apa yang melandasi didalam melakukan penilaian keberhasilan rumah sakit dalam
melaksanakan Green Hospital sebutkan dan jelaskan?
Green Hospital adalah upaya dan/atau kegiatan yang telah secara konsisten
menunjukkan keunggulan lingkungan pada proses pelayanan kesehatan yang beretika dan
bertanggung jawab secara berkelanjutan. Green hospital merupakan sebuah konsep
rumah sakit yang didesain dengan memberdayakan potensi alam sebagai sumber daya
utama sehingga ramah terhadap lingkungan dan lebih menghemat pengeluaran energi.
Tujuh elemen yang harus diperhatikan pada rumah sakit yang ramah lingkungan, yaitu
energy efficiency, green building design, alternative energy generation, transportation,
food, waste, dan water. Di Indonesia, green hospital masih merupakan sebuah konsep

11
yang menekankan efisiensi penggunaan air dan energi listrik yang efektif dan efisien,
serta pengelolaan limbah yang berwawasan lingkungan. Secara umum, konsep green
hospital diadopsi dari konsep bangunan hijau, yaitu bangunan dimana dalam
perancangan, pembangunan, pengoperasian serta dalam pemeliharaannya memperhatikan
aspek- aspek lingkungan yang didasarkan pada kaidah pembangunan berkelanjutan.
Green Hospital menjadi sebuah alternatif dalam meminimalisir kontribusi industri RS
atas terjadinya pemanasan global. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya green hospital
bertujuan mengurangi penggunaan sumber daya alam, mengurangi dampak terhadap
kerusakan lingkungan dan meningkatkan kualitas udara ruangan menjadi lebih sehat.
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa keberadaan RS dalam satu kesatuan ekosistem di
tengah isu dampak perubahan iklim dan pemanasan global serta degradasi lingkungan,
ikut bertanggung jawab atas keberlanjutan kualitas lingkungan dan pemanfaatan sumber
daya alam.
Atribut green hospital rumah sakit di Indonesia terdiri dari enam dimensi yakni
dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, kesehatan lingkungan dan kelembagaan.
Keenam dimensi tersebut terdiri dari 42 atribut dan 151 sub atribut. ​Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan lingkungan rumah sakit berbasis green hospital
di Indonesia, meliputi:
a) Pengelolaan limbah non medis,
b) Pengelolaan limbah B3,
c) Lingkungan dalam bangunan (indoor),
d) Lingkungan Luar bangunan (outdoor),
e) Mitigasi dan adaptasi bencana,
f) Sumber dana,
g) Kinerja anggaran,
h) Budaya (green culture),
i) Tingkat kepuasan,
j) Pengembangan partisipasi masyarakat,
k) Teknologi konservasi energi,
l) Teknologi pengolahan limbah,
m) Infeksi nosokomial,

12
n) Fasilitas sanitasi,
o) Promosi kesehatan,
p) Kepemimpinan,
q) Sumber Daya Manusia,
r) Dokumen lingkungan.
Hasil penilaian status keberlanjutan pengelolaan lingkungan menjadi ukuran
sejauh mana keberhasilan pelaksanaan program green hospital pada sebuah rumah sakit
di Indonesia.

5. Apa yang menjadi Faktor terpenting dalam mempertimbangan Pelaksanaan


pelaksananaan penilaian teknologi kesehatan yang hasilnya akan digunakan dalam
program JKN sebutkan dan jelaskan rangkaian kegiatannya.
Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment) dalam program
Jaminan Kesehatan Nasional (PTK-JKN) merupakan analisis kebijakan yang dilakukan
secara sistematis dengan pendekatan multidisiplin untuk menilai dampak penggunaan
teknologi kesehatan. Proses Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) meliputi aspek klinis,
epidemiologi, statistika, ekonomis, sosial, budaya, etika, politik, dan agama. PTK-JKN
dalam program JKN merupakan bagian dari upaya kendali mutu dan kendali biaya
sebagaimana diamanatkan dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan pada Pasal 43, bahwa “dalam rangka menjamin kendali mutu dan kendali
biaya Menteri Kesehatan bertanggung jawab untuk penilaian teknologi kesehatan”.
Komite PTK dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan yang terdiri dari unsur
Kementerian Kesehatan, akademisi, praktisi di bidang klinis dan ekonomi kesehatan.
Komponen penting dalam PTK adalah assessment teknologi kesehatan dan appraisal
hasil assessment teknologi kesehatan. Assessment teknologi kesehatan dilakukan oleh
tenaga teknis Komite PTK/agen/tim/unit PTK dan appraisal dilakukan oleh Komite PTK.
Assessment dilakukan melalui studi kuantitatif atau studi kualitatif, berupa evaluasi
efektivitas klinis, evaluasi ekonomi, analisis dampak terhadap anggaran, maupun analisis
tematik/isi. Appraisal dilakukan untuk menelaah hasil assessment teknologi kesehatan
sehingga menghasilkan rekomendasi kebijakan.

