Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH JOURNAL READING KONSERVASI GIGI

EVALUASI KLINIS JANGKA PANJANG RESTORASI DIRECT RESIN


KOMPOSIT PADA GIGI POSTERIOR VITAL VS GIGI YANG TELAH
DIRAWAT ENDODONTIK – STUDI RETROSPEKTIF HINGGA 13 TAHUN

Edina Lempela,, Bálint Viktor Lovásza, Edina Biharia, Károly Krajczára,Sára Jegesb,
Ákos Tóthb, József Szalmac

Seminaris
Nunung Nursanti - 160112180087

Pembimbing
drg. Indra Primathena, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
Evaluasi Klinis Jangka Panjang Restorasi Direct Resin Komposit pada Gigi
Posterior Vital Vs Gigi yang Telah Dirawat Endodontik - Studi Retrospektif
hingga 13 Tahun

Abstrak
Tujuan : Studi retrospektif ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan
tingkat ketahanan restorasi direct resin komposit posterior kelas II yang dibuat pada
gigi vital dan gigi yang telah dirawat endodontik. Pengaruh faktor-faktor risiko
terhadap kinerja restorasi jangka panjang juga diteliti.
Metode : Sampel dari penelitian ini adalah pasien (n = 245) yang memiliki restorasi
direct resin komposit posterior antara tahun 2004 sampai 2012. Sebanyak 597
restorasi (485 di gigi vital, 112 di gigi yang telah dirawat endodontik) dengan
ketebalan cusp minimum 2,5-3 mm, dibuat dengan merk resin komposit adesif yang
sama, dievaluasi menggunakan kriteria USPHS. Data dianalisis dengan metode
Mann-Whitney, Chi-square dan Fisher's Exact Test, Extended Cox-regression dan
analisis Kaplan-Meier (p <0,05). Rasio risiko relatif diperkirakan untuk setiap
parameter yang dievaluasi.
Hasil. Periode pengamatan rata-rata 8,6 ± 2,3 tahun. Tingkat kegagalan tahunan yang
terdeteksi pada gigi vital dan gigi yang telah dirawat endodontik masing-masing
0,08% dan 1,78%. Penyebab kegagalan antara lain fraktur restorasi dan karies
sekunder pada gigi vital; sementara pada gigi yang telah dirawat endodontik diantara
lain fraktur akar vertikal, fraktur cusp, fraktur restorasi, karies sekunder dan
hilangnya adhesi. Hasil yang secara signifikan lebih baik ditemukan pada restorasi
direct resin komposit di gigi vital untuk setiap parameter yang dievaluasi. Di antara
faktor-faktor risiko yang dievaluasi hanya stress oklusal yang memengaruhi secara
negatif ketahanan restorasi resin komposit dalam gigi yang telah dirawat endodontik
(Hazard ratio 37.1; CI95% 8,4–163,7).
Signifikansi. Meskipun, ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat keberhasilan
restorasi resin komposit di gigi vital (98,97%) dan gigi yang telah dirawat endodontik
(76,8%), daya tahan jangka panjang (6-13 tahun) dari restorasi resin komposit kelas II
dengan ketebalan cusp 2,5-3 mm di gigi yang telah dirawat endodontik dapat pula
diterima secara klinis. Adanya stress oklusal mengurangi ketahanan restorasi resin
komposit di gigi yang telah dirawat endodontik.

1. Pendahuluan

Terbukti bahwa resin komposit dapat digunakan dalam jangka panjang pada
gigi vital sebagai solusi restoratif direct konvensional atau minimal invasif.1-4 Tingkat
ketahanan restorasi berkisar antara ˜88-98%.4-10 Alasan utama kegagalannya adalah
pembentukan celah marginal, karies sekunder dan fraktur restorasi.6 Keberhasilan
restorasi bukan hanya tergantung dengan bahan, tetapi juga terkait dengan faktor-
faktor lain, seperti faktor pasien, operator, dan gigi itu sendiri. Mengingat
kelangsungan restorasi atau yang lebih penting dari ketahanan gigi, faktor yang
paling penting yang berhubungan dengan gigi adalah sisa struktur gigi. Gigi yang
dirawat endodontik tidak sama seperti gigi vital karena efek perawatan endodontik.
Secara umum, risiko kegagalan yang lebih tinggi dikaitkan dengan gigi yang telah
dirawat endodontik dibandingkan dengan gigi yang vital.11 Namun, studi in vitro
menunjukkan, bahwa kesamaan antara sifat-sifat biomekanik gigi yang telah dirawat
endodontik dan gigi vital kontralateral menunjukkan bahwa gigi tidak menjadi lebih
rapuh setelah perawatan endodontik.12,13 Dietschi dkk. menyimpulkan, bahwa dampak
hilangnya vitalitas tampaknya moderat atau dapat diabaikan mengenai sifat fisik dan
kelembaban dentin, namun, preparasi kavitas akses, pembesaran kanal selama
perawatan endodontik secara signifikan mengurangi kekuatan gigi. 14 Dalam prosedur
perawatan endodontic, gigi dengan struktur yang sudah rusak, menjadi bertambah
parah dikarenakan adanya prosedur preparasi akses.15 Prosedur endodontik yang
dilakukan pada gigi posterior ditunjukkan untuk mengurangi kekakuan gigi sebesar
5%, namun, adanya restorasi oklusal mengurangi kekakuan sebesar 20% dan adanya
restorasi mesio-okluso-distal mengurangi kekakuan gigi sebesar 63%.15 Kavitas MOD
dengan kehilangan dentin parapulpal memiliki resiko fraktur tinggi.16 Hilangnya
marginal ridges dengan pengangkatan dentin lebih lanjut selama preparasi akses
kavitas dapat menyebabkan melemahnya gigi dan menghasilkan peningkatan defleksi
cuspal selama fungsi, yang menghasilkan kemungkinan fraktur yang lebih tinggi.17,18
Dikarenakan saraf pulpa terlibat dalam mengatur beban pengunyahan, diperkirakan
bahwa propiosepsi juga berkurang setelah perawatan endodontik. 19,20 Relevansi
kekuatan pemuatan beban kunyah harus lebih hati-hati pada pasien parafungsional
karena beban parafungsional bisa enam kali lipat dari kekuatan mengunyah normal.
Kekuatan mengunyah sebagian besar vertikal, tetapi dalam parafungsi dapat terjadi
secara horizontal.21 Menurut Eliyas dkk., banyak dilaporkan kasus parafungsi dalam
kaitannya dengan kegagalan gigi yang telah dirawat endodontik.22

