Anda di halaman 1dari 20

MATA KULIAH PEMBERDAYAAN KELUARGA

PEMBERDAYAAN BERBASIS KELUARGA TERKAIT PEMILIHAN


MAKAN KELUARGA DESA PINGGIRAN DI KECAMATAN
SEWON KABUPATEN BANTUL

Disusun oleh :
Anitatia Ratna Megasari : 17/418194/PKU/16686
Asty Qirana : 17/418203/PKU/16695
Muhana Rafika : 17/418303/PKU/16795
Riski Amalia Hidayah : 17/418337/PKU/16829

MINAT GIZI DAN KESEHATAN


PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYAKARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Waktu dan Tempat
E. Metode
BAB II
ANALISIS HASIL WAWANCARA
A. Karakteristik Responden
Wawancara dilakukan pada delapan keluarga di Kelurahan
Panggungharjo dan Bangunharjo. Adapun karakteristik keluarga berdasarkan
hasil wawancara yaitu:
1. Usia
Rentang usia ibu dan ayah pada 8 keluarga di kecamatan sewon adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Usia Ibu dan Ayah di Kecamatan Sewon tahun 2018
No Karakterisktik Responden %
1 Usia Ibu 20-40 tahun 50
41-60 tahun 50
2 Usia Ayah 30-50 tahun 25
51-70 tahun 50
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa rentang usia ibu dan ayah di
kecamatan Sewon mewakili keluarga dari berbagai generasi yaitu
generasi baby boomers, generasi X dan generasi Y atau generasi
milenial. Berdasarkan Berkup (2014) generasi baby boomers adalah
generasi yang lahir pada tahun 1946-1964, generasi X (kelahiran tahun
1965-1979) dan generasi Y (kelahiran tahun 1980-1994).
2. Pendidikan
Pendidikaan ibu dan ayah di kecamatan Sewon adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Pendidikan Ibu dan Ayah di Kecamatan Sewon tahun 2018
No Karakterisktik Responden %
1 Pendidikan Ibu SMP dan SMA 47,5
Sarjana/sederajat 62,5
2 Pendidikan Ayah SMP dan SMA 12,5
Sarjana/sederajat 62,5
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar pendidikan ibu


dan ayah di kecamatan Sewon merupakan sarjana atau sederajat yaitu
D3, S1 dan S2. Pendidikan dapat menentukan pengetahuan dan
keterampilan dalam menentukan menu makanan bagi keluarga serta akan
berpengaruh terhadap status kesehatan semua anggota keluarga.
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pemilihan keragaman
bahan makanan dan jenis masakan akan mempengaruhi asupan makan
anggota keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin
mudah untuk menerima informasi kesehatan khususnya bidang gizi,
sehingga dapat menambah pengetahuan gizi dan mampu menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari (Rahayu and Dieny, 2012).
3. Persen Pendapatan untuk Pangan
Persen pendapatan yang dikeluarkan untuk pangan pada 8 keluarga di
kecamatan Sewon adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Persen Pendapatan untuk Pangan di Kecamatan Sewon
tahun 2018
Karakterisktik Responden %
% Pendapatan untuk ≤50% 62,5
Pangan >50% 25
Tidak tentu 12,5
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar keluarga


(62,5%) mengalokasikan pendapatan untuk pengeluaran biaya pangan
kurang dari 50%. Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang
menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi seluruh
anggota keluarga, sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
dan gizi keluarga. Pendapatan keluarga mempunyai hubungan positif
dengan pengeluaran belanja pangan artinya semakin rendah pendapatan
keluarga, maka pengeluaran belanja pangan subyek semakin rendah.
Pendapatan terkait langsung dengan daya beli, keluarga dengan
pendapatan yang tinggi memiliki kemampuan untuk membeli dan
memudahkan dalam memilih bahan makanan sumber zat gizi seperti
daging, ikan, telur dan lainnya yang akan disajikan (Rahayu and Dieny,
2012).
4. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga di kecamatan Sewon adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Jumlah Anggota Keluarga di Kecamatan Sewon tahun 2018
Karakterisktik Responden %
Jumlah Anggota Keluarga 2-3 47,5
4-5 62,5
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat enam keluarga di


