Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

BIDANG ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK


REQUIREMENT: STAINLESS STEEL CROWN (SSC)

Dosen Pembimbing:
drg. Riski Amalia Hidayah, MPH
Nama Mahasiswa / NIM:
Mohammad Sawabi Ichsan/ G4B018028
Angkatan Koas: XIV

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET,


DANTEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2022
BAB I

ANALISIS KASUS

Pasien anak perempuan berusia 4 tahun datang dengan 6 kavitas lesi serta satu
lesi yang baru terbentuk. Operator menangani region kanan, interproximal
karies dengan menggunakan SSC.
Keseluruhan gigi posterior pasien direncanakan untuk dipulihkan
kembali dan diberi bahan pengisi, gigi molar permanen pasien juga belum
erupsi, sehingga aplikasi sealant tidak diperlukan untuk restorasi tersebut.
Namun operator menempatkan bahan Clinpro 3M sealant dan Varnish #M
yang berisi 5% sodium fluoride varnish putih dengan Tricalcium phosphate
ketika melakukan perawatan pada gigi sulung dan gigi molar permanen yang
memiliki groove yang dalam. Pengaplikasian bahan sealant akan
menggantikan prosedur pemolesan gigi dengan pumice secara berulangkali
ketika varnish akan mengeluarkan dosis fluoride secara berkelanjutan.
Dalam operator mempersiapkan restorasi mahkota, operator
menggunakan SSC 3M, termasuk juga beberapa ukuran dari setiap elemen
mahkota gigi untuk akses yang mudah. Operator juga mempersiapkan
instrumen, memilih crwon pusher yang cocok untuk memastikan mahkota
terpasang sepenuhnya dan instrument sendok untuk membantu melepas
mahkota setelah diaplikasikan, untuk memastikan cocok atau tidaknya
mahkota tersebut sebelum disementasikan.
Tahap awal preparasi gigi dimulai dengan pemasangan rubber dam.
Selanjutnya operator mengurangi bagian oklusal dari gigi pasien dengan tetap
menjaga kontur gigi yang baik. Kontak poin pada bagian mesial dan distal
dihilangkan dan bentuk diding yang tapered dan halus dibentuk dari oklusal
ke bagian gingiva harus bebas dari tepian dan shouder gigi. Hilangkan
keseluruhan jaringan karies dan bentuk akhiran membulat pada gigi. Pada
pengalaman operator setengah dari keseluruhan preparasi gigi dipenuhi
dengan pengangkatan jaringan karies. Biasanya tidak perlu dilakukan
preparasi dinding bagian bukal dan lingual pada gigi sulung kecuali ketika
dibutuhkan penegasan terhadap kecembungan dinding mesio-bukal seperti
yang terlihat pada beberapa gigi molar sulung.
Penggunaan SSC cukup flexibel untuk melewati kontur minor pada
gigi. Walaupun, ketika beberapa crown telah ditempatkan pada kuadran yang
sama, permukaan proksimal yang berdekatan dari gigi yang telah dipreparasi
harus dikurangi sedikit dari biasanya. Hal ini mengakibatkan penempatan
beberapa crown secara bersamaan dapat lebih mudah dilakukan.
Pemilihan ukuran crown yang baik dilakukan dengan mengukur lebar
mesio-distal antara kontak poin dari gigi yang dipreparasi dengan gigi
sebelahnya menggunakan sliding caliper. Operator menyarankan untuk
memilih ukuran crown yang paling kecil yang sesuai dengan ukuran gigi. Jika
ukuran crown terlalu besar, akan membutuhkan waktu untuk menyesuaikan
crwon agar memperoleh retensi yang baik. Penempatan crown pada gigi yang
dipreparasi dilakukan dari arah lingual kemudian dilanjutkan ke arah tepian
margin bukal gigi.
Crown akan sering menghasilkan bunyi click karena berada pada posisi
yang aman di area undercut gingiva. Tekanan yang kuat biasanya diperlukan
untuk menempatkan crown. Ketika crown sudah siap untuk disementasi,
operator menggunakan bahan RelyX 3M yang merupakan bahan luting dengan
tambahan automix RMGIC, yang mana dipilih karena menawarkan fitur tack
cure untuk mempermudah pembersihan bagian servikal gigi. Setelah crown di
sementasi pada gigi, kelebihan semen yang keluar pada bagian bukal gigi
dapat dihilangkan dengan mudah dengan instrumen ekskavator. Selanjutnya,
crown di periksa oklusinya.