Meskipun perubahan paling penting dalam biomekanik gigi dikaitkan dengan


hilangnya jaringan keras, pada gigi yang dirawat endodontik terdapat juga perubahan
dalam komposisi jaringan, yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan setelah
perawatan endodontik yang disebabkan oleh irigan seperti natrium hipoklorit dan
chelators.14,23,24 Penggunaan bahan kimia terutama menghasilkan penipisan kolagen,
karena bahan-bahan ini berinteraksi baik dengan kandungan mineral atau substrat
organik dentin. Mengurangi konten kolagen mempengaruhi elastisitas dentin dan
menjadi faktor predisposisi terjadinya fraktur diakibatkan kekuatan geser
(shearing).22 Di sisi lain, kualitas dentin juga secara signifikan dikompromikan oleh
bahan kimia dan mengenai potensi adhesi pada struktur gigi residual yang berefek
negatif ini.14

Sampai hari ini, terdapat kurangnya standar klinis yang diterima mengenai cara
optimal merestorasi gigi non-vital, namun, rekomendasi perawatan berbasis
penelitian dasar membantu klinisi untuk membangun protokol restorasi yang tepat
tergantung pada kasus masing-masing individu.14 Masalah yang paling kritis adalah
konservasi jaringan ketika berhadapan dengan gigi non vital. Oleh karena itu,
dianggap bijaksana bagi dokter gigi untuk menilai kemampuan restorasi, fungsi
oklusal, dan kesehatan periodontal gigi, dan aspek-aspek lain seperti lebar biologis
dan rasio mahkota-akar juga dievaluasi, sebelum memulai perawatan endodontik.
Menurut faktor-faktor ini gigi dapat dimasukkan dalam rencana perawatan
rehabilitasi mulut yang komprehensif.

Terdapat studi klinis dalam literatur yang membandingkan tingkat keberhasilan


berbagai prosedur restorasi gigi yang telah dirawat endodontik. 25-29 Ketahanan jangka
panjang dari restorasi mencerminkan keragaman teknik dan bahan restoratif.
Biasanya, preparasi pasak dan mahkota yang lebih invasif direkomendasikan untuk
memastikan persyaratan mekanis, fungsional, dan estetis dan juga memberikan segel
mahkota yang baik, terutama pada gigi posterior.28-30 Prosedur klinis modern untuk
mengembalikan gigi yang telah dirawat endodontik lebih didasarkan pada konservasi
jaringan yang sehat, sehingga prinsip-prinsip kedokteran gigi invasif minimal mulai
terlihat. Mannocci dkk. menemukan dalam studi prospektif 3 tahun mereka bahwa
tingkat keberhasilan klinis dari gigi premolar yang dirawat endodontik dan direstorasi
dengan pasak fiber dan restorasi direct resin komposit setara dengan pengobatan
serupa dengan restorasi mahkota logam-keramik.31 Sequeira-byron dkk.
menyimpulkan dalam artikel mereka, bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk
menilai efek restorasi mahkota dibandingkan dengan tambalan konvensional untuk
restorasi gigi yang dirawat endodontik.32 Manfaat teknik adhesif adalah memastikan
retensi material yang dapat diterima tanpa perlu preparasi makro-retentif yang agresif.
Akibatnya, restorasi gigi yang mengalami devitalisasi dalam banyak kasus mengikuti
prinsip yang sama dengan restorasi gigi vital. Namun, Frankeneberger dkk.
menemukan dalam studi in vitro mereka, bahwa desain preparasi yang kurang invasif
tidak bermanfaat untuk stabilitas restorasi post endodontik dibandingkan dengan
adesif indirect atau restorasi semen dengan cakupan cusp.33 Dammaschke dkk. juga
menyimpulkan dalam penelitian retrospektif mereka, bahwa gigi yang telah dirawat
endodontik yang direstorasi dengan restorasi prostetik menunjukkan tingkat fraktur
rata-rata yang jauh lebih rendah daripada gigi yang direstorasi dengan penambalan.
Periode ketahanan rata-rata untuk restorasi resin komposit adalah 13,4 (± 0,5) tahun. 34
Namun, menurut para peneliti sebelumnya, perpanjangan kavitas mempengaruhi
ketahanan restorasi. Kavitas dengan keterlibatan lebih dari 3 permukaan dapat
berhasil direstorasi secara adesif dengan bahan tambal resin komposit.34

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan ketahanan jangka


panjang restorasi direct resin komposit kelas II dari gigi posterior vital dan gigi yang
telah dirawat saluran akar. Tujuan selanjutnya adalah untuk menyelidiki efek
kompromi dari prosedur endodontik pada kualitas dentin mengenai potensi adhesi
tambalan restorasi resin komposit dengan membandingkannya dengan tambalan
restorasi resin komposit pada gigi vital sesuai dengan kriteria USPHS. Untuk
mengklarifikasi pengaruh berbagai faktor risiko, seperti bruxism terkait stres oklusal,
faktor terkait pasien, gigi dan restorasi pada gigi dan ketahanan restorasi juga menjadi
tujuan evaluasi klinis retrospektif ini.

2. Material dan Metode

Studi longitudinal retrospektif ini dirancang sebagai evaluasi komparatif


restorasi direct resin komposit kelas II yang dilakukan pada gigi vital atau gigi yang
telah dirawat endodontik. Protokol penelitian telah disetujui oleh Komite Etika
Penelitian Regional Universitas Pécs (3410.1 / PTE / 2009).

