Anda di halaman 1dari 13

Resin bonded bridges pada pasien dengan hipodontia:

Kinerja klinis selama periode observasi 7 tahun


a,b,*, b, c, d,
Lamyia Anweigi Ambreen Azam Cristiane de Mata Ebtissam AlMadi
e, b
Samar Alsaleh Alhanoof Aldegheishem

a b
College of Dental Medicine, QU Health, Qatar University, Doha, Qatar Department of
Clinical Dental Sciences, Princess Nourah Bint Abdul Rahman University, Riyadh, Saudi
c
Arabia Restorative Dentistry, Cork University Dental school and hospital, University
d
College Cork, Ireland Department of Restorative Dental Sciences, King Saud University,
e
Riyadh, Saudi Arabia Department of Prosthodontics, College of Dentistry, King Saud
University, Riyadh, Saudi Arabia

Received 29 April 2019; revised 27 October 2019; accepted 29 October 2019

Abstrak
Tujuan: Resin Bonded Bridges (RBBs) dianggap sebagai opsi konservatif dalam perawatan
hipodontia. Penelitian ini ditargetkan untuk menganalisis ketahanan resin bonded bridge yang
diberikan kepada pasien dengan hipodontia oleh staf dan siswa di Departemen Kedokteran
Gigi Restoratif, Sekolah Gigi Universitas dan Rumah Sakit Cork, Irlandia. Penelitian ini juga
untuk menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan RBB pada pasien
dengan hipodontia.
Metode: Empat puluh pasien dengan hipodontia yang menerima 65 RBB dari tahun 2001
hingga 2007 diidentifikasi dan dihubungi untuk direkrut pada penelitian ini. Dari jumlah
tersebut, sembilan tidak dapat dihubungi, dan lima tidak hadir. Dengan demikian, 26 pasien
(65%) berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan total 51 RBB.
Hasil: Dari 51 RBB yang dievaluasi, 44 (86%) masih in situ dan fungsional dan 7 (14%)
gagal. Alasan utama kegagalan adalah debonding yang berulang. Efek usia, jenis kelamin,
tingkat operator dan pengalaman, lokasi bridge, desain bridge, panjang dan kontrol
kelembaban selama penyemenan, tidak dapat ditunjukkan.
Kesimpulan: Pengaruh usia, jenis kelamin, tingkat operator dan pengalaman, lokasi bridge,
desain bridge, panjang, dan kontrol lembab terhadap ketahanan RBB tidak dapat ditunjukkan.
Sebagian besar pasien dengan hipodontia menunjukkan kepuasan dengan RBB. Dalam
mengganti gigi yang hilang secara kongenital pada pasien dengan hipodontia, resin bonded
bridge akan menjadi pilihan perawatan yang dapat diterima.

1. Pendahuluan

Perawatan pada pasien dengan kehilangan gigi kongenital atau hipodontia membutuhkan
pendekatan tim multidisipliner untuk memberikan hasil fungsional, fonetik, dan estetik yang
terbaik (Lauwers et al., 2009). Pilihan manajemen untuk pasien dengan hipodontia
berkisar dari tidak dilakukan perawatan hingga menerima ruang yang ada (Jepson et
al., 2003), menutup ruangan dengan perawatan ortodonti (Shroff et al., 1996;
Robertsson and Mohlin, 2000), atau membuka ruang dan mempertahankan atau
mendistribusikan ulang ruang untuk penggantian (Carter et al., 2003). Manajemen
dipengaruhi oleh pilihan pasien, umur, dan keinginan. Faktor lain seperti jenis oklusi,
tingkat maloklusi, persyaratan estetik, adanya kerusakan jaringan lunak, dan status

1
psikologis pasien (Meechan et al., 2003, Nunn et al., 2003, Hobkirk et al., 2006).

Resin bonded bridge merupakan opsi konservatif untuk restorasi dari kehilangan gigi.
Penelitian melaporkan keberhasilan jangka panjang RBB yang terencana dengan baik
pada pasien non-hipodontia (Djemal et al., 1999; Hill et al., 2009). Tingkat ketahanan
sebesar 88% setelah 5 tahun dilaporkan dalam uji klinis (Creugers et al., 1997) dan
meta-analisis (Pjetursson et al., 2008).

Abutmen yang dipilih harus tidak direstorasi dan dimodifikasi dengan fitur retentive
minimal preparasi (groove, full lingual/palatal wrap around, dan oklusal atau
cingulum rest) (Creugers et al., 1998; De Kanter et al., 1998). Namun, preparasi gigi
yang dimodifikasi tidak meningkatkan ketahanan RBB pada sebuah meta-analisis
(Verzijden et al., 1994), sementara meta-analisis lain mengindikasikan preparasi
minimal meningkatkan ketahanan (Pjetursson, et al. 2008). Resin bonded bridge
dengan dua unit cantilever melaporkan keberhasilan yang lebih baik dibandingkan
dengan resin bonded bridge dengan desain fixed-fixed pada pasien non-hipodontia
(Botelho et al., 2000). Kontrol kelembaban dan aktivitas parafungsional dan
pengalaman operator tampaknya mempengaruhi keberhasilan dari RBB (Briggs et al.,
1996; Hussey and Linden 1996; Ibbetson, 2004; Audenino et al., 2006).