A. Pemeriksaan Subjektif
1. Chief Complain (CC) : Pasien merasa banyak giginya berlubang
2. Present Illness (PI) : Tidak ada keterangan
3. Past Medical History (PMH) : Tidak ada kelainan
4. Past Dental History (PDH) : Tidak ada keterangan
5. Family History (FH) :Tidak ada riwayat penyakit
keturunan

6. Social History (SH) : Tidak ada keterangan

B. Pemeriksaan Objektif

Berdasarkan pemeriksaan objektif,

Terdapat karies dengan kedalaman media pada gigi 54,55, dan 84. Gigi 85 mengalami karies
superficial dan diketahui benih gigi molar permanen pasien belum tumbuh.
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak disertakan bukti pemeriksaan penunjang dalam kasus

D. Diagnosis

Pulpitis irreversible gigi 54, 55, dan 84 (K04.2)

Pulpitis reversible 85 (K04.1)

E. Rencana Perawatan

1. Restorasi direct gigi 85.

2. Restorasi indirect stainless-steel crown (SSC) pada gigi 55, 54, dan 84.

F. Tahapan Perawatan

1. Aplikasi fluoride topikal untuk meningkatkan perlindungan permukaan gigi


dan remineralisasi lesi karies pertama yang diaplikasikan dua kali setiap bulan.

2. Restorasi gigi geligi posteior mandibula (gigi 85) dengan GIC.

3. Restorasi bagian oklusal maksila dan madibula gigi molar sulung dengan
Preformed Metal Crowns (PMCs).

4. Aplikasi orthodontic separators digunakan untuk membentuk ruang pada


titik kontak distal dan mesial.

5. Pengambilan separator setelah 3 hari dan dilihat area interproksimal gingiva.


6. Pemilihan crown sampai menemukan crown yang menutupi semua cusp tanpa
preparasi dan mencapai titik kontak serta terasa ada sensasi spring back.

7. Sementasi dengan menggunakan RMGIC luting cement.


8. Pengecekan oklusi
9. Finishing dan polishing
10.Pemeriksaan radiografi
11.Pasien diinstruksikan untuk menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi
berfluoride 3 kali sehari dengan fluoride 250-550 ppmF dan menggunakan
fluoride topikal dengan varnish (10%) dua kali setahun. Orangtua pasien diminta
untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan kontrol rutin setiap 3 bulan.

G. Follow-Up

Kontrol rutin dilakukan setiap 3 bulan. Setelah dilakukan kontrol selama 18 bulan,
kondisi klinis dan radiografis stabil dengan kondisi jaringan periodontal yang
baik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen Pasien Anak