2.1. Pemilihan Pasien

Untuk studi retrospektif ini, 714 pasien dewasa dengan restorasi resin komposit
langsung dipilih dari daftar praktik klinis hongaria (University of Pécs), dari Januari
2004 hingga Desember 2011, periode pengamatan minimum 6 tahun dan yang
terlama yaitu 13 tahun. Para pasien dihubungi melalui telepon atau surat, antara
Januari dan Maret 2018, dan kunjungan tindak lanjut dijadwalkan untuk 557 pasien
yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Para pasien memberikan
persetujuan tertulis dan terinformasi mereka sebelum dimulainya evaluasi klinis.
Formulir pengumpulan data digunakan untuk mengumpulkan semua informasi yang
diperoleh dari catatan pasien tertulis bersama dengan hasil dari pemeriksaan klinis
dan radiografi. Pasien yang terdaftar dalam penelitian ini menunjukkan setidaknya
satu gigi posterior dengan restorasi direct resin komposit kelas II. Menurut data yang
didokumentasikan dan pemeriksaan radiologis, pasien dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok I terdiri dari pasien dengan restorasi direct resin komposit di mana alasan
penumpatannya adalah karies primer pada gigi vital dan kelompok II di mana
penambalan restorasi direct resin komposit adalah restorasi pasca endodontik setelah
perawatan saluran akar primer dengan diagnosis pulpitis akut atau kronis yang
ireversibel, dan periodontitis periapikal akut atau kronis. Pasien yang dipilih untuk
penelitian harus memenuhi kriteria inklusi berikut: pasien yang dapat melakukan
persetujuan secara mandiri (di atas usia 18) berada dalam kesehatan umum dan mulut
yang baik; gigi yang dipilih harus dalam keadaan dapat beroklusi dengan gigi asli dan
memiliki kontak interproksimal dengan dua gigi asli yang berdekatan; dimensi
kavitas tidak boleh melebihi 2/3 dari jarak oro-vestibular antar cusp (ketebalan
dinding yang tersisa dianggap minimum 2,5-3 mm); margin ditempatkan pada
enamel; tidak ada titik kontak yang hilang; resin komposit dibuat oleh operator yang
sama; bahan yang digunakan untuk merestorasi gigi adalah microhybrid resin
komposit Filtek z250 (3M ESPE, ST. Paul, MN, USA) dengan Adper Single Bond
(3M ESPE, ST. Paul, MN, USA) two-step-total-etch adhesive. Pasien-pasien ini tetap
dalam tindak lanjut klinis secara kontinu selama 6-13 tahun terakhir, termasuk
setidaknya 1 kunjungan kontrol tahunan tanpa adanya kunjungan ke dokter gigi lain.
Kegagalan endodontik dan periodontal (kecuali gejala yang berhubungan dengan
fraktur akar vertikal) dikeluarkan dari penelitian untuk memberikan data yang
menunjukkan kegagalan restoratif. Karakteristik kelompok studi disajikan pada tabel
1. Distribusi restorasi resin komposit yang dievaluasi pada gigi vital dan gigi yang
telah dirawat endodontic pada pasien yang terlibat ditunjukkan pada gambar 1.
2.2. Prosedur endodontik dan restoratif

Semua perawatan dan restorasi saluran akar dilakukan oleh satu operator antara
tahun 2004 dan 2011. Prosedur dilakukan dengan anestesi lokal jika diperlukan.
Dalam kasus kelompok gigi vital (kelompok I), karies primer dihilangkan dengan
dialiri aliran air. Setelah pemilihan warna, daerah kerja diisolasi menggunakan
rubber dam. Untuk semua kavitas, matriks logam tipis (Hawe Neos, Bioggio, Swiss)
digunakan dan penempatan wedges dilakukan dengan wooden wedges (Hawe Neos,
Bioggio, Swiss). Semen kalsium-hidroksida (Dycal, Detrey Dentsply, Konstanz,
Jerman) digunakan untuk melindungi kompleks dentin-pulpa pada kavitas yang
dalam dengan sisa dentin yang tipis (kurang dari 0,5 mm). Semen kalsium-hidroksida
ditutup dengan lapisan tipis konvensional (Ketac Fil, 3m Espe, St. Paul, Mn, Usa)
atau semen glass ionomer yang dimodifikasi resin (Ionolux, Voco Gmbh, Cuxhaven,
Jerman). Setelah pemasangan semen base, dilakukan aplikasi asam fosfat 37% (3M
ESPE, ST. Paul, MN, USA) pada seluruh kavitas menurut teknik total-etch. Gel asam
pertama kali diterapkan pada enamel selama 5 detik, diikuti oleh penerapan 15 detik
pada dentin dan enamel. Setelah 20 detik, kavitas dibilas dan dikeringkan dengan
hati-hati menggunakan udara (wet bonding technique), sistem adhesive enamel-dentin
one step etch-and-rinse (Adper Single Bond, 3M ESPE, ST. Paul, MN, USA)
diaplikasikan dengan waktu aplikasi minimal 15 detik dan dikeringkan untuk
menguapkan pelarut. Kemudian dilakukan curing dengan unit curing led (intensitas
cahaya 1100-1200 mW / cm2, panjang gelombang 400-500 nm) (Elipar Freelight,
3m Espe, St. Paul, Mn, As; Woodpecker LED C, Guilin, Cina) selama 20 detik. Resin
komposit mikrohybrid (filtek z250, 3m espe, st. Paul, mn, usa) ditempatkan
menggunakan teknik incremental; setiap kenaikan lapisan (maks. 2 mm) dilakukan
curing selama 30 detik di area yang dalam dan selama 20 detik di area yang dangkal.
Setelah memeriksa oklusi / artikulasi, pemolesan akhir dilakukan dengan fine-grit
diamonds (grit 60 dan 40 µM) untuk menghilangkan sisa debris, diikuti dengan
pemolesan dengan rubbers points (Shofu composite polishing kit, Shofu co., Jepang)
dan dengan strip aluminium oksida (Sof-Lex Finishing Strips, 3M ESPE, ST. Paul,
MN, USA) untuk permukaan interproksimal sampai semua restorasi dianggap dapat
diterima secara klinis.

Dalam kasus gigi yang dirawat saluran akar (kelompok II), prosedur endodontik
berikut dilakukan sesuai dengan prosedur yang digunakan di klinik: isolasi rubber
dam adalah wajib untuk perawatan saluran akar. Setelah preparasi akses koronal dan
pengangkatan jaringan pulpa, penentuan panjang kerja dilakukan dengan radiografi.
Saluran akar dibersihkan dan dipreparasi dengan teknik step-back menggunakan
stainless steel K-type hand files (Diadent Europe B.V., Almere, Netherlands).
Natrium hipoklorit 2,5% dan EDTA 17% digunakan sebagai irigan saluran akar.
Saluran akar diobturasi dengan gutta-percha cones (Dochem Gutta Percha Points,
Shanghai, China) dan dengan sealer berbasis epoksi-resin (AH Plus, Dentsply Detrey
Gmbh, Konstanz, Jerman) menggunakan teknik kondensasi cold lateral ke level 1–2
mm di bawah orifices. Kavitas akses dibersihkan menggunakan cotton pellet yang
direndam alkohol, dicuci dengan semprotan udara / air, dan dikeringkan sebelum
prosedur restoratif. Setelah prosedur adhesif (lihat kelompok I), resin komposit
flowable-light cured (Filtek Flow; Filtek Ultimate Flowable, 3M ESPE, ST. Paul,
MN, USA) diaplikasikan secara perlahan ke dalam lubang saluran akar dan dilakukan
cured dengan light-cured selama 40 detik. Setelah itu, lapisan kedua resin komposit
flowable diaplikasikan dalam ketebalan lapisan 0,5 mm untuk menutup lantai dan
dinding aksial dari ruang pulpa dan dilakukan light-cured selama 40 detik. Prosedur
restoratif selanjutnya dari kavitas kelas II mengikuti prosedur yang dijelaskan dalam
kelompok I.