Pada pasien hipodontia, sering kali gigi lebih kecil dengan dengan luas permukaan
yang relative kecil untuk bonding. Data yang terkait dengan ketahanan RBB mungkin
tidak secara akurat merefleksikan situasi pada pasien dengan hipodontia. Namun,
pada penelitian prospektif baru-baru ini, RBB untuk pasien dengan hipodontia, yang
diikuti selama 24 bulan, dengan kunjungan berkala pada 6, 12, dan 24 bulan; 63 dari
65 bridge masih berfungsi, memenuhi kriteria untuk keberhasilan dan ketahanan
(Allen et al., 2016).

Tujuan pada penelitian retrospektif ini adalah untuk mengevaluasi ketahanan jangka
panjang dari resin bonded bridge pada pasien dengan hipodontia. Penelitian ini juga
bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi
ketahanan dari RBB dan kepuasan dengan perawatan pada pasien hipodontia.

2. Materials and methods

Pasien dengan kehilangan gigi secara kongenital yang mendapatkan perawatan resin
bonded bridge di Cork Dental School and Hospital, Ireland antara tahun 2001 dan
2007 dihubungi dan diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Protokol
penelitian telah ditinjau dan disetujui oleh Komite Etika Penelitian Klinis dari Rumah
Sakit Pengajaran Cork, Republik Irlandia. Semua partisipan memberikan persetujuan,
dan kerahasiaan pasien diamati dengan ketat.

2.1 Seleksi partisipan

Kriteria inklusi adalah pasien dengan hipodontia yang menerima resin bonded bridge
untuk mengembalikan gigi yang hilang dari Cork University Dental School and
Hospital, Irlandia. Pasien diundang untuk berpartisipasi antara 2007 dan 2008 untuk
evaluasi. Sebanyak 40 pasien yang memenuhi syarat diidentifikasi dan diundang
untuk tinjauan klinis. Sembilan di antaranya tidak bisa dihubungi, dan lima gagal

2
hadir. Dengan demikian, 26 pasien (tingkat respons 65%) yang telah diberikan RBB
dengan total 51 RBB setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

2.2. Pengumpulan data

Pemeriksaan klinis lengkap mengenai abutmen dan gigi kontrol kontralateral


dilakukan dan data berikut dicatat:
 Jenis kelamin pasien, usia, tanggal pemasangan RBB, panjang, desain, dan
lokasi RBB di lengkung rahang.
 Detail ortodontik; hubungan skeletal dan gigi insisivus, riwayat perawatan
ortodontik, jenis alat yang digunakan, dan jika perawatan ortodontik dilakukan
pada satu atau kedua rahang, dan durasi perawatan. Jenis alat retensi post-
ortodontik dan durasinya.
 Detail RBB; desain, preparasi sebelum bonding, dan kontrol kelembaban
digunakan.
 Jumlah debonds, rebonds atau remake dan alasan kegagalan.
 Ada atau tidaknya karies primer atau sekunder.
 Adaptasi margin dari retainer
 Occlusal assessment
 Pengalaman operator; siswa atau anggota senior dari staf

Peneliti utama (LA) melakukan pemeriksaan klinis, dikalibrasi terhadap pemeriksa


yang berpengalaman, mewakili gold standard, dengan persetujuan 100%.

2.3. Penilaian klinis gigi dan kriteria adaptasi retainer

Abutmen dan gigi control kontralateral dinilai dengan sama. Seluruh permukaan
abustmen diperiksa ada atau tidaknya karies primer atau sekunder. Margin dari
retainer diperiksa sirkumferensial dan kriteria adaptasi sebagai berikut:

1. Seluruh margin tertutup dan tersambung dengan gigi


2. Visual klinis dari celah marginal (rongga kecil atau kerusakan)
3. Ujung probe tersangkut pada margin dari RBB
4. Semen terlihat jelas antara margin dan struktur gigi

Hal-hal berikut diartikan sebagai; 1 menunjukkan bridge tersebut memiliki adaptasi


marginal yang baik. 2, 3, dan 4 menunjukkan bahwa bridge tersebut akan dianggap
memiliki adaptasi marginal yang kurang baik.

2.4. Penilaian kontak oklusal

Articulating paper (GHM paper) digunakan untuk menunjukkan posisi kontak oklusal.
Gigi dikeringkan menggunakan tekanan udara dan diisolasi dengan kapas. Kemudian
kertas artikulasi dijepit dengan forsep Miller dan ditempatkan di antara gigi.
Kemudian mandibula dipandu ke posisi intercuspal, gerakan excursive dan protrusif
untuk menandai titik-titik kontak. Setiap tanda dan gejala nyeri atau keausan oklusal
yang tidak merata, mobilitas atau patah tulang, atau rasa sakit saat mengunyah
dievaluasi dan dicatat.