B. Stainless Steel Crown (SSC)
1. Gambaran Umum
Karies gigi banyak terjadi pada anak-anak. Karies yang meluas
menyebabkan diperlukannya restorasi yang dapat menutupi seluruh
permukaan gigi desidui seperti full coverage crown. Full coverage
crown yang digunakan pada anak-anak berupa stainless steel crown,
polycarbonate crown, dan strip crown. Stainless steel crown (SSC) disebut
juga dengan preformed metal crown (PMC) (Roma dan Hedge, 2016).
2. Indikasi
Indikasi penggunaan SSC diantaranya adalah (Dean dkk., 2016):
a. Restorasi pada gigi dengan anomali herediter seperti dentinogenesis
imperfecta atau amelogenesis imperfecta.
b. Restorasi gigi desidui atau permanen muda yang telah dipulpotomi
atau dipulpektomi ketika terdapat peningkatan risiko fraktur dari
struktur gigi yang tersisa.
c. Restorasi gigi yang fraktur.
d. Restorasi gigi desidui yang digunakan untuk abutment piranti.
e. Perlekatan untuk piranti orthodontik dan piranti untuk
menghilangkan kebiasaan buruk.
f. Restorasi gigi desidui atau gigi permanen muda dengan lesi karies
meluas dan atau lesi karies multipel.
g. Restorasi gigi desidui atau permanen hipoplastik yang tidak dapat
direstorasi secara adekuat dengan bonded restorations.
3. Kontraindikasi
Kontraindikasi penggunaan SSC diantaranya adalah (Badrinatheswar,
2010):
a. Pasien dengan alergi nikel
b. Masalah periodontal
c. Penggunaan pada gigi anterior karena estetik yang buruk
d. Gigi yang akan mengalami eksfoliasi dalam waktu 6-12 bulan
e. Gigi desidui dengan restorasi amalgam
4. Kelebihan dan Kekurangan
Penggunaan SSC memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan
penggunaan SSC diantaranya adalah (Marwah, 2014):
a. Dapat dilakukan pada satu kali kunjungan
b. Tidak memakan banyak waktu apabila dibandingkan dengan
estorasi tuang
c. Tidak membutuhkan prosedur laboratorium
d. Kurang sensitif terhadap kelembaban
e. Tidak rentan terhadap fraktur
f. Awet apabila dibandingkan dengan restorasi beberapa permukaan
g. Dapat digunakan dalam jangka waktu panjang
h. Tidak mahal
i. Kontak prematur dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak
j. Nyaman
Selain itu terdapat juga kekurangan lainnya seperti:
a. Tidak estetik
b. Sejumlah struktur gigi dihilangkan
c. Adaptasi marginal yang buruk dapat menyebabkan gingivitis
d. Inflamasi gingiva dapat terjadi karena kelebihan bahan sementasi
yang tidak dihilangkan
e. Margin distal yang overhanging dapat menyebabkan impaksi molar
pertama permanen
5. Tipe Stainless-Steel Crown
Terdapat beberapa tipe SSC, diantaranya adalah untrimmed crowns,
pretrimmed crowns, dan precontoured crowns. Untrimmed crowns adalah
SSC yang belum dipangkas dan dikontur sehingga perlu dilakukan
adaptasi sehingga memakan banyak waktu. Pretrimmed crowns memiliki
sisi yang lurus dan tidak berkontur namun dibentuk mengikuti garis
parallel dengan gingival crest. Tipe crown ini masih memerlukan
konturing dan trimming. Tipe crown lainnya adalah precontoured
crown. Crown ini dibentuk dan sudah dikontur sebelumnya, namun masih
memerlukan sedikit festooning dan trimming (Bradinatheswar, 2010).
6. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan saat melakukan restorasi
indirect dengan SSC adalah sebagai berikut (Bradinatheswar, 2010):
a. Pasien yang kooperatif
b. Motivasi orangtua
c. Pasien anak medically compromised dan pasien dengan disabilitas
7. Pertimbangan untuk Keberhasilan Penggunaan SSC
Terdapat beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk
keberhasilan penggunaan SSC, diantaranya adalah (Marwah, 2014):
a. Penghilangan karies
b. Pengurangan struktur gigi yang optimal untuk retensi crown yang
adekuat
c. Kurangnya kerusakan pada gigi yang berdekatan setelah melakukan
pembukaan kontak interproksimal
d. Pemilihan ukuran crown yang tepat untuk mempertahankan panjang
lengkung
e. Adaptasi marginal dan kesehatan gingiva yang baik
f. Oklusi yang baik
g. Prosedur sementasi yang optimal
8. Metode