2.3. Evaluasi dan analisis statistik

Restorasi dievaluasi antara bulan Maret dan Mei 2018 oleh dua pemeriksa yang
telah dikalibrasi menggunakan kaca mulut dan explorer, sesuai dengan kriteria
layanan kesehatan masyarakat amerika serikat (USPHS) yang dimodifikasi. Dokter
gigi dilatih dan dikalibrasi sebelum dimulainya evaluasi. Analisis Statistik Cohen
Kappa digunakan untuk menghitung kesepakatan validasi antar pemeriksa.
Kesepakatan intra-observer (nilai kappa, 0,76 dan 0,79) dan inter-observer (nilai
kappa, 0,84) ditemukan sangat baik. Pada proses pemeriksaan gigi, permukaan gigi
dikeringkan dengan aliran udara, kecuali untuk penilaian warna. Kontrol permukaan
dilakukan dengan bantuan benang gigi dan dengan probe gottlieb. Vitalitas gigi pada
kelompok I diperiksa dengan uji sensitivitas menggunakan semprotan dingin (DC
Kältespray, DC Dental Central Gmbh, Trittau, Jerman) dan pelet kapas kecil.

Untuk menghindari paparan radiasi yang tidak perlu, radiografi hanya dibuat
pada kasus-kasus gigi yang memerlukan perawatan saluran akar (kelompok II) dan
kasus-kasus gigi vital (kelompok I) ketika pemeriksaan klinis evaluasi. 35
Pengumpulan data dilakukan dengan mengevaluasi riwayat restorasi dari rekam
medis gigi dan dengan evaluasi klinis dari restorasi yang masih berfungsi pada
kunjungan evaluasi. Jika restorasi gagal, data dan alasan kegagalan dicatat. Semua
intervensi ulang didaftarkan sebagai kegagalan karena penggantian atau perbaikan,
namun, perbaikan karena karies pada permukaan gigi yang tidak diisi dengan resin
komposit yang dapat diterima tidak dianggap sebagai alasan kegagalan. Selain itu,
file pasien lengkap dinilai melibatkan pemeriksaan radiografi periapikal /
interproksimal tahunan parsial atau lengkap.

Evaluasi dilakukan sesuai dengan pedoman USPHS yang dimodifikasi. 4,36


Karakteristik restorasi yang dinilai adalah: karies sekunder, fraktur restorasi, fraktur
gigi (dibagi menjadi fraktur vertikal dan fraktur cusp), perubahan warna marjinal,
integritas marjinal, kehilangan retensi, kecocokan warna, bentuk anatomi, dan tekstur
permukaan. Karakteristik dinilai berdasarkan kriteria berikut:

Alpha (A) - restorasi tanpa perubahan atau tanpa tanda-tanda klinis.

Bravo (B) - restorasi dengan perubahan yang secara klinis dapat diterima dan
tanpa perlu penggantian.

Charlie (C) - restorasi dengan perubahan besar yang memerlukan penggantian


restorasi, yang secara klinis tidak dapat diterima

Estimasi risiko pasien mengenai stres oklusal terkait bruxisme ditentukan oleh
laporan diri dan pemeriksaan klinis. Anamnesa dilakukan dengan survei kuesioner
menurut Pintado dkk.37 berfokus pada malam hari atau bangun tidur, kelelahan rahang
atau sakit kepala temporal saat bangun. Pemeriksaan klinis meliputi deteksi keausan
gigi, chipping atau abfraksi, hipertrofi atau ketidaknyamanan otot pengunyahan,
hipersensitivitas gigi, klicking pada sendi temporomandibular dan indentasi lidah atau
pipi.38

Pengumpulan data dan analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS


for windows 23.0 (SPSS, Chicago, IL, USA). Parameter terkait pasien dan gigi
diperkirakan antara kelompok I dan II menggunakan uji Mann-Whitney dan Pearson
Chi-Square. Perbedaan dalam kriteria kualitatif antara kelompok yang diselidiki
dianalisis menggunakan uji exact fisher dan risiko relatif (RR) diperkirakan untuk
setiap parameter yang dievaluasi dengan masing-masing 95% convidence interval
(CI 95%). Selanjutnya, estimasi probabilitas (EP) dan CI 95% dihitung untuk fraktur
cusp dan fraktur akar vertikal pada gigi yang telah dirawat endodontik. Model regresi
multivariat cox digunakan untuk mengevaluasi pengaruh variabel (usia, jenis
kelamin, jenis gigi, lokalisasi, tingkat pengisian, tekanan oklusal, dan kondisi gigi)
terhadap kegagalan perawatan. Karena efek cluster yang terkait dengan beberapa
restorasi pada beberapa individu dan variabel kontekstualnya, tingkat kejadian rata-
rata dimodelkan dan dibandingkan dengan istilah “shared frailty”. Model ini
merupakan perpanjangan dari model bahaya proporsional cox yang mencakup istilah
fraility untuk memperhitungkan ketergantungan kontekstual peristiwa ke dalam
perhitungan. Adjusted Hazard Ratios (HR) dengan masing-masing CI95% juga
ditentukan. Analisis Kaplan-Meyer dengan CI95% digunakan untuk menghitung
ketahanan restorasi, dan uji log-rank digunakan untuk menentukan apakah ada
perbedaan yang signifikan untuk hasil ketahanan kelompok yang diselidiki. Nilai p
kurang dari 5% dianggap signifikan secara statistik dalam semua tes yang diterapkan.