3
2.5. Assessment of patient habits and satisfaction

Survei ini dirancang untuk menilai keberadaan kebiasaan (mis. clenching) dan
kepuasan pasien dengan keseluruhan perawatan yang dilakukan. Skala Analogi Visual
(SAV) digunakan untuk menilai kepuasan pasien dengan skor terendah menunjukkan
ketidakpuasan ekstrim dan yang tertinggi menunjukkan kepuasan ekstrim. Untuk
menyajikan data, pengukuran pada SAV 100 mm dikonversi ke skala persentase.

2.6. Analisis data

Data diperiksa secara manual dan dimasukkan ke dalam spreadsheet perangkat lunak
statistik (Microsoft Excel dan SPSS). Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS
untuk Windows V10.0TM. “Keberhasilan” didefinisikan sebagai RBB yang masih in
situ dan belum pernah mengalami debond lebih dari satu kali (12). Waktu bertahan
dihitung dalam beberapa bulan, dari pemasangan sampai tanggal pengumpulan data.
Setelah pengumpulan data, tingkat kegagalan diputuskan untuk dilaporkan secara
deskriptif. Ini termasuk RBB yang gagal dan yang tetap in situ dan penilaian kualitatif
tentang pengaruh berbagai faktor terhadap kegagalan bridge.

3. Hasil

Terdapat 16 (62%) perempuan dan 10 (38%) laki-laki dengan usia rata-rata 23 tahun,
dan rentang usia 17 hingga 34 tahun. Mayoritas (69%) memiliki satu atau dua gigi
yang hilang (hipodontia ringan), dan 31% memiliki lebih dari empat gigi yang hilang
(hipodontia sedang hingga berat).
Gigi yang paling umum hilang adalah gigi insisivus lateral maksila dengan distribusi
yang simetris. Urutan kedua gigi yang sering hilang adalah premolar kedua , lalu
diikuti dengan premolar pertama dengan jumlah kasus yang kecil ditunjukkan dengan
kehilangan gigi anterior mandibula, caninus maksila, dan molar pertama secara
kongenital.
Resin bonded bridge adalah dari desain penahan nickel-chromium non-perforated,
sandblasted dengan alumina 50-lm dan diikat dengan resin perekat, PANAVIATM 21
(Kuraray-Noritake).
51 RBB dievaluasi pada 26 pasien hipodontia; 13 (50%) pasien menerima satu bridge,
10 (39%) menerima dua bridge, 2 (8%) menerima lima bridge, dan 1 (3%) memiliki
delapan bridge.
 
3.1. Evaluasi resin bonded bridge

Pada saat evaluasi, 44 (86%) bridge masih dalam keadaan baik, 7 (14%) debonding
pada satu kesempatan. Terdapat tujuh kegagalan yang pasti (14%) dari 51 bridge.
Alasan utama kegagalan adalah debonding setidaknya dalam satu kesempatan sejak
pemasangan, dimana tiga disebabkan oleh trauma tumpul dan empat karena alasan
lain (lihat Tabel 1).
Adaptasi marginal dari retainer dianggap memuaskan tanpa kerusakan marginal atau
rongga yang ditemukan di bridge yang berhasil.

4
3.2. Durasi layanan klinis

Durasi rata-rata layanan klinis untuk ketahanan bridge adalah 28 bulan, dengan
rentang 12 hingga 84 bulan. Mayoritas ketahanan bridge (41; 80%) telah ada selama
12-36 bulan, dan ini disebut short service bridge. Sisa 10 (20%) memiliki periode
yang lebih lama (48-84 bulan) dan disebut long service bridge (lihat Gambar 1).

3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan resin bonded bridge

3.3.1. Pengalaman operator

Tiga puluh lima bridge disediakan oleh mahasiswa sarjana, empat oleh mahasiswa
pascasarjana dan 12 oleh staf. Bridge yang dibuat oleh mahasiswa pascasarjana
tampaknya memiliki waktu ketahanan tertinggi (lihat Tabel 2). Karena varian yang
besar dalam jumlah kasus di antara operator, efek dari tingkat operator pada
ketahanan tidak dapat ditunjukkan dalam penelitian ini.

3.3.2. Perawatan ortodontik

Semua pasien (26) menerima perawatan ortodontik. Waktu perawatan ortodontik


berkisar antara 9 dan 48 bulan, dengan waktu perawatan rata-rata 28 bulan. Alat yang
dapat dilepas adalah alat pilihan untuk retensi pasca-ortodontik. Waktu retensi
berkisar antara 3 hingga 24 bulan, dengan durasi rata-rata 13,5 bulan. Efek dari
hubungan oklusal, atau perawatan ortodontik, atau waktu retensi pasca-ortodontik
atau alat retensi pasca-ortodontik, tampaknya tidak mempengaruhi ketahanan dalam
penelitian ini.