Kecamatan Sewon yang termasuk dalam nuclear family, dan dua
keluarga lainnya termasuk dalam single parent family. Menurut
Goldenberg and Herbert (1980), keluarga inti (nuclear family) terdiri dari
suami, istri serta anak-anak kandung, sedangkan keluarga orang tua
tunggal (single parent family) terdiri dari pria atau wanita yang telah
bercerai, berpisah, ditinggal mati atau tidak pernah menikah, serta anak-
anak mereka tinggal bersama.
5. Usia Pernikahan
Usia pernikahan pada 8 keluarga di kecamatan Sewon adalah sebagai
berikut:
Tabel 5. Usia Pernikahan di Kecamatan Sewon tahun 2018
Karakterisktik Responden %
Usia Pernikahan 5-15 tahun 25
16-30 tahun 50
31-45 tahun 12,5
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata usia pernikahan


sudah cukup lama dimana sebagain besar usia pernikahan lebih dari 5
tahun, bahkan ada 1 keluarga dengan usia pernikahan 31 tahun. Usia
pernikahan yang lebih lama menyebabkan ibu memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang lebih banyak sehingga peran ibu dalam keluarga seperti
mengurus rumah tangga dan menyediakan pangan keluarga dapat
tercapai secara optimal (Tyas and Herawati, 2017).
B. Keterlibatan Anggota Keluarga dalam Pemilihan Makanan Keluarga
Hasil wawancara terkait keterlibatan anggota keluarga diketahui bahwa
terdapat 75% keluarga yang melibatkan anggota keluarga lain dalam
pemilihan makanan. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

80% 75%
Keluarga

60%
Jumlah

40% 25% Iya


20% Tidak
0%
Melibatkan Anggota Keluarga Lain

Grafik 1. Keterlibatan Anggota Keluarga Lain dalam Pemilihan Makan


Keluarga di Kecamatan Sewon tahun 2018

Keluarga yang melibatkan anggota keluarga lain yaitu dengan


melibatkan ayah dan anak dalam pemilihan makanan dimana menyajikan
makanan berdasarkan permintaan dari anggota keluarga lain. Sedangkan
keluarga yang tidak melibatkan anggota keluarga lain hanya melibatkan ibu
dalam pemilihan makanan karena hanya berdasarkan inisiatif ibu sendiri.
Menurut Melva (2006), secara kultural di Indonesia ibu memegang peranan
dalam mengatur tata laksana rumah tangga sehari-hari termasuk hal
pengaturan makanan keluarga. Berdasarkan wawancara, para ibu
mengatakan:
“Ya semuanya terlibat mbak, menunya kan ganti-ganti tergantung
bapak sukanya apa, anak saya sukanya apa, atau saya maunya apa
begitu”.

“Nggak, wes kalo masak opo-opo mau gitu, ya kalo nggak seneng ya
nggak dimakan, karena wes sak karep e”. Ibu IS

Jika dilihat dari jenis keluarga maka berdasarkan hasil wawancara


menujukkan bahwa delapan keluarga termasuk dalam jenis keluarga parental
dimana kedua orang tua mendapatkan hak atau porsi yang sama dalam
pernikahan dan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Van Djik (2006)
bahwa dalam sistem kekerabatan parental kedua orang tua maupun kerabat
dari ayah-ibu itu berlaku peraturan-peraturan yang sama baik tentang
perkawinan, kewajiban memberi nafkah, penghormatan, pewarisan. Dalam
susunan parental seorang anak hanya memperoleh semenda dengan jalan
perkawinan, maupun langsung oleh perkawinannya sendiri, maupun secara
tak langsung oleh perkawinan sanak kandungnya, memang kecuali
perkawinan antara ibu dan ayahnya sendiri. Susunan sistem kekerabatan
parental berlaku pada masyarakat Jawa, Madura, Kalimantan dan Sulawesi.
C. Pola Perencanaan Makan Keluarga
Hasil wawancara terkait pola perencanaan makan keluarga dapat
diketahui bahwa dalam perencanaan makan keluarga terdapat 50% ibu yang
merencanakan masak sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah
ini:

60% 50%
Jumlah Keluarga

40% Masak Sendiri


25% 25%
20% Membeli
Tidak Menentu
0%
Perencanaan Makan Keluarga

Grafik 2. Kategori Pola Perencanaan Makan Kelurga di Kecamatan


Sewon tahun 2018

Pola perencanaan makan keluarga beragam dimana ada ibu yang


memasak sendiri setiap harinya, ada juga ibu yang lebih senang untuk
membeli makanan jadi, serta ada ibu yang pola perencanaan makannya tidak
menentu tergantung dari kondisi. Berdasarkan wawancara, para ibu
mengatakan:
“Masak, paling kalo kayak sayur itu pagi tok sampe sore. Ora siang
masak sore masak, paling cuma goreng lauknya, goreng endok atau
tempe nek sore. Soalnya males jajan di luar”. Ibu IS

“Saya yang masak, tapi jarang-jarang. Biasanya beli. Ya kalo lagi


pengen apa ntar masak sendiri, tapi kalo untuk sehari-hari beli, kalo
masak jarang”. Ibu YA
“Kalo pagi, pasti saya nyiapin sendiri, saya masak. Terus kalo siang
sampe malem bisa beli di luar”.

Ibu yang memasak sendiri biasanya membeli bahan makanan di


warung, pasar, dan penjual sayur. Tetapi ada juga ibu yang mempunyai sawah
dan lahan untuk menanam sayur, buah dan beternak sehingga ibu tersebut
mengambil bahan makanan dari hasil kebun dan hasil ternak sendiri. Rata-
rata keluarga memiliki luas rumah dan pekarangan 200 meter persegi,
walaupun tidak begitu luas namun dapat dimanfaatkan untuk menanam
tanaman kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara hanya dua
keluarga yang menerapkan perilaku tersebut. Salah satu ibu mengatakan:
“Jarang beli mba, bahan pangan dapat dari panen contohnya
beras, cabe, sayur kelor, bayam, kemangi daun katuk. Kalau lauk
beternak sendiri kaya ayam kampung sama telornya trus ikan”

D. Pola Kebiasaan Makan Keluarga


Hasil wawancara terkait pola kebiasaan makan keluarga dapat diketahui
bahwa 50% keluarga yang tidak makan bersama anggota keluarga lain. Hal
tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

60% 50%
Jumlah Keluarga

50%
40% Sendiri
30% 25% 25%
Bersama
20%
10% Tidak Menentu
0%
Kebiasaan Makan Keluarga

Grafik 3. Pola Kebiasaan Makan Keluarga di Kecamatan Sewon tahun


2018

Sebagian besar kebiasan makan keluarga di Kecamatan Sewon tidak


makan bersama, tetapi anggota keluarga diberikan kebebasan untuk makan
dimana saja sesuai dengan keinginan masing-masing anggota keluarga seperti
makan didepan TV. Meskipun demikian masih ada juga keluarga yang
memiliki kebiasaan makan bersama dengan anggota lain. Berdasarkan
wawancara, para ibu mengatakan:
“Ya biasanya nggak bareng toh mba, sak karep ee dewe. Ya sendiri-
sendiri. Kalo anaknya sama ibu sukanya di depan TV. Kalo
bapaknya di meja terus, ndak mau dimana-mana pokoknya di meja
itu, meja makan maksudnya”. Ibu IS

“Ya mbak, aku selalu makan bareng anakku. Akukan Cuma tinggal
berdua mba, jadinya selalu bareng”. Ibu DI

“Kalo pagi pasti makan sama-sama dimeja makan, kadang kalo ada
acara bagus ya pindah depan TV. Jadi terserah keluarga aja”.