3. Hasil

Dalam penelitian ini total 597 restorasi resin komposit kelas II posterior
dievaluasi setelah periode pengamatan rata-rata 8,6 ± 2,3 tahun. Tingkat penarikan
adalah 78% (557 pasien dari 714) dan tingkat drop-out adalah 66% sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi, oleh karena itu 245 pasien dewasa dengan restorasi
direct resin komposit dievaluasi. 485 tambalan ditempatkan di gigi vital dan 112
tambalan di gigi yang telah dirawat saluran akar. Tanggal penempatan dan tanggal
kegagalan diperoleh dari catatan gigi. Dari 485 restorasi gigi vital, 5 (1,03%)
ditentukan tidak dapat diterima. Alasan kegagalan termasuk karies sekunder dan
fraktur restorasi. Dari 112 restorasi gigi non-vital, 26 (23,2%) gagal dan alasan
kegagalannya adalah fraktur vertikal, fraktur cusp yang tersisa, fraktur restorasi,
karies sekunder, dan hilangnya adhesi. Restorasi gigi vital dan non-vital yang gagal
selama periode pemantauan 13 tahun disajikan pada tabel 2. Semua restorasi yang
diberi peringkat "charlie" dianggap gagal. Fraktur vertikal dianggap sebagai
kegagalan katastropik dan restorasi dikeluarkan dari evaluasi berikutnya. Fungsi
ketahanan gigi vital dan non-vital yang dirawat diplot terhadap tanggal kegagalan
dihitung dengan menggunakan metode Kaplan-Meier dengan uji Log-Rank untuk
restorasi resin komposit selama maksimum 13 tahun pelayanan (gbr. 2). Keberhasilan
keseluruhan selama periode pendaftaran adalah 98,97% [1- (5/485) × 100] untuk gigi
vital dan 76,8% [1- (26/112) × 100] untuk gigi non-vital. Tingkat kegagalan tahunan
untuk restorasi resin komposit pada gigi vital dan gigi yang telah dirawat saluran akar
adalah masing-masing 0,08% dan 1,78%. Terjadinya defisiensi (kode b dan c) dan
estimasi rasio risiko relatif untuk variabel yang dievaluasi dari restorasi resin
komposit pada gigi vital dan saluran akar ditunjukkan pada tabel 3. Estimasi
probabilitas fraktur cusp pada gigi yang dirawat saluran akar adalah p = ˆ [5/112] =
0,045 (CI95% = 0,02-0,1) dan untuk fraktur vertikal adalah ˆp = [10/112] = 0,089
(CI95% = 0,05-0,16) dan CI95% untuk probabilitas dihitung sesuai dengan interval
kepercayaan wilson untuk proporsi.39 Model regresi cox dengan shared fraility untuk
pengaruh faktor risiko yang dievaluasi pada ketahanan gigi yang dirawat secara
endodontik disajikan pada tabel 4.
Gambar 1 Analisis survival Kaplan-Meier dengan uji Log-Rank dari penambalan resin komposit pada
gigi vital dan non-vital.
4. Diskusi

Dalam studi klinis retrospektif ini, kinerja klinis jangka panjang restorasi direct
resin komposit yang diterapkan di kavitas kelas II pada gigi vital dan gigi yang telah
dirawat endodontik dianalisis selama periode waktu yang panjang. Tujuan utama dari
penelitian ini adalah untuk mengamati apakah restorasi direct resin komposit yang
digunakan untuk merestorasi gigi vital atau gigi yang telah dirawat endodontik
menunjukkan kinerja dan kualitas klinis yang berbeda.

Lebih lanjut, pengaruh faktor terkait pasien (usia, jenis kelamin), gigi (molar vs
premolar, atas vs bawah) dan restorasi (usia, dua permukaan vs tiga permukaan) dan
adanya bruxism terkait stres oklusal dianalisis hubungannya dengan ketahanan
restorasi. Kinerja klinis yang memuaskan diamati untuk restorasi restorasi direct resin
komposit, dengan tingkat kegagalan tahunan 0,08% untuk kelompok I dan 1,78%
untuk kelompok II setelah periode pengamatan rata-rata 8,6 ± 2,3 tahun. Meskipun,
AFR pengisian resin komposit pada gigi vital dan non-vital sebanding, nilai hazard
(HR: 25,3) untuk kegagalan restorasi jika gigi sudah dirawat saluran akar ternyata
signifikan secara statistik. Namun, hasil dan analisis ketahanan mengenai perbedaan
antara kelompok harus ditafsirkan dengan hati-hati sebagai jumlah kasus - terutama di
kelompok II - dan jumlah kegagalan - terutama di kelompok I - terbatas dan karena
sifat retrospektif penelitian.

Beberapa perspektif jangka panjang3,5,8,40 dan studi retrospektif1,4,9 tersedia


dalam literatur mengenai ketahanan restorasi resin komposit pada gigi vital, namun,
ada kekurangan literature mengenai hasil jangka panjang dari uji klinis mengenai
kinerja restorasi restorasi resin komposit pada gigi non vital. Salah satu alasan dari
rendahnya jumlah penelitian jangka panjang adalah bahwa studi tersebut memakan
waktu dan faktor-faktor seperti kepatuhan pasien, kegagalan mengingat membuat
penyelidikan ini rumit.41 Dalam penelitian ini tingkat kembalinya pasien untuk
kontrol adalah 78% selama 13 tahun (6-13 tahun), namun, tingkat drop-out adalah
66% sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dengan kriteria yang ketat, penulis
mencoba menyediakan kelompok eksperimen yang homogen dalam studi retrospektif
untuk mengecualikan hasil yang beragam yang muncul dari parameter seperti jumlah
struktur gigi yang tersisa, keterampilan operator, bahan resin komposit dan sifat
perekat.