13
Faktor terpenting dalam mempertimbangkan pelaksanaan penilaian teknologi
kesehatan yang hasilnya akan digunakan dalam program JKN yaitu faktor keamanan,
efikasi, efektivitas, dan keterjangkauan dari teknologi atau produk teknologi baik yang
digunakan atau yang akan digunakan dalam pelayanan kesehatan dalam program JKN.
Selain itu juga mempertimbangkan aspek sosial, budaya, politik, organisasi/hukum, etika,
dan agama. Pelaksanaan PTK-JKN merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimulai
dari pra-assessment sampai dengan publikasi hasil PTK.
Keamanan adalah sebuah penilaian mengenai penerimaan risiko (probabilitas
adverse outcome/efek yang tidak diinginkan dan keparahannya) yang terkait dengan
penggunaan teknologi dalam situasi tertentu.
​Efikasi adalah manfaat atau keuntungan dalam menggunakan teknologi, program,
atau intervensi untuk mengatasi permasalahan tertentu pada kondisi ideal, misalnya pada
penelitian randomized controlled trial (RCT).
Efektivitas adalah manfaat atau keuntungan dalam menggunakan teknologi,
program, atau intervensi dalam mengatasi permasalahan tertentu pada kondisi umum atau
rutin (kondisi tidak dikontrol).
Keterjangkauan (affordability) adalah kemampuan untuk mendanai teknologi
kesehatan yang direkomendasikan untuk dijamin berdasarkan jumlah penderita yang
membutuhkan teknologi kesehatan yang dinilai dapat mencegah, menyembuhkan,
menahan perburukan penyakit, dan atau mengurangi penderitaan. Keterjangkauan
dilakukan melalui kajian atau simulasi dampak anggaran (budget impact) dengan
memperhitungkan potensi dana yang harus dimobilisasi/dikumpulkan.

6. Apa Perbedaan Permenkes No 3 Tahun 2020 Tentang Klasifikasi dan Perizinan


Rumah Sakit bandingkan dengan Permenkes No 30 Tahun 2019
Lahirnya PMK No 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pada
tanggal 14 Januari 2020 dan telah diundangkan pada tanggal 16 Januari 2020 telah memberikan

14
kepastian terkait ‘polemik’ dalam penyelenggaraan perizinan dan klasifikasi Rumah Sakit,
artinya dengan aturan ini maka Permenkes No 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit dinyatakan telah dicabut dan tidak berlaku. Dengan telah diberlakukannya
Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
("Permenkes No. 3/2020") pada tanggal 16 Januari 2020, maka ketentuan mengenai kerangka
aturan tentang klasifikasi rumah sakit, penyelenggaraan kegiatan, serta prosedur dan persyaratan
perizinan terkait, yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun
2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ("Permenkes No. 30/2019") pun mengalami
beberapa perubahan.
Akhirnya Para dokter spesialis dan subspesialis yang dulu “DILARANG” berpraktek di
RS Tipe C dan D sudah dapat ‘bernafas’ lega. Kewajiban Rumah Sakit terkait pemenuhan sarana
prasarana yang dahulu “DIWAJIBKAN” Wajib ada, diberi pilihan (+/-) boleh ada boleh tidak
(baca: Lampiran Permenkes No 3/2020). Apakah ini PELUANG, TANTANGAN atau
ANCAMAN. Akankah ada Pihak Yang Dirugikan atau Diuntungkan dengan Lahirnya
Permenkes No 3 Tahun 2020 ini?
YANG BARU DARI PMK No 3/2020 ini dengan PMK No 30/2019
1. Dalam PMK No 3 Tahun 2020 ini, Pelayanan Medik di Rumah Sakit tetap dibagi menjadi 3
Kategori, yaitu:
a. Pelayanan Medik Umum, berupa Pelayanan Medik Dasar
b. Pelayanan Medik Spesialis berupa;
1) Pelayanan Medik Dasar (P.Dalam, Anak, Bedah, Obgyn)
2) Pelayanan Medik Spesialis Lain
c. Pelayanan Medik Subspesialis
1) Pelayanan Subspesialis Dasar
2) Pelayanan Subspesialis Lain