Hasil wawancara terkait kebiasaan makan juga berhubungan dengan


frekuensi makan keluarga, pemilihan menu makan keluarga, dan pembagian
porsi makan keluarga. Sebagian besar frekuensi makan keluarga yaitu
sebanyak tiga kali sehari. Sedangkan untuk menu makan keluarga rata-rata
beragam seperti mengkonsumsi nasi, seafood, sayuran, buah-buahan, telur,
dan lain-lain. Porsi makan keluarga di Kecamatan Sewon berdasarkan hasil
wawancara tidak ada perbedaan antara ayah, ibu, dan anak dalam pembagian
porsi makan. Ibu sebagai penentu makan keluarga membebaskan anggota
keluarga lain dalam mengambil makan. Selain itu terdapat tiga keluarga yang
mempunyai kebiasaan makan yang mendahulukan ayah untuk mengambil
makanan.
Kebiasaan makan keluarga tersebut menunjukkan adanya pergeseran
gaya hidup pada beberapa keluarga. Menurut Lailatul (2006) bahwa dalam
kehidupan modern ini, masyarakat menuntut untuk bergaya hidup konsumsi
yang serba cepat dan instan. Hal itu dikarenakan padatnya aktivitas dan
kegiatan di luar rumah yang dilakukan oleh keluarga khususnya pasangan
suami dan istri yang mengakibatkan berkurangnya waktu untuk berkumpul
bersama keluarga apalagi makan bersama anak-anaknya. Apabila
dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, yaitu sekitar tahun 2000-an,
makan sehari-hari cenderung dilakukan di rumah di mana makanan yang
disajikan merupakan hasil dari olahan sendiri. Para istri menyempatkan diri
untuk memasak dan meluangkan waktunya untuk sekedar makan bersama
dengan keluarganya walaupun istri tersebut juga disibukkan dengan aktifitas
di luar rumah yaitu bekerja.
E. Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pemilihan Makan Keluarga
Faktor lingkungan mempengaruhi pemilihan makan keluarga di
Kecamatan Sewon seperti pengaruh media massa, tetangga/teman sebaya, dan
kebiasaan makan keluarga terdahulu. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik
dibawah ini:

80% 75%
Jumlah Keluarga

63% 63%
60%
38% 38%
40% 25% Iya
20% Tidak
0%
Media Massa Tetangga/Teman Keluarga
Sebaya Terdahulu

Grafik 4. Pengaruh Faktor Lingkungan dalam Pemilihan Makan


Keluarga di Kecamatan Sewon tahun 2018

Media massa yang berperan dalam pemberian informasi kepada


keluarga terkait gizi dan kesehatan dimana terdapat 75% keluarga yang
mencari informasi melalui TV, grup whatsapp, dan internet Selain itu
informasi kesehatan juga didapatkan dari buku, seminar, penyuluhan, dan
rumah sakit. Namun hanya 33% keluarga yang menerapkan informasi
kesehatan tersebut pada keluarganya. Ibu yang tidak menerapkan informasi
yang didapatkan karena belum memiliki kesadaran untuk menerapkan
perilaku sehat. Berdasarkan wawancara, para ibu mengatakan:
“Sekali-sekali dari TV, TVOne cara hidup sehat, terus dr. Oz”. Ibu
IS

“Paling saya baca dari hasil browsing. Kalo sempat ya ikut seminar,
pas ada waktu sekali-kali saya ikut, meskipun bukan bidang saya
tapi itu sangat berguna”.

“Makanan sehat ya tau dari medsos, paling browsing aja. Tapi yang
dimakan sak senenge aku dan anakku, yang penting anakku mau
makan”.
Media massa juga turut berpengaruh terhadap sikap seseorang dalam
pemilihan makan. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Azwar
(2005) bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seseorang adalah
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan atau agama, dan faktor
emosional.
Selain itu, terdapat 63% ibu yang terpengaruh oleh teman sebaya atau
tetangga dalam pemilihan makan keluaraga. Berdasarkan wawancara, para
ibu mengatakan:
“Kadang kalau temen masak apa jadi kepengen buat atau beli,
seperti masak rendang atau makanan yang enak-enak”.