Alasan lain yang mungkin dari rendahnya jumlah penelitian bisa menjadi
ketidakpastian dalam keputusan pengobatan mengenai restorasi gigi yang telah
dirawat endodontik. Dipercaya secara luas di kalangan dokter gigi bahwa perubahan
biologis setelah perawatan saluran akar membuat gigi lebih rapuh dan rentan terhadap
kegagalan.42 Menurut fakta ini, restorasi mahkota telah dianjurkan sebagai cara untuk
memperkuat gigi setelah perawatan endodontik. Gigi yang dilindungi dengan
mahkota dengan cakupan penuh setelah perawatan saluran akar mungkin mengalami
distribusi muatan yang lebih baik dan karena itu kurang rentan terhadap patah.
Namun, untuk menutupi semua gigi yang telah dirawat endodontik dengan mahkota
gigi mungkin merupakan kesimpulan klinis yang buruk karena tidak ada bukti tentang
hubungan antara tipe morfologi gigi, tingkat dan distribusi kehilangan jaringan keras
koronal, jenis restorasi akhir dan pola pemuatan oklusal individu. Hasil yang
bertentangan ditemukan pada cara merestorasi gigi yang telah dirawat endodontik
dalam literatur. Dari hasil studi klinis jangka panjang, disimpulkan, bahwa risiko
kegagalan yang lebih tinggi dikaitkan dengan gigi non-vital dan kejadian kematian
gigi lebih sering terjadi tanpa restorasi prostetik.43 Salehrabi dan Rotstein menemukan
bahwa jumlah gigi yang telah dirawat endodontik yang diekstraksi tanpa mahkota
adalah 5,8 kali lipat lebih tinggi pada gigi premolar, dan 6,2 kali lipat lebih tinggi
pada gigi molar dibandingkan dengan gigi dengan mahkota. 44 Sebaliknya, mannocci
dkk. Dalam uji klinis mereka tidak menemukan perbedaan antara tingkat ketahanan
gigi non vital dengan atau tanpa cakupan mahkota setelah periode jangka pendek
(tiga tahun).31 Lebih banyak prosedur pemeliharaan struktur gigi termasuk cakupan
cusp, seperti resin komposit indirect atau onlay keramik telah menunjukkan hasil
yang menguntungkan dalam ketahanan gigi dengan tingkat keberhasilan lebih dari
92% selama 4 tahun follow-up.45,46 Xie dkk. menemukan bahwa resin komposit yang
digunakan untuk cakupan cuspal pada gigi premolar yang dirawat secara endodontik
telah terbukti memberikan resistensi fraktur mirip dengan gigi yang tidak dirawat dan
resistensi fraktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan restorasi komposit
intrakoronal.29 Dalam penelitian ini, keberhasilan keseluruhan selama periode
pendaftaran adalah 98,97% (AFR: 0,08%) untuk gigi vital. Hal ini sejalan dengan
penelitian lain, di mana ketahanan secara keseluruhan adalah 98,5% setelah 8 tahun, 5
97,8%4 atau 95%9 setelah periode tindak lanjut 10 tahun. Mereka menyimpulkan
bahwa hasil yang baik dapat dijelaskan oleh operator tunggal dan terampil - sehingga
pengaruh operator dalam hasil terbatas - dan oleh status sosial ekonomi yang tinggi
dan kebersihan mulut yang baik dari pasien, sama seperti dalam penyelidikan kami.
Namun, ada investigasi jangka panjang, di mana hasilnya menunjukkan angka
ketahanan yang lebih rendah dan tingkat kegagalan tahunan untuk gigi vital. Dalam
ulasan dan meta-analisis, opdam dkk menemukan tingkat kegagalan tahunan rata-rata
pada 5 dan 10 tahun sebesar 1,8% dan 2,4% untuk restorasi resin komposit posterior
(masing-masing kelas II), yang dapat dianggap memuaskan dari perspektif klinis.47
AFR untuk restorasi resin komposit gigi yang telah dirawat endodontik adalah 1,78%
dalam studi retrospektif ini setelah periode pengamatan rata-rata 8 tahun, yang
sebanding dengan AFR resin komposit di gigi vital, meskipun, studi lain pada gigi
yang diisi akar telah menunjukkan restorasi direct memiliki tingkat ketahanan
sepuluh tahun yang lebih rendah (63%).28

Daya tahan restorasi resin komposit pada gigi yang telah dirawat endodontik
menunjukkan kinerja yang lebih baik (80%) setelah periode observasi yang lebih
singkat (3 tahun follow-up) menurut Scotti dkk.48 Hasil yang baik dijelaskan oleh
kriteria inklusi yang mempertimbangkan ukuran restorasi resin komposit yang terlibat
dan ukuran kavitas yang diisi juga struktur gigi yang tersisa. Gigi-gigi tersebut
dimasukkan dalam penelitian ini, di mana ukuran oro-vestibular dari tambalan
memiliki dimensi kavitas tidak lebih besar daripada 1 / 3-2 / 3 dari jarak cusp-cusp
oro-vestibular dan cusp dinding yang tersisa. Ketebalan dianggap minimum 2,5-3
mm. Hasil studi in vitro oleh haralur dkk menunjukkan bahwa gigi yang telah dirawat
endodontik dengan 2,5 mm sisa ketebalan dinding dentin memiliki resistensi fraktur
yang sama dari gigi kontrol yang tidak diobati. 49 Menurut protokol kami, jika lebar
kavitas melebihi dimensi yang disebutkan di atas, cakupan cusp direct atau indirect
harus dilakukan. Ketebalan dentin di bawah dinding atau cusp yang tersisa sangat
penting dalam kaitannya dengan fraktur - terutama kedalaman kavitas meningkat
dengan preparasi akses-, sehingga ketahanan restorasi atau gigi. Dalam studi klinis
prospektif, pengukuran objektif ukuran kavitas (lebar dan kedalaman) dalam
kaitannya dengan struktur gigi yang tersisa akan menghasilkan kesimpulan yang lebih
akurat. Dari sudut pandang ini, sifat retrospektif dari penelitian kami dapat membatasi
kesimpulan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Cerutti dkk., 50 mengevaluasi defleksi
cuspal pada gigi premolar utuh dan gigi yang telah dirawat endodontic yang
direstorasi dengan amalgam atau resin komposit dan hasilnya menunjukkan bahwa
defleksi cuspal pulih pada tingkat 17% pada bahan restoratif amalgam dan pulih pada
tingkat 54 hingga 99% pada bahan restorasi resin komposit.

Dalam penelitian ini, restorasi yang disertakan adalah dua permukaan


(kelompok I 34%, kelompok II 39,3%) dan tiga permukaan (kelompok I 66%,
kelompok II 60,7%), dan dampak dari perpanjangan pengisian resin komposit
diselidiki sebagai faktor risiko. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tingkat restorasi
(mis. MO / OD vs MOD) tidak memiliki dampak yang signifikan secara statistik pada
tingkat ketahanan, baik di kelompok I maupun di kelompok II. Hal ini sejalan dengan
beberapa penyelidikan yang dilakukan pada gigi posterior vital, 51,52 atau pada gigi
yang telah dirawat endodontik,53 namun, penurunan ketahanan telah terdeteksi dalam
kasus kavitas MOD dibandingkan dengan restorasi MO atau OD dalam penelitian
terbaru.3,4,9,54
Dalam penelitian ini, faktor-faktor risiko lain, seperti usia, jenis kelamin dan
lokasi tidak secara signifikan terkait dengan ketahanan gigi, baik di kelompok I,
maupun di kelompok II. Hal ini sejalan dengan hasil Nagasiri dan Chitmongkolsuk, 55
di mana faktor-faktor yang disebutkan di atas tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap ketahanan gigi yang telah dirawat endodontik. Namun, hasil ini
hanya sebagian sejalan dengan hasil studi klinis sebelumnya yang menyelidiki gigi
vital, pada penelitian tersebut menunjukan hasil bahwa jenis gigi, dan sejumlah
permukaan4 atau jenis dan lokasi gigi52 secara signifikan menurunkan ketahanan
keseluruhan restorasi resin komposit langsung setelah jangka panjang. Ferrari dkk. 56
dan Ghavamnasiri dkk.57 juga menemukan korelasi antara lokasi dan kegagalan gigi
yang telah dirawat endodontik karena gigi posterior rahang atas lebih mungkin untuk
mengalami kegagalan daripada gigi posterior rahang bawah.