3.3.3. Desain bridge

Dua puluh tujuh (53%) bridge menggunakan desain cantilever, sedangkan dua puluh
empat (47%) adalah desain abutmen. Dari tujuh bridge yang gagal; lima adalah
cantilever, dan dua dari desain abutmen.
Empat puluh satu bridge memiliki rincian preparasi gigi yang didokumentasikan, dan
tiga di antaranya gagal. Sepuluh sisanya tidak mungkin untuk menentukan apakah
modifikasi preparasi gigi dilakukan. Di empat lainnya yang gagal, tidak dilakukan
preparasi yang dimodifikasi pada abutmen.

5
Gambar. 1 Panjang layanan klinis resin bonded bridge.

3.3.4. Kontrol kelembaban

Penggunaan rubber dam terlihat jelas di 16 (31%) bridge dan sebagian besar (35,
69%); itu tidak jelas dari catatan pasien dan tidak dapat diingat kembali oleh pasien
ini. Bridge yang gagal berada di kelompok yang tidak memungkinkan untuk
identifikasi jika kontrol kelembaban digunakan.

3.3.5. Lokasi dan panjang bridge

Empat puluh empat (86%) bridge berada di anterior, tujuh (14%) di regio posterior.
44 (86%) berada di maksila dan 7 (14%) di mandibula. Tingkat keberhasilan untuk
bridge anterior maksila adalah 92% (33), bridge posterior maksila 75% (6) dan bridge
posterior mandibula 71% (5).
Terdapat 24 (47%) dua unit bridge (desain cantilever), 18 (35%) tiga unit bridge
(resin bonded bridge dengan desain abutmen) dan 9 (18%) adalah empat unit bridge
(resin bonded bridge dengan desain abutmen). Bridge yang berada di posisinya pada
saat pengumpulan data adalah, 22 dari desain dua unit cantilever, 13 adalah tiga unit,
dan 9 adalah empat unit bridge. Dalam tujuh yang gagal, dua merupakan tiga unit
bridge, dan lima merupakan dua unit bridge.

3.3.6. Kontak pontik

Dari empat puluh empat bridge yang berhasil, 38 memiliki kontak dengan pontik
dalam posisi intercuspal. Dua belas memiliki kontak dalam gerakan lateral excursive
dan 5 dalam gerakan protrusive. Dua puluh sembilan (67%) bridge tidak memiliki
kontak oklusal pada pontik dengan satu, dua, atau tiga foil shimstock. Satu (10%)
bridge memiliki kontak oklusal pada pontik dengan dua foil shimstock, dan sepuluh
(23%) memiliki kontak oklusal dengan satu foil shimstock.
Rasa nyeri dilaporkan pada sekitar dua abutmen, dan pada 11 abutmen terlihat jelasi
pemakaian oklusal, dan tidak ada mobilitas atau fraktur. Efek dari sifat kontak pontik
pada ketahanan tidak dapat dibuktikan dalam penelitian ini sejak saat evaluasi; bridge
yang gagal telah diganti dengan perawatan alternatif.

6
3.3.7. Kebiasaan dan kepuasan pasien

Tujuh belas (33%) bridge dipasang pada pasien dengan riwayat kebiasaan; clenching
atau grinding, menggigit kuku atau mengigit pena. Pada pasien ini, 100% dari RBB
masih in situ, rata-rata waktu ketahanan adalah 76,4 dan 95 bulan. Tiga puluh empat
(67%) bridge dipasang pada pasien yang tidak memiliki riwayat kebiasaan; 27 (79%)
di antaranya masih in situ, dan 7 (21%) gagal.
SAV menunjukkan bahwa pasien hipodontia dengan resin bonded bridge umumnya
puas dengan perawatan mereka yang menunjukkan tingkat kepuasan rata-rata 90%
(berkisar antara 75% hingga 100%).

4. Diskusi

Studi retrospektif ini bertujuan untuk mengevaluasi performa dari resin bonded bridge
pada pasien hipodontia dengan waktu tindak lanjut hingga 7 tahun. Satu studi terkait
dengan kinerja klinis RBB pada pasien hipodontia, 30 bridge dari 73 debonded pada
setidaknya satu kesempatan (41,1%). Pasien-pasien hipodontia yang direkrut hanya
gigi seri lateral maksila yang hilang secara kongenital. (Garnett et al., 2006). Tingkat
keberhasilan dalam penelitian ini adalah 86% lebih tinggi dari yang dilaporkan.
Tingkat keberhasilan berada pada tingkat yang secara signifikan lebih rendah daripada
yang dilaporkan oleh kelompok yang sama (Allen et al., 2016), di pusat yang sama.
Namun, penelitian yang dilakukan oleh Allen et al. lebih terstruktur, karena itu adalah
studi prospektif. Hal ini tentu berkontribusi pada perbedaan dalam hasil, mengingat
prosedur dan metodologi yang terkontrol dalam perawatan RBB dalam penelitian.
Penelitian ini memiliki keterbatasan; bersifat retrospektif, karena mengandalkan
interpretasi catatan klinis.