“Tetangga saya ada yang pinter masak jadi saya sering tanya
makanan apa yang enak dimasak”. Ibu PR

Menurut Murlan, et al. (2015), sikap sosial terbentuk oleh adanya interaksi
sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial menyebabkan hubungan
yang saling mempengaruhi antara individu satu dengan individu yang lain.
Melalui interaksi tersebut dapat mempengaruhi pemilihan makanan dalam
sebuah keluarga, hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yaitu beberapa
diantaranya terpengaruh oleh teman atau tetangga dalam pemilihan makanan
yang diinginkan.
Hasil wawancara juga menunjukkan 63% keluarga masih terpengaruh
dengan kebiasaan makan keluarga terdahulu. Contohnya ada satu keluarga
dimana suami dan anak tidak mengkonsumsi air putih, kebiasaan tersebut
ternyata sudah dilakukan sejak dahulu dimana ibu dari suami juga memiliki
kebiasaan tidak pernah mengkonsumsi air putih, dan cenderung
mengkonsumsi minuman yang memiliki rasa seperti teh, jeruk hangat dan
sebagainya. Kemudian dilakukan wawancara untuk memastikan kebenaran
tersebut kepada ibu dari suami, ibu tersebut mengatakan:
“Nggak suka minum air putih, nggak pernah minum. Minumnya
biasa teh yang dikasih jeruk peres. Jadinya sering minum itu setiap
hari, atau biasanya minum air putih itu dikasih jeruk. Nggak bisa
nelen kalo cuma air putih, nelen ketelan tapi balik. Karena itu udah
kebiasaan lama dari kecil, nggak suka minum air yang dimasak,
sukanya aqua karena serek dileher nek. Kalo air panas dikasih gula
jawa ya mau, tapi kalo panas kan kalo dingin ya ora enak. Yang
penting itu minum ada rasanya, nah biasanya air putih dicampur
adem sari kalo kadang-kadang nggak ada jeruk”. Ibu YA

Perilaku tersebut sesuai teori Bandura (1995) yang menyatakan sebagian


besar tingkah laku manusia dapat dipelajari melalui peniruan maupun
penyajian seperti tingkah laku (modeling) bahwa pembelajaran dapat
dilakukan dengan cara pengamatan. Hal yang terjadi dalam keluarga tersebut
adalah proses pengamatan yang dilakukan terhadap kebiasaan orang tua
kemudian ditiru dan menjadi kebiasaan hingga sekarang.
F. Pantangan atau Mitos dalam Keluarga terkait Makanan
Terdapat faktor budaya seperti adanya pantangan (mitos) pada beberapa
keluarga. Kebanyakan keluarga memiliki pantangan (mitos) terkait makanan
selama kehamilan. Berdasarkan hasil wawancara, para ibu mengatakan:
“Ada, sayakan sekarang lagi program hamil ya, jadi tidak makan
nanas. Katanya kalo makan nanas itu bisa keguguran”, “Ada, dulu
pas hamil itu nggak boleh makan terong terus disuruh banyak
makan daun katuk. Pas menyusui saya banyak makan kelor, kan
saya nanam sendiri”.

“Oh itu waktu hamil minum air kelapa biar anaknya bersih, kalo pas
menyusui makan kacang hijau dan daun katuk”.