Dalam kasus keausan oklusal yang berlebihan pada gigi, telah dilaporkan
bahwa kekuatan pengunyahan maksimum dapat mencapai sepuluh kali lebih besar
daripada pada oklusi seimbang.58 Hasil kami menunjukkan bahwa pasien dengan stres
oklusal yang berhubungan dengan bruxisme lebih sering mengalami kegagalan
restorasi (p <0,001) (HR 37,1; CI95% 8,4–163,7) atau fraktur katastropik terjadi pada
gigi yang telah dirawat saluran akar. Namun, harus disebutkan sebagai batasan
penelitian ini, bahwa pengukuran objektif bruxisme tidak dilakukan, pemeriksaan
klinis didasarkan terutama pada anamnesis dengan kuesioner dan temuan klinis.
Dalam studi retrospektif berbasis praktik oleh Van de sande dkk., risiko karies dan
stres oklusal sebagai faktor risiko mengakibatkan rasio hazard kegagalan restorasi
masing-masing 4,4 dan 2,8, pada gigi vital. Eliyas dkk. 22 menemukan, bahwa gaya
horizontal yang disebabkan oleh parafungsi dapat meningkatkan risiko kegagalan
endodontik, meskipun, Zarow dkk.59 menyimpulkan dalam artikel review mereka,
bahwa tidak ada yang dapat ditemukan dalam literatur terkait dengan parafungsi dan
kegagalan gigi yang telah dirawat endodontik. Temuan kami menunjukkan
peningkatan kegagalan yang signifikan pada kelompok gigi yang telah dirawat
endodontik terhadap resiko terjadinya fraktur cusp dan fraktur akar vertikal gigi,
namun kegagalan ini tidak terjadi pada gigi vital. Estimasi risiko relatif untuk
peristiwa ini tidak dapat diandalkan karena CI95% yang dihitung sangat luas
menunjukkan bahwa ukuran sampel (kejadian yang tidak menguntungkan) di
kelompok I terlalu kecil. Untuk menarik kesimpulan dari data perlu direplikasi
dengan ukuran sampel yang lebih besar. Menghitung perkiraan probabilitas untuk
fraktur cusp (0,045; CI95% 0,02-0,1) dan untuk fraktur vertikal (0,089; CI95% 0,05-
0,16) memberikan nilai yang lebih dapat diandalkan untuk kejadian kegagalan ini.
Fraktur gigi terjadi secara statistik lebih sering pada gigi yang telah dirawat
endodontik jika stres oklusal terkait bruxisme terdeteksi.

Dalam penelitian ini, sistem two step total etch dan resin komposit mikro-
hybrid digunakan untuk semua restorasi direct. Ini dapat menstandarisasi prosedur
adhesif dan mengecualikan perubahan yang mungkin berasal dari sistem adhesif dan
restorasi resin komposit yang berbeda, oleh karena itu, perbandingan langsung antara
perbedaan adhesi pada gigi vital dan non vital dapat dilakukan. Demikian pula
dengan Gordan dkk.60 dan Lempel dkk.4 menyatakan bahwa perubahan warna
marginal adalah defek yang paling sering diamati pada restorasi gigi vital. Selain itu,
membandingkan restorasi pada gigi vital dan non vital, perubahan marginal yang
terjadi saat ini (RR 3.5) dan juga pembentukan celah marginal (RR 7.2) secara
signifikan lebih sering terjadi pada gigi yang dirawat saluran akar. Peningkatan
kerusakan pada antarmuka adhesif menyebabkan secara signifikan lebih banyak
kehilangan retensi pada kelompok II (2,7%) berlawanan dengan 0% pada kelompok I,
namun RR yang dihitung tidak dapat diandalkan, karena jumlah kasus sangat rendah.
Secara umum, kualitas marginal menurun dari waktu ke waktu karena interaksi
fisiologis dan kimia dengan lingkungan oral, dan timbulnya degradasi dapat
menyiratkan masalah yang terkait dengan perekat atau resin komposit. Di sisi lain,
kualitas antarmuka host, yaitu permukaan dentin juga memiliki dampak tinggi pada
retensi mikromekanis. Perbedaan signifikan dalam antarmuka restorasi dentin pada
gigi vital dan non-vital dapat timbul dari efek degradasi bahan kimia yang digunakan
selama perawatan endodontik.14 Perdigao dkk.61 menilai efek 10% gel NaOCl pada
kekuatan ikatan geser dari sistem adhesive total etch dan hasilnya menunjukkan
bahwa aplikasi naocl secara progresif mengurangi kekuatan ikatan geser, terutama
ketika waktu aplikasi meningkat. Frankenberger dkk.62 menemukan bahwa setelah
penambahan aplikasi NaOCl setelah proses etsa, kekuatan ikatan dentin dan adaptasi
marginal dari restorasi direct resin komposit menurun secara signifikan. Di sisi lain,
preparasi akses meningkatkan kedalaman kavitas, sehingga defleksi cuspal lebih
jelas. Peningkatan defleksi dapat mengintensifkan gaya geser pada antarmuka,
menghasilkan debonding antara dinding kavitas dan perekat. Taha dkk.
memperlihatkan dalam investigasi in vitro mereka, bahwa defleksi cusp, strain dan
terjadinya celah marginal MOD kavitas meningkat setelah perawatan saluran akar. 64
Karena kualitas antarmuka adesif menurun dan terjadi debonding, restorasi mungkin
meningkatkan kerentanan terhadap kegagalan selama fungsi. Termasuk restorasi resin
komposit langsung kelas II yang dibuat dengan satu merek resin komposit mikro
hibrida memungkinkan untuk menganalisis efek perawatan endodontik terhadap
perilaku restorasi tidak termasuk faktor-faktor yang tergantung pada material.
Penurunan dukungan dapat membahayakan integritas marjinal restorasi dan dapat
menyebabkan pengembangan mikro dalam materi. Retakan ini dan mungkin
penurunan propriosepsi dengan pembebanan yang kurang terkontrol22 adalah alasan
tingginya insiden kebocoran marginal (RR 7.2) dan kekasaran permukaan (RR 6.5)
dalam gigi yang telah dirawat endodontik dibandingkan dengan kelompok I.
Investigasi sebelumnya menyarankan, yang mengarahkan restorasi resin komposit
melalui retensi adhesif memiliki efek penguat, yang meningkatkan resistensi fraktur
preparat kavitas kelas II.65-67 Oleh karena itu, degradasi antarmuka gigi resin komposit
juga dapat menurunkan resistensi fraktur gigi, seperti yang terdeteksi dalam
penelitian kami. Fraktur cusp (4,5%) dan fraktur akar vertikal (8,9%) sebagai
kegagalan katastropik terjadi secara signifikan lebih sering pada kelompok II
dibandingkan dengan kelompok I, di mana frekuensi kegagalan ini adalah 0%.
Meskipun, seperti yang dibahas di atas, kehilangan jumlah dentin yang mendukung
mungkin memiliki dampak yang lebih tinggi pada resistensi fraktur, kerusakan
antarmuka adhesif juga dapat mempengaruhi ketangguhan fraktur gigi yang telah
dirawat endodontik yang direstorasi.