7
Meskipun demikian, beberapa poin yang diangkat penting untuk didiskusikan.
Terdapat 65% tingkat respon, yang mungkin mencerminkan kepuasan pasien dengan
resin bonded bridge dan karenanya senang untuk datang pada pemeriksaan berkala. Di
sisi lain, karena alasan utama tidak datang pada pemeriksaan berkala adalah
ketidakmampuan untuk menghubungi pasien ketika mereka bepergian ke luar negeri
untuk belajar atau bekerja bukan karena tidak bekerja sama, hal ini terjadi terutama
pada kelompok usia muda. Dapat juga dikatakan bahwa pasien yang tidak hadir, tidak
puas dengan resin bonded bridge dan mungkin telah menerima perawatan alternatif di
tempat lain. Ukuran sampel relatif rendah, dan ini umumnya disebabkan oleh
rendahnya prevalensi hipodontia dan lamanya proses perawatan yang diperlukan,
banyaknya pengalaman perawatan yang terlibat, dapat menyebabkan hilangnya
partisipan. Ini diperparah oleh fakta bahwa permintaan kepada pasien untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini adalah waktu yang lama setelah mereka menerima
bridge.
Jumlah partisipan wanita hampir 1.6 kali lipat dari jumlah partisipan pria, hal ini
mirip dengan penelitian lain (Shafi, 2008; Hashem et al., 2010). Pengaruh usia dan
jenis kelamin pada performa resin bonded bridge dalam penelitian ini tampaknya
tidak mempengaruhi ketahanan dan pengamatan yang serupa dilaporkan sebelumnya
(el-Mowafy dan Rubo 2000; Abuzar et al., 2018). Para partisipan dalam penelitian ini
adalah dari kelompok usia yang sama (kelompok muda), dan karenanya pengaruh usia
terhadap ketahanan bridge pada pasien hipodontia sulit untuk dievaluasi. Namun,
bahwa pasien yang lebih muda memiliki mahkota klinis yang pendek, meminimalkan
area permukaan untuk bonding, serta enamel mereka yang memiliki kandungan
fluoride yang lebih tinggi, mungkin telah memperhitungkan tingkat kegagalan yang
lebih tinggi dari resin bonded bridge yang dipasang pada pasien yang lebih muda
(Hansson dan Bergstrom 1996 ; Audenino et al., 2006). Hal ini mungkin menjadi
perhatian yang lebih pada pasien hipodontia. Adaptasi margin dari retainer untuk
semua bridge yang bertahan adalah baik dan tidak ada rongga atau celah yang
terdeteksi, seperti laporan sebelumnya (Hansson dan Bergstrom 1996; Rashid et al.,
1999).
Studi melaporkan RBB yang dipasang oleh staf junior dan siswa memiliki tingkat
ketahanan yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan yang dibuat oleh
staf senior (Djemal et al., 1999; Garnett et al., 2006). Pengalaman operator dalam
studi saat ini tidak memiliki efek yang nyata pada ketahanan RBB karena jumlah
kasus distribusi yang tidak sama di antara operator yang berbeda. Direkomendasikan
untuk mengeksplorasi pada penelitian lebih lanjut dengan sampel yang memadai
untuk membuat hasil yang signifikan secara statistik.
Pergerakan gigi karena perawatan ortodontik cenderung mengalami relapse, yang
mempengaruhi ketahanan resin bonded bridge (Garnett et al., 2006). Zalkind et al.
melaporkan tingkat debonding pada resin bonded bridge yang lebih tinggi pada pasien
yang menjalani perawatan ortodontik. Mereka menyarankan memperpanjang periode
retensi ortodontik setelah perawatan ortodontik untuk stabilitas retensi ruang (Zalkind
et al., 2003). Pergerakan ortodontik dari abutmen seperti penutupan ruang tanpa
adanya crowding, de-rotasi, redistribusi ruang/ mencari ruang, dan pengurangan
overbite dengan tidak adanya oklusal stop yang stabil, sangat rentan terhadap relapse
(Melrose dan Millett, 1998, Carter et al., 2003). Retensi post-ortodontik sangat
bermanfaat karena mencegah relapse pada gigi abutment. Beberapa penulis
menyarankan retensi selama enam bulan penuh dengan retainer yang dapat dilepas,
untuk menjadi protokol yang dapat diterima (Carter et al., 2003). Ini adalah waktu
yang masuk akal, karena jaringan periodontal dan gingiva memerlukan setidaknya