Tindakan untuk mengaplikasikan SSC dilakukan dengan langkah-langkah
berikut (Marwah, 2014; Dean dkk., 2016):
a. Pemilihan ukuran crown
Ukuran crown yang dipilih adalah SSC dengan diameter mesiodistal
yang adekuat, memiliki resistensi saat diadaptasikan, serta memiliki
tinggi oklusal yang tepat. Crown dapat dipilih dengan mencoba
coba, mengukur diameter internal mesiodistal menggunakan boley
gauge atau vernier calliper, ataupun menggunakan tabel. Crown
tersebut kemudian diambil dengan pinset steril atau thum forceps.
b. Evaluasi oklusi
c. Anestesi local
d. Aplikasi rubber dam
e. Preparasi oklusal menggunakan pear shaped bur mengikuti kontur
gigi hingga terdapat clearance sebesar 1-1,5 mm.
f. Preparasi proksimal menggunakan bur no. 69L (needle shaped bur)
dengan kecepatan tinggi hingga tidak ada kontak dengan gigi
sebelahnya dan sonde dapat melewati gigi yang telah dipreparasi dan
gigi sebelahnya. Preparasi proksimal dilakukan dengan hati-hati
supaya tidak mengenai gigi sebelahnya. Margin gingiva pada
preparasi proksimal adalah feathered edge. Preparasi tersebut
dilakukan untuk membentuk kemiringan 2-5o.
g. Permukaan bukal dan lingual tidak perlu dipreparasi untuk
membantu retensi crown, namun dapat juga dilakukan pengurangan
tonjolan bukal terutama pada molar pertama desidui apabila
mengganggu penempatan crown.
h. Sudut-sudut dan tepi yang tajam dibulatkan dan dihaluskan dengan
menggunakan finishing bur.
i. Cek kontak oklusi dan proksimal.
j. Apabila ditemukan karies setelah dilakukan preparasi, maka
selanjutnya dilakukan ekskavasi. Apabila terdapat pulpa yang
terekspos, maka dapat dilakukan prosedur pulpotomi.
k. Perlekatan crown dilakukan untuk mencegah tersedak dan tertelannya
crown. Perlekatan crown diperoleh dengan menggunakan dental floss
pada aspek bukal atau dengan menggunakan kait pada bagian lingual
atau bukal.
l. Sebelum crown diadaptasikan, maka dilakukan festooning untuk
mempermudah penempatan crown dan meminimalisir false blanching
sign. Bagian bukal dan lingual molar kedua desidui serta bagian
lingual molar pertama desidui berbentuk seperti senyum (ᴗ), bagian
margin gingiva bukal molar pertama terlihat seperti huruf S yang
diregangkan, serta bagian proksimal molar desidui terlihat seperti
ekspresi cemberut (ᴖ) (Marwah, 2014).
Crown kemudian diadaptasikan dengan cara menempatkannya pada
bagian lingual dan memutarnya ke bagian bukal. Crown tersebut
akan terasa longgar dan terdapat kelebihan 2-3 mm ke arah gingiva,
kemudian margin tersebut ditandai dengan scaler atau glass marking
pencil.
Crown kemudian dilepaskan dan crown dipotong 1 mm di bawah garis
penanda tersebut dengan menggunakan gunting crown dan bridge.
Tepian crown kemudian dihaluskan dengan menggunakan finishing
bur dan dicek apakah terdapat area gingiva yang memucat atau tidak.
Apabila terdapat gingiva yang memucat, maka dilakukan pemotongan
crown kembali pada area tersebut. Setelahnya dilakukan pengecekan
perluasan crown pada gingiva. Perluasan crown pada gingiva tidak
boleh lebih dari 1 mm pada bagian bukal
dan tidak boleh lebih dari 0,5 mm pada bagian lingual (Marwah,
2014).
m. Crown contouring
Crown contouring dilakukan dengan menggunakan tang konturing no.
114 Johnson. Permukaan bukal dan lingual dikontur dengan
menggunakan tang bola dan soket (ball and socket pliers) dengan
menahan crown dengan kuat dan gaya dikerahkan dari sisi lawan
crown untuk membengkokkan 1/3 gingiva crown masuk ke dalam.
Tahapan ini membuat crown lebih retentif (Marwah, 2014).
n. Crown crimping
Crown crimping dilakukan dengan menggunakan tang crimping no.
417 pada 1/3 gingiva. Crimping dilakukan dengan menjalankan tang
pada sekitar crown tanpa diangkat. Tindakan ini dilakukan untuk
melindungi jaringan lunak, mencegah kebocoran semen, mencegah
kontaminasi, dan menghasilkan retensi yang adekuat (Marwah, 2014).
o. Adaptasi akhir
Crown diadaptasikan dengan arah bukal lingual dan ditekan