Berfokus pada fraktur restorasi, ditemukan bahwa 3 dari 485 kegagalan (0,6%)
terjadi pada gigi vital, sementara itu, 1 dari 112 (0,9%) pada gigi yang telah dirawat
endodontik dan RR adalah 1,4 untuk gigi yang telah dirawat endodontik. Namun,
interpretasi hasil harus hati-hati dan bijaksana, mengingat rendahnya jumlah kasus
gagal. Pada kelompok II frekuensi karies sekunder juga lebih tinggi dengan RR 13,8
dibandingkan dengan gigi vital. Dalam studi prospektif acak selama 6 tahun, Van
dijken dkk. menunjukkan bahwa 63% lesi karies berulang ditemukan pada pasien
dengan risiko karies tinggi dan tingkat keberhasilan keseluruhan adalah 88,1%,8,52
penelitian tersebut juga menyimpulkan, bahwa kegagalan restorasi berhubungan
dengan risiko karies tinggi. Namun, dalam penelitian kami pasien dengan motivasi
baik dengan kebersihan mulut yang baik dan tingkat sosial ekonomi yang tinggi,
menjadi sasaran pemeriksaan berkala. Insiden karies sekunder adalah 0,4% pada gigi
vital. Baldissera dkk.9 dan Lempel dkk.4 juga menemukan tingkat karies sekunder
yang rendah pada gigi vital dan menyimpulkan dalam studi retrospektif jangka
panjang mereka, bahwa hasil yang baik (masing-masing 95% dan 97,9%) dapat
dijelaskan oleh operator tunggal dan terampil dan oleh status sosial ekonomi pasien
tinggi juga dengan status dan kebersihan mulut pasien yang baik, sama seperti dalam
penyelidikan kami. Oleh karena itu, semakin tinggi frekuensi karies sekunder
ditemukan pada pasien yang sama, dikaitkan dengan konsekuensi merugikan yang
disebutkan di atas dari perawatan endodontik, seperti kerusakan antarmuka adhesif
dan defleksi cusp yang mengakibatkan pembentukan celah marginal.

Kecocokan warna dengan RR 4.2 juga ditemukan lebih rendah di gigi yang
telah dirawat endodontik. Perubahan warna menjadi keabu-abuan dari struktur gigi
yang tersisa dapat terlihat pada restorasi, atau disclosing agent dapat menembus ke
dalam sebagian besar bahan resin komposit di sepanjang microcracks yang
disebutkan di atas. Selain itu, jumlah monomer matriks yang tidak bereaksi, foto-
inisiator dan co-inisiator memiliki pengaruh yang cukup besar pada perubahan warna
resin komposit,68 karena konfigurasi kavitas (peningkatan kedalaman) dari gigi yang
telah dirawat endodontik tidak menguntungkan mengingat photopolimerisasi.69

Gigi dengan restorasi yang gagal, bagaimanapun, tetap dipertahankan berfungsi


dengan perbaikan chipping atau fraktur yang lebih kecil dari pengisian restorasi direct
resin komposit lama atau penggantian dengan restorasi indirect (overlay keramik /
mahkota keramik / post dan mahkota) dalam kasus karies sekunder, fraktur cusp atau
kehilangan retensi. Namun, fraktur akar vertikal adalah kegagalan fatal yang
mengharuskan pencabutan gigi. Keterbatasan penelitian kami adalah desain
retrospektif karena memiliki tingkat bukti klinis yang lebih rendah daripada uji klinis
prospektif. Ini menghasilkan kurangnya standarisasi indikasi dan protokol perawatan,
walaupun jika kondisi dijelaskan dengan baik dan dilakukan oleh satu atau hanya
beberapa operator, hasil uji coba retrospektif juga bisa bermanfaat secara klinis.
Batasan lebih lanjut adalah jumlah kasus yang tidak sama dalam dua kelompok yang
dibandingkan. Untuk memberikan daya yang cukup untuk statistik, perlu untuk
meningkatkan jumlah kasus di kelompok 1, karena angka kegagalan untuk beberapa
parameter yang dievaluasi terbukti rendah. Fakta itu membutuhkan interpretasi hasil
yang cermat dan bijaksana. Evaluasi lebih lanjut dengan peningkatan jumlah kasus di
kedua kelompok diperlukan untuk mengatasi keterbatasan ini.

5. Kesimpulan

Dalam keterbatasan studi retrospektif ini, kesimpulan berikut dapat ditarik:

1) Tingkat keberhasilan klinis restorasi resin komposit Kelas II posterior dapat


diterima untuk vital dan gigi yang telah di rawat endodontik, meskipun
ketahanan restorasi resin komposit pada gigi vital (98,97%) lebih tinggi
dibandingkan dengan gigi yang telah di rawat endodontik (76,8%) setelah
periode pengamatan 6-13 tahun.
2) Nilai Hazard (HR: 25,3) untuk kegagalan restorasi resin komposit pada gigi
yang dirawat secara endodontik adalah signifikan secara statistik.
3) Secara signifikan lebih banyak kegagalan terjadi untuk restorasi resin
komposit dalam gigi yang telah di rawat endodontik (AFR: 1,78%) dan
alasan kegagalan adalah karies sekunder, fraktur akar vertikal, fraktur cusp,
kehilangan retensi dan fraktur restorasi, sedangkan kegagalan yang paling
sering dari restorasi resin komposit di vital gigi (AFR: 0,08%) adalah karies
sekunder dan fraktur restorasi.
4) Frekuensi kejadian yang tidak menguntungkan (kode B, C) untuk setiap
parameter yang dievaluasi - kecuali bentuk anatomi - lebih tinggi pada gigi
yang telah di rawat endodontik, juga perubahan warna marjinal, integritas
marjinal, dan kecocokan warna adalah yang paling menonjol di antara
kejadian yang tidak menguntungkan.
5) Hanya stres oklusal dari faktor-faktor risiko yang dievaluasi yang memiliki
efek negatif terhadap ketahanan restorasi resin komposit di gigi yang telah
di rawat endodontik

Anda mungkin juga menyukai