8
enam bulan setelah perawatan untuk reorganisasi, karena “residual yang cukup dapat
tetap berada di jaringan periodonsium setelah pergerakan gigi” (Reitan, 1967; Moss,
1980).
Beberapa studi melaporkan bahwa cantilever resin bonded bridge dapat menggantikan
gigi yang hilang lebih baik daripada resin bonded bridge desain abutmen (Gilmour
dan Ali, 1995; Djemal et al., 1999). Dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan dalam
keberhasilan antara kedua desain, sejalan dengan penelitian lain (Chai et al., 2005;
Wyatt, 2007; Allen et al., 2016).
Seperti yang sebelumnya dijelaskn bahwa RBB disediakan untuk pasien ini sebagai
restorasi akhir; oleh karena itu, 41 dari 51 bridge memiliki beberapa bentuk preparasi
gigi, dengan sepuluh kasus tidak ada dokumentasi dari efek tersebut. Keberhasilan
tampaknya meningkat jika preparasi gigi dilakukan; dan mungkin dapat menjelaskan
lebih jauh mengenai tingkat kegagalan yang lebih tinggi dalam penelitian ini
dibandingkan dengan Allen et al. studi (Allen et al., 2016). Sebuah studi kohort baru-
baru ini melaporkan tingkat ketahanan untuk RBB anterior dengan desain preparasi
gigi yang dijelaskan (Abuzar et al., 2018).
Bridge yang gagal dalam penelitian ini tidak menunjukkan bukti dari kontrol
kelembaban (tidak ditentukan catatan pasien). Penggunaan rubber dam selama
prosedur bonding memiliki efek yang merugikan pada kinerja (Chan dan Barnes
2000; Morgan et al., 2001). Namun, penggunaan rubber dam pada pasien muda
mungkin sedikit tidak nyaman, karena mahkota klinis yang pendek, minimal undercut
atau anatomi gingiva yang imatur dan karenanya dapat menjelaskan mengapa hal
tersebut tidak digunakan dalam kasus ini (Garnett et al., 2006).
Berdasarkan desain bridge pada studi sebelumnya dan saat ini merekomendasikan
cantilever resin bonded bridge untuk menggantikan gigi yang hilang lebih baik
daripada resin bonded bridge desain abutmen (Gilmour dan Ali, 1995; Djemal et al.,
1999; Chan dan Barnes, 2000; Durey et al., 2011). Pada beberapa pasien dengan
hipodontia luas permukaan yang cukup untuk retensi hanya dapat diperoleh dengan
menggunakan satu penyangga di kedua ujungnya karena gigi penyangga kecil, oleh
karena itu desain fixed-fixed mungkin yang paling tepat (Garnett et al., 2006), dan
sangat penting bahwa kontak dalam gerakan excursive dan intercuspation harus
berada di retainer saja (Djemal et al., 1999).
Keberhasilan akan meningkat jika preparasi gigi dilakukan ketika area permukaan
untuk retensi meningkat (Durey et al., 2011; Allen et al., 2016). Hal itu dapat diterima
bahwa 180 retainer wrap-around merupakan desain yang ideal, tetapi harus diikuti
dengan estetik yang baik. Retainer pada gigi posterior dapat diperluas untuk
mencakup coverage dari palatal dan lingual cusps dan proporsi dari permukaan
oklusal (Walls et al., 2002; Durey et al., 2011).
Lokasi dari resin bonded bridge berdampak pada keberhasilan; bridge mandibular
dilaporkan memilki kegagalan yang lebih tinggi (Creugers et al., 1998; De Kanter et
al., 1998; Pjetursson et al., 2008). Efek dari lokasi tidak dapat dijelaskan pada
penelitian ini; karena sebagian besar bridge terletak di region anterior maksila, sejalan
dengan penelitian lain (Probster and Henrich, 1997; Djemal et al., 1999). Demikian
pula, pengaruh dari panjang pada keberhasilan terlihat tidak mempengaruhi. Faktor
oklusal dan aktivitas parafungsional juga ditekankan (Boening, 1996; Morgan et al.,
2001); penelitian baru-baru ini melaporkan tidak ada efek samping yang signifikan
dari kontak oklusal pontik pada ketahanan RBB.
Evaluasi kepuasan pasien penting karena hal itu memungkinkan pasien untuk
mengekspresikan pandangan mereka mengenai perawatan yang sedang dilakukan. Hal
ini juga memberi gambaran tentang kesesuaian dan penerimaan perawatan dari

9
perspektif pasien. Secara umum, terdapat tingkat kepuasan yang tinggi sesuai dengan
Djemal et al. (1999). Selain itu, resin bonded bridge telah dilaporkan memiliki
dampak positif pada kualitas hidup terkait kesehatan mulut pasien dengan hipodontia
(Anweigi et al., 2013). Pasien dengan bridge yang gagal tidak puas dengan perawatan
dan menunjukkan bahwa mereka tidak ingin menjalani perawatan ini lebih lanjut, dan
ini jelas dalam SAV. Oleh karena itu, kepuasan pasien pada perawatan resin bonded
bridge dipengaruhi secara langsung oleh kegagalan.
Penelitian ini juga mempertimbangkan resin bonded bridge sebagai pilihan perawatan
yang memadai untuk mengganti gigi yang hilang secara kongenital sesuai dengan
Abuzar dan kelompok studi yang mendukung penggunaan RBB anterior sebagai
restorasi jangka panjang untuk menggantikan gigi anterior pada kedua lengkung
rahang (Abuzar et al. al., 2018).