menggunakan jari dengan kuat serta masuk dengan baik. Setelah
dilakukan adaptasi akhir, maka perlu diperiksa apakah terdapat
destabilisasi dengan menekan eksplorer pada permukaan oklusal.
Gingiva di sekitar crown diperiksa apakah terdapat gingiva yang
memucat dan dilakukan presementasi serta pemeriksaan radiografi
(Marwah, 2014).
p. Finishing
Finishing crown dilakukan dengan menggunakan green stone dengan
low speed handpiece. Crown kemudian dihaluskan dengan finishing
bur dan dipoles dengan rubber wheel atau rouge (Marwah, 2014).
q. Sementasi
Sementasi dapat dilakukan dengan menggunakan zinc phosphate, zinc
oxide eugenol, reinforced zinc oxide eugenol, semen polikarboksilat,
serta GIC. Sebelum dilakukan sementasi, maka crown diambil dan
dibersihkan serta permukaan gigi juga dibersihkan. Setelah itu
dilakukan isolasi dan pasien diinstruksikan untuk tidak menutup
mulutnya. Apabila sementasi crown dilakukan pada gigi vital, maka
dapat dilakukan aplikasi varnish sebelum sementasi crown (Marwah,
2014).
Aplikasi bahan semen dilakukan dengan mencampur powder dan
liquid semen terlebih dahulu, kemudian minimal 2/3 crown diisi
dengan luting cement. Crown tersebut kemudian diinsersi dari lingual
lalu bukal. Operator menahan mandibula pasien dengan satu tangan
saat dilakukan insersi. Pasien kemudian diminta untuk menggigit
crown dengan perlahan. Kelebihan bahan semen dihilangkan dengan
menggunakan sonde (Marwah, 2014).
r. Polishing
Polishing dilakukan dengan menggunakan acidulated phosphate
fluoride prophylaxis paste, setelah itu kelebihan semen juga
dihilangkan dengan menggunakan dental floss (Marwah, 2014).
s. Instruksi post-operative
Pasca insersi SSC, pasien diminta untuk menyikat gigi setiap hari serta
membersihkan gigi dengan menggunakan dental floss. Pasien juga
diinstruksikan untuk berkumur dengan menggunakan air garam hangat
ketika terdapat iritasi dan inflamasi pada gingiva. Pasien dapat
diberikan paracetamol untuk mengatasi ketidaknyamanan pasca
insersi SSC. Pasien serta orangtua pasien juga diedukasi bahwa SSC
akan lepas dari gigi desidui ketika gigi permanen akan erupsi. Pasca
insersi crown juga dapat berdarah sampai beberapa jam setelah
kunjungan, namun apabila perdarahan berlangsung hingga hari
berikutnya, maka pasien harus kembali lagi ke dokter gigi
(Badrinatheswar, 2010).
9. Komplikasi yang Berkaitan dengan SSC
Penggunaan SSC berkaitan dengan beberapa komplikasi seperti
interproximal ledge, crown tilt, margin yang buruk, maupun inhalasi atau
tertelannya crown. Interproximal ledge dapat terjadi ketika angulasi
tapered fissure bur yang digunakan saat melakukan preparasi tidak tepat.
Crown tilt terjadi ketika dinding lingual atau bukal terkena karies atau
karena penggunaan alat pemotong yang tidak tepat. Kondisi ini dapat
menyebabkan supraerupsi gigi antagonisnya. Margin yang buruk juga
akan menyebabkan masalah karena dapat menyebabkan karies rekuren,
akumulasi plak, dan gingivitis. Komplikasi lainnya adalah tersedak atau
tertelannya crown. Hal ini dapat terjadi karena tangan dokter gigi yang
licin atau pasien yang tersentak, untuk mengatasi hal ini maka pasien
perlu didudukkan dengan tegak atau dengan menyolder kait pada bagian
bukal dan mengaitkan dental floss panjang ke kait tersebut (Marwah,
2014).
DAFTAR PUSTAKA

Badrinatheswar, G.V., 2010, Pedodontics Practice and Management, Jaypee


Brothers Medical Publishers, New Delhi.
Dean, J.A., Avery, D.R., Donald, R.E., 2016, McDonalds and Avery’s Dentistry
for the Child and Adolescent, 10th Ed., Elsevier, Missouri.
Marwah, N., 2014, Textbook of Pediatric Dentistry, 3rd Ed., Jaypee
Medical Brothers, New Delhi.
Mehdi, A.E., Meriem, L., Hakima, C., 2020, Preventive strategy of primary teeth
affected by amelogenesis imperfecta: case report, Clin. Case Rep. Int., Vol.
4(1170): 1-3.
Roma, M., Hedge, S., 2016, Amelogenesis imperfecta: A review of the literature,
J. Pharm. Sci., Vol. 8(9): 1042-1044.

Anda mungkin juga menyukai