G. Program terkait Pemberdayaan Pangan Keluarga


Di Kecamatan Sewon khusunya di Kelurahan Bangunharjo, terdapat
suatu program pemberdayaan pangan untuk meningkatkan gizi dan
kesejahteraan masyarakat yang dinamakan Kelompok Wanita Tani (KWT)
Migunani dengan konsep pemanfaatan lahan pekarangan milik warga yang
dibentuk sejak 22 Desember 2014. Kelompok tersebut terbentuk karena
adanya keprihatinan dari salah satu warga yang menjadi tokoh masyarakat
disana terhadap kondisi masyarakat disekitarnya yang tidak memanfaatkan
lahannya dengan baik. Tanpa adanya bantuan dari pemerintah, sebagai
penyuluh pertanian beliau melihat peluang tersebut kemudian mengumpulkan
30 orang perempuan warga sekitar yang memiliki potensi tinggi untuk
diberdayakan dan kemudian dilakukan penyuluhan dasar untuk pertanian.
Kegiatan yang dilakukan adalah menanam sayur mayur seperti kol, bayam,
kangkung dan tanaman obat keluarga (TOGA). Salah satu komoditas yang
menjadi unggulan di KWT Migunani adalah Jahe Merah. KWT Migunani
mendapatkan peringkat ke lima dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan
pekarangan di tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) serta
mendapatkan hadiah dan bantuan dana sebesar 20 juta rupiah dari Pemerintah
DIY serta P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan).
Awalnya selain menjadi tambahan sumber pangan berupa sayur mayur yang
sehat bagi anggota, KWT juga menjual hasil pertaniannya terutama jahe
merah yang diolah menjadi produk jahe merah instan. Namun seiring
berjalannya waktu, hasil pertanian KWT tidak diperjualbelikan lagi, hal ini
terkait dengan beberapa alasan yang disampaikan oleh narasumber:
“Lha dulu itu sayur terus bibitnya itu dijual mba, kita sampai bikin
jahe merah instan biar bisa dijual gitu kan lumayan buat tambah-
tambah penghasilan ibu-ibu disini, tapi lama kelamaan pada
nglokro anggotanya soalnya nggak laku mba jadinya ya sekarang
untuk konsumsi anggota sendiri aja, kadang kalo pas pembibitan
anggota suka bawa bibitnya untuk ditanam dirumah” Ibu HR
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Hasil Analisis wwancara terhadap delapan keluarga di
Kecamatan Sewon dpat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat 25% keluarga di Kecamatan Sewon yang dapat dikatakan
sebagai keluarga yang mandiri pangan, namun sebagian besar keluarga
masih bergantung pada warung untuk mencukupi kebutuhan pangan dan
gizi baik berupa bahan mentah maupun pangan jadi.
2. Pekarangan rumah yang dimiliki oleh sebagian besar penduduk di
kecamatan sewon cukup untuk dimanfaatkan menanam tanaman yang
bermanfaat untuk memenuhi asupan pangan dan gizi keluarga.
3. Di Kelurahan Bangnharjo sudah terdapat program pemberdayaan
masyarakat bernama KWT Migunani yang dibentuk berdasarkan tujuan
untuk meningkatkan pangan, gizi dan kesejahteraan ekonomi anggotanya
dengan memanfaatkan hasil pertanian tersebut untuk dikonsumsi oleh
anggota serta membuat produk ungglan berupa jahe merah instan serta
menjual produk tersebut dan hasil panen lainnya kepada umum. Namun
kegiatan perdangangan tersebut sudah tidak dilakukan lagi karena tidak
laku.
B. Saran
Saran yang dapat kami usulkan berdasarkan karakteristik responden dan
wilayah Kecamatan Sewon khususnya di Kelurahan Panggungharjo yaitu
menerapkan model pemberdayaan keluarga melalui pemanfaatan potensi
lingkungan karena sebagian besar memiliki lahan yang dapat dapat digunakan
untuk bercocok tanam seperti yang dilakukan di Kelurahan Bangunharjo. Hal
tersebut bertujuan agar keluarga di Kelurahan Panggungharjo dapat mencapai
kemandirian pangan sehinga kebutuhan pangan dan gizinya tercukupi melalui
pemanfaatan sumber daya alam yang ada tanpa campur tangan dari pihak
manapun. Selain itu juga dapat dilaksanakan pemberdayaan melalui
pendidikan gizi dan kesehatan di PKK sehingga terbentuk keluarga yang
mandiri dan sadar kesehatan.
Saran yang dapat kami usulkan di Kelurahan Bangunharjo untuk
menggiatkan kembali semangat para anggota KWT Migunani adalah
memperbaiki strategi pemasaran hasil pertanian dan produk hasil pertanian
jahe merah. Strategi dapat dilakukan dengan cara memasarkan produknya
secara online dan melayani sistem delivery order dengan mengedepankan
motto bahwa tanaman yang ditanam bebas dari pupuk kimia dan pestisida.
Selain itu untuk menarik selera pelanggan dapat dibuat pula produk olahan
yang beraneka ragam namun tetap sehat seperti keripik sayur karena sebagian
besar hasil pertanian dari KWT Migunani adalah sayuran.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2005. Sikap Manusia. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Bandura, A. 1995. Self Efficacy in Changing Societies. Cambridge University


Press. New York.