5. Kesimpulan

Dalam keterbatasan penelitian ini selama periode tujuh tahun, ketahanan keseluruhan
resin bonded bridge pada pasien dengan hipodontia adalah 86%. Efek usia, jenis
kelamin, operator dan pengalaman, lokasi jembatan, desain jembatan dan panjang,
dan kontrol kelembaban, tidak dapat ditunjukkan.
Efek dari retensi post-ortodontik, adanya kontak oklusal pada pontik, atau kebiasaan,
tidak dapat ditunjukkan.
Persentase yang lebih tinggi dari pasien dengan hipodontia menyatakan kepuasan
dengan perawatan resin bonded bridge. Dengan demikian, dalam mengganti gigi yang
hilang secara kongenital untuk pasien hipodontia dengan resin bonded bridge akan
menjadi pilihan perawatan yang dapat diterima.

Acknowledgement

Para penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan intelektual yang diberikan oleh
Prof. Allen. P.F dan Dr Ziada.H dalam pengembangan penelitian ini.

10
Referensi

Abuzar, M., Locke, J., Burt, G., Clausen, G., Escobar, K., 2018. Longevity of anterior resin-
bonded bridges: survival rates of two tooth preparation designs. Aust. Dent. J.

Allen, P.F., Anweigi, L., Ziada, H., 2016. A prospective study of the performance of resin
bonded bridgework in patients with hypodon- tia. J. Dent. 50, 69–73.

Anweigi, L., Allen, P.F., Ziada, H., 2013. The use of the Oral Health Impact Profile to
measure the impact of mild, moderate and severe hypodontia on oral health-related quality of
life in young adults. J. Oral Rehabil. 40 (8), 603–608.

Audenino, G., Giannella, G., Morello, G.M., Ceccarelli, M., Carossa, S., Bassi, F., 2006.
Resin-bonded fixed partial dentures: ten-year follow-up. Int. J. Prosthodont. 19 (1), 22–23.

Boening, K.W., 1996. Clinical performance of resin-bonded fixed partial dentures. J. Prosthet.
Dent. 76 (1), 39–44.

Botelho, M.G., Nor, L.C., Kwong, H.W., Kuen, B.S., 2000. Two-unit cantilevered resin-
bonded fixed partial dentures–a retrospective, preliminary clinical investigation. Int. J.
Prosthodont. 13 (1), 25– 28.

Briggs, P., Dunne, S., Bishop, K., 1996. The single unit, single retainer, cantilever resin-
bonded bridge. Br. Dent. J. 181 (10), 373–379.

Carter, N.E., Gillgrass, T.J., Hobson, R.S., Jepson, N., Eechan, J.G., Nohl, F.S., Nunn, J.H.,
2003. The interdisciplinary management of hypodontia: orthodontics. Br. Dent. J194 (7),
361–366.

Chai, J., Chu, F.C., Newsome, P.R., Chow, T.W., 2005. Retrospective survival analysis of 3-
unit fixed-fixed and 2-unit cantilevered fixed partial dentures. J. Oral Rehabil. 32 (10), 759–
765.

Chan, A.W., Barnes, I.E., 2000. A prospective study of cantilever resin-bonded bridges: an
initial report. Aust Dent J45 (1), 31–36.

Creugers, N.H., De Kanter, R.J., Van’t Hof, M.A., 1997. Long-term survival data from a
clinical trial on resin-bonded bridges. J Dent 25 (3-4), 239–242.

Creugers, N.H., De Kanter, R.J., Verzijden, C.W., Van’t Hof, M.A., 1998. Risk factors and
multiple failures in posterior resin-bonded bridges in a 5-year multi-practice clinical trial. J.
Dent. 26 (5–6), 397–402.

De Kanter, R.J., Creugers, N.H., Verzijden, C.W., Van’t Hof, M.A., 1998. A five-year multi-
practice clinical study on posterior resin- bonded bridges. J. Dent. Res. 77 (4), 609–614.

Djemal, S., Setchell, D., King, P., Wickens, J., 1999. Long-term survival characteristics of
832 resin-retained bridges and splints provided in a post-graduate teaching hospital between
1978 and 1993. J. Oral Rehabil. 26 (4), 302–320.

Durey, K.A., Nixon, P.J., Robinson, S., Chan, M.Y., 2011. Resin bonded bridges: techniques
for success. Br Dent J. 211 (3), 133–138.

El-Mowafy, O., Rubo, M.H., 2000. Resin-bonded fixed partial dentures–a literature review
with presentation of a novel approach. Int J Prosthodont 13 (6), 460–467.

11
Garnett, M.J., Wassell, R.W., Jepson, N.J., Nohl, F.S., 2006. Survival of resin-bonded
bridgework provided for post-orthodontic hypodontia patients with missing maxillary lateral
incisors. Br. Dent. J. 201 (8), 527–534. discussion 525.

Gilmour, A.S., Ali, A., 1995. Clinical performance of resin-retained fixed partial dentures
bonded with a chemically active luting cement. J. Prosthet. Dent. 73 (6), 569–573.

Hansson, O., Bergstrom, B., 1996. A longitudinal study of resin- bonded prostheses. J.
Prosthet. Dent. 76 (2), 132–139.