2. PMK No 30/2019 ini adalah tidak disebutkan (telah dihilangkan) secara rinci jenis – jenis
pelayanan apa saja yang termasuk dalam kategori pelayanan subspesialis dasar dan apa – apa
saja kelompok pelayanan subspesialis lain.

3. Hilangnya Pelayanan Penunjang Medik, yang terdiri dari;

15
a. Pelayanan Penunjang Medik Spesialis, meliputi;
1) Pelayanan Laboratorium
2) Radiologi
3) Anestesi dan Terapi Intensif
4) Rehabilitasi Medik
5) Kedokteran Nuklir
6) Radioterapi
7) Akupuntur
8) Gizi Klinik
9) Pelayanan penunjang Medik spesialis lainnya
b. Pelayanan Penunjang Medik Subspesialis, meliputi;
1) Pelayanan subspesialis di bidang anestesi dan terapi intensif
2) Dialisis
3) Pelayanan Penunjang Medik Subspesialis
c. Pelayanan Penunjang Medik lain, meliputi;
1) Pelayanan Sterilisasi yang tersentral
2) Pelayanan Darah
3) Gizi
4) Rekam Medik
5) Farmasi

4. Pelayanan Farmasi dimasukkan dalam Kelompok Pelayanan Non Medik.4 Sebelumnya dalam
Permenkes No 30/2019 Pelayanan Farmasi masuk dalam Kelompok Penunjang Medik.
Pelayanan Non Medik terdiri atas;
a. Pelayanan Farmasi
b. Pelayanan Laundry/Binatu
c. Pengolahan Makanan/gizi
d. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Alat Kesehatan
e. Sistem Informasi dan Komunikasi
f. Pemulasaran Jenazah
g. Pelayanan Non Medik lainnya (tidak dijelaskan)

16
5. Dokter Spesialis untuk pelayanan medik dasar, dokter spesialis untuk pelayanan penunjang
medik, dokter spesialis untuk pelayanan medik selain spesialis dasar dan dokter subspesialis
tidak lagi disebutkan secara terperinci.

6. Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan,
Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
diklasifikasikan berdasarkan kriteria bangunan dan prasarana, kemampuan pelayanan, sumber
daya manusia dan peralatan. >>> Dihilangkan

7. Klasifikasi Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas A, B, C dan D tidak lagi berdasarkan memiliki
kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis, tetapi HANYA berdasarkan Jumlah
Tempat Tidur, sebagai berikut;
a. RSU Kelas A : Paling sedikit 250 buah
b. RSU Kelas B : Paling sedikit 200 buah
c. RSU Kelas C : Paling sedikit 100 buah
d. RSU Kelas D : Paling sedikit 50 buah

8. Ketentuan penambahan pelayanan medik lain, pelayanan medik dasar dan penambahan
pelayanan medik spesialis tidak dijelaskan/dihilangkan dalam Permenkes No 3 Tahun 2020.

9. Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia;


a. tenaga medis;
b. tenaga psikologi klinis;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kebidanan;
e. tenaga kefarmasian;
f. tenaga kesehatan masyarakat;
g. tenaga kesehatan lingkungan;
h. tenaga gizi;
i. tenaga keterapian fisik;

17
j. tenaga keteknisian medis;
k. tenaga teknik biomedika;
l. tenaga kesehatan lain; dan
m. tenaga non kesehatan.
disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja, kebutuhan, dan kemampuan pelayanan Rumah
Sakit.

10. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus (RSK) Kelas A, B dan C tidak lagi berdasarkan memiliki
kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis, tetapi HANYA berdasarkan Jumlah
Tempat Tidur, sebagai berikut;
a. RSK Kelas A : Paling sedikit 100 buah
b. RSK Kelas B : Paling sedikit 75 buah
c. RSK Kelas C : Paling sedikit 25 buah

11. Tenaga Tetap yang bekerja secara Purna Waktu diangkat dan ditetapkan oleh Pimpinan
Rumah Sakit.

12. Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan/atau konsultan berdasarkan
kebutuhan dan kemampuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

13. Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan tertentu Tidak lagi eksklusif hanya
boleh di RSU Tipe A dan B atau yang ditetapkan oleh Menteri. Pelayanan Kesehatan tertentu,
meliputi;
a. Pelayanan radioterapi,
b. Kedokteran nuklir,
c. Kehamilan dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah,
d. Transplantasi organ, dan
e. Sel punca untuk penelitian berbasis pelayanan terapi

14. Izin Operasional penetapan kelas Tidak Lagi Mensyaratkan berdasarkan hasil penilaian
pemenuhan kriteria klasifikasi Rumah Sakit berupa bangunan dan prasarana, kemampuan

18
pelayanan, sumber daya manusia, dan peralatan, tetapi HANYA BERDASARKAN hasil
penilaian pemenuhan jumlah tempat tidur.

15. Peningkatan kelas Rumah Sakit dilakukan dengan pemenuhan jumlah tempat tidur sesuai
dengan klasifikasi Rumah Sakit.

16. Bagi Rumah Sakit yang Menambah Jumlah Tempat Tidur harus mengubah izin operasional
Rumah Sakit sesuai dengan Klasifikasi Rumah Sakit.

17. Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan unit
transfusi darah.

18. Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta dengan penanaman modal asing tidak lagi
berdasarkan Klasifikasi RSU Kelas A dan B tetapi HANYA berdasarkan jumlah tempat tidur
paling sedikit 200 (dua ratus) tempat tidur atau sesuai kesepakatan/kerjasama internasional.

19. Kepala atau direktur Rumah Sakit dan pimpinan unsur pelayanan medik di Rumah Sakit
harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan. Kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan sebagaimana dimaksud
dapat diperoleh melalui pendidikan formal, pelatihan, dan/atau pengalaman bekerja di Rumah
Sakit.

20. Rumah Sakit dapat melakukan pengembangan pelayanan medik spesialistik dan
subspesialistik melalui kemitraan dengan penanam modal asing berupa pembentukan klinik
utama penanaman modal asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak
dipersyaratkan harus RSU Tipe A dan B.

21. Tidak lagi dilarang Pemberian Nama Rumah Sakit dengan mencantumkan kepemilikan
institusi atau bidang kekhususan lain yang bermakna serupa.

19
22. Ketentuan Peralihan;
a. Rumah Sakit yang telah memiliki Izin Mendirikan dan Izin Operasional berdasarkan
ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, atau Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, tetap berlaku sampai
habis masa berlakunya izin.
b. Rumah Sakit yang sedang dalam proses pengajuan Izin Mendirikan dan/atau Izin
Operasional baru atau perpanjangan Izin Operasional berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
Sektor Kesehatan atau Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit, tetap diberikan Izin Mendirikan dan/atau Izin Operasional sesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan atau Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
c. Rumah Sakit yang telah memiliki Izin Mendirikan dan Izin Operasional berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, atau Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit harus menyesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan
Menteri ini diundangkan;
d. Reviu kelas Rumah Sakit yang telah memiliki Izin Operasional berdasarkan ketentuan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit dan/atau Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, tetap dilakukan menggunakan
klasifikasi Rumah Sakit yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit atau Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit hanya untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

20
e. Reviu kelas Rumah Sakit yang telah memiliki Izin Operasional berdasarkan ketentuan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit, tetap dilakukan menggunakan klasifikasi Rumah Sakit yang diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. hanya
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

21

Anda mungkin juga menyukai