Berkup, S. B. (2014) ‘Working With Generations X And Y In Generation Z


Period : Management Of Different Generations In Business Life’,
Mediterranean Journal of Social Sciences, 5(19), pp. 218–229. doi:
10.5901/mjss.2014.v5n19p218.

Dijk, Van. 2006. Pengantar Hukum Adat Indonesia. Mandar Maju. Bandung.

Goldenberg, I. and Herbert, G. (1980) Family Therapy: An Overview. California:


Brooks/Cole Publishing Company.

Lailatul, N.M. 2006. Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan, Studi Deskriptif


Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga. Jurnal BioKultur. Vol. 1, No. 2,
Hal. 157-178.

Melva, F.D. 2006. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak Balita di
Kecamatan Kuranji Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang tahun 2004.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 1, No. 1, Hal. 19-23.

Murlan, et al. 2015. Knowledge, Attitude, and Practice of Mother with Children
Under Five Years on The Use of Virgin Coconut Oil’s Residue to Local
Foods to Incease Childs Nutritional in Buton. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. Vol. 18, No. 3, Hal. 257-265.

Rahayu, S. D. and Dieny, F. F. (2012) ‘Citra Tubuh, Pendidikan Ibu, Pendapatan


Keluarga, Pengetahuan Gizi, Perilaku Makan dan Asupan Zat Besi pada
Siswi SMA’, M Med Indones, 46(3), pp. 184–194.

Tyas, F. P. S. and Herawati, T. (2017) ‘Marriage Quality and Family Well-Being


Determine Parental Environment of Early Marriages’, Jur. Ilm. Kel. &
Kons, 10(1), pp. 1–12. doi: http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2017.10.1.1.
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Gambar 5. Tanaman Sayur Keluarga di Kecamatan Sewon

Gambar 6. Tanaman Buah dan Lahan Persawahan Keluarga di Kecamatan


Sewon

Gambar 7. Kolam Ikan Keluarga di Kecamatan Sewon


Gambar 7. Wawancara Keluarga di Kecamatan Sewon

Gambar 8. Wawancara Keluarga di Kecamatan Sewon


Lampiran 2. Pedoman Wawancara

NO.
Tanggal Wawancara : ..........................
Nama Responden : ..........................
Umur
Ibu : ..........................
Bapak : ..........................
Pekerjaan
Ibu : ..........................
Bapak : ..........................
Pendidikan
Ibu : ..........................
Bapak : ..........................
Pendapatan : ..........................
Alokasi untuk Pangan : ..........................
Jumlah Anggota Keluarga : ..........................
Tanggal Menikah : ..........................
Usia Menikah : ..........................

Pedoman Wawancara terkait Pemilihan Makan Keluarga


1. Bagaimana pola makan keluarga?
2. Berapa kali biasanya frekuensi makan keluarga?
3. Bagaimana pembagian porsi makan untuk setiap anggota keluarga?
4. Apakah ibu melibatkan anggota keluarga lain dalam pemilihan makan
keluarga?
5. Bagaimana pola perencanaan makan keluarga?
6. Dimanakah ibu biasanya membeli bahan makan atau makanan jadi?
7. Bagaimana pola kebiasaan makan keluarga?
8. Apakah ada peraturan-peraturan tersendiri yang diterapkan pada keluarga
terkait kebiasaan makan?
9. Apakah ada pengaruh faktor luar terkait pemilihan makan keluarga?
10. Apakah ibu mencari informasi kesehatan terkait pangan?
11. Bagaimana ibu menerapkan informasi tersebut pada keluarga?
12. Apakah ada pengaruh kebiasaan makan keluarga terdahulu terhadap
pemilihan makan keluarga?
13. Apakah ada pantangan atau mitos terkait pangan yang diterapkan pada
keluarga?
14. Adakah program yang dilakukan pemerintah setempat terkait gizi?

Anda mungkin juga menyukai