Hashem, A.A., O’Connell, B., Nunn, J., O’Connell, A., Garvey, T., O’Sullivan, M., 2010.
Tooth agenesis in patients referred to an Irish tertiary care clinic for the developmental dental
disorders. J Ir Dent Assoc 56 (1), 23–27.

Hill, H.K., Landwehr, D., Armstrong, S., 2009. A moderately favorable five-year success rate
for resin-bonded bridges. J. Am. Dent. Assoc. 140 (6), 706–707.

Hobkirk, J.A., Nohl, F., Bergendal, B., Storhaug, K., Richter, M.K., 2006. The management
of ectodermal dysplasia and severe hypodontia. International conference statements. J. Oral
Rehabil. 33 (9), 634–637.

Hussey, D.L., Linden, G.J., 1996. The clinical performance of cantilevered resin-bonded
bridgework. J. Dent. 24 (4), 251–256.

Ibbetson, R., 2004. Clinical considerations for adhesive bridgework. Dent Update 31 (5),
254–256. 258, 260 passim.

Jepson, N.J., Nohl, F.S., Carter, N.E., Gillgrass, T.J., Meechan, J.G., Hobson, R.S., Nunn,
J.H., 2003. The interdisciplinary manage- ment of hypodontia: restorative dentistry. Br. Dent.
J. 194 (6), 299–304.

Lauwers, L., Wojcik, T., Delbarre, A., Movaghar, R., Ferri, J., 2009. Hypodontia: therapeutic
strategy elaborated from 30 cases. Rev. Stomatol. Chir. Maxillofac. 110 (5), 263–268.

Meechan, J.G., Carter, N.E., Gillgrass, T.J., Hobson, R.S., Jepson, N. J., Nohl, F.S., Nunn,
J.H., 2003. Interdisciplinary management of hypodontia: oral surgery. Br. Dent. J. 194 (8),
423–427.

Melrose, C., Millett, D.T., 1998. Toward a perspective on orthodontic retention?. Am. J.
Orthod. Dentofacial. Orthop. 113 (5), 507–514.

Morgan, C., Djemal, S., Gilmour, G., 2001. Predictable resin-bonded bridges in general
dental practice. Dent Update 28 (10), 501–506. 508.

Moss, J.P., 1980. The soft tissue environment of teeth and jaws. Experimental malocclusion:
Parts 2 and 3. Br. J. Orthod. 7 (4), 205–216.Nunn, J.H., Carter, N.E., Gillgrass, T.J., Hobson,
R.S., Jepson, N.J.,

Meechan, J.G., Nohl, F.S., 2003. The interdisciplinary manage- ment of hypodontia:
background and role of paediatric dentistry. Br. Dent. J. 194 (5), 245–251.

Pjetursson, B.E., Tan, W.C., Tan, K., Bragger, U., Zwahlen, M., Lang, N.P., 2008. A
systematic review of the survival and complication rates of resin-bonded bridges after an
observation period of at least 5 years. Clin Oral Implants Res 19 (2), 131–141.

12
Probster, B., Henrich, G.M., 1997. 11-year follow-up study of resin- bonded fixed partial
dentures. Int. J. Prosthodont. 10 (3), 259–268. Rashid, S.A., Al-Wahadni, A.M., Hussey,
D.L., 1999. The periodontal response to cantilevered resin-bonded bridgework. J. Oral
Rehabil. 26 (11), 912–917.

Reitan, K., 1967. Clinical and histologic observations on tooth movement during and after
orthodontic treatment. Am J Orthod 53 (10), 721–745.

Robertsson, S., Mohlin, B., 2000. The congenitally missing upper lateral incisor. A
retrospective study of orthodontic space closure versus restorative treatment. Eur. J. Orthod.
22 (6), 697–710.

Shafi, I., Phillips, J.M., Dawson, M.P., Broad, R.D., Hosey, M.T., 2008. A study of patients
attending a multidisciplinary hypodontia clinic over a five year period. Br. Dent. J. 205 (12),
649–652.

Shroff, B., Siegel, S.M., Feldman, S., Siegel, S.C., 1996. Combined orthodontic and
prosthetic therapy. Special considerations. Dent. Clin. North Am. 40 (4), 911–943.

Verzijden, C.W., Creugers, N.H., Van’t Hof, M.A., 1994. A meta- analysis of two different
trials on posterior resin-bonded bridges. J. Dent. 22 (1), 29–32.

Walls, A.W., Nohl, F.S., Wassell, R.W., 2002. Crowns and other extra-coronal restorations:
resin-bonded metal restorations. Br. Dent. J. 193 (135–135), 141–142.

Wyatt, C.C., 2007. Resin-bonded fixed partial dentures: what’s new?. J. Can. Dent. Assoc. 73
(10), 933–938.

Zalkind, M., Ever-Hadani, P., Hochman, N., 2003. Resin-bonded fixed partial denture
retention: a retrospective 13-year follow-up. J. Oral Rehabil. 30 (10), 971–977.

13

Anda mungkin juga menyukai